• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DAN HASIL BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU DAN HASIL BELAJAR SISWA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 1

PENGARUH SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA

GURU DAN HASIL BELAJAR SISWA

(Studi tentang Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah SMP terhadap Kinerja Guru dan Hasil Belajar Siswa pada SMPN di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung)

Oleh:

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2012

(2)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 2

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan kondisi objektif lapangan dengan lokasi penelitian SMPN Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung. Prestasi hasil belajar siswa belum sesuai dengan harapan dan perilaku siswa masih menunjukkan perilaku yang negatif seperti cara berkomunikasi, sopan santun, dan kenakalan remaja. Hal ini memerlukan kerja keras kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran yang berkualitas. Adanya tuntutan masyarakat akan efektivitas dan kualitas pelaksanaan pengajaran pada proses pembelajaran maka dibutuhkan bantuan pengajaran guru dan layanan belajar siswa melalui supervisi kepala sekolah.

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis (1) pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru; (2) pengaruh sub variabel supervisi terhadap kinerja guru; (3) pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap subvariabel kinerja guru; (4) pengaruh kinerja guru terhadap hasil belajar siswa; (5) pengaruh subvariabel kinerja guru terhadap hasil belajar (6) pengaruh kinerja guru terhadap sub variabel hasil belajar siswa; (7) pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap hasil belajar; dan (8) pengaruh supervisi kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama-sama terhadap hasil belajar.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan explanatory

survey. Penelitian ini juga merupakan penelitian korelasional karena penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan supervisi kepala sekolah, kinerja guru dan hasil belajar siswa. Proses pengolahan dan analisis data menggunakan structural equation model.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat (1) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru; (2) pengaruh positif dan signifikan dari subvariabel supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru; (3) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap subvariabel kinerja guru; (4) pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap hasil belajar siswa; (5) pengaruh positif dan signifikan dari subvariabel kinerja guru terhadap hasil belajar (6) pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap sub variabel hasil belajar siswa; (7) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah terhadap hasil belajar; dan (8) pengaruh positif dan signifikan dari supervisi kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama-sama terhadap hasil belajar.

Merujuk pada hasil penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa supervisi kepala sekolah memberikan dampak yang penting terhadap peningkatan kinerja guru terutama untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.

Oleh karena itu direkomendasikan bahwa guru perlu memahami dan menyadari manfaat supervisi yang di lakukan kepala sekolah terhadap guru. Kepala sekolah harus mampu memahami karakteristik dan kondisi setiap guru sehingga apa yang menjadi esensi supervisi dapat tercapai. Kepala Dinas perlu membuat kebijakan agar hasil supervisi untuk ditindaklanjuti dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas kinerja guru dan hasil belajar siswa.

(3)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 3

ABSTRACT

The research is motivated by the objective conditions in SMPN at Office of Environmental Education in Bandung, about the achievements of student learning outcomes have not been up to the expectations and behavior of students are still showing negative behavior such as how to communicate, courteous, and juvenile delinquency. This requires hard work of school principals in enhancing teacher quality as the spearhead of a quality learning process. Then the public will demand the effectiveness and quality of teaching in the learning process it is necessary to aid the teaching of teachers and student services needs of students through supervision.

Objectives to be achieved through this study is to measure and analyze (1) principal supervision influences on the performance of teachers, (2) the influence of variables of principal supervision on the performance of teachers, (3) the influence of the principal supervision of subvariabels teacher performance, (4) the influence teacher performance on student learning outcomes, (5) the influence of teachers 'performance subvariabels of learning outcomes (6) the influence of teachers' performance on variables of student learning outcomes, (7) supervision of the principal influences on student learning outcomes, and (8) the influence of the principal supervisory and performance of teachers together on student learning outcomes.

Methods This study uses a quantitative approach with explanatory survey. In addition this study as well as correlational studies because this study wanted to see how the principal supervision, teacher performance and student learning outcomes. Processing and data analysis using a structural equation model.

The results showed that there were (1) positive and significant influence of the principal supervision of teacher performance, (2) positive and significant influence of the principal supervision subvariabels of teacher performance, (3) significant and positive impact of principal supervision of the performance subvariabels teachers, (4) a significant and positive influence of teachers 'performance on student learning outcomes, (5) a significant and positive influence of teachers' performance subvariabels on student learning outcomes (6) and a significant positive impact of teacher performance on student learning outcomes sub variables, (7 ) and a significant positive effect of principal supervision learning outcomes, and (8) and a significant positive effect of principal supervision and teacher performance together on student learning outcomes.

Referring to the results of research, educational supervision is very important because of the supervision can help teachers improve the learning situation and improve the performance of teachers to help students learn better

Therefore, teachers need to understand and realize the benefits of supervision will be undertaken towards the principal teacher, whose goal is to improve the performance of teacher training which has a huge impact on student learning outcomes, the principal must be able to understand the characteristics and condition of each teacher, so what is the essence supervision can be achieved, and the Head of Department should establish policies for follow-up supervision results in relation to improving the quality of teacher performance and student learning outcomes.

(4)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan IPTEK menuntut sekolah untuk dapat menyesuaikan dengan arus perubahan. Perubahan-perubahan tersebut menuntut adanya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang siap berkompetisi untuk merebut pendidikan yang berkualitas, menjadi tenaga kerja yang dapat merebut profesi-profesi yang strategis, menjadi pelajar yang siap berkompetisi tingkat regional maupun internasional dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni-budaya, olah raga, serta dapat berkompetisi dalam arena pertukaran pelajar tingkat regional maupun internasional.

Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola program peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Oleh karena itu Kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah bahwa kepala sekolah memiliki tugas merencanakan program supervisi akademik dalam rangka profesionalitas guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat serta menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, kenyataan yang terjadi di SMP lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung, dalam pelaksanaan kegiatan supervisi ini berjalan kurang optimal. Supervisi tersebut dilakukan seolah-olah seperti mengadili guru dan tanpa memberikan umpan balik yang memadai kepada guru, niscaya guru tidak akan dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya dengan baik, dalam implementasi supervisi masih terdapat penyimpangan-penyimpangan, diantaranya: (1) pelaksanaan supervisi di sekolah seringkali masih bersifat umum. Aspek yang menjadi perhatian kurang jelas, sehingga pemberian umpan balik terlalu umum dan kurang mengarah pada aspek yang dibutuhkan guru, (2) guru memiliki persepsi yang kurang tepat terhadap supervisi, berupa inspeksi, kegiatan kontrol yang otoriter, dan hanya mencari kesalahan guru. Sehingga guru tertekan dan tidak bersedia di supervisi. (3) kegiatan supervisi dilakukan tanpa memberitahukan terlebih dahulu sehingga guru yang disupervisi merasa terjebak; (4) tidak jarang terjadi supervisor tetap menjaga jarak dengan guru-guru yang disupervisi sehingga jalinan kekeluargaan menjadi tidak tampak; (5) prakarsa supervisi datang dari supervisor, menentukan sasaran dan waktu sendiri untuk berkunjung, sangat jarang sekali datang dari guru yang disupervisi; (6) sasaran supervisi masih terlalu umum sehingga hasilnya belum operasional; (7) supervisi dilakukan tanpa memberikan umpan balik, kalaupun ada, umpan balik tersebut kurang memadai; (8) kepala sekolah kurang memanfaatkan informasi atau data hasil proses pembelajaran secara maksimal; (9) kemampuan metodologi dan penguasaan materi kepala sekolah dalam melakukan kegiatan supervisi masih terbatas; (10) tidak jarang terjadi guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya hanya saat observasi berlangsung.

Kondisi objektif dari implementasi supervisi tersebut akan berdampak pada pengembangan guru dalam meningkatkan kinerja guru. Lebih lanjut kinerja guru akan

(5)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 5 berdampak pada mutu proses dan hasil belajar peserta didik yang pada akhirnya akan menentukan mutu SDM Indonesia untuk waktu sekarang dan terlebih untuk waktu yang akan datang, yang penuh dengan persaingan.

Seperti yang dikatakan Drake (1984:1) bahwa “to guarantee an efficient educational system, effective evaluation and supervision of teacher performance are

necessary.” Senada dengan Louden (2000:118) bahwa ”believes that in order to

enhance the teaching quality of instructors, it is essential that instructors know what factors and criteria are closely related to the professional development of an instructor.”

Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, kondisi objektif di SMP lingkungan Dinas Pendidikan memang menunjukkan tanda-tanda masih rendahnya kinerja profesional guru, antara lain: (1) masih banyak guru SMPN di Kota Bandung yang tidak berlatar belakang pendidikan sesuai ketentuan dan bidang studi yang dibinanya, (2) masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan, (3) masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memutahirkan pengetahuan mereka secara terus menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru yang sangat rajin mengikuti program pendidikan, (4) masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru, para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna, membuat alat peraga pembelajaran dan atau menciptakan karya seni, (5) hanya sedikit guru di Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan-pertemuan untuk mengembangkan profesi.

Begitu juga dengan penelitian nasional yang dilakukan oleh Direktorat Sumber Pengajaran, Menteri Pendidikan Indonesia pada tahun 2004, menunjukkan (Yayasan Sampoerna, 2005): (1) 45.96% dari para guru tidak memiliki kualifikasi minimum yang dibutuhkan untuk mengajar, (2) Namun jumlah guru masih jauh dari yang dibutuhkan. Perbandingan rata-rata antara guru dan murid di sekolah menengah atas milik pemerintah adalah 40-45 siswa per kelas, (3) 9.45% dari guru yang ada saat ini, mengajar mata pelajaran yang bukan bidangnya, (4) hanya sedikit atau tidak ada insentif dalam pelayanan pendidikan bagi para guru untuk mengikuti kursus pengembangan profesionalisme. (5) ada juga keterbatasan waktu dan finansial bagi para guru untuk mengikuti kursus pengembangan profesionalisme atau untuk mengejar kualifikasi yang lebih tinggi. (6) Kepala sekolah bahkan cenderung memonopoli akses-akses pengembangan profesionalisme guru di sekolah. Pada akhirnya, hanya guru-guru yang loyal kepada kepala sekolah yang memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir di sekolah. Padahal, loyalitas guru semestinya pada pengembangan pendidikan seutuhnya, bukan pada kepala sekolah.

Kondisi objektif tersebut, setidaknya menyebabkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar (teaching), yaitu: (1) rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran, (2) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas, (3) rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas, (4)

(6)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 6 rendahnya motivasi prestasi, (5) kurang disiplin, (6) rendahnya komitmen profesi, (7) rendahnya kemampuan manajemen waktu.

Ketidakdisiplinan guru ini diperkuat oleh informasi bahwa dalam Operasi Gerakan Disiplin Aparatur (GDA) yang dilakukan Satpol PP Kota Bandung terjaring tiga pegawai negeri sipil (PNS) yang berprofesi sebagai guru berkeliaran di pusat perbelanjaan di Kota Bandung (Bataviase, 2011)

Rendahnya kualitas guru tersebut membutuhkan peran kepala sekolah sebagai supervisor untuk memantau dan mensupervisi serta memberikan arahan dan bimbingan kepada guru guna mencapai pembelajaran yang berkualitas. Guru yang profesional sangat dibutuhkan di setiap sekolah karena berperan dalam menyiapkan siswa agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal. Seorang siswa dikatakan telah mencapai perkembangannya secara optimal apabila siswa memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat yang dimiliki.

Seperti yang dikemukakan Sanders & Horn (1998:247)bahwa

recent research has identified teacher quality as the most important variable in increasing student achievement. The effect of the teacher on student achievement has been shown to be greater than effects due to class size, school, and student socio-economic status.

Keluaran sekolah mencakup output dan outcome (Rumiyati, 2010). Output

sekolah adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa baik peserta didik mampu mengikuti proses pembelajaran. Idealnya, hasil belajar harus mengekspresikan tiga unsur kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Pertama, kemampuan kognitif tidaklah semata-mata mengukur prestasi belajar berupa NUAN (Nilai Ujian Akhir Nasional), akan tetapi harus juga mengukur kemampuan berpikir ganda, seperti misalnya berpikir deduktif, induktif, ilmiah, kritis, kreatif, nalar, eksploratif, diskoveri, lateral, dan berpikir sistem. Kedua, hasil belajar harus juga mengukur kemampuan afektif, yang pada dasarnya adalah mengukur kualitas batiniyah/karakter manusia, seperti misalnya iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kasih sayang, kejujuran, kesopanan, toleransi, tanggungjawab, keberanian moral, komitmen, disiplin diri, dan estetika.

Ketiga, hasil belajar harus juga mengukur psikomotor, yang meliputi keterampilan olahraga (atletik, sepakbola, badminton, dan sebagainya), kesehatan (daya tahan, bebas penyakit), dan kesenian (musik, visual, teater, dan kriya). Oleh karena itu, tidaklah cukup jika hasil belajar hanya diukur dengan hasil tes berupa NUAN. Outcome adalah dampak jangka panjang dari output/hasil belajar, baik dampak bagi tamatan maupun bagi masyarakat. Outcome memiliki dua dimensi, yaitu: (1) kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja, dan (2) pengembangan diri alumni. Sekolah yang baik memberikan banyak kesempatan/akses kepada alumninya untuk meneruskan pendidikan berikutnya dan kesempatan/akses untuk memilih pekerjaan. Sekolah yang baik juga membekali kecakapan alumninya untuk mengembangkan diri dalam kehidupan. Pengembangan diri yang dimaksud adalah pertumbuhan intelektualitas yang dihasilkan dari proses pembelajaran di sekolah.

Pada studi ini, peneliti lebih memfokuskan pada hasil belajar berupa output

karena kemudahan dalam mencari data ataupun informasi dengan cepat. Selain itu output merupakan bukti paling real dari kualitas sekolah yang ditawarkan. Sedangkan

(7)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 7 untuk mengetahui outcome, penulis harus melakukan studi penelusuran tamatan dan itu membutuhkan waktu yang lama.

Hasil belajar siswa di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan posisi Indonesia dalam daftar Indeks Pengembangan Manusia atau Human Development Index (HDI) tahun 2010 berada pada ranking 108 dari 169 negara (Sumber : Human Development Reports 2010). Selain itu, menurut survei The Politic and Economic Risk Consultacy (PERC) Hongkong, menempatkan mutu pendidikan di Indonesia lebih rendah dibandingkan Vietnam dari 12 negara yang disurvei. Laporan studi Bank Dunia bahwa hasil tes membaca siswa kelas IV SD di Indonesia menempati peringkat terendah di Asia Timur. Hasil The Third International Mathematic and Science Study Repeat-TIMSS_R 1999 (IEA, 1999) menunjukkan prestasi belajar siswa kelas II SMP di Indonesia berada di urutan ke 32 untuk IPA dan ke 34 untuk Matematika dari 38 negara peserta studi.

Selain itu berdasarkan pengamatan penulis, perilaku siswa dalam mengikuti pembelajaran pun masih ada yang menunjukkan perilaku yang negatif seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Hal ini memerlukan kerja keras kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru sebagai ujung tombak proses pembelajaran yang berkualitas, sehingga tingkat pencapaian hasil belajar siswa belum maksimal. Seperti yang dikatakan Martin J. Haigh & Marianne P. Kilmartin (1999) bahwa “If quality teachers are to beget quality students, then it is perhaps pertinent that we investigate the critical role of the school head as a supervisor of the teaching and learning process.”

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini berjudul Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Dan Hasil Belajar Siswa (Studi tentang Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah SMP terhadap Kinerja Guru dan Hasil Belajar Siswa pada SMPN di Lingkungan Dinas Pendidikan Kota Bandung).

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ditemui dalam proses supervisi pendidikan sebagai berikut :

a. Pelaksanaan supervisi belum berjalan optimal, hal ini terbukti dari masih ada para Kepala Sekolah yang memahami supervisi identik dengan penilaian atau inpeksi terhadap para guru. Hal ini karena dalam praktik pelaksanaan supervisinya, mereka cenderung menilai dan mengawasi apa yang dikerjakan oleh guru, atau mencari-cari kekurangan dan kesalahan para guru. Seringkali kekurangan ini diangkat sebagai temuan. Semakin banyak temuan, maka dianggap semakin berhasil para pelaku supervisi tersebut.

b. Pelaksanaan supervisi tidak lebih dari hanya sekedar petugas yang sedang menjalankan fungsi administrasi, mengecek apa saja ketentuan yang sudah dikaksanakan dan yang belum. Karena itu, bobot kegiatannya sangat bersifat administratif. Hasil kunjungan itu kemudian disampaikan sebagai laporan berkala, misalnya bulanan, yang ditujukan kepada atasannya.

c. Peranan dan fungsi guru yang sangat penting tersebut belum sepenuhnya dapat dijalankan oleh para guru. Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh; hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja di luar jam

(8)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 8 kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet.

2. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMPN?

a. Apakah terdapat pengaruh dari membina kemampuan guru terhadap kinerja guru di SMPN?

b. Apakah terdapat pengaruh dari meningkatkan kualitas kinerja guru terhadap kinerja guru di SMPN?

c. Apakah terdapat pengaruh dari meluruskan perilaku buruk guru terhadap kinerja guru di SMPN?

d. Apakah terdapat pengaruh dari memberi motivasi terhadap kinerja guru di SMPN?

e. Apakah terdapat pengaruh dari mengawasi tugas-tugas guru terhadap kinerja guru di SMPN?

f. Apakah terdapat pengaruh dari menilai kompetensi guru terhadapn kinerja guru di SMPN?

g. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap merencanakan program pembelajaran di SMPN?

h. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap melaksanakan program pembelajaran di SMPN?

i. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap evaluasi program pembelajaran di SMPN?

j. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap menindaklanjuti hasil evaluasi di SMPN?

2. Apakah terdapat pengaruh dari kinerja guru terhadap hasil belajar siswa di SMPN? a. Apakah terdapat pengaruh dari merencanakan program pembelajaran terhadap

hasil belajar siswa di SMPN?

b. Apakah terdapat pengaruh dari melaksanakan program pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di SMPN?

c. Apakah terdapat pengaruh dari evaluasi program pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di SMPN?

d. Apakah terdapat pengaruh dari menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa di SMPN?

e. Apakah terdapat pengaruh dari kinerja guru terhadap berpengetahuan di SMPN? f. Apakah terdapat pengaruh dari kinerja guru terhadap transferable skills di

SMPN?

g. Apakah terdapat pengaruh dari kinerja guru terhadap kematangan siswa dalam berperilaku di SMPN?

h. Apakah terdapat pengaruh dari kinerja guru terhadap kematangan siswa dalam berpikir di SMPN?

3. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah terhadap hasil belajar di SMPN?

(9)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 9 4. Apakah terdapat pengaruh dari supervisi kepala sekolah dan kinerja guru secara

bersama-sama terhadap hasil belajar di SMPN?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisis :

1. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru di SMPN a. Pengaruh membina kemampuan guru terhadap kinerja guru di SMPN

b. Pengaruh meningkatkan kualitas kinerja guru terhadap kinerja guru di SMPN c. Pengaruh meluruskan perilaku buruk guru terhadap kinerja guru di SMPN d. Pengaruh memberi motivasi terhadap kinerja guru di SMPN

e. Pengaruh menilai kompetensi guru terhadapn kinerja guru di SMPN

f. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap merencanakan program pembelajaran di SMPN

g. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap melaksanakan program pembelajaran di SMPN

h. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap evaluasi program pembelajaran di SMPN

i. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap menindaklanjuti hasil evaluasi di SMPN

2. Pengaruh kinerja guru terhadap hasil belajar siswa di SMPN

a. Pengaruh merencanakan program pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di SMPN

b. Pengaruh melaksanakan program pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di SMPN

c. Pengaruh evaluasi program pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di SMPN d. Pengaruh menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap hasil belajar siswa di SMPN e. Pengaruh kinerja guru terhadap berpengetahuan di SMPN

f. Pengaruh kinerja guru terhadap transferable skills di SMPN

g. Pengaruh kinerja guru terhadap kematangan siswa dalam berperilaku di SMPN h. Pengaruh kinerja guru terhadap kematangan siswa dalam berpikir di SMPN 3. Pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap hasil belajar di SMPN

4. Pengaruh supervisi kepala sekolah dan kinerja guru secara bersama-sama terhadap hasil belajar di SMPN

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Secara Teoritis

a. Sebagai sumbangan penting dalam memperluas wawasan bagi kajian administrasi dalam partisipatif kepala sekolah.

b. Memperkaya kajian tentang kegiatan supervisi kepala sekolah yang mempengaruhi kinerja guru dalam proses belajar mengajar serta implikasinya pada hasil belajar.

2. Manfaat Secara Praktis

(10)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 10 merespon faktor determinan peran kepala sekolah yang mempengaruhi terhadap kinerja guru yang berorientasi pada peningkatan mutu hasil belajar.

b. Hasil penelitian menjadi masukan bagi kepala sekolah dalam hal bagaimana upaya yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar serta implikasinya pada hasil belajar.

3. Manfaat Bagi Peneliti

a. Mendapatkan pengetahuan yang berarti dalam memahami secara lebih komprehensif mengenai proses dan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar serta implikasinya pada hasil belajar.

b. Mendapatkan keterampilan dalam menganalisis berbagai permasalahan pengelolaan sekolah, khususnya terkait dengan untuk meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar serta implikasinya pada hasil belajar.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Adapun penulisan karya tulis ini dibagi dalam lima bab yaitu sebagai berikut : Bab pertama merupakan pendahuluan dalam disertasi ini, yang membahas mengenai masalah yang melatar belakangi penelitian dengan merumuskan masalah yang timbul, juga menentukan tujuan dan manfaat penelitian agar studi yang dilakukan lebih terarah.

Bab kedua menyajikan hasil tinjauan pustaka berkaitan dengan pemaparan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan melalui studi literatur. Landasan teori tersebut akan digunakan sebagai kerangka pemikiran dan bersumber dari buku-buku pustaka sebagai dasar pemikiran dari penelitian ini.

Bab ketiga mengupas tentang metode penelitian berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen berikut: lokasi dan subjek populasi/sampel, desain penelitian, teknik pengumpulan data, definisi operasional, instrumen penelitian, uji coba instrumen, dan pengujian hipotesis.

Bab keempat menyajikan hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari tiga hal yakni pengolahan, analisis data, dan pembahasan terhadap hasil analisis temuan.

Pada bab kelima disajikan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis. Selain itu, diberikan juga saran dari penulis mengenai pemecahan masalah di lapangan atau follow up dari hasil penelitian.

(11)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1. Supervisi Kepala Sekolah

a. Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah orang yang berada di garis terdepan yang mengkoordinasikan upaya meningkatkan pembelajaran yang bermutu. Kepala sekolah diangkat untuk menduduki jabatan yang bertanggungjawab mengkoordinasikan upaya bersama mencapai tujuan pendidikan pada level sekolah masing-masing. Di Indonesia, kepala sekolah adalah guru senior yang dipandang memiliki kualifikasi menduduki jabatan itu.

Wahjosumidjo (2003:83) mendefinisikan kepala sekolah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Untuk menjamin kelangsungan proses pendidikan, kepala sekolah menunaikan dua peran yang sama pentingnya, yaitu sebagai pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan; dan pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam kapasitas yang disebut pertama, kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan seluruh substansinya. Di samping itu, bertanggung jawab pula terhadap mutu dan kemampuan sumberdaya manusia yang ada untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai pengelola satuan pendidikan memiliki tugas untuk mengembangkan kinerja guru ke arah kompetensi profesional yang diharapkan.

Dalam kapasitas sebagai pemimpin formal, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan bawahan ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kepala sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Seorang kepala sekolah harus mempunyai dasar kepemimpinan yang terdiri dari sepuluh dimensi (Dadi Permadi, 2001:69) antara lain :

1) Visi yang utuh.

2) Membangun kepercayaan dan tanggung jawab, pengambilan keputusan dan komunkasi (hubungan sekolah)

3) Pelayanan terbaik. 4) Pengembangan orang

5) Membina rasa persatuan dan kekeluargaan. 6) Fokus pada siswa

7) Manajemen yang memperhatikan praktek. 8) Penyesuaian gaya kepemimpinan.

9) Pemanfaatan kekuasaan.

(12)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 12 Keseluruhan kegiatan manajemen sekolah, menurut Gaffar (1987:101) perlu digiring untuk menciptakan suatu situasi kondisi yang kondusif. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, kepala sekolah perlu mengubah orientasinya dengan menggiring keseluruhan fungsi beragam unsur sekolah menuju satu titik yaitu tujuan sekolah yang efektif dan efisien.

Perubahan dalam peranan dan fungsi kepala sekolah dari yang statis di jaman lampau kepada yang dinamis dan fungsional-konstruktif di era informasi, membawa tanggung jawab yang lebih luas kepada kepala sekolah. Kepala sekolah harus tersedia pengetahuan yang cukup tentang kebutuhan nyata masyarakat, serta kesediaan dan keterampilan untuk mempelajari secara kontinyu perubahan yang sedang terjadi di sekolah melalui program-program sekolah yang disajikannya senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan baru dan kondisi baru (Sanusi, 1991:145). Diisyaratkan oleh pendapat tersebut, bahwa kepala sekolah sebagai salah satu unsur sumberdaya manusia administrator pendidikan perlu melengkapi wawasan

kepemimpinan pendidikannya dengan pengetahuan dan sikap antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan yang paling aktual saat ini adalah makin tingginya aspirasi masyarakat terhadap kinerja guru.

Untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik, kepemimpinan kepala sekolah hendaknya merujuk kepada: 1) karakteristik pribadi pemimpin yang tercermin dalam setiap sikap dan tindakannya, 2) kemampuan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan, dan 3) kinerja yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas.

Dengan demikian, dapat dikatakan semakin berkualitas kepemimpinan Kepala Sekolah, maka semakin baik mutu sekolah yang dipimpinnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Mortimer J. Adler dalam Permadi (1998:24), bahwa “the quality of teaching and learning that goes in a school is largely determined by the quality of principals

leadership”.

Dinas pendidikan nasional juga telah menetapkan bahwa Kepala Sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai educator, manajer, administrator dan supervisor (EMAS). Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, Kepala Sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, inovator, dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian dalam paradigma baru manajemen pendidikan, Kepala Sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).

Perspektif ke depan mengisyaratkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figur dan mediator, bagi perkembangan masyarakat dan lingkungannya Dengan demikian pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat, dan akan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan.

Dalam hal ini, pekerjaan kepala sekolah tidak hanya sebagai EMASLIM. tetapi akan berkembang menjadi EMASLIM-FM. Semua itu harus dipahami oleh kepala sekolah, dan yang lebih penting adalah bagaimana kepala sekolah mampu mengamalkan dan menjadikan hal tersebut dalam bentuk tindakan nyata di sekolah Pelaksanaan peran, fungsi dan tugas tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling terkait dan saling mempengaruhi, serta menyatu dalam pribadi seorang

(13)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 13 Kepala Sekolah professional. Kepala Sekolah yang demikianlah yang akan mampu mendorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen pendidikan.

1) Kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik)

Peran kepala sekolah sebagai Educator (Pendidik) dapat memberikan pengaruh yang cukup besar kepada para peserta didik terutama dalam konteks belajar mengajar antara guru dan siswa. Peran kepala sekolah sebagai educator dituntut untuk memberikan motivasi dan meningkatkan profesionalisme guru sehingga proses belajar mengajar dapat lebih baik, misalnya dengan menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti

team teaching, moving class, dan mengadakan program akselerasi (occeration) bagi

peserta didik yang cerdas di atas kelas. 2) Kepala Sekolah sebagai Manajer

Kepala sekolah sebagai manajer merupakan peran yang sangat kompleks, di dalamnya terdapat tugas-tugas kepala sekolah dalam mengelola sekolah. Dengan demikian, dalam menjalankan perannya sebagai manajer kepala sekolah membutuhkan strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

3) Kepala Sekolah sebagai Administrator

Mulyasa (2003: 107) menyatakan bahwa Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana-prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah.

4) Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Kepala sekolah sebagai supervisor harus diwujudkan dalam kemampuan menyusun, dan melaksanakan program supervisi pendidikan, serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstrakurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboratorium, dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis, program supervisi nonklinis, dan program supervisi kegiatan ekstrakurikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.

5) Kepala Sekolah sebagai Leader

Wahjosumidjo (1990:110) mengemukakan bahwa: “kepala sekolah sebagai

leader memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar,

(14)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 14 pengawasan”. Kemampuan kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat a) jujur, b) percaya diri, c) tanggung jawab, d) berani mengambil resiko dan keputusan, e) berjiwa besar, f) emosi yang stabil, dan g) teladan.

6) Kepala Sekolah sebagai Inovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan di sekolah, dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif. Kepala sekolah sebagai inovator akan tercermin dari cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel. 7) Kepala Sekolah sebagai Motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

Menurut pendapat Mulyasa (2003: 118), terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan kepala sekolah untuk mendorong tenaga kependidikan agar mau dan mampu meningkatkan profesionalismenya prinsip-prinsip tersebut adalah :

1) Para tenaga kependidikan akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik, dan menyenangkan.

2) Tujuan kegiatan perlu disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada para tenaga kependidikan sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja. Para tenaga kependidikan juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut.

3) Para tenaga kependidikan harus selalu diberitahu tentang hasil dari setiap pekerjaannya.

4) Pemberian hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.

5) Usahakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa kepala sekolah memperhatikan mereka, mengatur pengalaman sedemikian rupa sehingga setiap pegawai pernah memperoleh kepuasan dan penghargaan.

b. Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah 1). Pengertian Supervisi

Definisi supervisi yang dikemukakan (Ohiwerei and Okoli, 2010:24) adalah

Supervision is the process whereby an authorized person whose nomenclature is thereafter called supervisor sees to the work of others to see whether it is in line with stated standard, and if not, he corrects, directs, teaches, demonstrates, assisting in teaching techniques, conferring with teachers, assisting in processing of evaluating and examination and revising curriculum and courses of study, holding conferences or group meeting to discuss problems, attending local, state,

regional and national professional conventions, etc.

(15)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 15

the right supervision supports teaching and professional development, enhances “personal and collaborative enquiry, promotes critique, and contributes to an evolving pedagogy.

Adapun Daresh (2001) mengemukakan bahwa

supervision is a process of overseeing the ability of people to meet the goals of

the organization in which they work. He stresses that supervision should be seen

as a process rather than as a professional role.

Sedangkan Goldsberry (1988) dalam Kathleen (2006) mendefinisikan

supervision as an organizational responsibility and function focused upon the

assessment and refinement of current practices”.

Gambrill and Stein (1983) mengatakan bahwa

Effective supervisors are those “who help their staff help their clients in a manner that maximizes positive consequences for all”. In a similar way, effective business education teacher supervisors help business education teachers help students in order to maximize learning and positive attitudes. Almost everyone in business education teaching has folk wisdom about what it means to be a supervisor because so many of us have been supervised at some time. There are some

specific definitions in our field, however.

Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for

Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai

berikut:

Almost all writers agree that the primary focus in educational supervision is-and should be the improvement of teaching and learning. The term instructional supervision is widely used in the literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term instructional supervision synonymously with general supervision.

Menurut Kimball Wiles (1967) “Supervision is assistance in the devolepment of a

better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan

situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique,

method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya

diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Sergiovani dan Starrat (1993:268) menyatakan bahwa

supervision is a process designed to help teacher and supervisor learn more about their practice; to better serve parent and schools and to make the school a more effective learning community.”

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari

(16)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 16 tugas sehari-hari di sekolah agar dapat menggunakan pengetahuan yang lebih baik pada orangtua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah

Supervisi merupakan peran yang strategis bagi Kepala Sekolah dalam melakukan fungsi manajemen dalam pengawasan (controlling), pembinaan dan pengembangan (development) bagi anggota organisasi. Kompetensi supervisi kepala sekolah berdasar Permendiknas nomor 13 tahun 2007 meliputi tugas merencanakan program supervisi akademik dalam rangka profesionalitas guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat serta menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Jadi supervisi kepala sekolah merupakan upaya seorang kepala sekolah dalam pembinaan guru agar guru dapat meningkatkan kualitas mengajarnya dengan melalui langkah-langkah perencanaan, penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan perubahan dengan cara yang rasional dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari definisi tersebut maka kepala sekolah harus memiliki kompetensi supervisi berdasar Permendiknas nomor 13 tahun 2007 bahwa kepala sekolah memiliki tugas merencanakan program supervisi akademik dalam rangka profesionalitas guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat serta menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

Oleh karena itu, keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukan oleh: a) membina kemampuan guru, b) meningkatkan kualitas kinerja guru, c) meluruskan perilaku buruk guru, d) memberi motivasi, e) mengawasi tugas-tugas guru, dan f) menilai kompetensi guru.

Pertama, membina kemampuan guru. Seorang kepala sekolah berkewajiban untuk membina seseorang guru agar ia mengetahui bagaimana cara dan bisa mengelola proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya. Dalam konteks ini Darling-Hammond & Mc Laughlin5 dalam tulisan mereka tentang “Pilicies that Support Profesional

Development in Era of Reform” (1995 : 597) mengisyaratkan agar :

Staff development that is linked to a reform agenda must support a learner-centered view of teaching and a career-long conception of teachers learning. Professional development today also means providing occasions for teachers to reflect critically on their practice and to fashion new knowledge and beliefs about content, pedagogy, and learners.

Menurut Glickman ada beberapa strategi yang diikuti oleh kepala sekolah dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu :

a) Mendengar (listening), yaitu kepala sekolah mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru.

(17)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 17 b) Mengklarifikasi (clarifying), yaitu kepala sekolah memperjelas mengenai apa yang

dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point 1) diatas, kepala sekolah mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam meng-klarifikasi ini kepala madrasah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru dengan menanyakan kepadanya.

c) Mendorong (Encouraging), yaitu kepala sekolah mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas.

d) Mempresentasikan (presenting), yaitu kepala sekolah mencoba mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru.

e) Memecahkan masalah (problem solving), yaitu kepala sekolah bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru.

f) Negosiasi (negotiating), yaitu kepala sekolah dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama.

g) Mendemonstrasikan (demonstrating), yaitu kepala sekolah mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.

h) Mengarahkan (directing), yaitu kepala sekolah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal tertentu.

i) Menstandarkan (standardization), yaitu kepala sekolah mengadakan penyesuaian – penyesuaian bersama dengan guru.

j) Memberikan penguat (Reinforcing), yaitu kepala sekolah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pembinaan guru.

Kedua, meningkatkan kualitas kinerja guru yang bertujuan untuk menumbuhkan kemampuan guru mengenai keilmuan, wawasan berpikir, sikap terhadap pekerjaan dan keterampilan atau keahlian dalam melaksanakan tugas, sehingga kinerja dapat ditingkatkan. Diantaranya membuka kesempatan kepada guru untuk mengembangkan dirinya dengan melanjutkan pendidikan formalnya kejenjang yang lebih tinggi; memberikan kesempatan kepada guru untuk mengikuti training, seminar, workshop, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi, musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) dan kegiatan lain untuk pengembangan pribadinya; serta memberikan fasilitas kerja kepada guru. Senada dengan :

The State of Queensland (Department of Education, Training and the Arts)

(2006) bahwa

professional development is fundamental to the professional practice of teachers, to ensure that students benefit from dynamic and futures-oriented professional development experiences. Support for on going teacher professional development is central to quality schooling and promoting professionalism and a sense of scholarship within the teaching community. Both forms of professional development play important and independent roles in improving school organisational capacity and in enhancing teacher capital. Taken together, study findings on professional development and individual teacher capital suggest that a systemic focus on increasing individual teacher capital through professional

(18)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 18

development will improve schools' organisational capacity to deliver improved student outcomes.

Ketiga, meluruskan perilaku buruk guru. Kepala sekolah harus mengamati, merespon, dan menghadapi serangkaian pola perilaku buruk yang ditunjukkan oleh guru, diantaranya mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan destruktive discipline, mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, merasa diri paling pandai di kelas, tidak adil (diskriminatif), memaksa hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20). Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Senada dengan hasil temuan Universitas Harvard bahwa “85% dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15% disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki “(Ronnie, 2005:62).

Keempat, memberi motivasi. Kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB). Chapman & Adams (1998:649) dalam Foskett (2003:69) mengemukakan bahwa “the crucial characteristic of raising quality is that teachers are motivated or impelled to

change their practice.”

Kelima, mengawasi tugas-tugas guru, seperti dikatakan oleh Suharsimi Arikunto (2004 : 4) menyatakan, Supervisi diartikan sebagai “melihat dari atas”. Dengan pengertian tersebut maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan di atas atau lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru.

Keenam, menilai kompetensi guru. Keefektifan pelaksanaan peran sebagai agen pembelajaran tergantung pada tingkat kompetensi guru yang bersangkutan, yang mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi professional (UU No.14 tahun 2005). Kompetensi pedagogik dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial dinilai antara lain melalui dokumen penilaian dari atasan dan pengawas. Kompetensi profesional dinilai antara lain melalui dokumen kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, prestasi akademik, dan karya pengembangan profesi.

Sementara itu Gaffar (1987) dalam Performance Based Teacher Education

mengemukakan bahwa pengajar perlu memiliki kompetensi:

a) Content knowledge; yaitu pengetahuan mengenai bidang studi yang dipegangnya.

b) Behavior skills; yaitu kemampuan atau perilaku mengajarnya atau keterampilan

teknis dalam mengajar.

c) Human relation skills; yaitu kemampuan berhubungan/ berinteraksi dengan peserta

(19)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 19 Merujuk pada tuntutan profesi guru saat ini, Gaffar (2006:4) lebih lanjut merekomendasikan beberapa kompetensi guru yang harus menjadi fokus pengembangan kurikulum guru, yaitu:

a) what to teach, artinya isi proses pembelajaran;

b) how to teach, artinya strategi dalam proses pembelajaran termasuk penggunaan

ICT;

c) how to evaluate to process and the learning outcome; artinya mengevaluasi proses

dan hasil belajar

d) what values required to furnish a professional teacher, artinya nilai-nilai dan sikap

dasar yang melekat dalam profesi guru;

e) what kind of learning environment conducive to the process of learning, artinya

pemahaman terhadap berbagai factor yang berpengaruh dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran

f) what kind of socio-cultural and economic factors affecting educational processes,

artinya berbagai faktor socio-kultural dan ekonomi yang berpengaruh terhadap proses pendidikan peserta didik;

g) learning resources yang relevan dan diperlukan dalam proses pembelajaran;

h) communication dalam proses pembelajaran sehingga message yang disampaikan

dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik;

i) management of learning termasuk classroom management yang berperan

memfasilitasi proses pembelajaran dengan efektif.

Oliva (1984: 19-20) dalam bukunya Supervision For Today’s School menjelaskan ada empat macam peran seorang supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,

consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu mengkoordinasikan

programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan sekolah dan para guru.

Supervisor juga harus mampu berperan sebagai konsultan dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani guru, baik secara kelompok maupun individual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.

Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Kepala Sekolah dalam kedudukan sebagai supervisor adalah membantu guru-guru dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pengajaran serta membantu mengembangkan kemampuan profesionalnya, sehingga guru dapat tumbuh dan bertambah cakap dalam menerapkan metode dan teknik mengajar guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Sejalan dengan hal itu, Glickman (1995:7) yang digambarkan dalam gambar 2.1 mengemukakan bahwa

in supervisory roles, the challenge to improving student learning is to apply

certain knowledge, interpersonal skill, and technical skills to the tasks of direct assistance, curriculum development, staff development, group development, and action research that will be enable teachers to teach in a collective, purposeful

(20)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 20

Sumber : Glickman (1995:8)

Gambar 2.1

Supervision For Successful Schools

a) Direct assistance for teacher

Tujuan Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung adalah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan. Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri. Dalam prosesnya, bantuan langsung meliputi : pertemuan awal antara kepala sekolah dengan guru; observasi kelas; menganalisis dan menafsirkan pengamatan, serta menentukan pendekatan pertemuan; pertemuan lanjutan dengan guru; dan terakhir mengkritisi keempat langkah di atas.

b) Staff development

Kepala sekolah harus mampu membina guru-guru dan staf lainnya agar peka dan peduli terhadap perubahan serta berusaha untuk bersikap inovatif dan selalu mengembangkan kualitas sumber daya dalam mengajar dan mendidik. Kegiatan ini

Knowledge Technical skill

Interpersonal

skill

Supervision as developmenta l Direct assistance

Curriculum

development

Staff

development

Group

development

Action research

Organiza

goa

Teacher

(21)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 21 dirancang dengan tema-tema yang bekisar kepada penyajian informasi tentang jenis pendekatan untuk membantu guru memahami informasi, mengaplikasikan pemahaman pengajaran dan memahami tingkat pengetahuan serta integrasi nilai dan sikap.

c) curriculum development

Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai.

Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah sebagai supervisor bertugas mengatur seluruh aspek kurikulum yang berlaku di sekolah agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan target yang telah ditentukan. Aspek-aspek kurikulum yang harus dikuasai oleh kepala sekolah sebagai supervisor adalah materi pelajaran, proses belajar mengajar, evaluasi kurikulum, pengelolaan kurikulum, dan pengembangan kurikulum.

d) group development

Kepala sekolah dalam supervisi pendidikan, harus mampu memfasilitasi penyusunan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi dan misi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah. Kepala sekolah harus dapat memastikan bahwa sekolahnya memiliki visi dan misi yang jelas dan disepakati bersama serta didukung oleh komunitas sekolahnya. Jika visi dan misi itu belum ada, ia harus berinisiatif untuk menyusunnya dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan atas sekolahnya.

e) action research

Kaji tindak merupakan metode yang dilaksanakan di sekolah untuk memecahkan permasalahan pendidikan antara lain bagaimana siswa rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Focus kaji tindak adalah mendorong para praktisi untuk meneliti dan terlibat dalam praktek penelitiannya sendiri. Pada umumnya kaji tindak ditujukan untuk

(1) meningkatkan kualitas, seperti kualitas pembelajaran, kualitas siswa, kualitas kerjasama, dan kualitas bertanya

(2) meningkatkan efektivitas, seperti siswa memahami apa yang diterangkan guru, siswa akan melaksanakan tugas yang telah diterapkan

(3) meningkatkan efisiensi guru, seperti dapat memanfaatkan metode, strategi, dan penilaian pembelajaran.

Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses

(22)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 22 pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan lembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.

2). Karakteristik dan Peran Supervisi

Menurut Mulyasa (2004:112) karakteristik supervisi sebagai berikut:

a) Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan.

b) Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.

c) Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah.

d) Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru.

e) Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan.

f) Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan umpan balik.

g) Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan.

h) Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah

Gregorio (1966) dalam bukunya School Administration And Supervision

mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supervisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.

Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan diatas.

Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar,

(23)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 23 workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi.

Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru.

Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.

Menurut Purwanto (2004:118) ada beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat-lambatnya hasil supervisi antara lain:

a) Lingkungan masyarakat tempat sekolah itu berada. Apakah sekolah itu di kota besar, di kota kecil, atau pelosok. Dilingkungan masyarakat orang-orang kaya atau dilingkungan orang-orang yang pada umumnya kurang mampu. Di lingkungan masyarakat intelek, pedagang, atau petani dan lain-lain.

b) Besar-kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Apakah sekolah itu merupakan kompleks sekolah yang besar, banyak jumlah guru dan muridnya, memiliki halaman dan tanah yang luas, atau sebaliknya.

c) Tingkatan dan jenis sekolah. Apakah sekolah yang di pimpin itu SD atau sekolah lanjutan, SLTP, SMU atau SMK dan sebagainya semuanya memerlukan sikap dan sifat supervisi tertentu.

d) Keadaan guru-guru dan pegawai yang tersedia. Apakah guru-guru di sekolah itu pada umumnya sudah berwenang, bagaimana kehidupan sosial-ekonomi, hasrat kemampuannya, dan sebagainya.

e) Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri. Di antara faktor-faktor yang lain, yang terakhir ini adalah yang terpenting. Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika kepala sekolah itu sendiri tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang diperlukan, semuanya itu tidak akan ada artinya. Sebaliknya, adanya kecakapan dan keahlian yang dimiliki oleh kepala sekolah, segala kekurangan yang ada akan menjadi perangsang yang mendorongnya untuk selalu berusaha memperbaiki dan menyempurnakannya

c. Supervisi Manajerial dan Supervisi Akademik

Setelah diuraikan pengertian supervisi secara umum, tentu perlu pula dipaparkan pengertian supervisi manajerial dan supervisi akademik. Hal ini sesuai dengan dimensi kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik, di samping kompetensi kepribadian, sosial, dan penelitian dan pengembangan.

Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan

(24)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 24 administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.

Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan pendidikan nasional. Adapun supervisi akademik esensinya berkenaan dengan tugas pengawas untuk untuk membina guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Peraturan Menteri ini juga mengisyaratkan bahwa dalam profesi pengawas di Indonesia secara umum tidak dibedakan antara supervisor umum dengan supervisor spesialis, kecuali untuk mata pelajaran dan/atau jenis pendidikan tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Pidarta (1995:84-85) bahwa supervisor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu supervisor umum dan supervisor spesialis. Supervisor umum tugasnya berkaitan dengan pemantauan pelaksanaan kurikulum serta upaya perbaikannya, dan memotivasi guru untuk bekerja dengan penuh gairah, dan menangani masalah-masalah pendidikan secara umum. Sedangkan supervisor spesialis lebih berkonsentrasi pada perbaikan proses belajar mengajar, terutama berkaitan dengan spesialisasi mereka. Mereka disebut pula dengan supervisor bidang studi, dan dipandang sebagai ahli dalam bidang tertentu sehingga mampu mengembangkan materi, pembelajaran, media dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan.

a) Supervisi Manajerial

Di muka telah dijelaskan bahwa esensi supervisi manajerial adalah pemantauan dan pembinaan terhadap pengelolaan dan administrasi sekolah. Dengan demikian fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi: (1) manajemen kurikulum dan pembelajaran, (2) kesiswaan, (3) sarana dan prasarana, (4) ketenagaan, (5) keuangan, (6) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (7) layanan khusus.

Dalam melakukan supervisi terhadap hal-hal di atas, kepala sekolah sekaligus juga dituntut melakukan pematauan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu: (1) standar isi, (2) standar kompetensi lulusan, (3) standar proses, (4) tandar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian.

Tujuan supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut adalah agar sekolah terakreditasi dengan baik dan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam supervisi manajerial oleh kepala sekolah terhadap sekolah, adalah berkaitan pengelolaan atau manajemen sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah dikembangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk paradigma baru pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberikan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat (Danim, 2006: 4). Kelapa sekolah dituntut dapat menjelaskan sekaligus mengintroduksi model inovasi manajemen ini sesuai dengan konteks social budaya serta kondisi internal masing-masing sekolah.

(25)

Dr. Nyi. R. Tedja Gurat Baktinia, M.Mpd Page 25 Glickman (1981), mendefinisikan supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya.

Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas?, Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam kelas?, Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan Aktivitas-aktivitas di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?, Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik?, Apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya.

Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan

Instructional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the

organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil

learning and achieve the goals of organization.”

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik.

(1) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang

Gambar

Gambar 2.3  Kerangka Penelitian
Gambar 2.4  Pola Dasar Pemikiran  C. Hipotesis Penelitian
Gambar di bawah ini:

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan intimasi pada pasang- an dalam hubungan romantis dengan seseorang, diperkirakan seseorang yang me- miliki secure attahment dengan ciri-ciri dapat

Selain itu, hasil penelitian tersebut juga di dukung oleh Sohail et al (2013) yang menyatakan bahwa pasien stroke dengan kadar HDL yang rendah memilki

Menganalisis karakeristik perilaku menyiap kendaraan ringan yang meliputi kecepatan menyiap (passing speed) dan kecepatan disiap (passed speed), jarak lateral, jarak

kebijakan pencantuman label pada barang ini dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru sebagai lembaga yang diberi kewenangan dan bertugas

JasindoTafakul menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) dan prinsip wakalah (menjaga atau menyerahkan).Jika dikaitkan dengan teori perlindungan hukum dari Satjipto

Dengan berpedoman pada sastra di atas, bahwa seorang pemangku tugas pokoknya tidak cukup memberikan pelayanan kepada umat dalam rangka menyelesaikan upacara yajna

Tujuan dari Penulisan Ilmiah ini untuk memberikan informasi secara interaktif tentang informasi Busana Pesta, agar tampilan lebih menarik dan mudah digunakan kepada para

In this paper, the writer tries to translate a text; entitled News and Entertainment Media. This is a story about news and entertainment media which is growing fast