• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan

4.5 Hasil Analisis Pengumpulan Data

4.5.1 Persepsi Pasangan Suami istri terhadap simbol Dekke (Ikan mas)

4.5.1.5 Persepsi Informan Terhadap Simbol Ulos Hela (Ulos Menantu Laki- Laki-laki)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan pembanding mengatakan ulos yang diberikan kepada pengantin adalah ulos hela (ulos menantu laki-laki) dan jenis ulos yang diberikan adalah ulos ragi hotang dan ulos sadum. Ulos ini pada dasarnya ditujukan kepada pengantin laki-laki tetapi cara pemberiannya disematkan pada badan kedua pengantin dan makna yang terkandung di dalamnya ditujukan kepada kedua pengantin. Adapun makna dari ulos ini adalah sebagai simbol untuk mempersatukan badan dan jiwa kedua pengantin sehingga kedua pengantin tidak boleh bercerai, sebagai simbol doa

92

restu, kasih sayang, kepemimpinan laki-laki serta simbol keturunan yang banyak. Ulos ini diberikan sambil mengucapkan kata-kata berupa harapan dan doa supaya pengantin tetap hidup damai dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.

Untuk mengetahui persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Ulos hela (ulos pengantin laki-laki) dapat dilihat dalam jawaban setiap informan berikut:

Mengenai simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) informan pertama memahami semua makna simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) yaitu pertama sebagai simbol keperkasaan atau kekuatan laki-laki. Informan berpendapat bahwa pengantin laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga harus kuat secara fisik dan psikologis supaya bisa melindungi keluarganya. Kedua sebagai simbol keturunan yang banyak. Informan berpendapat bawa makna tersebut merupakan doa yang baik dari orang tua supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga.

Seperti jawaban informan pertama yang mengatakan bahwa:

“Menurut kami mengenai makna ulos hela (ulos pengantin laki-laki) sebagai symbol keperkasaan pengantin laki-laki, kami berpendapat bahwa seorang kepala rumah tangga harus sehat dan kuat supaya bisa melindungi keluarga. Ulos hela (ulos pengantin laki-laki) juga mengandung doa ataupun harapan yang baik dari orang tua supaya kelak pengantin mendapat keturunan yang banyak”.

Informan kedua terdiri dari Bapak Charles Simanjuntak dan Ibu Rianan Br Sihaloho. Bapak Charles Simanjuntak tidak memahami apa saja makna yang melekat pada simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki). Bapak Charles Simanjuntak berpendapat bahwa tidak ada yang istimewa dari keempat benda adat tersebut termasuk simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki). pendapat ini juga didukung pengalaman Bapak Charles Simanjuntak ketika menghadiri suatu

93

upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara, berdasarkan pengalamannya Bapak Charles Simanjuntak berpendapat bahwa pemberian simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) hanya menunjukkan kemampuan materi si pemberi serta hanya sebagai pelengkap dalam upacara perkawinan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Batak Toba.

Ibu Riana Br Sihaloho juga tidak memahami makna simbol ini. Ibu Riana Br Sihaloho juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa berkomunikasi dalam Bahasa Batak Toba sehingga sulit baginya untuk memahami simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) sehingga menurutnya tidak ada yang istimewa dari benda tersebut.

Hal itu terlihat dari jawaban pasangan Informan kedua yang mengatakan bahwa: Suami: “Sama seperti jawaban saya sebelumnya, bahwa terkadang ada orang tua pengantin perempuan sengaja memberikan jenis ulos hela (ulos

pengantin laki-laki) yang paling mahal hanya untuk menjaga gengsi kepada pihak pengantin laki-laki dan untuk menunjukkan kekayaannya saja”.

Istri: “Saya juga tidak memahami makna dari simbolulos hela (ulos pengantin laki-laki) ini, karena saya juga tidak mengerti bahasa Batak Toba sehingga saya tidak memperhatikan upacara perkawinan ketika saya dan suami melaksanakan upacara perkawinan. Jadi menurut saya tidak ada yang istimewa dari symbol ini”.

Informan ketiga penelitian ini hanya mengetahui satu makna dari simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) yaitu sebagai simbol keperkasaan atau kekuatan laki-laki. Informan ini berpendapat bahwa makna yang melekat pada ulos hela (ulos menantu laki-laki) adalah merupakan doa dan nasehat yang baik serta pengalaman selama mengikuti adat perkawinan yang memberikan pelajaran kepada informan ketiga bahwa ulos hela (ulos menantu laki-laki) tersebut merupakan salah satu benda adat yang diberikan kepada pengantin dan di dalamnya melekat nasehat yang baik. Menurut informan ketiga ini makna ulos

94

hela (ulos pengantin laki-laki) sebagai keperkasaan pengantin laki-laki merupakan nasehat yang baik, karena sebagai kepala rumah tangga harus bisa menjadi pemimpin yang kuat dan baik dalam rumah tangganya.

Kodrat laki-laki sebagai pelindung dan pemimpin keluarga jelas terlihat dalam tradisi masyarakat Batak Toba sehingga untuk mewujudkan harapan ini masyarakat Batak Toba melakukan suatu usaha yaitu dengan cara memberikan ulos hela (ulos menantu laki-laki) kepada pengantin laki-laki dalam upacara perkawinan. Ulos hela ini tentunya diberikan oleh orang tua pengantin perempuan yang bertindak sebagai komunikator kepada helanya (menantu laki-laki) sebagai komunikan.

Informan ketiga mengatakan bahwa:

“Menurut kami simbol ulos hela itu sebagai simbol keperkasaan

pengantin laki-laki yang maknanya adalah merupakan nasehat yang baik, karena sebagai kepala rumah tangga harus bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangganya”.

Informan keempat dalam penelitian ini tidak memahami apa saja makna simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki) ini, namun informan ini berpendapat bahwa setiap makna yang terkandung dalam keempat benda tersebut merupakan petuah-petuah yang baik oleh orang tua kepada kita serta sebagai pertanda bahwa kita telah sah menjadi pasangan suami-istri secara adat Batak Toba. Jadi menurut informan ini setiap benda yang diberikan kepada kita mengandung tujuan dan makna yang baik.

Terbukti dari pernyataan informan keempat mengatakan bahwa:

“Kami tidak memahami makna simbol ulos hela (ulos pengantin laki-laki) ini, namun menurut kami semua setiap makna yang terkandung dalam benda-benda tersebut merupakan petuah-petuah yang baik oleh orang tua kepada kita serta sebagai pertanda bahwa kita telah sah menjadi pasangan suami istrisecara

95

adat Batak Toba, jadi menurut kami setiap benda yang diberikan kepada kita pasti mengandung tujuan dan makna yang baik”.

Sementara informan kelima dan keenam dalam penelitian ini tidak memahami semua makna yang melekat pada simbol ulos hela (ulos menantu laki-laki). Ketidakpahaman informan ini disebabkan oleh ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba baik aktif maupun pasif sehingga sulit bagi informan ini untuk mengerti setiap makna yang melekat pada simbol tersebut.

Informan kelima mengatakan bahwa:

“Kami tidak memahami makna simbol ulos hela (ulos pengantin laki-laki) tapi yang pasti semua benda tersebut mempunyai makna berupa nasehat dan harapan yang baik karena tidak mungkin orang tua memberikan yang tidak baik kepada anaknya”.

Informan keenam mengatakan bahwa:

“Sama seperti jawaban kami sebelumnya, kami tidak paham makna dari semua benda itu karena waktu melaksanakan upacara perkawinan kami dulu kami hanya mengikutinya saja dan tidak memperhatikan setiap rangkaian adat itu, ditambah kami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”. 4.5.1.7 Persepsi Informan Terhadap Simbol Boras (Beras)

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan pembanding yang mengatakan bahwa makna boras (beras) merupakan symbol untuk kekuatan iman dan roh yang menerimanya yaitu kedua pengantin. Sebagai simbol kasih sayang dan restu orang tua pengantin perempuan dan sebagai simbol kebahagiaan kedua pengantin.

Informan pertama hanya memahami satu makna dari simbol boras (beras) sebagai simbol si pir ni tondi (kekuatan), yaitu kelak kedua pengantin kuat menghadapi kehidupan. Menurut informan pertama makna tersebut merupakan

96

nasehat dan doa yang baik supaya apa pun cobaan atau hambatan yang menghampiri kehidupan rumah tangga pengantin kelak harus kuat secara psikologis mengahadapinya. Menurut informan makna yang melekat pada simbol boras (beras) merupakan nasehat dan doa yang baik dari orang tua pengantin perempuan (komunikator).

Informan pertama mengatakan bahwa:

“Makna simbol boras (beras) yaitu sebagai simbol pir ni tondi (kekuatan), ini merupakan nasehat dan harapan yang baik dari orang tua pengantin perempuan, kelak kedua pengantin kuat menghadapi masalah”.

Pasangan informan kedua mengaku tidak memahami makna simbol boras (beras). Informan tidak mengetahui makna yang melekat pada simbol boras (beras) sehingga informan beranggapan bahwa tidak ada yang istimewa dari boras (beras) atau hanya benda adat biasa. Faktor perhatian juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi informan ini, karena Ibu Riana. Br. Sihaloho mengaku tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba sehingga beliau tidak memperhatikan prosesi upacara perkawinan ketika mereka melaksanakan upacara perkawinan 5 tahun silam ataupun ketika sedang menghadiri kegiatan adat perkawinan Ibu Riana Br. Sihaloho tidak memperhatikan dengan serius karena pada dasarnya beliau tidak memahami upacara perkawinan tersebut.

Informan kedua mengatakan bahwa:

Suami: “Saya tidak memahami persis makna dari boras (beras) tersebut. Saya beranggapan bahwa tidak ada yang istimewa dari beras (beras). Saya hanya menganggap itu sebagai benda adat biasa”.

Istri: “ Seperti jawaban saya sebelumnya, saya juga tidak memahami makna dari symbol boras (beras) karena saya juga tidak mengerti bahasa Batak Toba sehingga membuat saya tidak begitu memperhatikan rangkaian acara pada upacara perkawinan kami. Jadi saya sependapat dengan suami saya, bahwa tidak ada yang istimewa dari symbol boras (beras)”.

97

Informan ketiga memahami makna yang melekat pada simbol boras (beras) yaitu sebagai simbol kekuatan dan simbol sumber kehidupan. Menurut informan ini pengantin kelak harus kuat secara psikologis dalam menghadapi segala keadaan kehidupan dalam rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat. Sebagai simbol sumber kehidupan informan berpendapat bahwa makna tersebut merupakan doa yang baik dari orang tua supaya kelak pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik.

Informan ketiga mengatakan bahwa:

“Boras (beras) merupakan symbol kekuatan dan sumber kehidupan. Symbol kekuatan artinya kedua pengantin kelak harus kuat secara psikologis dalam menghadapi segala keadaan kehidupan dalam rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat. Boras (beras) juga sebagai sumber kehidupan artinya kelak pengantin dapat memperoleh mata pencaharian yang baik dan merupakan doa yang baik dari orang tua kepada pengantin”.

Informan keempat hanya mengetahui satu makna simbol boras (beras) yaitu sebagai simbol kekuatan pasangan pengantin. Menurut informan bahwa makna tersebut merupakan doa dan harapan yang baik dari orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin supaya kelak selalu kuat menghadapi kehidupannya.

Informan keempat mengatakan bahwa:

“Menurut kami symbol boras (beras) merupakan doa yang baik untuk pengantin, kelak pengantin akan kuat menjalani kehidupannya”.

Informan kelima dalam penelitian ini idak memahami apa makna dari simbol boras (beras) tersebut. Namun informan berpendapat bahwa mereka mempunyai keyakinan bahwa apapun makna yang melekat pada semua simbol

98

yang diberikan kepada pengantin termasuk simbol boras (beras) tentunya mempunyai tujuan yang baik bagi pengantin.

Informan kelima mengatakan bahwa:

“Kami tidak memahami makna dari symbol boras (beras)ini tapi pastinya semua benda adat yang diberikan pada upacara perkawinan Batak Toba tersebut mempunyai makna berupa nasehat dan harapan yang baik, karena tidak mungkin orang tua memberikan yang tidak baik kepada anaknya”.

Informan keenam juga tidak paham sama sekali makna simbol beras ini. Ketidakpahaman disebabkan oleh faktor ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba sehingga informan ini ketika melaksanakan upacara perkawinan mereka 7 tahun yang lalu tidak memperhatikan dengan serius karena pada dasarnya mereka tidak memahami apa yang dibicarakan pada upacara tersebut.

Informan keenam mengatakan bahwa:

“Seperti jawaban-jawaban kami sebelumnya, kami tidak memahami makna dari simbol boras (beras) karena sewaktu melaksanakan upacara perkawinan kami tidak memperhatikan dan hanya mengikutinya saja ditambah kami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”.