• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI ORANG YANG MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI ORANG YANG MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/2014/PT.PBR)

TESIS Oleh :

IMMANUEL COLIA 177005016/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/2014/PT.PBR)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

IMMANUEL COLIA 177005016/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2019

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S Anggota : 1. Dr. M. Hamdan, S.H., M.H

2. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum 3. Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum 4. Dr. Edi Yunara, S.H., M.Hum

(5)
(6)

ABSTRAK Immanuel Colia Madiasa Ablisar

M. Hamdan Mahmud Mulyadi

Tindak pidana pembunuhan berencana merupakan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang atau lebih dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu dengan tujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Perencanaan yang dimaksud meliputi adanya suatu jangka waktu tertentu bagi seseorang untuk dapat berpikir dengan tenang dalam mengambil suatu keputusan untuk menghilangkan nyawa orang lain. Sebagai syarat untuk dapat disebut sebagai pembunuhan berencana adalah terlaksananya suatu perbuatan yang direncanakan itu (hilangnya nyawa orang lain). Pembunuhan berencana dewasa ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa, melainkan di dalam kasus-kasus hukum sering dijumpai keterlibatan anak dibawah umur membantu orang dewasa melakukan pembunuhan berencana.

Anak yang berkonflik dengan hukum disebut juga sebagai anak pelaku tindak pidana, meskipun anak terlibat sebagai orang yang membantu pembunuhan berencana tidak secara mutlak dapat diminta pertanggungjawaban pidana terhadapnya. Untuk dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap anak, maka harus dibuktikan apakah perbuatan anak telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai pasal yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Apabila perbuatan anak tidak memenuhi unsur pasal yang dimaksud, maka anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Data dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan, selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Hakim Pengadilan Negeri Siak di dalam menjatuhkan pidana kepada anak telah salah menerapkan hukum dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Diharapkan bagi hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara anak agar menerapkan hukum secara pasti berdasarkan sistem peradilan pidana, jika memang perbuatan anak tidak memenuhi rumusan pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka ada baiknya anak dibebaskan, agar putusan yang dijatuhkan bersifat adil dan bermanfaat bagi masyarakat.

Kata Kunci : Pembunuhan Berencana, Anak, Pertanggungjawaban Pidana.

(7)

ABSTRACT Immanuel Colia Madiasa Ablisar

M. Hamdan Mahmud Mulyadi

Criminal act of premeditated murder is an action intentionally done by one or more persons by initially planning to take other person’s life. The premeditation includes the certain time period in which a person thinks peacefully and makes the decision to take another person’s life. An action can be called a premeditated murder under one condition is that the action has firstly been premeditated (taking one person’s life). Nowadays premeditated murders are not done by adults alone, but in same legal cases, they involve minors to help them.

Children in conflict with law are called juvenile criminals, although a child has helped a premeditated murder, he cannot absolutely be held responsible for the crime that he did. It firstly has to be proved whether his action meets the elements of a criminal act pursuant to the articles Stipulated in Penal Code. If his action does not meet the required elements, the child cannot be held responsible.

This is a normative juridicial research with descriptive analysis which describes a phenomenon, event, or incident that is currently taking place. It uses secondary data sourced from primary, secondary and tertiary legal materials. The data are collected by employing library study, and are analyzed qualitatively.

The results of this research demonstrate that the Judge in Siak District Court has made a wrong decision by imposing a penal sentence to a child and has ignored the facts revealed in the hearing. It is expected that the judges who examine, hear, and decide juvenile cases implement law assuredly in accordance with the articles in Penal Code ; thus, the child should have been released from charges to result just and useful decision for the society.

Keywords : Premeditated Murder, Children, Penal Sentence.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis berupa kesehatan, kesabaran, dan kesempatan untuk menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Siak jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/2014/PT.PBR)”.

Penulis dengan ketulusan dan kerendahan hati mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

5. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberi koreksi, arahan, bimbingan kepada penulis.

6. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H.,M.H., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberi koreksi serta masukan kepada penulis di dalam penulisan penelitian penulis.

7. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing III yang telah memberikan koreksi, arahan, bimbingan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian penulis.

8. Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H.,M.Hum., sebagai Dosen Penguji I yang telah memberi arahan-arahan dan petunjuk serta motivasi kepada penulis dalam penyempurnaan tesis yang penulis lakukan.

9. Bapak Dr. Edi Yunara, S.H.,M.Hum., sebagai Dosen Penguji II yang dengan tekun memberi masukan dan kritikan yang membangun demi penyempurnaan tesis ini.

10. Para Dosen, Staff dan Pegawai Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menyusun tesis ini.

11. Terimakasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis Makmur Colia dan Rentina Br Gurusinga yang selalu mendoakan dan memberi segala pengorbanan kepada penulis baik dari segi materi maupun spiritual serta senantiasa mendukung sampai penulis dapat menyelesaikan studi.

(10)

12. Terimakasih penulis ucapkan kepada kakak kandung penulis Leli Hera Wati Br Colia dan abang ipar penulis Iwan Brahmana yang juga turut mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi.

13. Terimakasih yang sangat mendalam kepada isteri penulis Risna Juita Br Barus yang telah memberi dukungan, semangat, doa dan kesetiaan kepada penulis dalam berbagai hal dan keadaan agar penulis dapat menyelesaikan penelitian dan studi sebaik-baiknya.

Akhir kata penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.

Medan, 16 November 2019

Penulis

IMMANUEL COLIA

(11)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : IMMANUEL COLIA

Tempat/Tanggal Lahir : Sememe Batu 06 Maret 1992

Alamat : Dusun I Desa Namo Suro Baru, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Pekerjaan : Advokat/Pengacara

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Makmur Colia

Nama Ibu : Rentina Br Gurusinga

Status : Menikah

Nama Isteri : Risna Juita Br Barus Suku/Bangsa : Karo/Indonesia

e-Mail : immanuelcolia6@gmail.com

II. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN a. SD Negeri 101802 Namo Rambe 2003 b. SMP Negeri 1 Tambusai Rokan Hulu 2006 c. SMA Negeri 1 Tambusai Rokan Hulu 2009

d. Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan 2014

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori... 13

2. Kerangka Konseptual ... 22

G. Metode Penelitian... 23

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24

2. Pendekatan Penelitian ... 26

3. Sumber Data Penelitian ... 28

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 30

(13)

5. Analisis Data ... 32

BAB II: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI ORANG YANG MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana ... 33

1. Pengertian Tindak Pidana ... 33

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 35

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ... 37

4. Pertanggungjawaban Pidana ... 42

a. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 42

b. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana ... 43

1) Kesalahan Pelaku Tindak Pidana ... 43

a) Kesengajaan ... 44

b) Kealpaan ... 46

2) Kemampuan Bertanggungjawab ... 47

3) Tidak Ada Alasan Pemaaf ... 48

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 50

1. Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ... 50

2. Penyertaan Dalam Tindak Pidana ... 52

a. Pengertian Penyertaan (deelneming) ... 52

(14)

b. Bentuk-Bentuk Penyertaan (deelneming) ... 53

3. Tindak Pidana Pembunuhuan dan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 57

a. Tindak Pidana Pembunuhan ... 57

b. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 59

4. Jenis-Jenis Sanksi Bagi Anak ... 61

5. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang Membantu melakukan Tindak Pidana ... 63

BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DAN TERHADAP ANAK YANG DINYATAKAN TIDAK TERBUKTI BERSALAH DI PENGADILAN A. Kajian Umum Tentang Perlindungan Anak ... 65

1. Konsep Hukum Perlindungan Anak ... 65

2. Hak-Hak Anak ... 67

3. Prinsip-Prinsip Perlindungan Anak ... 70

a. Prinsip Nondiskriminasi ... 70

b. Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak ... 71

c. Prinsip Hak Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan... 72

d. Prinsip Penghargaan Terhadap Pendapat Anak ... 73

4. Perlindungan Anak Menurut Konvensi Hak Anak ... 74

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana ... 76

(15)

1. Asas-Asas Perlindungan Anak ... 76

2. Sistem Peradilan Pidana Anak ... 77

a. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak ... 77

b. Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak ... 78

3. Perlindungan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Penyidikan ... 80

4. Perlindungan Anak Dalam Proses Pemeriksaan Penuntutan ... 83

5. Perlindungan Anak Dalam Proses Peradilan ... 84

6. Perlindungan Anak Di Lembaga Pemasyarakatan ... 85

C. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Dinyatakan Tidak Terbukti Bersalah Oleh Pengadilan ... 86

1. Ganti Kerugian ... 86

2. Rehabilitasi ... 87

BAB IV: PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI ORANG YANG MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIAK NOMOR 05/PID. SUS. ANAK/2014/PN. SIAK DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 01/ PID. SUS/ ANAK/ 2014/ PT. PBR. A. Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Siak ... 89

1. Kasus Posisi ... 89

a. Dakwaan ... 89

(16)

b. Tuntutan ... 98

c. Pertimbangan Hakim ... 99

d. Putusan Hakim. ... 105

2. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid.Sus. Anak/2014/PN.Siak Berkaitan Dengan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana . ... 107

B. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/ PID. SUS/ ANAK/ 2014 /PT. PBR ... 115

1. Kasus Posisi ... 115

a. Dakwaan ... 115

b. Tuntutan ... 124

c. Pertimbangan Hakim ... 125

d. Putusan Hakim ... 138

2. Analisis Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid. Sus /Anak /2014 /PT. PBR Berkaitan Dengan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 139

C. Perbandingan Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid. Sus. Anak/ 2014/ PN.Siak Dengan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid. Sus /Anak /2014 /PT. PBR ... 142

(17)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 148 B. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA

(18)

Ungkapan klasik “ubi societas ibi ius” hingga sekarang masih relevan untuk menggambarkan keberadaan hukum yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Bahwa manusia hidup bermasyarakat membutuhkan peraturan-peraturan yang disebut hukum, yaitu suatu norma yang mengatur prilaku hidup manusia.1

Hukum diperlukan untuk berbagai kepentingan manusia yang jumlah dan sifatnya tak terhingga banyaknya, yang dimungkinkan akan saling bertemu dalam suatu hubungan-hubungan tertentu, dimana pertentangan yang sangat tajam seringkali menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan rasa keadilan.2

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat, hukum juga mencegah orang-orang bertindak sewenang-wenang terhadap orang lain, terhadap harta kekayaan orang lain dan terhadap hak-hak lainnya, sehingga setiap orang akan merasa terlindung dari setiap tindakan yang merugikan dirinya, apakah itu tindakan terhadap tubuh, kehormatan pribadi, kehormatan keluarga, dan harta kekayaan.3

1 Roni Wiyanto, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:Mandar Maju Press, 2012), hlm. 01.

2 Ibid.

3 Ojak Nainggolan, Pengantar Ilmu Hukum, (Medan: UHN Press, 2005), hlm. 19.

(19)

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.4

Negara berdasarkan hukum ditandai oleh beberapa asas, antara lain asas bahwa semua perbuatan dan tindakan pemerintah atau negara berdasarkan asas legalitas, atau didasarkan pada ketentuan hukum tertentu yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Hal ini berarti bahwa campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.5

Hukum pidana merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.6

4 M. Haryanto, Tuntutan Bebas Dalam Perkara Pidana, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2017), hlm. 157.

5 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), hlm. 490.

6 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997) hlm.2.

(20)

Strafbaar feit adalah istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya, yaitu: tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana, maupun perbuatan yang dapat dipidana.7

Tindak pidana hanya menyangkut persoalan perbuatan, sedangkan masalah apakah orang yang melakukannya kemudian dipertanggungjawabkan adalah persoalan lain. Dengan demikian selain telah melakukan tindak pidana, pertanggungjawaban pidana hanya dapat dituntut ketika tindak pidana dilakukan dengan kesalahan.8

Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, keadaan-keadaan yang memberatkan mengenai tindak pidana pembunuhan yang diatur di dalam Pasal 340 KUHP adalah pembunuhan tersebut telah dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu.9Dalam tindak pidana pembunuhan ini sering ditemukan adanya keterlibatan anak bersama dengan orang-orang dewasa, namun sebagian besar dari keterlibatan anak tersebut ialah digunakan sebagai alat untuk mempermudah pelaksanaan kejahatan.

Anak yang terlibat sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pembunuhan berencana tidak serta merta dapat dijatuhi pidana, karena keterlibatan anak dalam membantu orang dewasa melakukan tindak pidana terkadang bukan dari kehendak anak tersebut melainkan kehendak dari orang dewasa yang memanfaatkan

7 Roni Wiyanto, Op.Cit., hlm. 160.

8 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, ( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006) hlm. 6.

9 Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan. (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm. 21.

(21)

anak sebagai alat pelaksanaan kejahatan. Untuk dimintai pertanggungjawaban maka harus dibuktikan apakah anak memiliki kesalahan dan perbuatannya harus memenuhi unsur pasal yang mengatur tentang perbuatan itu.

Pertanggungjawaban pidana harus melekat pada tindak pidana, di dalam konteks hukum pidana untuk menentukan apakah orang yang melakukan perbuatan pidana akan dijatuhi pidana sesuai yang diancamkan, akan sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan tindak pidana tersebut orang itu mempunyai kesalahan.10

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Saat ini dapat disaksikan bahwa anak tidak hanya sebagai pelaku, tetapi tidak sedikit anak yang menjadi korban kejahatan baik itu di luar rumah maupun dalam rumahnya sendiri, bahkan tak jarang anak harus menyaksikan kejahatan yang terjadi di sekelilingnya.11

Anak yang berada dalam situasi dan proses dalam kasus apapun, disepakati bahwa kepentingan anak selalu diutamakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa anak-anak harus dijunjung tinggi oleh setiap orang dengan tidak lupa menanamkan rasa tanggungjawab kepadanya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara, dan perlindungan anak dalam arti hak-hak dan kebutuhannya

10 A. Fuad Usfa dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, (Malang : UMM Press, 2004), hlm.

73.

11 Nursariani Simatupang dan Faisal, Hukum Perlindungan Anak, (Medan : Pustaka Prima, 2018), hlm. 155.

(22)

secara optimal bertanggungjawab merupakan usaha bagi kepentingan masa depan dan pembinaan generasi mendatang.12

Setiap anak yang disangka atau dituduh telah melanggar hukum pidana mempunyai setidak-tidaknya jaminan untuk dianggap tidak bersalah hingga dibuktikan kesalahannya menurut hukum serta menghormati sepenuhnya kehidupan pribadinya dalam semua tahap proses pengadilan.13

Hukum pidana formil atau dikenal dengan hukum acara pidana dimuat berbagai ketentuan tentang siapa yang berwenang melakukan tindakan hukum jika terjadi perbuatan pidana, kewenangan apa saja yang dimiliki oleh penegak hukum, kewajiban apa saja yang harus dilakukan oleh penegak hukum ketika menjalankan kewenangannya, hak-hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki oleh mereka yang tersangkut dalam perkara pidana dan sebagainya.14

Indonesia sebagai Negara yang menganut demokrasi, hukum tidak digunakan untuk memberangus keadilan yang seharusnya ditegakkan dan dipelihara, atau untuk membatasi dan menghancurkan hak-hak yang seharusnya dijunjung tinggi, hukum tidak boleh digunakan untuk melakukan kekejian, sehingga perampasan seperti menjadi hak, serta penegakan kebenaran dianggap sebagai kejahatan.15

Penentuan dapat dipidana harus terjadi melalui undang-undang dalam arti formal atau berdasarkan kekuatan undang-undang dalam arti formal, yang berarti

12 Aminah Azis, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Medan : USU Press, 1998), hlm. 26.

13 Nursariani, Op.Cit., hlm. 162.

14 M. Haryanto, Op. Cit., hlm. 6.

15 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 8 April 2015, hlm. 4.

(23)

undang-undang dalam arti materil yang dibuat oleh pembentuk undang-undang yang lebih rendah yang dikuasakan oleh undang-undang dalam arti formal untuk berbuat demikian. Suatu ketentuan pidana yang tidak memenuhi syarat itu tidak mengikat sehingga hakim tidak boleh menerapkannya.16

Pidana sebagai reaksi karena dilanggarnya delik yang dijatuhkan oleh hakim melalui sidang di muka pengadilan harus berdasarkan undang-undang pidana.

Apabila terbukti seseorang nyata melakukan pelanggaran delik, maka dirinya dijatuhi pidana sesuai jenis dan ukuran pidananya yang telah ditentukan oleh undang-undang pidana, sebaliknya apabila tidak terbukti maka dibebaskan.17

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum pidana formil dengan kata lain bukan untuk memanjakan orang yang diduga bersalah, tetapi adalah untuk melindungi orang tidak bersalah dari ancaman hukuman, sebab perlindungan terhadap orang diduga bersalah atau terdakwa yang menjalani proses hukum pada hakikatnya sebagai kebajikan pendekatan dalam proses hukum, karena lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum seseorang yang tidak bersalah dan menderita secara tidak adil.18

Penelitian ini menguraikan tentang kasus seorang anak yang masih berusia 16 (enam belas) tahun yang didakwa sebagai turut serta atau turut membantu melakukan

16 D. Schaffmeisterr, dkk. Hukum Pidana, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 7.

17 Roni Wiyanto, Op. Cit.,hlm. 118.

18 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 8 April 2015, hlm. 4.

(24)

pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam surat dakwaan alternatif Jaksa Penuntut Umum.

Hakim Pengadilan Negeri Siak yang memeriksa perkara dengan Nomor Register 05/PID.SUS.ANAK/2014/PN.Siak menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti turut membantu melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun terhadap terdakwa. Namun terhadap putusan tersebut terdakwa mengajukan upaya hukum banding, sehingga didapat hasil Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/PID.SUS./ANAK/2014/PT.PBR yaitu menyatakan terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, dan oleh karena itu terdakwa diputus bebas.

Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru tersebut kemudian ditanggapi oleh Jaksa Penuntut Umum dengan mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 774 K/PID.SUS/2015, Hakim Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum dengan alasan Judex Facti sudah tepat dan tidak salah menerapkan hukum.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik dan terdorong untuk membahas serta melakukan penelitian yang akan disajikan dalam bentuk Tesis dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana” (Studi Putusan

(25)

Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid. Sus. Anak/2014/PN. Siak. Jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/2014/PT. PBR).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pembunuhan berencana?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana dan terhadap anak yang dinyatakan tidak terbukti bersalah di pengadilan?

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dalam Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/ Pid. Sus. Anak/ 2014/ PN.

Siak. dan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/

2014/ PT. PBR?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pembunuhan berencana.

(26)

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana dan terhadap anak yang dinyatakan tidak terbukti bersalah di pengadilan.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap anak sebagai orang yang membantu melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dalam Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/ Pid. Sus. Anak/ 2014/

PN. Siak. dan Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/ Pid. Sus/

Anak/ 2014/ PT. PBR.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum bagi kalangan akademis untuk mengetahui problematika yang sering terjadi didalam perkembangan hukum pidana khususnya tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana” (Studi Putusan Pengadilan Negeri Siak Nomor 05/Pid. Sus. Anak/2014/PN. Siak. Jo Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 01/Pid.Sus/Anak/2014/PT. PBR).

(27)

2. Secara Praktis

a. Bagi Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat).

Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan mampu menjadi bahan hukum untuk membantu aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus yang serupa di masa yang akan datang, agar tetap berpedoman kepada prosedur sebagaimana yang telah ditentukan di dalam perundang-undangan dan tetap mengedepankan kebanaran materil serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

b. Bagi Masyarakat Umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat tentang bagaimana tahapan dan prosedur dalam peradilan pidana khususnya tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak Sebagai Orang Yang Membantu Melakukan Tindak Pidana Pembunuhan Berencana.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di perpustakaan Universitas Sumatera Utara ( USU ), diketahui bahwa penelitian

mengenai “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANAK

SEBAGAI ORANG YANG MEMBANTU MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA” (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIAK NOMOR 05/PID. SUS. ANAK/2014/PN. SIAK. JO PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 01/PID.SUS/ANAK/2014/PT.

(28)

PBR) belum pernah dilakukan, oleh karena itu penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang baru, serta keasliannya dapat dipertanggunjawabkan.

Di dalam penelusuran kepustakaan di Universitas Sumatera Utara ( USU ), diperoleh judul penelitian yang mirip dengan penelitian ini yakni :

1. Pertanggungjawaban Pidana Atas Perbuatan Pidana Yang Dilakukan Anak- Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam) oleh Amal Hayati 017005004.

Rumusan masalah :

a. Bagaimana pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak menurut hukum pidana islam?

b. Bagaimana pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak menurut hukum pidana positif?

c. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara hukum pidana islam dan hukum pidana positif tentang pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak?

2. Diversi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di Tingkat Penyidikan (Studi Polresta Medan). Oleh Yati Sharfina Desiandri 147005008.

Rumusan masalah :

a. Apa pengaruh diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum?

b. Bagaimana sinkronisasi peraturan tentang diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Indonesia pada tingkat penyidikan?

(29)

c. Bagaimana pelaksanaan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Polresta Medan?

3. Penerapan Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak (The Best Interest Of The Child) Dalam Upaya Menjauhkan Anak Dari Pidana Penjara (Studi di Kota Medan). Oleh Saiful Azhar 107005100

Rumusan masalah :

a. Bagaimana pengaturan konsep asas kepentingan terbaik bagi anak (The Best Interest Of The Child) dalam sistem peradilan pidana anak?

b. Bagaimana penerapan asas kepentingan terbaik bagi anak dalam upaya menjauhkan anak dari pidana penjara dalam sistem peradilan pidana anak?

c. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penerapan asas kepentingan terbaik bagi anak dalam upaya menjauhkan anak dari pidana penjara dalam sistem peradilan pidana anak?

Berdasarkan hasil penelusuran judul penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat kesamaan baik dari segi judul maupun dari segi rumusan permasalahan dengan penelitian ini.

(30)

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori hukum mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam suatu penelitian, hal ini disebabkan karena di dalam setiap penyusunan dicantumkan, dikaji dan dianalisis teori-teori yang akan diterapkan di dalam penelitian tersebut.19 Dengan adanya teori hukum dapat membantu dalam kerangka memecahkan berbagai persoalan dimana dalam hukum normatif tidak diatur.20

Kerangka teori sangat diperlukan di dalam suatu penelitian karena digunakan di dalam menganalisis masalah-masalah yang menjadi fokus kajian, apakah hasil penelitiannya sesuai atau tidak dengan teori yang digunakan dan/atau akan mengubah dan menyempurnakan teori yang digunakan atau diterapkan tersebut.21

Kerangka teori bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan, kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :22

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi- defenisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

19 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 1.

20 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Buku Kedua, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 5.

21 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 1.

22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2012), hlm. 121.

(31)

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Tesis ini membahas permasalahan dengan menggunakan 3 (tiga) landasan teori yakni teori tujuan hukum, teori pembuktian, dan teori sitem peradilan pidana.

1. Teori Tujuan Hukum

Tujuan hukum adalah ketertiban masyarakat, hukum diperlakukan untuk penghidupan di dalam masyarakat demi kebaikan dan ketentraman bersama. Hukum mengutamakan masyarakat bukan perseorangan atau golongan. Hukum pun menjaga dan melindungi hak-hak serta menentukan kewajiban-kewajiban anggota masyarakat agar tercipta suatu kehidupan masyarakat yang teratur, damai, adil dan makmur.23

Van Apeldorn sebagaimana dikutip dalam buku Wasis SP menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Dalam pergaulan hidup manusia tentu terdapat berbagai macam kepentingan, baik yang menyangkut harta benda, kehormatan, jiwa maupun kemerdekaan. Hukum diharapkan mampu menjaga dan mempertahankan kepentingan tersebut secara adil bagi tiap-tiap orang dalam masyarakat. Keadilan yang dijaga oleh hukum, bukan adil dalam pengertian sama rata sama rasa, tetapi keadilan yang sesuai dengan porsi seseorang (proporsional).24

23 Pipin Syaripin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung : Pustaka Setia, 1999), hlm. 52.

24 Wasis SP, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang : UMM Press, 2002), hlm. 22.

(32)

Soebekti dikutip dalam buku Wasis SP menjelaskan bahwa tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya. Sedangkan Gustav Radbruch menjelaskan tujuan hukum harus berorientasi pada tiga hal yaitu : (1) Kepastian Hukum, (2) Keadilan, dan (3) Daya Guna. Tuntutan utama dalam hukum adalah kepastian, oleh karenanya hukum harus ditaati demi kepastiannya. Keadilan menurut Radbruch cukup apabila kasus sama diterapkan hukum yang sama.25

Geny mengajarkan dalam buku Sudarsono bahwa hukum bertujuan semata- mata untuk mencapai keadilan. Dan daripada unsur keadilan disebutkannya

“kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.26

Adapun tujuan hukum didalam teori tujuan hukum adalah sebagai berikut ini:

a. Teori Keadilan

Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keadilan dari sejak Aristoteles sampai saat ini disebut teori keadilan. Teori keadilan dalam bahasa Inggris disebut dengan Theorie of justice, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan Theorie van rechtvaardigheid. Keadilan berasal dari kata adil dalam bahasa Inggris disebut

“Justice” dalam bahasa Belanda disebut “Rechtvaardig”. Adil diartikan dapat diterima secara objektif.

25 Ibid.

26 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). hlm. 53.

(33)

Teori keadilan merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang ketidakberpihakan kebenaran atau ketidaksewenang-wenangan dari institusi atau individu terhadap masyarakat atau individu yang lainnya.27

Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar hukum dari hukum sebagai hukum, dengan demikian keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Ia normatif karena berfungsi sebagai prasarat trasendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat, sedangkan konstitutif karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum, tanpa keadilan sebuah aturan tidak pantas menjadi hukum.28

b. Teori Kepastian Hukum

Sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang, kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama dari hukum.29

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-

27 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Buku Kedua, Op. Cit., hlm. 26.

28 Satjipto Raharjo, Teori Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2013), hlm. 117.

29 Htpps://www. Tesis hukum.com› pengertian-asas-kepastian hukum, diakses pada tanggal 17 Februari 2019, Pukul 09.00 wib.

(34)

keadaan yang sifatnya subjektif.30 Hukum yang ditegakkan oleh instansi penegak hukum yang disertai tugas untuk itu harus menjamin kepastian hukum demi tegaknya ketertiban dan keadilan dalam keadilan masyarakat.

Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri, keadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana social disorganization atau kekacauan sosial.31

c. Teori Kemanfaatan

Jeremy Bentham dikutip dalam Satjipto Raharjo berpendapat dalam teori ini bahwa hukum akan memberikan jaminan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya (the grestest good of the greatest number).32seluruh tindak tanduk manusia, disadari ataupun tidak sesungguhnya tertuju untuk meraih kebahagiaan itu.33

Tujuan hukum menurut Soebekti hendaknya memberikan manfaat yang seluas-luasnya dan sebesar-besarnya kepada warga masyarakat, hal tersebut merupakan substansi dari ajaran moral teoritis. Hukum dipandang semata-mata untuk

30 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 163.

31 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP Dalam Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 76.

32 Wasis SP, Op.Cit., hlm.23.

33 Satjipto Raharjo, Op.,Cit. hlm. 83.

(35)

memberikan kebahagiaan bagi warga masyarakat, pelaksanaan hukum hendaknya tetap mengacu pada manfaat atau kegunaannya bagi warga masyarakat.34

2. Teori Pembuktian

Dalam sistem atau teori pembuktian secara umum terbagi atas empat teori sebagai berikut :35

a. Teori Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara Positif

Teori ini dikatakan secara positif karena hanya didasarkan kepada undang- undang melulu, artinya jika sesuatu perbuatan telah terbukti sesuai dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam undang-undang maka keyakinan hakim tidak diperlukan lagi.

b. Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu

Berdasarkan teori ini bahwa hakim mendasarkan terbuktinya suatu keadaan atas keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan, dalam sistem ini hakim hanya berdasar atas perasaan belaka dalam menentukan apakah suatu keadaan atau peristiwa harus dianggap terbukti atau tidak atas kesalahan terdakwa.

c. Teori Pembuktian Bebas

Menurut teori ini bahwa alat-alat dan cara pembuktian tidak ditentukan atau terikat dalam undang-undang, namun demikian teori ini mengakui adanya alat-alat bukti dan cara pembuktian, tetapi hakim dapat menentukan alat-alat bukti dan cara pembuktian yang tidak diatur dalam undang-undang.

d. Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan Yang Logis

Pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis berpangkal tolak pada keyakinan hakim, keyakinan mana didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu.

34 H. Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Mengutip Pendapat Simons, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016) hlm. 118.

35 Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana. (Jakarta: Prenamedia Group, 2014) hlm.232.

(36)

3. Teori Sitem Peradilan Pidana (Criminal Justice System)

Sistem peradilan pidana atau criminal justice system kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukan mekanisme kerja dalam penanggulangan kejahatan dengan menggunakan pendekatan sistem.36

Satjipto Raharjo dalam buku Rusli Muhammad menjelaskan makna “sistem”

dalam sistem peradilan pidana adalah sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu, tatanan tertentu ini menunjukkan pada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian.37 Rusli Muhammad juga mengungkapkan bahwa dalam pandangan sistem peradilan pidana terdapat beberapa institusi penegak hukum yang ikut mengambil peran dalam melakukan proses peradilan pidana, diantaranya adalah institusi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan.38

Teori Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) terdiri dari:

a. Teori Crime Control Model

Crime control model didasarkan pada sistem nilai yang mempresentasikan tindakan refresif pada kejahatan sebagai fungsi yang paling penting dalam suatu sistem peradilan pidana. Untuk mencapai tujuannya tersebut maka crime control model menyatakan bahwa perhatian utama haruslah ditujukan pada efisiensi. Efisiensi

36 Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 2.

37 Satjipto Raharjo, Op.Cit., hlm. 48.

38 Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2011).

hlm. 61.

(37)

mencakup kecepatan, ketelitian, dan daya guna administratif di dalam memproses pelaku tindak pidana.39

Romli Atmasasmita menjelaskan bahwa crime control model merupakan tipe affirmative model, yaitu model yang selalu menekankan pada efisiensi dan penggunaan kekuasaan pada setiap sudut proses peradilan pidana, dan dalam model ini kekuasaan legislatif sangat dominan.40

b. Teori Due Process Of Law

Due process of law merupakan perwujudan dari sistem peradilan pidana yang benar-benar menjamin, melindungi serta menegakkan hak asasi manusia. Due process of law secara substantif tercermin dalam due process model, nilai-nilai yang terkandung dalam due process model mencerminkan due process of law. Due process model adalah model yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam mekanismenya.

Due process model menggambarkan suatu versi yang diidealkan tentang bagaimana sistem harus bekerja sesuai dengan gagasan-gagasan atau sifat yang ada dalam aturan hukum. Hal ini meliputi prinsip-prinsip tentang hak-hak terdakwa, asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), hak terdakwa untuk diadili secara adil, serta persamaan di depan hukum.

39 Romli atmasasmita, Op.Cit., hlm. 43.

40 Ibid., hlm. 11.

(38)

Menurut due process model tujuan dari sistem peradilan pidana adalah untuk menangani terdakwa pidana secara adil dan sesuai dengan standar konstitusi. Selain itu menurut Romli Atmasasmita, nilai-nilai yang mendasari due proces model adalah:41

a. Kemungkinan adanya faktor “kelalaian” yang sifatnya manusiawi (human error) menyebabkan model ini menolak “informal fact finding process”

sebagai cara untuk menetapkan secara secara defenitif “factual guilt”

seseorang. Model ini hanya mengutamakan “formal adjudicative and adversary fact finding”, hal ini berarti dalam setiap kasus tersangka harus diajukan ke muka pengadilan yang tidak memihak dan diperiksa sesudah tersangka memperoleh hak penuh untuk mengajukan pembelaannya ; b. Model ini menekankan pada pencegahan (perventif measures) dan

menghapuskan sejauh mungkin administrasi pengadilan ;

c. Model ini beranggapan bahwa proses pengadilan dipandang sebagai coercive (menekan), restricting (membatasi) dan merendahkan martabat manusia ;

d. Model ini bertitik tolak dari nilai yang bersifat anti terhadap kekuasaan ; e. Adanya gagasan persamaan di muka hukum ;

f. Model ini lebih mengutamakan kesusilaan dan kegunaan sanksi pidana ; Due process model/due process of law dalam pelaksanaannya berdasarkan fakta dalam proses penegakan hukum yang sering terjadi di dalam peradilan pidana Indonesia telah menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari penerapan due process model atau due process of law. Hal ini pastinya menimbulkan rasa ketidakpercayaan di dalam masyarakat terhadap proses penegakan hukum serta peradilan pidana di Indonesia.

41 M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 9-10.

(39)

2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut, gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.42

Kerangka konsepsional belaka kadang-kadang masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkret di dalam proses penelitian. Defenisi merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap mengenai suatu istilah, dan biasanya suatu defenisi bertitik tolak pada referensi, dengan demikian maka suatu defenisi harus mempunyai suatu ruang lingkup yang tegas sehingga tidak boleh ada kekurangan-kekurangan atau kelebihan-kelebihan.43

Penelitian ini memberikan pemahaman yang sama atas suatu istilah, dengan demikian penulis dalam hal ini memberikan defenisi-defenisi operasional sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban pidana adalah mengenakan celaan terhadap pembuat karena perbuatannya yang melanggar larangan atau menimbulkan keadaan yang terlarang.44

42 Soerjono Seokanto, Op. Cit., hlm. 132.

43 Ibid, hlm. 133.

44 Chairul Huda, Op.Cit., hlm. 71.

(40)

b. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.45

c. Perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman.46

d. Pembunuhan berencana adalah barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain.47

e. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.48

G. Metode Penelitian

Metode adalah suatu cara yang teratur dan berpikir dengan baik-baik untuk mencapai tujuan tertentu.49 Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sitematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, disamping itu juga mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap terhadap fakta

45 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

46 Herlina Manullang, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Medan: UHN Press, 2010), hlm.72.

47 Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

48 Pasal 1 Butir 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

49 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 8.

(41)

hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan yang timbul di dalam gejala hukum tersebut.50

Metode penelitian hukum merupakan langkah yang dimiliki dan dilakukan oleh peneliti dalam rangka untuk mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi pada data yang didapatkan tersebut. Metode penelitian memberikan gambaran rancangan penelitian yang meliputi antara lain : prosedur dan langkah- langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, dan dengan langkah apa data-data tersebut diperoleh dan selanjutnya diolah dan dianalisis.

1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian merupakan salah satu hal terpenting di dalam suatu penelititan hukum, hal ini berguna untuk dapat menilai jenis penelitian apa yang digunakan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. Di dalam penelitian normatif ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang- undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia.51

Istilah penelitian hukum normatif berasal dari bahasa Inggris yaitu normative legal research, dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah normatieve juridisch

50 Ibid., hlm.7.

51 Seorjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 53.

(42)

onderzoek. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji dikutip dalam buku Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani memberi pengertian penelitian hukum normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.52

Mukti Fajar ND dan Yulianto dikutip dalam buku Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani menyatakan bahwa penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma, sistem norma yang dimaksud adalah mengenai kaidah dari peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.53

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analitis.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendiskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung, dengan penelitian deskriptif peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.54

52 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 12.

53 Ibid, hlm. 13.

54 https.Seputar pengertian.blogspot.com›2017/09. Diakses pada tanggal 13 Februari 2019, pukul 22.00 wib.

(43)

Hasil pendeskripsian atas suatu gejala ataupun peristiwa yang terjadi kemudian dianalisis secara sistematis untuk menemukan jawaban atas peristiwa yang diteliti.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan di dalam penelitian hukum terdiri dari beberapa pendekatan, dengan adanya pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai beberapa isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya.55

Pendekatan penelitian dalam metode penulisan hukum normatif adalah suatu cara penulisan yang didasarkan pada analisis terhadap beberapa asas hukum dan teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan penelitian hukum. Penelitian normatif ini adalah suatu prosedur dan cara penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari segi normatifnya.56

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

55 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2005), hlm. 133.

56 https://www.saplaw.top›, pendekatan perundang-undangan. Diakses pada tanggal 14 Februari 2019, pukul 12.25 wib.

(44)

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Penelitian hukum dalam level dogmatik hukum atau penelitian untuk keperluan praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang- undangan.57

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar dalam melakukan penelitian. Pendekatan perundang- undangan (statute approach) biasanya digunakan untuk meneliti peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan atau malah menyuburkan praktek penyimpangan baik dalam tataran teknis atau dalam pelaksanaannya di lapangan.

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi.

Pendekatan perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi atau kesesuaian antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain.58

57 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hlm. 136.

58 https://www.saplaw.top›, pendekatan perundang-undangan. Diakses pada tanggal 14 Februari 2019, pukul 12.30 wib.

(45)

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus (case approach) adalah salah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum normatif yang peneliti mencoba membangun argumentasi hukum dalam perspektif kasus konkret yang terjadi di lapangan, tentunya kasus tersebut erat kaitannya dengan kasus atau peristiwa yang terjadi di lapangan. Untuk itu biasanya jenis pendekatan ini tujuannya adalah untuk mencari nilai kebenaran serta jalan keluar terbaik terhadap peristiwa hukum yang terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.59

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi. Kasus yang ditelaah merupakan kasus yang telah memperoleh putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal pokok yang dikaji pada putusan tersebut adalah pertimbangan hakim untuk sampai pada suatu keputusan sehingga dapat digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan isu yang dihadapi.60

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data yang utama dalam penelitian normatif adalah data kepustakaan.

Di dalam kepustakaan hukum maka sumber datanya disebut bahan hukum. Bahan hukum adalah segala sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk tujuan

59 https://www.saplaw.top›, pendekatan perundang-undangan. Diakses pada tanggal 14 Februari 2019, pukul 12.35 wib.

60 https://www.saplaw.top›, pendekatan perundang-undangan. Diakses pada tanggal 14 Februari 2019, pukul 12.50 wib.

(46)

menganalisis hukum yang berlaku. Bahan hukum yang dikaji dan yang dianalisis dalam penelitian hukum normatif terdiri dari (a) bahan hukum primer, (b) bahan hukum sekunder dan (c) bahan hukum tersier.61

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Tanggal 8 April 2015.

5. Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.

6. Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, artinya dengan adanya bahan hukum sekunder dapat membantu peneliti dalam menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini antara lain :

61 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 16.

(47)

1. Buku-buku hukum.

2. Buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

3. Jurnal hukum.

4. Karya ilmiah dan hasil penelitian berupa tesis, disertasi, maupun penelitian ahli hukum yang terkait dengan objek penelitian.

5. Artikel.

6. dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain terdiri dari :

1. Kamus hukum.

2. Ensiklopedi dan lain sebagainya.

4. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah cukup penting dalam penelitian, data yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan analisis dan pengujian hipotesa yang telah dirumuskan, oleh karena itu pengumpulan data harus dilakukan secara sistematis, terarah dan sesuai dengan masalah penelitian.

(48)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

a. Studi kepustakaan (library research)

Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan-bahan hukum baik berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Studi kepustakaan adalah kegiatan untuk menghimpun informasi yang relevan dengan menelaah data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, disertasi, literatur-literatur, serta sumber-sumber lainnya.

Studi kepustakaan terhadap data primer dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan putusan Pengadilan Negeri Siak. Terhadap data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data melalui teknik studi dokumen ke perpustakaan untuk mendukung penelitian yang dilakukan, dalam hal ini penelitian dilakukan pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara dengan tujuan memperoleh data yang akurat dan mempunyai relevansi terhadap masalah yang diteliti.

b. Studi dokumen

Studi dokumen merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum yang dikaji dan yang dianalisis dalam penelitian hukum normatif meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik untuk mengkaji dan mengumpulkan ketiga bahan

(49)

hukum itu yaitu menggunakan studi dokumenter. Studi dokumen mengkaji tentang berbagai dokumen-dokumen, baik yang berkaitan dengan peraturan perundang- undangan maupun dokumen-dokumen yang sudah ada.62

5. Analisis Data

Analisis data diartikan sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu analisis data yang tidak menggunakan angka melainkan memberikan gambaran-gambaran (deskripsi) dengan kata-kata atas temuan-temuan, dan karenanya ia lebih mengutamakan mutu atau kualitas dari data.63

62 Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op. Cit., hlm. 19.

63 Ibid.

(50)

A. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana sebagai suatu istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.64

Tindak pidana sangat penting dipahami, bukan saja untuk kepentingan akademis, tetapi juga dalam rangka pembangunan kesadaran hukum masyarakat.

Bagaimana mungkin masyarakat dapat berbuat sesuai dengan yang diharapkan oleh hukum (pidana), apabila pedoman bertingkah laku tersebut tidak dipahami atau tidak dimengerti sama sekali. Oleh karena itu yang penting bukan karena apa yang masyarakat ketahui mengenai tindak pidana, akan tetapi juga apa yang seharusnya mereka ketahui.65

64 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), hlm. 124.

65 H.M Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016), hlm.

58.

(51)

J. E. Jongkers dikutip dalam buku Martiman Prodjohamidjojo memberikan defenisi strafbaarfeit menjadi dua pengertian yaitu:

1. Defenisi pendek memberikan pengertian bahwa strafbaarfeit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.

2. Defenisi panjang atau lebih mendalam bahwa strafbaarfeit adalah suatu kejahatan melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang dapat dipertanggungjawabkan.66

Seseorang yang terbukti melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, tidak secara otomatis orang itu dijatuhi pidana. Untuk menjatuhkan pidana kepada orang itu, harus terdapat kesalahan pada orang itu dan telah dibuktikan dalam proses peradilan dan itu di luar perbincangan tentang perbuatan pidana. Dalam praktik peradilan, yang pertama kali dilakukan hakim ketika memeriksa perkara pidana yang diajukan kepadanya adalah apakah orang yang dihadapkan kepadanya memang terbukti melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana.67

Moeljatno sebagaimana dikutip dalam buku Andi Sofyan dan Nur Aziza berpendapat bahwa setelah memilih perbuatan pidana sebagai terjemahan dari strafbaarfeit beliau memberikan perumusan (pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam denagan pidana barangsiapa melanggar larangan tersebut, dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tak

66 Martiman Prodjohamidjojo, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1994), hlm. 15-16.

67 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 99.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyediakan suntingan teks Rukun Haji yang baik dan benar (2) Mendeskripsikan struktur sastra kitab yang terdapat dalam teks

Adalah nilai uang dimasa yang akan datang dari uang yang diterima atau dibayarkan pada masa sekarang dengan memperhitungkan tingkat bunga setiap periode selama

Judul Skripsi : Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan metode Amtsal di SDN Purwotomo No.97 Surakarta.. Maka selaku Pembimbing kami berpendapat bahwa

Tidak lama setelah film Ip Man ditayangkan untuk masyarakat, seni bela diri Cina Wing Chun, menjadi seni bela diri yang sangat popular.. Wing Chun telah di pelajari oleh

Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan di Kabupaten Pacitan. Data sekunder diperoleh dari instansi Pemerintah Kabupaten Pacitan

untuk menghindari gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum untuk membuktikan bahwa tidak terdapat kelalaian maupun kesengajaan dalam tindakan bersangkutan (tidak berlaku

Analisis kebangkrutan Z-Score, adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan de- ngan menghitung nilai dari beberapa rasio

Data dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dari pelaksanaan kemitraan antara Pemerintah