• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

TELAAH TEORETIK TENTANG PONDOK PESANTREN, KURIKULUM, SISTEM PEMBELAJARAN DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

1) Pesantren Salafi

Pondok pesantren ini masih tetap mempertahankan bentuk aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab yang ditulis oleh ulama abad ke 15 dengan menggunakan bahasa Arab. Pola pengajarannya dengan menerapkan sistem “halakah” yang dilaksanakan di masjid atau di surau. Hakikat dari sistem pengajaran halaqoh adalah penghapalan yang titik akhirnya dari segi metodologi cenderung pada terciptanya santri yang menerima dan memiliki ilmu pengetahuan agama. Artinya ilmu itu tidak berkembang kepada paripurnanya ilmu, melainkan hanya terbatas pada apa yang diberikan oleh kiai. Kurikulumnya tergantung sepenuhnya kepada para pengasuh pondok.24

Yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum. Model pengajaranyapun sebagaimana yang lazim diterapkan dalam pesantren salaf, yaitu dengan metode sorogan dan

24

wetonan. Pengertian Tradisional menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesia yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan umat bukan tradisional dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian.25

Kata salaf atau salafiyah itu sendiri diambil dari nomenklatur Arab salafiyyun untuk sebutan sekelompok umat Islam yang ingin kembali kepada ajaran Alquran dan As-sunnah sebagaimana praktik kehidupan generasi pertama Islam. Pada waktu itu umat Islam sedang mengalami perpecahan dalam bentuk golongan mazhab tauhid hingga beberapa kelompok. Kelompok salafiyun ini mengaku lepas dari semua kelompok itu dan mengajak semua yang telah terkelompok-kelompok menyatu kembali kepada ajaran Alquran dan Assunnah. Penggunaan kata salaf juga dipakai untuk antonim kata salaf versus khalaf. Ungkapan ini dipakai untuk membedakan antara ulama salaf (tradisional) dan ulama khalaf (modern).

Tidak selamanya yang salaf berarti kuno manakala ulama mengajak kembali kepada ajaran Alquran. Seringkali mereka bahkan lebih dinamis dari yang khalaf karena ulama khalaf banyak diartikan juga untuk menggambarkan ulama yang memiliki orientasi kesalihan. Penggunaan kata salaf untuk pesantren hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pesantren salaf cenderung digunakan untuk menyebut pesantren yang tidak menggunakan kurikulum modern, baik yang berasal dari pemerintah ataupun hasil inovasi ulama sekarang.

Pondok pesantren salaf pada umumnya dikenal dengan pesantren yang tidak menyelenggarakan pendidikan formal semacam madrasah ataupun sekolah. Kalaulah menyelenggarakan pendidikan keagaman dengan sistem berkelas kurikulumnya berbeda dari kurikulum model sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Jadi menurut hemat penulis pondok pesantren salafi yakni pondok pesantren yang melakukan pengajaran terhadap santri-santrinya untuk belajar agama Islam secara khusus tanpa mengikutsertakan pendidikan umum di dalamnya. Kegiatan yang

25

dilakukan biasanya mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan kitab-kitab kuning atau kitab kuno (klasik), menggunakan metode tradisional seperti hafalan, menerjemahkan kitab-kitab saat berlangsungnya proses belajar mengajar.

Di pondok pesantren salafi peran seorang kiai atau ulama sangat dominan, kiai menjadi sumber referensi utama dalam sistem pembelajaran santri-santrinya. Pesantren tradisional (salafi) “merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat diperhitungkan dalam mempersiapkan ulama pada masa depan, sekaligus sebagai garda terdepan dalam memfilter dampak negatif kehidupan modern”. Istilah pesantren tradisional digunakan untuk menunjuk ciri dasar perkembangan pesantren yang masih bertahan pada corak generasi pertama atau generasi salafi.

Pondok pesantren salafi memiliki prinsip-prinsip atau nilai yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu (1) filsafat pendidikan teosentris, yaitu suatu pandangan yang menyatakan bahwa semua kejadian, proses dan kembali pada kebenaran tuhan (2) kesukarelaan (keikhlsan) dan pengabdian (3) kearifan hidup (4) kesederhanaan (5) kolektivitas (6) mengatur kegiatan bersama (7) kemandirian (8) pesantren tempat mencari ilmu dan mengabdi (9) tanpa ijazah dan restu kiai. Berkaitan dengan peran tradisionalnya, pesantren kerap diidentifikasi dengan tiga peran dalam masayarakat Indonesia, yaitu (1) sebagai pusat berlangsungnya transmisi ilmu-ilmu Islam tradisional (2) sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan Islam tradisional dan (3) sebagai pusat reproduksi ulama.26

Pesantren salafiyah telah memperoleh penyetaraan melalui SKB 2 Menteri (Menag dan Mendiknas) No: 1/U/KB/2000 dan No. MA/86/2000, tertanggal 30 Maret 2000 yang memberi kesempatan kepada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar dengan persyaratan tambahan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA dalam kurikulumnya. Dengan demikian SKB ini memiliki implikasi yang sangat besar untuk mempertahankan eksistensi pendidikan pesantren.27

26

Fuad Jabali, IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (Jakarta: Logos, 2002), h. 97.

27

Sulthon Masyhud & Khusnur Ridho, Manajemen Pondok Pesantren (Jakarta: Diva Pustaka, 2003), h. 7.

Pondok pesantren salafi dapat di bagi secara garis besar kepada dua bagian. Pertama berdasarkan bangunan fisik, kedua berdasarkan kurikulum. Pondok pesantren salafi ditinjau dari segi fisik bangunan terbagi menjadi beberapa pola.

Pola I. Masjid dan rumah kiai. Pesantren ini masih bersifat sederhana dimana kiai menggunakan masjid atau rumahnya sendiri untuk mengajar. Dalam pola ini santri hanya datang dari daerah itu sendiri, namun mereka telah mempelajari ilmu agama secara kontinu dan sistematis, metode pengajaran: Wetonan dan Bandongan.

Pola II. Masjid, rumah kiai dan pondok. Dalam pola ini pesantren telah memiliki pondok atau asrama yang disediakan bagi para santri yang datang dari daerah, metode pengajarannya Wetonan dan Sorogan.28

Sedangkan berdasarkan kurikulum yang digunakan pondok pesantren salafi dibagi menjadi dua pola.

Pola I. materi pelajaran yang dikemukakan di pesantren ini adalah mata pelajaran agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Metode penyampaian adalah wetonan dan sorogan, tidak memakai sistem klasikal. Santri dinilai dan diukur berdasarkan kitab yang mereka baca. Mata pelajaran umum tidak diajarakan, tidak mementingkan ijazah sebagai alat untuk mencari kerja. Yang paling dipentingkan adalah pendalaman ilmu-ilmu agama semata-mata melalui kitab-kitab klasik.

Pola II. Pola ini hampir sama dengan pola I di atas, hanya saja pada pola II proses belajar mengajar dilaksanakan secara klasikal dan non klasikal juga diadakannya keterampilan dan pendidikan berorganisasi, pada tingkat tertentu diberikan pengetahuan umum. Santri dibagi jenjang pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Metode wetonan, sorogan, hafalan dan musyawarah.29

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren salafi adalah lembaga pendidikan yang masih sederhana baik dari fisik bangunan maupun kurikulum. Ditinjau dari segi fisik bangunan merupakan lembaga pendidikan Islam

28

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia ( Jakarta: Prenanda Media Kencana, 2007), h. 66.

29

yang masih bersifat sederhana dimana rumah kiai dan masjid merupakan tempat transformasi ilmu pengetahuan. Sedangkan ditinjau dari segi kurikulum yang diajarkan hanya ilmu-ilmu agama melalui bandongan dan sorogan yang bertujuan memperdalam ilmu agama.