• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERKEMBANGAN FILANTROPI ISLAM

A. Pertumbuhan Lembaga-lembaga Zakat, Wakaf dan

Jauh sebelum UU No. 38 Tahun 1999 dan UU No. 41 Tahun 2004 disahkan dan diundangkan, sebenarnya lembaga-lembaga filantropi Islam sudah cukup banyak yang bermunculan. Yayasan Dana Sosial Al-Falah, Surabaya, yang didirikan pada 1987, misalnya, telah aktif bergerak dalam menghimpun dan menyalurkan dana zakat bagi fakir miskin. Demikian pula Dompet Dhuafa Republika yang didirikan pada 1993. Keduanya berhasil menjadi lembaga filantropi Islam yang sangat berhasil, di antaranya, karena manajemen pengelolaan yang digunakannya adalah modern, seperti transparansi dalam pelaporan dan pendayagunaannya yang jelas, sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat.1

Meskipun demikian, krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1997 merupakan salah satu faktor penting bagi tumbuhnya lembaga-lembaga filantropi. Seperti akan diuraikan, beberapa lembaga filantropi yang memiliki peran penting saat ini lahir karena faktor krisis tersebut. Bahkan, seperti dikemukakan sebelumnya, lahirnya kedua undang-undang di atas tidak bisa dipisahkan dari faktor ini. Di samping itu, reformasi yang menandai desentralisasi kekuasaan juga mendorong lahirnya beberapa lembaga filantropi.2

Lahirnya kedua undang-undang di atas juga sangat berpengaruh bagi tumbuhnya lembaga filantropi, yang menunjukkan menguatnya gerakan civil society. Dalam bidang zakat dan infak/shadaqah, misalnya, bukan hanya BAZNAS dan BAZDA yang disponsori oleh pemerintah yang banyak berdiri, tetapi juga lembaga-lembaga swasta yang dikenal dengan LAZ.3 Sementara itu,

dalam bidang wakaf, BWI telah resmi didirikan pada tingkat nasional, yang dibarengi dengan berdirinya beberapa cabang di beberapa daerah. Meskipun demikian, LAZ juga aktif menerima dan mengelola wakaf dalam berbagai bentuk.

1Ahmad Juwaini, “Tinjauan Kritis Rencana Penghapusan LAZ oleh Pemerintah,” dalam Infoz,

Edisi 4 Tahun VI (2010), 29.

2 Ahmad Sutarmadi, “Jangan Tutup Gerak LAZ, Tapi Atur dan Awasi Mereka,” Wawancara

dalam Infoz, Edisi 4 Tahun VI (2010), 26.

3

Lihat Jennifer Bremer, “Islamic Philanthropy: Reviving Traditional Forms for Building Social

Justice,” Makalah disampaikan pada CSID 5th Annual Conference, Washington DC, 28-29 Mei 2004,

Perkembangan lembaga filantropi yang demikian besar itu digambarkan

Jennifer Bremer sebagai “hidupnya kembali lembaga-lembaga filantropi lama,”

yang dapat memainkan kembali perannya. Hal itu karena selama ini lembaga-lembaga filantropi Islam dibikin bergantung pada negara, yang jauh lebih superior ketimbang yang pertama. Akibatnya, lembaga-lembaga tersebut memeroleh tekanan dari negara.4

Berbeda dengan struktur BAZ yang kemungkinan pembentukannya hanya satu lembaga di tingkat nasional, LAZ memiliki sejumlah lembaga yang masuk ke dalam kategori nasional. Sejauh ini, LAZ yang berada di tingkat nasional berjumlah 18 lembaga,5 sebagian di antaranya akan diuraikan aktivitas dan

perannya dalam pengelolaan zakat dan wakaf. 1. Dompet Dhuafa (DD) Republika

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, Dompet Dhuafa Republika memiliki peran yang penting dalam pendirian Forum Zakat (FOZ). Lembaga ini sebenarnya telah berdiri pada 1994, setahun setelah terbitnya Koran Republika pada 1993. Di antara faktor yang mendorong berdirinya lembaga ini adalah kenyataan bahwa para wartawan, di satu sisi, sering bertemu dengan orang kaya dan, di sisi lain, acapkali berjumpa dengan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Atas dasar itu, para wartawan kemudian menyisihkan zakat 2,5% dari gajinya setiap bulan untuk disalurkan kepada orang-orang miskin. Rasa empati para wartawan semakin besar tatkala mereka menyaksikan kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin di Gunung Kidul Yogyakarta yang didanai oleh mahasiswa melalui iuran, yang disisihkan dari uang saku mereka.6 Di samping itu, masyarakat sendiri terbukti telah banyak menyalurkan zakat, infak dan sadakahnya kepada DD, sebuah kolom yang ditampilkan dalam harian Republika.

Melihat kenyataan di atas dibentuklah sebuah lembaga independen yang berusaha mengelola zakat, infak dan sadaqah masyarakat dengan nama Dompet Dhuafa Republika, yang secara resmi didirikan pada 14 September 1994. Sebagai bentuk sebuah yayasan, DD tercatat dalam Departemen Sosial sebagai organisasi yang berbentuk yayasan.7 Di samping mengelola dana zakat, DD juga mengelola

wakaf, di samping dana lain yang halal dan sah, baik yang berasal dari sumbangan perorangan maupun kelompok, atau bahkan perusahaan atau lembaga.8

4

Bremer, “Philanthropy Islam,” 15.

5 Anonimous, Ke Manakah Anda Membayar Zakat (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2008), 56-63. Ke-18 lembaga tersebut adalah: (1) LAZ Yayasan Amanah Takaful, (2) LAZ Dompet Dhuafa (DD) Republika, (3) LAZIS Muhammadiyah (LAZISMU), (4) LAZ Persatuan Islam (Persis), (5) LAZ Yayasan Baitul Mall Hidayatullah, (6) LAZ Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), (7) LAZ Yayasan Baitul Mall Muamalat, (8) LAZ Yayasan Dana Sosial al-Falah (YDSF), (9) LAZ Yayasan Baitul Maal Ummat Islam, (10) LAZ Bangun Sejahtera Mitra Ummat, (11) LAZ BaitulMaal Bank Rakyat Indonesia, (12) LAZ Baitul Mall Wat Tamwil (BMT), (13) LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), (14) LAZ Dompet Sosial Ummul Quro’ (DSUQ), (15) LAZ Baituzzakah (MAZMA)

Pertamina, (16) LAZ Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid, (17) LAZ Nahdlatul Ulama (LAZIS NU) dan, (18) LAZ Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).

6 http://www.dompetdhuafa.or.id/profil/ (diakses 5 Agustus 2010). Lihat juga Bremen, “Islamic Philanthropy,” 18.

7 http://www.dompetdhuafa.or.id/profil/ (diakses 5 Agustus 2010). 8 http://www.dompetdhuafa.or.id/profil/ (diakses 5 Agustus 2010).

Sesuai dengan misinya, DD hendak meningkatkan semangat kemandirian masyarakat dengan berpijak pada dana-dana yang diperoleh dari dalam negeri melalui sistem yang berkeadilan. Ini berarti bahwa DD tidak mengandalkan dana dan sumbangan dari luar negeri, seperti yang banyak diperoleh oleh yayasan-yayasan lain. Sebaliknya, DD berkeinginan untuk menggalang dana masyarakat Indonesia sendiri yang akan disalurkan untuk membangun masyarakat yang mandiri. Sejalan dengan itu, DD memiliki misi sebagai lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat, yang dapat mengembangkan jaringan pemberdayaan masyarakat, mengelola dana masyarakat dan mendorong terciptanya ekonomi yang berkeadilan.9

Visi untuk menjadi lokomotif gerakan pemberdayaan masyarakat ini tampaknya yang mendorong DD untuk berperan sebagai salah satu bidan bagi kelahiran Forum Zakat (FOZ) bersama 10 lembaga lainnya.10 Sebagaimana telah

disinggung sebelumnya, FOZ inilah yang kemudian mempersiapkan draft undang-undang tentang pengelolaan zakat, yang kemudian diajukan pemerintah dan disetujui oleh DPR menjadi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.11

Sesuai dengan undang-undang ini, DD termasuk ke dalam kategori lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat (LAZ), dan berdasarkan SK Menteri Agama No. 439 Tahun 2001 ditetapkan sebagai LAZ tingkat nasional. Ini berarti bahwa DD telah berpengalaman dalam mengelola zakat, sebab syarat minimal sebuah lembaga untuk disebut bertingkat nasional jika ia telah beroperasi dua tahun. Lebih jauh, DD juga telah memiliki jaringan yang luas, mengingat syarat yang harus dipenuhi agar disebut lembaga nasional sekurang-kurangnya memiliki cabang di 10 provinsi. Di samping itu, DD menunjukkan sebagai lembaga yang berhasil mengumpulkan dana, setidak-tidaknya di atas 1 milyar rupiah setiap tahunnya.12

Kenyataannya, jika dilihat sejak berdirinya hingga keluarnya SK tersebut, DD telah berkiprah tujuh tahun dan telah berkembang luas ke sejumlah daerah di Jawa dan luar Jawa. Hingga saat ini, DD telah memiliki delapan cabang di berbagai provinsi dan dua cabang di luar negeri, yaitu Hong Kong dan Australia. Di samping cabang-cabang, DD juga memiliki sembilan perwakilan di berbagai kota di Indonesia dan jejaring yang kebanyakan berada di sekitar Jakarta.13

Dalam masalah penggalangan dana zakat, infak dan shadaqah, DD dapat dipandang sangat berhasil, mengingat ia mampu mengumpulkan jumlah yang jauh dari jumlah minimal yang ditetapkan oleh peraturan, yakni sebesar satu milyar. Pada 2005, misalnya, DD berhasil menghimpun dana zakat sebesar Rp. 18.702.760.098,00, dana infak/shadaqah sebesar Rp. 3.247.603.114,00 dan dana wakaf sebesar Rp. 7.443.389.795,00. Dengan kata lain, secara keseluruhan, dana

9 http://www.dompetdhuafa.or.id/profil/ (diakses 5 Agustus 2010).

10 Ke-10 lembaga ini, antara lain, adalah Bank Bumi Daya, Pertamina, Telkom Jakarta, Baitul Mal

Pupuk Kujang, BAZIS DKI, Hotel Indonesia dan STIE Jakarta. Lihat Ahmad Juwaini, “Ketika Zakat Ditunaikan melalui Lembaga,” dalam Zakat dan Peran Negara, ed. Kuntarno Noor Aflah dan Mohd. Nasir Tajang (Jakarta: Forum Zakat, 2006), 63.

11 Lihat Arskal Salim, Challenging the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia (Honolulu: University of Hawaii Press, 2008), 127-128.

12 Lihat Peraturan Menteri Agama No. 373 Tahun 2003, Pasal 22 (b).

13 Tentang cabang-cabang DDR, lihat http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=tentangdd&y=

filantropi yang dihimpun DD pada tahun tersebut mencapai hampir 30 milyar rupiah.

Pada tahun berikutnya, 2006, dana zakat yang berhasil dihimpun DD meningkat menjadi Rp. 21.046.376.859,00. Peningkatan dana zakat ini juga diikuti oleh peningkatan dana infak/shadaqah yang mencapai Rp. 4.457.138.665,00 meskipun tidak diikuti oleh dana wakaf yang hanya mencapai Rp. 1.000.145.598,00. Secara keseluruhan pada 2006, penghimpunan dana yang diperoleh oleh DD dari tiga bidang ini mengalami penurunan, dari mendekati 30 milyar ke sekitar 26 milyar rupiah.

Peningkatan penghimpunan dana terjadi pada tahun berikutnya, 2007, yang secara keseluruhan mendekati 30 milyar. Jumlah ini meliputi dana zakat sebesar Rp. 22.945.299.231,00 dana infak/shadaqah sebesar Rp. 5.674.724.803,00 dan dana wakaf sebesar Rp. 1.399.798.925,00. Dengan demikian, dalam waktu tiga tahun, jumlah dana filantropi yang berhasil dihimpun oleh DD sekitar 30 milyar.

Dengan dana yang terkumpul cukup besar, DD dapat melakukan berbagai aktivitas bagi pemberdayaan masyarakat miskin. Berbagai bidang yang menjadi garapan DD meliputi bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan ekonomi. Dalam bidang pendidikan, misalnya, DD mendirikan sekolah yang disebut Smart Ekselensia Indonesia, yang siswanya tidak dipungut biaya sama sekali atau gratis. Di samping itu, program Bea Studi Sarjana memberikan kepada mahasiswa kurang mampu beasiswa untuk membantu biaya pendidikan mereka, yang jumlah peminatnya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Selanjutnya, ada program Pengembangan Kapasitas Guru melalui lembaga Makmal Pendidikan, yang kegiatannya meliputi pelatihan bagi guru-guru, pendampingan sekolah dan peningkatan kualitas sekolah.14

Dalam bidang kesehatan, ada dua bentuk aktivitas yang telah dijalankan oleh DD. Pertama, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), lembaga baru yang didirikan oleh DD untuk menangani kesehatan bagi kaum dhuafa, yang pengoperasiannya didasarkan pada dana ZISwaf. Kedua, Rumah Sakit Gratis, sebuah upaya yang lebih besar dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Rencananya, rumah sakit ini akan diberi nama Rumah Sehat Terpadu.15

Adapun dalam bidang pemberdayaan masyarakat, DD melakukan beberapa terobosan. Pertama, pengembangan ketrampilan, yang diberi nama Institut Kemandirian. Lembaga ini dirancang sebagai model/sekolah pemberdayaan praktis, di mana masyarakat akan memeroleh pelatihan. Ada dua pelatihan yang diselenggarakan di sini, yaitu pelatihan kewirausahaan yang bertujuan pada pembentukan wawasan dan motivasi sebagai wirausaha kecil, dan pelatihan teknis, yang bertujuan membekali peserta dengan ketrampilan khusus, seperti otomotif, menjahit, dan perkayuan.16

Pemberdayaan peternak adalah jenis lain aktivitas DD. Dinamakan Kampoeng Ternak, pemberdayaan ini semula lahir dari program lain, yang bernama Tebar Hewan Kurban. Tentu, program ini tidak dapat terlaksana tanpa

14 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=pddk&y=395d32ee5ef984ab86f3336d407f4c81 (diakses 5

Agustus 2010).

15 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=kes&y=e3fe8e836ca14793a4274bd14552589c (diakses 5

Agustus 2010).

ketersediaan hewan kurban yang sehat. Karena itu, DD menginisiasi kelompok peternak untuk menjadi mitra dalam penyediaan hewan kurban, dan agar hasilnya bagus mereka dilatih dengan berbagai ketrampilan, bagaimana pakan yang baik, manajemen dan memelihara kesehatan hewan.17

Tidak hanya kepada peternak, pemberdayaan yang dilakukan oleh DD juga diarahkan pada kaum petani, yang secara khusus ditangani oleh Lembaga Pertanian Sehat (kini Usaha Pertanian Sehat). Lembaga ini dimaksudkan sebagai wahana penelitian dan pengembangan sarana pertanian yang tepat guna bagi petani kecil. Di antara hasil yang telah dicapai oleh lembaga ini, antara lain, adalah biopestisida (pengendali hama tanaman) bernama L, X dan VIR-H dan pupuk organik yang mendukung pertanian kecil. Tidak hanya sampai di situ, UPS juga membantu memasarkan produk pertanian yang menggunakan teknologi tersebut.18

Dalam bidang ekonomi, DD aktif membangun jaringan lembaga keuangan mikro syariah. Sejalan dengan maraknya BMT (Baitul Maal Wa Tamwil), DD bersama sejumlah BMT lain membangun “holding” BMT dalam rangka menopang sinergi dan permodalan. Sampai saat ini, ada 60 lembaga keuangan mikro syariah yang tersebar di Jawa dan Sumatra, di mana DD ikut aktif terlibat dalam pendiriannya. Jaringan ini kemudian disebut BMT Center, dengan aset yang dikelola mencapai Rp. 266 milyar, di samping dana ketiga sebesar Rp. 233 milyar.19

Di samping usaha-usaha produktif seperti di atas, DD juga aktif terlibat dalam penanggulangan bencana alam, sosial dan peperangan. Di sejumlah bencana, baik yang terjadi di Aceh, Papua, Jawa Tengah, Yogyakarta hingga Lumpur Lapindo, DD melibatkan aktivisnya dalam pembangunan kembali rumah tinggal, fasilitas ibadah, kesehatan dan pendidikan, di samping pemulihan ekonomi masyarakat korban bencana.20

Semua ini menunjukkan bahwa dana filantropi yang dihimpun oleh DD sangat membantu, di satu sisi, bagi pengentasan kemiskinan pada masyarakat dan, di sisi lain, bagi penciptaan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Melalui berbagai pemberdayaan, DD ingin mendorong masyarakat menjadi mandiri dalam memenuhi kebutuhan mereka dan kemudian memiliki aset bagi kehidupan mereka. 2. Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU)

Kemunculan PKPU dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia, khususnya Asia Tenggara, pada 1997, di mana Indonesia merupakan korban yang paling parah. Diawali dengan depresi rupiah terhadap dollar Amerika, krisis yang terjadi di Indonesia merambah ke beberapa bidang lainnya, seperti politik, moral, pendidikan, sains dan teknologi, budaya dan, tentu saja, agama. Situasi itu menggerakkan banyak orang untuk terlibat dalam menyumbangkan pikiran dan tenaga melakukan aksi sosial di berbagai daerah.21

Sebagai tindak lanjut dari keterlibatan mereka ini, dibentuklah sebuah lembaga yang bernama Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) pada 10 Januari 1999

17 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=pemter (diakses 5 Agustus 2010). 18 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=pempet (diakses 5 Agustus 2010). 19 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=pms (diakses 5 Agustus 2010). 20 http://www.dompetdhuafa.org/dd.php?x=pbasdp (diakses 5 Agustus 2010). 21 http://www.pkpu.or.id/about/sejarah (diakses 6 Agustus 2010).

dalam bentuk yayasan, yang memfokuskan diri sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang sosial.

Sementara itu, dalam bidang penggalangan dana, lembaga ini menghimpun dari berbagai sumber, terutama dari aspek-aspek filantropi Islam, seperti zakat, infak/shadaqah, wakaf dan lain sebagainya. Karena itu, bersamaan dengan keluarnya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga ini mendaftarkan diri sebagai lembaga yang secara sah dapat menghimpun dana zakat, yang dikukuhkan oleh SK Menteri Agama No. 441 tanggal 8 Oktober 2001 sebagai Lembaga Amil Zakat di tingkat nasional.22 Dikukuhkannya PKPU sebagai

LAZ nasional menunjukkan bahwa lembaga ini telah memiliki pengalaman yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Agama, yang menyebutkan syarat minimal dua tahun pengalaman.23 Ini juga berarti bahwa

PKPU terbukti telah tersebar di banyak daerah, setidak-tidaknya di sepuluh provinsi, sekaligus sebagai bukti bahwa lembaga ini berhasil menghimpun dana di atas satu milyar.

Selanjutnya, mengingat luasnya wilayah kerja lembaga ini di berbagai daerah, pada 2004 PKPU memperluas jangkauan aktivitasnya tidak hanya pada pengelolaan zakat, infak/shadaqah dan wakaf, tetapi kemanusiaan secara keseluruhan, sehingga ia menamakan diri sebagai Lembaga Kemanusiaan Nasional. Klaim ini bukanlah tanpa alasan, mengingat PKPU telah melibatkan diri dalam berbagai aktivitas kemanusiaan, seperti tsunami di Aceh, gempa di Yogyakarta dan bencana di tempat lain, bersama lembaga-lembaga internasional lainnya. Keterlibatan PKPU dalam penanganan korban kemanusian ini akhirnya memeroleh pengakuan dari PBB sebagai “NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations” pada 21 Juli 2008. Akhirnya, pada 2010, PKPU dikukuhkan sebagai Organisasi Sosial Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No 08/Huk/2010.24

PKPU memiliki visi “Menjadi Lembaga Terpercaya dalam Membangun

Kemandirian” dengan misi: (1) Mendayagunakan program rescue, rehabilitasi dan

pemberdayaan untuk mengembangkan kemandirian; (2) Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri; (3) Memberikan pelayanan informasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat penerima manfaat (beneficiaries).25

Untuk mewujudkan misi tersebut, lembaga ini mencanangkan sejumlah program, tujuh di antaranya merupakan program andalannya. Ketujuh program prioritas ini adalah sebagai berikut:26

a. Penanggulangan bencana berbasis komunitas (Community Based Disaster Risk Management). Tujuan program ini adalah mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menghadapi risiko bencana. Maksudnya, para korban bencana, di samping diberi bantuan, didorong untuk terlibat dan bertanggung jawab terhadap program dari perencanaan hingga pelaksanaan. Dengan begitu diharapkan masyarakat dapat bertahan dan siap menanggulangi bencana secara mandiri, tanpa harus selalu bergantung pada bantuan donatur asing. Di

22 http://www.pkpu.or.id/images/uploads/MENTERI%20AGAMA.pdf (diakses 6 Agustus 2010).

23

Lihat Peraturan Menteri Agama No. 373 Tahun 2003, Pasal 22 (b).

24 http://www.pkpu.or.id/about/aktivitas-lembaga (diakses 6 Agustus 2010). 25 http://www.pkpu.or.id/about/visi-dan-misi (diakses 6 Agustus 2010). 26 http://www.pkpu.or.id/about/aktivitas-lembaga (diakses 6 Agustus 2010).

samping itu, kehadiran program ini mendorong PKPU memersiapkan aktivis tanggap darurat bencana, sehingga bila terjadi bencana, penanganannya dapat lebih cepat dilakukan dengan mengurangi potensi risiko yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.

b. Pogram Ibu Sadar Gizi (BUDARZI). Program ini merupakan program yang berorientasi pada peningkatan gizi masyarakat, dengan prioritas utama anak-anak balita. Karena itu, yang menjadi sasaran utama program ini adalah ibu-ibu kurang mampu yang memiliki anak balita, dengan harapan mereka dapat memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan anak-anak secara baik dan benar, sehingga akan tumbuh generasi yang baik pula.

c. Program Komunitas Sehat. Program ini sebenarnya adalah pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Ada dua kegiatan penting yang menjadi bagian program ini, yaitu Program Kesehatan Masyarakat Keliling Terpadu (PROSMILING TERPADU) dan Klinik Peduli. PROSMILING TERPADU merupakan layanan kesehatan keliling yang dilaksanakan secara terpadu, dalam arti dilaksanakan dalam satu paket, dan sengaja dirancang bagi masyarakat. Program ini dilaksanakan secara gratis, tanpa dipungut biaya, dengan prioritas utama masyarakat yang tidak mudah memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Adapun Klinik Peduli biasanya didirikan di tempat-tempat khusus, komunitas tidak mampu, atau wilayah yang ditimpa bencana.

d. Program Komunitas Hijau (Green Community). Yaitu, program pemberdayaan masyarakat (community development) dengan orientasi pada kesehatan. Ini dilakukan dengan mendorong masyarakat untuk mengubah sikap hidup bersih dan sehat, melalui perbaikan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Biasanya, program ini dilaksanakan di daerah-daerah miskin yang membutuhkan perhatian dan pendampingan kesehatan lingkungan. e. Program Sinergi Pemberdayaan Komunitas (PROSPEK). Ini adalah program

yang berorientasi pada masyarakat dalam bidang ekonomi usaha kecil. Adapun masyarakat yang menjadi sasaran program ini adalah petani, peternak, pengrajin, pedagang kecil dan tukang ojek serta nelayan. Mereka ini dihimpun dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), tempat mereka memeroleh pelatihan dan pendampingan. Dari sini kemudian terbentuk koperasi yang mereka kelola sendiri.

f. Program Pendidikan Berbasis Potensi Masyarakat. Maksudnya, program ini didasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat dan tuntutan yang mereka kehendaki. Untuk tujuan ini, PKPU mendorong anak didik daerah agar memiliki motivasi yang kuat, pengetahuan dan ketrampilan yang dapat disumbangkan bagi pengembangan daerahnya masing-masing.

g. Voucher Yatim. Yaitu, program filantropi dalam bentuk voucher belanja yang diberikan kepada anak-anak yatim sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan begitu, anak-anak yatim tersebut dapat memilih kebutuhan sesuai dengan keinginan mereka.

Untuk mendukung berbagai program di atas, PKPU melaksanakan berbagai aktivitas dalam penggalangan dana. Ini meliputi dana-dana filantropi, baik yang berbentuk keagamaan seperti zakat, infak/shadaqah dan wakaf, melalui dana yang

diperoleh dari perusahaan (corporate social responsibility).27 Di samping itu, lembaga ini juga mencari dana khusus yang sengaja disiapkan bagi bantuan bencana kemanusiaan, termasuk di dalamnya, penghimpunan pakaian, bahan makanan (sembako) dan obat-obatan. Yang juga tidak luput dari perhatian PKPU adalah menghimpun dana bagi kurban.

Adapun sasaran pelaksanaan berbagai kegiatan di atas adalah daerah-daerah bencana alam dan kemanusiaan serta daerah kritis dan kekurangan. Lebih jauh, PKPU juga mengarahkan kegiatannya pada rehabilitasi berbagai sarana dalam masyarakat, seperti fasilitas kesehatan dan air bersih, lembaga pendidikan, rumah ibadah dan fasilitas ekonomi. Semua aktivitas di atas dilaksanakan dalam rangka

mewujudkan semboyan “menggugah nurani, menebar peduli.” Ini dilandasi oleh

semangat bahwa “yang terbaik di antara kita adalah yang paling besar kontribusinya terhadap sesama.

3. Dompet Peduli Ummat (DPU) Daarut Tauhiid

Seperti DD dan PKPU, DPU Daarut Tauhiid adalah lembaga filantropi yang bergerak dalam bidang penggalangan dan pengelolaan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infak/shadaqah, wakaf serta dana lainnya yang halal, baik dari perorangan, kelompok maupun perusahaan. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan Daarut Tauhiid pimpinan KH. Abdullah Gymnastiar pada 16 Juni 1999. Para pengurus yayasan melihat perluanya peningkatan kinerja pengelola zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) secara profesional, dan karenanya diperlukan strategi yang efektif bagi pengumpulan dan pengelolaan ZIS. Dari sinilah kemudian lahir gagasan pendirian Dompet Peduli Ummat (DPU).28

Dengan kata lain, pendirian lembaga ini terkait erat dengan masa krisis ekonomi dan era reformasi di Indonesia. Situasi inilah yang mendorong lahirnya DPT-DT karena kenyataan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi zakat yang amat besar. Akan tetapi, kesadaran masyarakat untuk membayar zakat persentasinya masih sangat rendah, jika dilihat dari potensi zakat yang mencapai hingga puluhan trilyun rupiah. Di samping itu, zakat sejauh ini hanya dikelola dan dimanfaatkan secara