• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Sei Denai/Kelurahan Binjai 3.1.3 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaannya

3.1.10 Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tenggara Kecamatan Medan Denai

Upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai seperti yang sudah dijelaskan di atas dimulai pada tahun 1991. Hingga tahun 2009 sudah banyak pasangan suami-istri yang melaksanakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Sementara upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 1991-2009 yang termasuk warga pendatang diperkirakan berkisar 10 pasangan suami-istri. Selanjutnya upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di luar Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tetapi berasal dari warga masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan denai diperkirakan sekitar 20 pasangan suami-istri.

Untuk mengetahui jumlah pasangan suami-istri yang melaksanakan upacara perkawinan adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dan menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai yang dimulai dari tahun 2003 sampai tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 10. Jumlah Pasangan Suami-Istri yang Melaksanankan Upacara Perkawinan

No. Tahun Perkawinan Jumlah Pasangan yang Melaksanakan

Upacara Perkawinan 1. 2003 4 pasangan suami-istri 2. 2004 5 pasangan suami-istri 3. 2005 4 pasangan suami-istri 4. 2006 1 pasangan suami-stri 5. 2007 5 pasangan suami-istri

68

6. 2008 2 pasangan suami-istri

7. 2009 3 pasangan suami-istri

8. 2010 6 pasangan suami-istri

Sumber : Buku Catatan Naung Marbagas (keterangan sudah menikah) Masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Jemaat HKBP Menteng

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 2003-2009 berjumlah 24 pasangan suami-istri. Dan yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami-istri yang usia perkawinannya 5 tahun ke atas, yaitu perkawinan dari tahun 2003 sampai tahun 2009 ada sebanyak 11 pasangan suami-istri, maka dari kesebelas (11) pasangan suami-istri tersebut peneliti menentukan informan utama sebanyak enam (6) pasangan suami-istri. Alasan peneliti menentukan informan utama sebanyak enam (6) pasangan suami-istri karena data yang peneliti butuhkan sudah mencukupi. 3.1.11 Tata Cara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Pada umumnya tata cara adat perkawinan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba berbeda satu sama lain, artinya kebiasaan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di satu tempat berbeda dengan kebiasaan tata cara di tempat lain. Demikian halnya tata cara yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, namun prinsipnya tetap sama yaitu berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga). Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) merupakan tiang penopang yang memegang peranan penting dalam adat Batak Toba termasuk adat perkawinan.

Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran pandangan masyarakat Batak Toba akan nilai-nilai adat perkawinan tersebut dan tingginya tingkat kognitif

69

masyarakat Batak Toba. Dampaknya masyarakat Batak Toba dimanapun berada akan selalu menyesuaikan tata cara pelaksanaan adat perkawinan tersebut dengan cara pandang mereka dan kebiasaan yang terjadi di daerah tersebut. Demikian halnya dengan tata cara adat perkawinan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai juga mempunyai perbedaan dengan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di daerah lain. Perbedaan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai disebabkan masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai berasal dari berbagai daerah dengan kebiasaan adat yang berbeda pula, tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pergeseran pandangan terhadap adat perkawinan tersebut.

Salah satu pergeseran pandangan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai terhadap pelaksanaan adat perkawinan ditandai dengan adanya penyesuaian masyarakat dengan kepentingan mereka sendiri, salah satu bentuk penyesuaian tersebut adalah efisiensi waktu. Masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai umumnya mempunyai kesibukan yang sangat padat, sehingga waktu menjadi sangat penting dalam pembinaan kehidupan. Artinya masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai akan memprioritaskan kebutuhan ekonomi rumah tangga dibandingkan dengan hal-hal lain termasuk adat-istiadat dan pergaulan sosial lainnya.

Dampaknya adat perkawinan mengalami perubahan menjadi lebih ringkas, sebagian tahapan-tahapan sebelum pelaksanaan upacara perkawinan (pra perkawinan) sudah disatukan dengan tahapan lain. Dan upacara setelah

70

perkawinan juga sudah disatukan pada upacara pelaksanaan perkawinan. Adapun tata cara upacara perkawinan yang lazim terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 11. Tata Cara Adat Perkawinan yang Lazim

No. Tahapan Upacara

Adat Perkawinan

Tata Cara Upacara Adat Perkawinan yang Lazim Terjadi

di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Keterangan 1. Upacara sebelum perkawinan (pra perkawinan) 1. Marhori-hori dingding (perkenalan)

2. Marhusip (perundingan diam-diam)

3. Marhata Sinamot (merundingkan mas kawin/uang mahar)

Prosesi marhori-hori dingding (perkenalan) di Desa Bumi Sari terkadang sudah disatukan ke dalam prosesi marhusip (perundingan diam-diam) sementara patua hata (melamar) sudah tidak dilaksanakan secara resmi, dengan anggapan kesepakatan antara kedua calon pengantin sudah merupakan keputusan terakhir sehingga tidak perlu lagi untuk

melaksanakan prosesi patua hata (melamar). 2. Upacara pelaksanaan perkawinan 1. Mambahen sibuhai-buhai (makanan pembuka) 2. Masilehonan bunga (saling

memberi bunga)

3. Acara keagamaan sesuai dengan agama masing-masing 4. Acara mangan di alaman

makan di halaman)

5. Pasahatho dekke parboru (penyampaian ikan oleh pihak perempuan)

6. Manjalo tumpak paranak (menerima sumbangan) 7. Mambagi parjambaron (pembagian berkat berupa daging)

71

8. Masisesaan di alaman (membicarakan mas kawin yang tinggal)

9. Mangalehon ulos (pemberian ulos oleh pihak perempuan) 10. Mangolophon raja huta (menyambut tokoh/pendiri suatu daerah tertentu) dan acara penutup.

3.

Upacara Sesudah Perkawinan (pasca perkawinan)

1. Paulak Une (berkunjung) 2. Maningkir tangga ni boru

(mengunjungi rumah pengantin baru)

Paulak Une (berkunjung) oleh masyarakat Batak Toba di Desa Bumi Sari sudah dilaksanakan pada tahapan upacara perkawinan, yaitu setelah prosesi mangolophon raja huta (menyambut tokoh/pendiri suatu kampung). Hal ini disebabkan waktu kedua belah pihak yang tidak

memungkinkan untuk

melaksanakannya secara terpisah. (Sumber : Hasil Wawancara dengan Tokoh Adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara

Kecamatan Medan Denai Tahun 2011)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai sudah dipersingkat, pada tahapan upacara sebelum perkawinan (pra perkawinan) masyarakat hanya menjalankan prosesi marhusip (perundingan diam-diam) dan prosesi marhata sinamot (merundingkan emas kawin) sedangkan prosesi marhori-hori dingding (perkenalan pihak perempuan dengan pihak laki-laki) dan prosesi patua hata (melamar) yang lazim dilakukan oleh oppung sijolo-jolo tubu (nenek moyang) masyarakat Batak Toba seperti yang sudah dijabarkan pada bab dua sudah disatukan dalam prosesi marhusip (perundingan diam-diam).

72

Demikian juga pada tahapan upacara sesudah perkawinan (pasca perkawinan) di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai sudah disatukan pada tahapan upacara pelaksanaan perkawinan, pada tahapan sesudah perkawinan (pasca perkawinan) prosesi paulak une (berkunjung) sudah disatukan dalam upacara pelaksanaan perkawinan yaitu setelah prosesi mangolophon raja (menyambut tokoh/pendiri suatu kampung).

Adapun tahapan adat perkawinan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada tahapan pemberian benda adat atau simbol oleh orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin yaitu pada tahapan pelaksanaan perkawinan tepatnya pada tata cara yang kelima pasahathon dekke parboru (penyampaian ikan oleh pihak perempuan) dan pada tata cara yang kesembilan mangalehon ulos dohot mandar hela (pemberian ulos dan sarung pengantin laki-laki oleh pihak perempuan). Pada tahapan pasca perkawinan yaitu pada tata cara paulak Une (kunjungan yang dilakukan oleh pihak laki-laki beserta pengantin ke rumah pihak perempuan) dan pada tata cara maningkir tangga ni boru (kunjungan yang dilakukan oleh pihak perempuan ke rumah pihak laki-laki untuk melihat keadaan pengantin baru). Benda adat yang diberikan pada keempat tata cara tersebut berupa dekke (ikan mas), mandar hela (sarung pengantin/menantu laki-laki), ulos hela (ulos pengantin/menantu laki-laki), dan boras (beras).

3.1.12 Bentuk Komunikasi Simbolik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat