Knowledge of teaching • Content plus content
8) Perubahan perilaku secara keseluruhan
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya, mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.
Menurut Gagne (Makmun, 2003), perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk :
a) Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan sebagainya.
b) Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.
c) Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara – cara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 54
d) Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain. Sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, didalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.
e) Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.
Surya (1997) mengemukakan bahwa hasil belajar akan tampak dalam :
a) Kebiasaan; seperti : peserta didik belajar bahasa berkali-kali menghindari kecenderungan penggunaan kata atau struktur yang keliru, sehingga akhirnya ia terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
b) Keterampilan; seperti : menulis dan berolah raga yang meskipun sifatnya motorik, keterampilan-keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
c) Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
d) Berfikir asosiatif; yakni berfikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya dengan menggunakan daya ingat.
e) Berfikir rasional dan kritis yakni menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan kritis seperti “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why).
f) Sikap yakni kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan.
g) Inhibisi (menghindari hal yang mubazir). h) Apresiasi (menghargai karya-karya bermutu.
i) Perilaku afektif yakni perilaku yang bersangkutan dengan perasaan takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was dan sebagainya.
Gambaran hasil belajar dapat dilihat pada taksonomi tipe hasil belajar, versi Bloom (1956) dijabarkan menurut domain kognitif, afektif, dan psikomotor.
a). Domain Kognitif
Tabel 2.1
Taksonomi Hasil Belajar Domain Kognitif menurut Bloom Tingkat/Hasil
Belajar
Ciri-cirinya
1. Knowledge jenjang belajar terendah
kemampuan mengingat fakta-fakta
kemampuan menghafalkan rumus, definisi, prinsip, prosedur
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 55
2.
Comprehension
mampu menerjemahkan (pemahaman terjemahan) mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara verbal pemahaman ekstrapolasi
mampu membuat estimasi
3. Application kemampuan menerapkan materi pelajaran dalam
situasi baru
kemampuan menetapkan prinsip atau generalisasi pada situasi baru
dapat menyusun problema-problema sehingga dapat menetapkan generalisasi
dapat mengenali hal-hal yang menyimpang dari prinsip dan generalisasi
dapat mengenali fenomena baru dari prinsip dan generalisasi
dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan generalisasi
dapat menentukan tindakan tertentu berdasarkan prinsip dan generalisasi
dapat menjelalskan alasan penggunaan prinsip dan generalisasi
4. Analysis dapat memisah-misahkan suatu integritas menjadi
unusr-unsur, menghubungkan antar unsur, dan mengorganisasikan prinsip-prinsip
dapat mengklasifikasikan prinsip-prinsip dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu meramalkan kualitas/kondisi
mengetengahkan pola tata hubungan, atau sebab akibat
mengenal pola dan prinsip-prinsip organisasi materi yang dihadapi
meramalkan dasar sudut pandangan atau kerangka acuan dari materi
5. Synthesis menyatukan unsur-unsur, atau bagian-bagian menjadi
satu keseluruhan
dapat menemukan hubungan yang unik dapat merencanakan langkah yang konkrit
dapat mengabstraksikan suatu gejala, hipotesa, hasil penelitian, dan sebagainya
6. Analysis dapat menggunakan kriteria internal dan kriteria
eksternal
evaluasi tentang ketetapan suatu karya/dokumen (kriteria internal)
evaluasi tentang keajegan dalam memberikan argumentasi (kriteria internal)
menentukan nilai/sudut pandang yang dipakai dalam mengambil keputusan (kriteria internal)
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 56
membandingkan karya-karya yang relevan (eksternal) mengevaluasi suatu karya dengan kriteria eksternal membandingkan sejumlah karya dengan sejumlah
kriteria eksternal
Sumber: Benjamin S. Bloom (Chabib Thoha, 2003: 28 – 29)
b). Domain Afektif
Tabel 2.2
Taksonomi Hasil Belajar Domain Afektif menurut Bloom Tingkat/Hasil
Belajar
Ciri-cirinya
1. Receiving aktif menerima dan sensitif (tanggap) dalam
menghadapi gejala-gejala (fenomena)
siswa sadar tetapi sikapnya pasif terhadap stimulus siswa sedia menerima, pasif terhadap fenomena tetapi
sikapnya mulai aktif
siswa mulai selektif artinya sudah aktif melihat dan memilih
2. Responding bersedia menerima, menanggapi dan aktif menyeleksi
reaksi
compliance (manut) mengikuti sugesti dan patuh sedia menanggapi atau merespon
puas dalam menanggapi
Tingkat/Hasil Belajar
Ciri-cirinya
3. Valuing sudah mulai menyusun/memberikan persepsi tentang
obyek/fenomena
menerima nilai (percaya) memilih nilai/seleksi nilai
memiliki ikatan batin (memiliki keyakinan terhadap nilai)
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 57
aktif mengkonsepsikan nilai dalam dirinya
mengorganisasikan sistem nilai (menjaga agar nilai menjadi aktif dan stabil)
. Characterization by a value or value complex
menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang mapan dalam dirinya
predisposisi nilai (terapan dan pemilikan sistem nilai) karakteristik pribadi, atau internalisasi nilai (nilai sudah
menjadi bagian yang melekat dalam pribadinya) Sumber: David R. Krathwol (Chabib Thoha, 2003: 30 – 31)
c). Domain Psikomotor
Tabel 2.3
Taksonomi Hasil Belajar Domain Psikomotor menurut Bloom Tingkat/Hasil
Belajar
Ciri-cirinya
1. Perception mengenal obyek melalui pengamatan inderawi
mengolah hasil pengamatan (dalam fikiran)
melakukan seleksi terhadap obyek (pusat perhatian)
2. Set mental set, atau kesiapan mental untuk bereaksi
physical set, kesiapan fisik untuk bereaksi emotional set, kesiapan emosi/perasaan untuk
bereaksi
3. Guided Response
melakukan imitasi (peniruan)
melakukan trial and error (coba-coba salah) pengembangan respon baru
4. Mechanism mulai tumbuh performance skill dalam berbagai
bentuk
respon-respon baru muncul dengan sendirinya
. Complex overt Response
sangat terampil (skillful performance) yang digerakkan oleh aktivitas motoriknya
. Adaptation pengembangan keterampilan individu untuk gerakan
yang dimodifikasi
pada tingkat yang tepat untuk menghadapi problem
solving
. Origination mampu mengembangkan kreativitas gerakan-gerakan
baru untuk menghadapi bermacam-macam situasi, atau problema-problema yang spesifik
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 58
Menurut Gagne (dalam Winkel, 1996) prestasi belajar dapat di golongkan menjadi beberapa aspek:
1) Informasi verbal yaitu menyatakan kembali informasi yang diperoleh dari proses belajar
2) Keterampilan intelektual, melalui proses belajar seseorang akan mampu berfungsi dengan baik dalam masyarakat.
3) Keterampilan motorik, yakni kemampuan menguasai berbagai jenis keterampilan gerak
4) Sikap adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang akan di lakukan. Misalnya pengembangan sikap terhadap belajar atau sikap terhadap prestasi.
5) Siasat kognitif, yakni kapabilitas yang mengatur cara bagaimana peserta belajar mengelola belajarnya.
Bahwa kualitas pengajaran yang tercermin dalam penyajian bahan petunjuk latihan (tes formatif) proses balikan dan perbaikan penguatan partisipasi siswa harus sesuai dengan kebutuhan siswa (Bloom, 1976 dalam Max Darsono, 1989:88) yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor-faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang terdapat di luar peserta belajar. Soeryabrata (dalam Tjundjing, 2001) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menjadi dua faktor, yaitu:
1). Faktor Internal
Faktor ini merupakan hal-hal dalam diri individu yang mempengaruhi prestasi belajar yang dimiliki. Faktor ini dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu:
a). Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mengacu pada keadaan fisik, khususnya sistem penglihatan dan pendengaran, kedua sistem penginderaan tersebut dianggap sebagai faktor yang paling bermanfaat di antara kelima indera yang dimiliki manusia. Untuk dapat menempuh pelajaran dengan baik seseorang perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah merupakan suatu penghalang yang sangat besar bagi seseorang dalam menyelesaikan program studinya. Untuk memelihara kesehatan fisiknya, seseorang perlu memperhatikan pola makan dan pola tidurnya, hal ini di perlukan untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu untuk memelihara kesehatan, bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik, juga di perlukan olahraga secara teratur.
b). Faktor Psikologis
Faktor psikologis meliputi faktor non fisik, seperti minat, motivasi, intelegensi, perilaku dan sikap.
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 59
(1). Intelegensi
Intelegensi cenderung mengacu pada kecerdasan intelektual. Kecerdasan intelektual yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk memahami suatu permasalahan. Oarng yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, pada umumnya memiliki potensi dan kesempatan yang lebih besar untuk meraih prestasi belajar yang baik dibandingkan dengan mereka yang memiliki kecerdasan intelektual biasa-biasa saja. Apalagi bila di bandingkan mereka yang tergolong memiliki kecerdasan intelektual rendah.
(2). Sikap mental
Menurut The (dalam Tjundjing, 2001), seorang siswa perlu memiliki sikap mental dan perilaku tertentu yang dianggap perlu agar dapat bertahan terhadap berbagai kesukaran dan jerih payah di perguruan tinggi. Sikap mental seseorang meliputi hal-hal berikut:
(a) Tujuan belajar, dengan memiliki tujuan belajar yang jelas, seorang mahasiswa dapat terdorong untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Tanpa tujuan belajar, semangat akan mudah padam karena ia tidak memiliki sesuatu untuk di perjuangkan.
(b) Minat terhadap pelajaran, untuk dapat berhasil, selain memiliki tujuan, mahasiswa juga harus menaruh minat pada pelajaran yang diikuti, bukan hanya terhadap satu, dua pelajaran, melainkan terhadap semua mata pelajaran. Minat mahasiswa terhaap pelajaran memungkinkan terjadinya pemusatan pikiran bahkan juga dapat menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar itu sendiri. Namun kenyataannya para mahasiswa umumnya tidak memiliki minat untuk mempelajari suatu pengetahuan. Hal ini dapat disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kegunaan, keuntungan dan hal-hal mempesonakan lainnya dalam ilmu pengetahuan.
(c) Kepercayaan terhadap diri sendiri, setiap orang yang melakukan sesuatu harus memiliki keyakinan bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk memperoleh hasil yang baik dalam usahanya. Demikian pula dengan belajar, tanpa kepercayaan diri, hal-hal yang seharusnya dapat dikerjakan dengan baik ketika berada dalam keadaan tenang, dapat menjadi tidak terselesaikan. Kepercayaan diri dapat di pupuk dan di kembangkan dengan jalan belajar tekun. Hendaknya setiap orang yang menempuh studi menginsafi bahwa tidak ada hal yang tidak dapat di pahami kalau ia mau belajar dengan tekun setiap hari, dengan memiliki kepercayaan diri dan mempergunakan setiap peluang untuk mengembangkan diri, ia akan berhasil menyelesaikan studinya.
(d) Keuletan, banyak orang dapat memulai suatu pekerjaan, namun hanya sedikit yang dapat mempertahankannya sampai akhir. Cita-cita yang tinggi tidaklah cukup jika tidak disertai oleh kesanggupan untuk memperjuangkan cita-cita itu. Untuk dapat
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 60
bertahan menghadapi kesukaran, seseorang harus melihatnya sebagai tantangan yang harus diatasi. Dengan memiliki keuletan yang besar seorang mahasiswa pasti dapat menyelesaikan pelajaran di perguruan tinggi. Selain itu yang terpenting ialah bahwa dalam pekerjaandan kehidupan factor keuletan juga memiliki pengaruh yang besar.
(e) Perilaku siswa, untuk meraih prestasi yang memuaskan, seorang siswa harus memiliki prestasi yang mendukung. Perilaku itu antara lain meliputi, (a) pedoman belajar, yaitu belajar secara teratur, belajar dengan penuh disiplin, belajar dengan memusatkan perhatian terhadap pelajaran atau belajar dengan memanfaaatkan perpustakaan. (b) cara belajar. (c) pengaturan waktu. (d) cara membaca yang baik.
2). Faktor Eksternal
Selain faktor-faktor dalam diri inividu, masih ada hal-hal lain di luar diri yang dapat mempengaruhi prestasi yang diraih, yang di golongkan sebagai faktor eksternal, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
b). Faktor lingkungan keluarga.
Faktor lingkungan keluarga dapat mempengaruhi prestasi siswa. Berikut ini di jelaskan faktor-faktor lingkungan keluarga tersebut:
(1). Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis, sampai pemilihan sekolah.
(2). Pendidikan orang tua
Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya dibandingkan dengan mereka yang menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih rendah
(3). Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga.
Dukungan dari keluarga merupakan salah satu pemacu semangat berprestasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian maupun nasehat, maupun secara tidak langsung,. Misalnya dalam wujud kehidupan keluarga yang akrab dan harmonis.
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 61
c). Faktor lingkungan sekolah (1) Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah seperti OHP, kipas angin, pelantang (microphone) akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah. Selain itu bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga turut mempengaruhi proses belajar mengajar.
(2). Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi. Kelengkapan sarana dan prasarana tanpa di sertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka.
(3). Kurikulum dan metode mengajar.
Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metode pengajaran yang lebih interaktif sangat di perlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran.
d). Faktor lingkungan masyarakat (1). Sosial budaya
Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirim anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru atau pengajar.
(2). Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah (kesadaran akan pentingnya pendidikan), setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Hal ini akan memunculkan pendidik dan pesrta didik yang lebih berkualitas.
Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi hasil belajar yang dicapai seseorang. Karena adanya factor-faktor tertentu yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi berprestasi, intelegensi dan kecemasan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu. Dalam proses pendidikan prestasi dapat diartikan sebagai hasil dari proses belajar mengajar yakni, penguasaan,
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 62
perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku yang dapat diukur dengan tes tertentu.
Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir catur wulan dan sebagainya. Oleh karena itu proposisi yang dipakai adalah sebagai berikut:
• hasil belajar murid merupakan ukuran keberhasilan guru dengan anggapan bahwa fungsi penting guru dalam mengajar adalah untuk meningkatkan prestasi belajar murid;
• hasil belajar murid mengukur apa yang telah dicapai murid; dan
• hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.
Pada umumnya, untuk menilai hasil belajar murid, guru dapat menggunakan bermacam-macam “achievement test,” seperti “oral test,” “essay test” dan “objective
test” atau “short-answer test”. Sedangkan untuk nilai proses belajar dan hasil belajar
murid yang bersifat keterampilan (skill), tidak dapat dipergunakan hanya dengan tes tertulis atau lisan, tapi harus dengan ‘performance test’ yang bersifat praktek.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan seseorang yang mencakup seberapa luas pengetahuan yang dimiliki, transferable skills, perilaku baik, dan kematangan siswa dalam berperilaku.
Pertama, penguasaan siswa terhadap substansi pengetahuan suatu mata pelajaran. Pengetahuan mutlak diperlukan, supaya berguna bagi pendidikan pada level yang lebih tinggi dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, transferable skills juga dikenal dengan life skills yaitu adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya
mampu mengatasinya (Tim BBE Depdiknas,2001:9).
Pengertian life skill lainnya, In essence, life skills are an “owner’s manual for the
human body. These skills help children learn to how maintain their bodies, grow as individuals, work well with others, make logical decisions, protect themselves when they have to and achieve their goals in life (Davis, 2000)
Adapun menurut Karim (2012) transferable skills yaitu keterampilan-keterampilan atau kemampuan-kemampuan yang dapat di-aplikasikan dengan sama dari pekerjaan satu ke pekerjaan lainnya. Keterampilan-keterampilan ini juga dikenal dengan keterampilan keterampilan kunci (key skills), keterampilan-keterampilan jenerik (generic
skills) atau keterampilan-keterampilan inti (core skills) (Karim, 2012).
Paling sedikit ada tiga komponen dalam kecakapan hidup, antara lain (Kusumah, 2002) :
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 63
a. Kecakapan yang berhubungan dengan hidup itu sendiri. Kecakapan hidup yang berhubungan dengan hidup yaitu kecakapan yang dibutuhkan agar seseorang dapat tetap bertahan hidup dan berkembang secara layak, memenuhi syarat kesehatan, kemanusiaan, kesusilaan dan kehormatan. Untuk tetap bertahan hidup, terlebih untuk berkembang, seseorang tentu harus kreatif dalam memecahkan berbagai persoalan yang muncul ke permukaan dengan segenap kemampuan dan keahliannya. Apabila seseorang terbiasa menghadapi tantangan dalam memecahkan persoalan hidup, sekecil apapun, maka ia tentu akan mempunyai pengalaman dalam mengatasi persoalan. Sehingga suatu saat ia menghadapi persoalan yang sejenis, ia akan dapat memecahkannya karena telah terlatih, terbiasa dan ahli.
b. Kecakapan hidup yang berhubungan dengan kehidupan. Kecakapan ini adalah kecakapan dalam berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial dan lingkungan lain dalam kehidupan manusia. Seseorang butuh atmosfir yang sehat, sarana dan prasarana yang memadai bagi kelangsungan hidupnya, juga butuh bersosialisasi menurut aturan, tatacara, etika dan estetika yang berlaku dalam lingkungan dimana ia hidup. Seseorang juga butuh pengertian dan kecakapan tentang bagaimana ia dapat berinteraksi dengan kedua jenis lingkungan tadi. Seseorang juga harus berinteraksi secara harmonis dan seimbang baik secara horizontal (hablum minan nas) dan secara vertikal (hablum minalloh). Kedua hubungan tersebut memerlukan berbagai kecakapan yang harus dikuasai oleh seseorang agar tercipta kedamaian, ketenangan, kedisiplinan dan ketentraman hidup.
c. Kecakapan yang berhubungan dengan penghidupan. Kecakapan ini adalah kecakapan yang berhubungan dengan bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Artinya, bagaimana ia memilih jalan hidupnya, profesi dan karier yang dijalani dan ditekuni sepanjang hayatnya. Kecakapan ini meliputi kecakapan dan keterampilan manual atau motorik, mekanistik, keterampilan berpikir dan berlogika. Kecakapan jenis ini amat memegang peranan penting dalam hidup seseorang, yang secara holistik terintegrasi dengan kedua kecakapan di atas.
Ketiga, perilaku baik. Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat.Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Senada dengan Cronbach (1954) bahwa “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience.” Begitupun Sartain (1973) “The Process by which a realtively enduring change in
behavior occurs a result of experienceor practice.” Hasil belajar hanya bisa diamati jika
seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Karenanya berdasarkan perilaku yang ditampilkan dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.
Keempat, kematangan siswa dalam berpikir. Karena keterampilan berpikir merupakan kemahiran/kematangan dalam melaksanakan pemikiran, bukan teknik (cara) berpikirnya, keterampilan berpikir siswa ditingkatkan dengan cara siswa dilatih terus dalam berpikirnya. Teknik berpikir mengandung suatu pengetahuan yang perlu dipahami untuk dilaksanakan. Karena itu, agar dapat meningkatkan keterampilan
Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 64
berpikir siswa, teknik berpikir harus dipahami dan digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
Kematangan siswa dalam berpikir merupakan hasil belajar yang dipandang penting dalam proses pendidikan. Di Indonesia kematangan siswa dalam berpikir juga ditetapkan sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh para pebelajar mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Walaupun kematangan siswa dalam berpikir itu merupakan hasil belajar yang penting, namun sejumlah studi menunjukkan bahwa para siswa umumnya kurang mampu membangun argumen yang kokoh. Oleh karena itu kini telah banyak dikembangkan pembelajaran untuk pengembangan kecakapan membangun argumen
Di bidang teknologi pendidikan kini telah dikembangkan pula teknik-teknik yang