• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang Membantu melakukan

BAB II: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu

5. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang Membantu melakukan

Pasal 57 ayat (1) KUHP mengurangi maksimum hukuman pokok dalam hal membantu tindak pidana dengan sepertiga. Apalagi maksimal hukuman ini adalah hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka maksimum dalam hal medeplichtigheid ini dijadikan hukuman penjara selama-lamanya 15 (lima belas) tahun.121

Pembantuan tindak pidana yang dimaksud memiliki beberapa catatan pengecualian yaitu :

a. Pembantu tindak pidana dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana :

1. Membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 ayat (4) KUHP ) dengan cara memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan ;

2. Membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (Pasal 415 KUHP) ; 3. Meniadakan surat-surat penting (Pasal 417).

b. Pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat tindak pidana, yaitu :

121 Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hlm. 129.

1. Membantu menyembunyikan barang-barang titipan hakim (Pasal 231 ayat (3) KUHP) ;

2. Dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349 KUHP).122

Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyatakan bahwa “ Pidana penjara dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa ” sedangkan ayat (6) menyatakan bahwa “Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun ”.

122 Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Op.Cit., hlm. 181.

A. Kajian Tentang Hukum Perlindungan Anak 1. Konsep Hukum Perlindungan Anak

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyebutkan bahwa anak adalah keturunan kedua. Dalam konsideran UU.No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.123

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak disebutkan bahwa anak adalah seorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah maupun sosial. Anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial.124

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak

123 M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hlm. 8.

124 Maulana Hassan Wadong, Advokasi Dan Perlindungan Hukum Anak, (Jakaerta : Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000), hlm. 18.

menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.125

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, yang telah dikeluarkan yang berarti pengertian anak yaitu seseorang yang harus memperoleh hak-hak yang kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar baik secara rahasia, jasmaniah, maupun sosial, atau anak juga berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan soaial. Anak juga berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah ia dilahirkan.126

Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbungan fisik maupun mental sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu.

Perlindungan anak merupakan segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar.127

Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and

125 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

126 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak,(Jakarta : Bumi Aksara, 1990), hlm. 20.

127 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, (Bandung : Refika Aditama, 2010), hlm. 33.

freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak. Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak mencakup lingkup yang sangat luas.128

2. Hak-Hak Anak

Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai norma hukum tertinggi telah menggariskan bahwa “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.129

Ketentuan Pasal 1 angka (12) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak menyatakan bahwa hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.130

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan sebagai berikut :

128 Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hlm. 1.

129 Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

130 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan ;

Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.131

2. Hak atas pelayanan ;

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.132

3. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan ;

Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.133

4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup ;

Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.134

5. Hak mendapat pertolongan pertama ;

Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan dan bantuan dan perlindungan.135

131 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 80.

132 Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

133 Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

134 Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

135 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

6. Hak memperoleh asuhan ;

Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan lain.136

7. Hak memperoleh bantuan ;

Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.137

8. Hak diberi pelayanan dan asuhan ;

Anak yang mengalami masalah kelakuan diberi pelayanan dan asuhan yang bertujuan mendorong guna mengatasi hambatan yang terjadi dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Pelayanan dan asuhan itu diberikan kepada anak yang telah dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berdasarkan keputusan hakim.138

9. Hak memperoleh pelayanan khusus ;

Anak cacat berhak memperoleh pelayanan khusus untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuan dan kesanggupannya.139

136 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

137 Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

138 Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

139 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

10. Hak mendapat bantuan dan pelayanan ;

Anak berhak mendapat bantuan dan pelayanan yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anak menjadi hak setiap anak tanpa membedakan jenis kelamin, agama, pendidikan, dan kedudukan sosial.140

3. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak a. Prinsip Nondiskriminasi

Prinsip nondiskriminasi memerintahkan kepada negara untuk tidak melakukan praktik diskriminasi terhadap anak dengan alasan apapun. Siapapun tidak boleh memperlakukan anak dengan memandang ia berasal dari etnis, aliran, kelompok ekonomi, atau sosial manapun. Setiap anak berhak mendapatkan keadilan atas hak-haknya tanpa dibatasi oleh perbedaan suku, warna kulit, agama, status sosial dan lain sebagainya.141

Semua hak yang diakui dan terkandung dalam konvensi hak anak harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini ada dalam Pasal 2 Konvensi Hak Anak sebagaimana disingkat (KHA) ayat (1) , “Negara-negara pihak menghormati dan menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang berada diwilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun, tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan-pandangan lain, asal usul kebangsaan, etnik atau

140 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

141 Nursariani, Op.Cit..

sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya si anak sendiri atau orang tua wali sahnya.142

Ayat (2) menyatakan “Negara-negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status, kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orang tua anak, wali yang sah atau anggota keluarganya”.143

b. Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak sesuatu yang menurut orang dewasa baik belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan anak. Pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa depan anak bukan dengan ukuran orang dewasa dan tidak berpusat pada kepentingan orang dewasa, oleh karena itu sebaiknya anak-anak dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan anak.144

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak sebagaimana disingkat (KHA) : “Dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga

142 Pasal 2 ayat (1) Konvensi Hak Anak.

143 Pasal 2 ayat (2) Konvensi Hak Anak.

144 Nursariani, Op,Cit., hlm. 37.

peradilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama”.145

Prinsip ini mengingatkan kepada semua penyelenggara perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengambilan keputusan menyangkut masa depan anak, bukan dengan ukuran orang dewasa, apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa. Apa yang menurut ukuran orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran kepentingan. Boleh jadi maksud orang dewasa memberikan bantuan dan menolong, tetapi justru menghancurkan masa depan anak.

c. Prinsip Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, Dan Perkembangan

Prinsip kelangsungan hidup serta perkembangan anak adalah sebuah konsep hidup anak yang sangat besar dan harus dipandang secara menyeluruh demi anak itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada permasalahan hidup sehari-hari yang menyangkut kehidupan anak, khususnya dalam pemilihan jalur pendidikan bagi anak. Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan, dan secara maksimal harus dijamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.146

Prinsip ini tercantum dalam Pasal 6 Konvensi Hak Anak sebagaimana disingkat (KHA) ayat (1): “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap anak

145 Pasal 3 ayat (1) Konvensi Hak Anak.

146 Nursariani, Op,Cit., hlm. 38.

memiliki hak yang melekat atas kehidupan” ayat (2): “Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak”.147

Prinsip ini berpesan sangat jelas bahwa negara harus memastikan setiap anak akan menjamin kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam dirinya, bukan pemberian dari negara atau orang per orang. Untuk menjamin hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan yang kondusif, sarana dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan dasar.

d. Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak

Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak menegaskan bahwa anak memiliki otonomi kepribadian. Oleh sebab itu anak tidak boleh hanya dipandang dalam posisi lemah, menerima dan pasif. Anak tersebut memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi, bahkan anak sangat khas dan sering tidak dipahami orang dewasa, anak punya dunia dan harapan sendiri yang tentunya berbeda dengan orang dewasa. Prinsip ini maksudnya untuk memberi kebebasan kepada anak dalam rangka mengembangkan kreativitas dan intelektualitasnya.148

Prinsip ini ada dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak Anak sebagaimana disingkat (KHA): “ Negara –negara pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh hak menyatakan pandangan-pandangan

147 Pasal 6 ayat (1) Konvensi Hak Anak.

148 Nursariani, Op.Cit., hlm. 39.

secara bebas dalam semua hal yang memengaruhi anak, dan pandangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak”.149

4. Perlindungan Anak Menurut Konvensi Hak Anak

Perlindungan anak menurut konvensi hak anak berawal dari kepedulian terhadap persoalan anak yang mulai tercatat semenjak tahun 1920-an, seusai Perang Dunia I. dalam perang tersebut pihak yang paling banyak menderita adalah kaum perempuan dan anak. Laki-laki dewasa boleh saja terluka tetapi dia masih bisa menegakkan kepala membanggakan cerita kepahlawanannya ketika perang. Namun tidak demikian dengan perempuan dan anak-anak yang harus berlari, bersembunyi, terancam dan tertekan baik secara fisik maupun psikis ketika perang.150

Para aktivis perempuan salah satunya adalah Eglantyne Jebb, yang kemudian mengembangkan butir-butir pernyataan tentang hak anak yang pada tahun 1923 diadopsi menjadi Save the children Fund International Union, yang antara lain berupa.151

1. Anak harus dilindungi diluar dari segala pertimbangan ras, kebangsaan dan kepercayaan ;

2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga ;

3. Anak harus disediakan sarana-sarana yang diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral dan spiritual ;

149 Pasal 12 ayat (1) Konvensi Hak Anak.

150 Muhammad Joni dan Zilchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 29.

151 Ibid.

4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus diurus/diberi pemahaman ;

5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan ;

6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial, dan mendapat perhatian agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus mendapat perlindungan dari segala bentuk eksploitasi ; dan

7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian kepada semua umat.

Peter Newel seorang expert dalam perlindungan anak, mengemukakan beberapa alasan subjektif dari sisi keberadaan anak, sehingga anak membutuhkan perlindungan, antara lain :152

1. Biaya pemulihan (recovery) akibat kegagalan dalam memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan ;

2. Anak-anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas perbuatan (action) ataupun tidak adanya/dilakukannya perbuatan (un-action) dari pemerintah dan kelompok lainnya ;

3. Anak-anak selalu mengalami pemisahan atau kesenjangan dalam pemberian pelayanan publik ;

4. Anak-anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan lobi untuk mempengaruhi agenda kebijakan pemerintah ;

5. Anak-anak pada banyak keadaan tidak dapat mengakses perlindungan dan penataan hak-hak anak ; dan

6. Anak-anak lebih berisiko dalam eksploitasi dan penyalahgunaan ;

PBB dalam deklarasinya mengakui bahwa semua negara di dunia ada anak-anak yang hidup dalam keadaan sulit dan membutuhkan perhatian khusus. Untuk perlindungan anak yang serasi perlu memperhatikan nilai-nilai tradisi dan budaya setiap bangsa. Oleh karena itu penting dilakukan kerjasama internasional untuk

152 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 30.

meningkatkan kondisi kehidupan anak disetiap negara, khususnya di negara berkembang.153

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana 1. Asas-Asas Perlindungan Anak

Sistem peradilan pidana anak dilaksanakan berdasarkan asas :154

1. Asas perlindungan

Yang dimaksud dengan asas perlindungan adalah meliputi kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan yang membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis.

2. Asas keadilan

Asas keadilan adalah bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak.

3. Asas non diskriminasi

Yang dimaksud dengan asas nondiskriminasi adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi fisik dan /aatu mental.

4. Asas kepentingan terbaik bagi anak

Asas kepentingan terbaik bagi anak adalah segala pengambilan keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak.

5. Asas penghargaan terhadap pendapat anak

Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama menyangkut hal yang mempengaruhi hidup anak.

6. Asas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak

Asas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak adalah merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

7. Asas pembinaan dan pembimbingan anak

Asas pembinaan dan pembimbingan anak adalah kegiatan meningkatkan kualitas, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan

153 Darwan Prinst, Op.Cit., hlm. 104

154 Penjelasan Pasal 2 huruf “a” s/d huruf “j” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

perilaku, pelatihan keterampilan, professional, serta kesehatan jasmani dan rohani anak yang didalam maupun diluar proses peradilan pidana.

8. Asas proporsional

Asas proporsional yaitu segala perlakuan terhadap anak harus memperlihatkan batas keperluan, umur dan kondisi anak.

9. Asas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir Asas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir

Adalah pada dasarnya anak tidak dapat dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksan guna kepentingan penyelesaian perkara.

10. Asas penghindaran pembalasan

Asas penghindaran pembalasan adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana.

2. Sistem Peradilan Pidana Anak

a. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenile Justice System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefenisi dengan sejumlah institusi yang bergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa penuntut umum, penasihat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak.155

Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelasaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani masa pidana.156Menurut Muladi, sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai

155 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2011), hlm. 35.

156 Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formil maupun pelaksanaan pidana.157

b. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

Gordon Bazemore menyatakan bahwa sistem peradilan pidana anak (SPPA) berbeda-beda, tergantung pada paradigma sistem peradilan pidana anak yang dianut.

Terdapat tiga paradigma peradilan anak yang terkenal, yakni paradigma pembinaan individual (individual treatment paradigm), paradigma retributif (retributive paradigm), paradigma restoratif (restorative paradigm).158

1) Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak Dengan Paradigma Pembangunan Individual

Tujuan sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembangunan individual penekanannya adalah permasalahan yang dihadapi pelaku, bukan pada perbuatan/kerugian yang diakibatkan. Tanggungjawab ini terletak pada tanggungjawab sistem dalam memenuhi kebutuhan pelaku. Penjatuhan sanksi pada sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembinaan individual adalah tidak relevan, insidental dan secara umum tak layak.

2) Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak Dengan Paradigma Retributif Tujuan sistem peradilan pidana anak dengan paradigma retributif ditentukan pada saat pelaku telah dijatuhi pidana, tujuan penjatuhan sanksi tercapai dilihat

157 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002), hlm. 4.

158 Nasir Djamil., Op,Cit., hlm. 45.

dengan kenyataan apakah pelaku telah dijatuhi pidana dan dengan pemidanaan yang tepat, pasti, setimpal serta adil. Bentuk pemidanaan berupa penyekapan, pengawasan elektronik, sanksi punitif, denda dan fee. Keberhasilan perlindungan masyarakat dengan dilihat pada keadaan apakah pelaku telah ditahan, apakah residivis berkurang dengan pencegahan atau penahanan.

3) Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak Dengan Paradigma Restoratif Tujuan sistem peradilan pidana anak dengan paradigma restoratif terhadap anak adalah asas penghindaran pembalasan. Sebagai upaya menghindarkan anak dari pembalasan dalam proses peradilan pidana dilakukan upaya yang dinamakan restoratif justice. Keadilan restoratif merupakan suatu proses penyelesaian yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana, secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali keadaan semula.159

Keadilan restoratif adalah konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Di pihak lain keadilan restoratif juga merupakan suatu

159 Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

kerangka berfikir yang baru dapat digunakan dalam merespon suatu tindak pidana bagi penegak hukum dan pekerja hukum.160

Beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi terselenggaranya restoratif justice antara lain adalah :

1. Identifikasi korban.

2. Kesukarelaan korban untuk berpartisipasi.

3. Adanya pelaku yang berkeinginan untuk bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukannya.

4. Tidak ada paksaan pada pelaku.161

3. Perlindungan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atas pelaku tindak pidananya.162

Pasal 7 Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menentukan bahwa penyidik mempunyai wewenang sebagai berikut :

160 Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, (Bandung : Lubuk Agung, 2011),

160 Eva Achjani Zulfa, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, (Bandung : Lubuk Agung, 2011),