• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permasalahan Pembangunan Kabupaten Bener Meriah

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 102-112)

PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN ISU-ISU STRATEGIS

4.1. Permasalahan Pembangunan Kabupaten Bener Meriah

Analisa isu-isu strategis merupakan bagian penting dan sangat menentukan dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi isu yang tepat dan bersifat strategis meningkatkan akseptabilitas prioritas pembangunan, dapat dioperasionalkan dan secara moral dan etika birokratis dapat dipertanggungjawabkan.

Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Kabupaten Bener Meriah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat dari masyarakat dan lingkungan eksternalnya merupakan perencanaan dari luar ke dalam yang tidak boleh diabaikan.

Isu strategis merupakan salah satu pengayaan analisis lingkungan eksternal terhadap proses perencanaan. Jika dinamika eksternal, khususnya selama 5 (lima) tahun yang akan datang, diidentifikasi dengan baik, maka pemerintahan Kabupaten Bener Meriah akan dapat mempertahankan/meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Pemerintahan Kabupaten Bener Meriah yang tidak menyelaraskan diri secara sepadan atas isu strategisnya akan menghadapi potensi kegagalan dalam melaksanakan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawabnya atau gagal dalam melaksanakan pembangunan daerah.

Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) dimasa datang. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi atau hal yang bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat kelembangaan/keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang akan datang.

Permasalahan dan tantangan di Kabupaten Bener Meriah dalam upaya menjalankan tugas untuk melindungi, melayani, memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat.

4.1. Permasalahan Pembangunan Kabupaten Bener Meriah

Permasalahan pembangunan di kabupaten bener meriah secara umum digambarkan sebagai berikut :

a. Penerapan Dinul Islam

Penerapan Syariat Islam belum optimalnya, terutama disebabkan oleh masih kurangnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai dinul Islam di kalangan masyarakat.

Berbagai perilaku masyarakat masih banyak yang bertentangan dengan moralitas dan etika agama. Pemahaman dan pengamalan agama di kalangan peserta didik (sekolah umum dan agama) juga belum memuaskan disebabkan terutama oleh kuatnya pengaruh negatif

globalisasi. Hal tersebut telah mempengaruhi dan mendorong perilaku masyarakat ke arah yang negatif.

Permasalahan dalam pelaksanaan Dinul Islam sebagai berikut:

1. Belum optimalnya peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan ajaran agama;

2. Meningkatnya pelanggaran Qanun Syariat;

3. Belum meratanya kualitas petugas keagamaan;

4. Belum optimalnya upaya peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama;

5. Belum optimalnya peningkatan kualitas tata kelola pembangunan bidang agama;

6. Belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan zakat infaq dan sadaqah dalam mendorong kesejateraan masyarakat;

7. Belum dilakukannya assessment mengenai sarana dan prasarana pesantren/dayah.

b. Penyelengaraan Pemerintahan

Penyelenggaraan Pemerintahan yang belum optimal disebabkan pemerataan dan penempatan apararatur yang tidak sesuai kemampuan sehingga mengakibatkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang tidak tepat sasaran serta tidak efisien dan tidak efektifnya pengelolaan anggaran pembangunan dan memicu ekonomi biaya tinggi dan tidak maksimalnya pelayanan pada masyarakat. Selain itu, proses pembangunan juga belum sepenuhnya diarahkan untuk kepentingan masyarakat umum. Hal ini mengakibatkan sasaran dan kualitas pembangunan tidak terealisasi secara maksimal. Oleh karena itu, dimasa yang akan datang penetapan standar operasional prosedur (SOP) dalam penyelenggaraan pemerintahanan yang baik dan bersih, serta komitmen yang tinggi dalam menumbuhkan semangat mewujudkan pelayanan prima dari penyelenggara pemerintahan daerah sangat diperlukan sehingga meminimalisir potensi terjadinya tindakan Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).

Permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Belum optimalnya peningkatan penerimaan daerah;

2. Belum otimalnya peningkatan kualitas belanja daerah melalui sinergitas perencanaan dan penganggaran.

3. Belum tersentralisasinya data dan informasi daerah yang mengakibatkan perbedaan data dan informasi;

4. Belum optimalnya koordinasi antar instansi;

5. Masih kurangnya jumlah SDM yang professional;

6. Masih kurangnya keterbukaan informasi, komunikasi publik, dan peningkatan akses masyarakat terhadap informasi public;

7. Belum optimalnya dukungan nyata iptek terhadap peningkatan pelayanan;

8. Belum optimalnya birokrasi yang bersih dan akuntabel;

9. Belum optimalnya birokrasi yang efektif dan efisien;

10. Masih kurangnya birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas

11. Belum merata dan berimbangnya sebaran aparatur, tenaga pendidik dan tenaga medis.

12. Masih lemahnya kinerja SKPK dalam mencapai target kinerja;

13. Belum optimalnya restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah(OPD);

14. Belum jelasnya penataan kewenangan antar tingkatan pemerintahan;

15. Belum optimalnya penataan daerah;

16. Belum optimalnya kerjasama daerah;

17. Belum optimalnya harmonisasi peraturan perundangan;

18. Belum optimalnya sinergi perencanaan dan penganggaran daerah;

19. Belum optimalnya akuntabilitas dan tata pemerintahan;

20. Belum optimalnya peningkatan pelayanan publik;

21. Belum optimalnya manajemen sumber daya aparatur pemerintah daerah;

22. Masih kurangnya kemampuan fiskal daerah;

23. Belum optimalnya kualitas perencanaan dan penganggaran daerah;

24. Belum Optimalnya Kualitas belanja dan pengelolaan keuangan pemerintah daerah;

25. Belum optimalnya pelaksanaan tata kelola pemerintahan kampung yang memerlukan penyesuaian dengan amanat Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa;

26. Masih lemahnya koordinasi antar pelaku pembangunan untuk percepatan pembangunan daerah;

27. Regulasi yang tidak memihak/disharmonis terhadap percepatan pembangunan daerah;

28. Belum optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan pembangunan daerah;

c. Pemerataan Pembangunan Infrastruktur Publik Dan Tata Ruang

Permasalahan infrastruktur dan tata ruang di Kabupaten Bener Meriah terkait dengan laju perubahan penggunaan lahan, pembangunan infrastruktur belum menganut keberpihakan pada masyarakat serta ketegasan dalam penetapan tata ruang.

Infrastruktur pedesaan yang masih mejadi permasalahan di Kabupaten Bener Meriah adalah akses transportasi, sarana dan prasarana dasar serta bangunan rumah layak huni.

Aksesibilitas menjadi penting dalam pembangunan daerah karena aksesibilitas yang baik akan menjamin mobilitas penduduk, barang dan jasa menjadi semakin lancar. Selain itu perlu dikembangkan pusat-pusat pelayanan baru sehingga dapat mendorong peningkatan sektor perekonomian.

Permasalahan dalam pemerataan pembangusebagai bnan infrastruktur publik dan tata ruang dapat dirinci terikut:

1. Belum optimalnya koordinasi dalam penyelenggaraan informasi geospasial;

2. Belum optimalnya produksi data dan informasi geospasial;

3. Masih kurangnya jaringan distribusi data dan informasi geospasial;

4. Masih kurangnya pemanfaatan data dan informasi geospasial;

5. Belum maksimalnya kualitas SDM, kelembagaan, iptek dan industri informasi geospasial.

6. Masih kurangnya pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang;

7. Belum optimalnya kelembagaan penyelenggaraan penataan ruang;

8. Belum maksimalnya penggunaan RTR (rencana tata ruang) sebagai acuan pembangunan berbagai sektor.

9. Belum tegasnya kepastian tata ruang sehingga melemahnya kepastian berinvestasi.

10. Masih kurangnya jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah;

11. Masih adanya ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) serta kesejahteraan masyarakat;

12. Belum optimalnya kinerja pelayanan pertanahan;

13. Masih kurangnya ketersediaan lahan bagi pembangunan untuk kepentingan umum 14. Masih adanya over lapping claim areas segmen-segmen batas wilayah

15. Masih lemahnya pengamanan batas wilayah;

16. Kesenjangan yang tinggi antar kecamatan dan pusat pertumbuhan;

17. Masih belum terpenuhinya standar pelayanan wilayah, sehingga menjadi kurang layak huni;

18. Rendahnya daya saing daerah serta ketahanan sosial, ekonomi dan lingkungan terhadap perubahan iklim dan bencana;

19. Belum optimalnya pengelolaan wilayah;

20. Belum memadai ketersediaan sarana dan prasarana fisik maupun non-fisik di desa dan kawasan perdesaan;

21. Masih kurangnya kualitas lingkungan hidup masyarakat.

22. Belum optimalnya pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang mencakup pembangunan prasarana dan sarana kawasan transmigrasi, penataan persebaran penduduk, fasilitasi penyediaan dan sertifikasi bidang tanah pada lokasi-lokasi transmigrasi;

23. Kurang optimalnya konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan penyangga;

24. Keterbatasan infrastruktur kawasan menyebabkan minimnya investasi industri; sulitnya masyarakat memasarkan produknya serta rendahnya kuantitas produk yang dihasilkan;

25. Sumber daya manusia pelaku usaha pertanian, peternak, di kawasan strategis masih rendah kapasitasnya, lemahnya peran dan fungsi kelembagaan pengelola kawasan, kualitas tenaga kerja yang belum sesuai dengan kebutuhan kawasan, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang masih belum optimal;

26. Belum dilaksanakannya pelimpahan kewenangan kepada pengelola kawasan serta masih terkendalanya status lahan dan hutan;

27. Masih adanya keterisolasian kawasan;

28. Integrasi pengelolaan dan pembangunan kawasan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan

29. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di daerah;

30. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah;

31. Kurangnya aksesibilitas daerah terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah;

32. Rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan angkutan massal yang murah dan nyaman;

33. Rendahnya aksesibilitas pelayanan infrastruktur antar wilayah;

34. Pembangunan infrastruktur terbentur dengan permasalahan ketersediaan lahan;

35. Kebutuhan infrastruktur perumahan dan permukiman;

36. Belum memadainya ketersediaan daya listrik serta masih belum tersentuh akses terhadap daya listrik.

37. Belum optimalnya percepatan pembangunan perumahan;

38. Belum optimalnya pembangunan infrastruktur/prasarana dasar kawasan permukiman serta energi dan ketenagalistrikan;

39. Belum optimalnya jaminan ketahanan sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan masyarakat;

40. Belum optimalnya peningkatan efektifitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur.

d. Tata Kelola Pertanian Dan Perkebunan

Sektor pertanian dan Perkebunan merupakan pilar utama dalam masyarakat Kabupaten Bener Meriah, namum peran pemerintah masih minim dalam mendorong

produktifitas pelaku/stakeholder di sektor tersebut. Minimnya balai/lembaga penelitian terhadap pengembangan komoditi, peningkatan produktifitas serta managemen kualitas SDM dan sebaran penyuluh yang masih belum merata serta upaya dalam peningkatan nilai tambah komoditi masih rendah.

Permasalahan terkait tata kelola pertanian dan pertanian sebagai berikut:

1. Kurangnya optimal pengamanan produksi untuk kemandirian dan diversifikasi konsumsi pangan;

2. Belum optimalnya pengembangan agribisnis, pertanian berkelanjutan dan kesejahteraan petani;

3. Belum optimalnya peningkatan produksi dan nilai tambah pertanian dan perkebunan;

4. Belum optimal tata kelola lahan.

e. Kualitas Sumberdaya Manusia

Kualitas sumber daya manusia (SDM) Kabupaten Bener Meriah yang direpresentasikan dengan tingkat Daya saing SDM Kabupaten Bener Meriah juga masih tergolong rendah, yang dicirikan dengan masih terbatasnya jumlah lulusan sekolah kejuruan yang memiliki keterampilan (life skill), jumlah tenaga kerja yang berpendidikan tinggi masih sedikit dan rasio ketergantungan penduduk usia produktif dengan jumlah penduduk masih tinggi.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia ini harus dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan. Sektor pendidikan dan kesehatan merupakan pos anggaran yang besar namun cenderung pemanfaatan anggaran pada peningkatan kuantitas belum pada peningkatan kualitas, sehingga perlu peningkatan kualitas tenaga pendidik sehingga meningkatkan daya saing peserta didik, pendidikan keterampilan bagi masyarakat Kabupaten Bener Meriah juga perlu ditingkatkan. Upaya-upaya tersebut dibutuhkan dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia

Permasalahan terkait kualitas sumber daya manusia sebagai berikut:

1. Belum optimalnya pengendalian kuantitas penduduk melalui keluarga berencana dan pembangunan keluarga;

2. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah;

3. Belum optimalnya penguatan landasan hukum dan penyerasian kebijakan pembangunan bidang kependudukan dan KB (KKB);

4. Masih belum optimalnya penguatan kelembagaan pembangunan bidang kependudukan dan KB;

5. Masih belum optimalnya penguatan data daninformasi kependudukan dan KB;

6. Belum optimalnya peningkatan kesehatan ibu, anak, remaja dan lansia;

7. Belum maksimalnya percepatan perbaikan status gizi masyarakat;

8. Belum optimalnya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan;

9. Belum otimalnya peningkatan akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang berkualitas;

10. Belum optimalnya pemenuhan ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan pengawasan obat dan makanan;

11. Belum terpenuhinya sumber daya manusia kesehatan;

12. Masih kurang optimalnya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;

13. Masih kurang optimalnya peningkatan manajemen, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi kesehatan;

14. Belum optimalnya pengembangan dan peningkatan efektifitas pembiayaan kesehatan;

15. Belum optimalnya pengembangan jaminan kesehatan nasional;

16. Belum optimalnya pelaksanaan wajib belajar 12 tahun yang berkualitas;

17. Masih kurangnya peningkatan kualitas pembelajaran;

18. Masih kurangnya peningkatan manajemen guru, pendidikan keguruan, dan reformasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK);

19. Masih kurangnya peningkatan akses, kualitas, dan relevansi pendidikan tinggi;

20. Belum optimalnya peningkatan akses dan kualitas PAUD;

21. Masih kurangnya peningkatan keterampilan kerja dan penguatan pendidikan orang dewasa;

22. Belum optimalnya peningkatan pendidikan keagamaan;

23. Belum optimalnya penguatan pendidikan agama, pendidikan kewargaan dan pendidikan karakter untuk mendukung Revolusi Mental;

24. Belum optimalnya peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan;

25. Belum optimalnya penguatan tata kelola pendidikan;

26. Masih kurangnya pengembangan perpustakaan dan pembudayaan gemar membaca.

f. Kemiskinan

Penduduk miskin di Kabupaten Bener Meriah pada tahun 2016 tercatat sebesar 21,43%, jauh lebih besar dari penduduk miskin provinsi Aceh dan Nasional. Hal ini mencerminkan bahwa pembangunan selama ini belum memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Pendataan warga miskin secara valid akan sangat membantu dalam pengembangan program pengentasan kemiskinan. Walaupun tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bener Meriah pada tahun 2014 relatif rendah (2,25%), program pengentasan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan keterampilan masyarakat yang didukung oleh pembangunan infrastruktur dasar yang terintegrasi perlu menjadi prioritas di masa yang akan datang. Selain itu, dukungan terhadap akses modal, pemasaran produk unggulan masyarakat dan penguatan kelembagaannya perlu ditingkatkan. Perlu juga dikembangkan partisipasi masyarakat untuk secara aktif turut serta dalam memberdayakan masyarakat miskin.

Salah satu cara lain untuk memutuskan mata rantai kemiskinan struktural adalah melalui pendidikan. Karena itu, upaya penyediaan pendidikan yang murah dan terjangkau untuk memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat yang secara ekonomi kurang beruntung perlu dilakukan secara baik dan terdistribusi merata.

Permasalahan terkait tingkat kemiskinan di Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut:

1. Tingginya angka kemiskinan;

2. Belum terintegrasinya program dan kegiatan dalam pengentasan kemiskinan;

3. Belum tepatnya sasaran pengelolaan program dan kegiatan pengentasan kemiskinan sehingga belum mendorong pengurangan jumlah penduduk miskin;

4. Rasio tingkat kemiskinan berbanding terbalik dengan tingkat pengganguran;

5. Tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di perdesaan yang masih rendah.

g. Sosial Kemasyarakatan

Dengan beragamannya suku, budaya dan kelompok sosial masyarakat menimbulkan potensi munculnya gesekan-gesekan yang mengakibatkan terganggunya ketentraman kehidupan bermasyarakat. Peran pemerintah seyogyanya mengayomi seluruh masyarakat dengan prinsip kesetaraan dan persamaan hak sehingga pemerintah dipandang perlu mendukung dan menfasilitasi dalam upaya mempertahan keberadaan budaya yang ada.

Permasalahan terkait dengan sosial kemasyarakatan dapat dirinci sebagai berikut:

1. Belum optimalnya peningkatan partisipasi pemuda dalam pembangunan;

2. Masih kurangnya peningkatan budaya dan prestasi olahraga;

3. Belum optimalnya penguatan karakter dan jati diri bangsa;

4. Peningkatan apresiasi seni dan kreativitas karya budaya;

5. Belum optimalnya pelestarian warisan budaya;

6. Belum optimalnya peningkatan promosi, diplomasi, dan pertukaran budaya;

7. Belum optimalnya pengembangan sumber daya kebudayaan;

8. Belum optimalnya peningkatan kesejahteraan penyandang disabilitas dan lanjut usia;

9. Belum optimalnya peningkatan kapasitas kelembagaan Pengarus Utamaan Gender (PUG) dan kelembagaan perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan;

10. Belum optimalnya peningkatan kualitas hidup dan tumbuh kembang anak;

11. Belum optimalnya peningkatan perlindungan anak dari tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran, dan perlakuan salah lainnya;

12. Belum optimalnya peningkatan efektivitas kelembagaan perlindungan anak.

13. Masih kurangnya jumlah kunjungan wisatawan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tujuan wisata;

14. Masih kurangnya dukungan iptek untuk penyiapan masyarakat Indonesia menyongsong kehidupan global yang maju dan modern;

15. Belum optimalnya penguatan peran lembaga demokrasi;

16. Belum optimalnya jaminan pemenuhan kebebasan sipil dan hak-hak politik rakyat;

17. Belum optimalnya pemantapan wasbang dan karakter bangsa dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa;

18. Penanggulangan terorisme dan radikalisme serta aliran sesat;

19. Belum terselesaikannya penanganan perbatasan;

20. Masih adanya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum;

21. Meningkatnya tren penyalahgunaan narkoba.

h. Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Kelestarian Lingkungan

Kabupaten Bener Meriah merupakan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang seharusnya dapat dikelola untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Peningkatan PAD merupakan salah satu modal untuk menunjang pembangunan di Kabupaten Bener Meriah. Pemanfaatan potensi sumber daya alam juga penting dilakukan untuk membuka lapangan kerja baru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan perlu dilakukan secara intensif karena mampu menyerap hampir 50% angkatan kerja. Namun demikian, pengembangan sektor ini dibatasi oleh rendahnya kepemilikan lahan per kepala keluarga. Sektor-sektor lain yang bergerak dalam pemanfaatan potensi sumberdaya kehutanan juga mengalami persoalan yang

sama sehingga belum mampu memberikan nilai tambah masyarakat terhadap produk yang dihasilkan. Pemanfaatan sumber daya alam perlu diimbangi dengan upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan serta penggunaan teknologi harus dilakukan dengan tepat. Sistem pengelolaan hutan, pertambangan dan perkebunan yang belum tepat dapat berdampak pada kerusakan ekosistem, terjadinya bencana alam dan terganggunya tatanan kehidupan sosial masyarakat.

Permasalahan terkait pemanfaatan sumber sumber daya alam dan kelestarian lingkungan sebagai berikut

1. Belum optimalnya peningkatan konservasi dan tatakelola hutan serta pengelolaan DAS;

2. Belum optimalnya penguatan pasokan, bauran dan efisiensi konsumsi energi;

3. Masih rendahnya peningkatan nilai tambah industri mineral dan pertambangan berkelanjutan;

4. Belum optimalnya peningkatan kualitas lingkungan hidup, pengembangan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan, dan pelestariandan pemanfaatan keekonomian KEHATI;

5. Belum optimalnya penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana;

6. Masih kurangnya penanganan perubahan iklim serta peningkatan kualitas informasi iklim dan kebencanaan.

7. Belum optimalnya peningkatan produksi hasil hutan dan pengembangan jasa lingkungan.

i. Peran Swasta Dalam Pembangunan

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bener Meriah masih didorong oleh belanja pemerintah. Partisipasi pihak swasta belum menunjukkan pengaruh yang besar terhadap pembangunan. Usaha swasta masih sangat tergantung pada anggaran belanja pemerintah (APBK, APBA dan APBN). Karena itu, hendaknya pemerintah daerah perlu mengupayakan agar pengusaha lokal, nasional maupun asing untuk berinvestasi di Kabupaten Bener Meriah.

Namun demikian, Kabupaten Bener Meriah belum memiliki sistem administrasi dan manajemen investasi yang beroperasi secara optimal. Pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terkait kegiatan investasi belum jelas dan masih tumpang tindih, walaupun Kabupaten Bener Meriah telah memiliki fasilitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bagi kegiatan penanaman modal. Di samping itu juga belum ada kebijakan investasi dan regulasi mengenai penanaman modal.

Sinkronisasi investasi pembangunan menjadi penting untuk tercapainya sinergi yang optimal antara berbagai pelaku ekonomi melalui pembentukan kemitraan pemerintah-swasta-masyarakat. Kemitraan tersebut ditujukan untuk mensinergikan aktivitas yang dilakukan oleh dunia usaha dengan program pembangunan daerah. Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat, kondisi budaya dan keunikan lokal.

Permasalahan terkait peran swasta dalam pembangunan sebagai berikut:

1. Belum adanya insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi didaerah tertinggal;

2. Debottlenecking regulasi untuk peningkatan iklim investasi dan iklim usaha;

3. Belum maksimalnya penyebaran informasi mengenai potensi daerah.

j. Peranan Koperasi dan UMKM Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan

Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang sangat strategis dalam menunjang perekonomian daerah sekaligus mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, sektor ini belum berkembang secara optimal.

Permasalah utama yang selalu dihadapi pelaku UMKM adalah permodalan, pemasaran dan manajemen. Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah dengan mempermudah pemberian kredit mikro perbankan dan pemanfaatan CSR BUMN secara tepat sasaran.

Permasalahan lainnya yang masih dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten Bener Meriah adalah iklim usaha yang kurang kondusif, seperti besarnya biaya transaksi akibat masih adanya ketidakpastian berusaha, persaingan pasar yang kurang sehat, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, sarana dan prasarana serta informasi pasar. Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi UMKM di Kabupaten Bener Meriah adalah masih rendahnya kinerja dan produktivitas usaha dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan internasional. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha UMKM yang berbasis agroindustri yang didukung oleh peningkatan kapasitas kelembagaan.

Permasalahan terkait perkembangan koperasi dan UMKM adalah sebagai berikut:

1. Populasi UMKM masih didominasi oleh usaha mikro yang informal, dan memiliki aset dan produktivitas yang rendah;

2. Partisipasi UMKM dalam peningkatan kesejateraan masyarakat masih rendah;.

3. Koperasi masih terkendala untuk mengoptimalkan partisipasi dan keswadayaan anggotanya dalam menciptakan manfaat sosial ekonomi bagi perbaikan kesejahteraan rakyat.

k. Pertumbuhan Ekonomi

Rendahnya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bener Meriah disebabkan oleh belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini terlihat dari masih rendahnya produksi dan nilai tambah dari produk unggulan daerah yang belum secara nyata meningkatkan perekonomian Kabupaten Bener Meriah. Selain itu, lemahnya sistem pengelolaan keuangan daerah, rendahnya minat investasi swasta pada sektor produktif dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan juga berkontribusi terhadap rendahnya pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dipacu melalui kebijakan pembangunan pertanian yang dilaksanakan dengan mengembangkan pola pertanian terpadu yang dapat memberikan nilai tambah (value added) tinggi terhadap produk yang dihasilkan. Daya saing produk lokal Kabupaten Bener Meriah juga perlu ditingkatkan di pasar regional dan internasional. Kegiatan promosi perdagangan yang ada selama ini dilakukan belum memiliki target pasar yang jelas sehingga evaluasi juga sulit untuk dilakukan. Industri skala kecil dan menengah di Kabupaten Bener Meriah perlu dikembangkan lebih lanjut mencakup investasi, produksi dan pemasaran.

Permasalahan terkait pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut:

1. Belum optimalnya upaya menjaga stabilitas laju inflasi daerah;

1. Belum optimalnya upaya menjaga stabilitas laju inflasi daerah;

Dalam dokumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang (Halaman 102-112)