• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peserta pelatihan memiliki terampil untuk mengelola usaha kecil secara mandiri.

DESA WRATI KECAMATAN WONOREJO PASURUAN

6. Peserta pelatihan memiliki terampil untuk mengelola usaha kecil secara mandiri.

Dalam pelatihan ini juga dikenalkan tentang prinsip-prinsip mengelola usaha mandiri, supaya jiwa kewirausahaan santri dapat ditumbuhkan untuk menciptakan ekonomi yang kreatif yang muncul dari lingkungan pondok pesantren yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya, serta memiliki pemahaman untuk memasarkan produk yang telah dilatihkan berupa hantaran lamaran pernikahan pada masyarakat sekitar. Hasil tes menunjukkan 51% memiliki keterampilam mengelola usaha kecil.

Hasil Fisik Yang Diperoleh

Dari kegiatan ini, secara fisik peserta dapat:

1. Membuat hantaran lamaran pernikahan berupa: a) mendesign dan menghias mahar lamaran dengan menggunakan bunga dan uang mas kawin; b) mendesign seperangkat alat sholat untuk lamaran; dan c) mendesign dan menghias sprei sebagai hantaran lamaran., seperti berikut:

64

Gambar 1. Hasil Pembuatan Hantaran 1

Gambar 2. Hasil Pembuatan Hantaran 2

2. Diperolehnya skill berupa jasa dalam menghias hantaran lamaran pernikahan, yang siap

dikenalkan dan dipasarkan pada masyarakat sekitar seperti di atas, melalui pelatihan dan praktik di kelas.

Gambar 3. Kegiatan pelatihan dan praktik

3. Membuat perencanaan bisnis sederhana.

4. Peserta/responden memiliki kemampuan untuk memanage usaha kecil mulai dari merencanakan, memproduksi hingga memasarkan.

Berdasar kegiatan ini, respon atau partisipasi mitra adalah menyediakan sarana tempat dan koordinasi jadual secara sistematis serta terlibat dalam kegiatan sebagai tim pengedali dan memonitor pelaksanaan program supaya bisa memberikan masukan yang berarti bagi pengusul. Adapun jenis luaran dari kegiatan ini adalah berupa produk dari sebuah pelatihan dan

manajemen usaha yang siap digunakan santri saat melakukan pengelolaan usaha. Lebih lanjut partisipasi dari mitra dalam pelaksanaan program adalah memberikan perintah kepada santri, ustadazh serta wali murid diniyah untuk menjadi peserta pelatihan.

KESIMPULAN

Setelah dilakukan serangkaian kegiatan pendidikan dan pelatihan, dapat disimpulkan bahwa lebih dari 50% santri memahami kosep tentang kewirausahaan dengan baik; 63,29% peserta pelatihan memiliki nilai-nilai kewirausahaan dan motivasi berperilaku produktif dengan antusias dan dapat ditumbuhkan; 65% peserta pelatihan memahami tentang contoh-contoh dan strategi menjadi wirausaha sukses untuk diambil hikmahnya dan penyemangat dalam berwirausaha; 60% peserta pelatihan memiliki kemampuan dalam mengembangkan daya cipta dan ketrampilan yang bermanfaat bagi masa depan; 55% peserta memiliki kemandirian, kreatifitas, inovatif, dan kesetiakawanan sosial yang tinggi; 55% peserta memiliki kemampuan mengembangkan jiwa

65 kewirausahaan dapat ditanamkan pada santriwati, ustadzah, dan wali murid RA/MI; 60% peserta pelatihn terampil membuat hantaran lamaran pernikahan 3 (tiga) desain; peserta 51% pelatihan terampil untuk mengelola/memanage usaha secara sederhana; dan peserta memiliki pemahaman dan strategi untuk memasarkan produk hantaran lamaran pernikahan pada masyarakat sekitar.

Faktor Pendukung

Faktor pendukung disini merupakan hal-hal positif yang mempengaruhi keberhasilan program pendidikan dan pelatihan Pendidikan dan Pelatihan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Peserta diklat adalah pengguna langsung/pengguna manfaat dari hasil pengabdian masyarakat ini, dimana materi tersebut sangat penting untuk membekali kecakapan hidupnya kelak untuk membuka usaha sendiri.

2. Adanya dukungan penuh dari Pengasuh Pondok Pesantren dan adanya ketertarikan dan minat yang tinggi dari peserta pelatihan untuk mengikuti program kegiatan pendidikan dan pelatihan ini sampai selesai, dimana peserta pelatihan tepat waktu dalam jadual kegiatan.

3. Tanggapan positif yang berupa dukungan moral dari pihak pondok pesantren baik dari

pengasuh, ustadzah, santri maupun masyarakat sekitar yang berkomitmen untuk memanfaatkan waktu luang menjadi lebih produktif.

4. Pondok Pesantren “Ar-Riyadh” di Wrati Kejayan Wonorejo Pasuruan sebagai pesantren yang ingin selalu berbenah diri menjadi lebih baik, maka memerlukan banyak hal pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang memadai untuk mendukung visi dan misi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan.

5. Dukungan dan pemberian fasilitas yang memadai dari LPPM Unikama dalam pelaksanaan program kegiatan pendidikan dan pelatihan, yang dikemas dalam pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh Dosen.

Faktor Penghambat

Faktor penghambat disini merupakan hal-hal yang mengganggu kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan program kegiatan. Faktor-faktor penghambat tersebut dapat diidentifikasi berikut ini.

1. Penjadualan program kegiatan harus sering-sering dilakukan konfirmasi antara pihak pelaksana program dan pihak sekolah pelatihan. Hal ini terjadi karena bertepatan dengan kegiatan di Pondok Pesantren yang sangat padat, yaitu kegiatan pembukaan Majelis Ta’lim Sholawat. Demikian pula tim pelaksana program menunda pertemuan dengan peserta pelatihan karena kesibukan kegiatan di kampus yang sangat padat dan sangat penting. Oleh sebab itu, perlu adanya komunikasi yang intensif di antara kedua belah pihak.

2. Lokasi kegiatan pelatihan yang agak jauh dari kampus (lebih kurang 65 km) menyebabkan kegiatan tidak bisa dilaksanakan tepat waktu sesuai jadual, dikarenakan adanya kendala di jalan. 3. Waktu pelaksanaan siang hari, sehingga kondisi peserta mengantuk, karena merupakan jam

tidur siang bagi santri. Untuk itu dengan pelatihan dengan metode praktik akan menjadi metode pembelajaran yang menarik dan cukup memberikan kebermaknaan.

4. Banyaknya masalah terkait dengan keterampilan yang kurang memadai, maka masih banyak diperlukan keterampilan-keterampilan lain yang dibutuhkan..

5. Sarana dan prasaran di Pondok Pesantren “Ar-Riyadh” Wonorejo masih terbatas.

Saran yang direkomensasikan setelah dilakukan kegiatan ini adalah: pemberdayaan ekonomi dan pemberian keterampilam di lingkungan Pondok Pesantren hendaknya dilakukan pada tahapan lebih lanjut, intensif, dan dapat terencana dengan baik; perlunya komitmen untuk menunda pernikahan di usia dini, diganti dengan mengisi waktunya yang lebih positif dan produktif; dan kurikulum di Pesantren hendaknya memasukkan unsur pembelajaran kewirausahaan yang sarat dengan pemahaman dan praktik, supaya pendidikan mampu menyiapkan individu yang lebih berkualitas dengan optimal.

66

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, K.A., Barling, J., dan Kelloway, E.K., 2001. Transformational leadership or the iron cage: which predicts trust, commitment and team efficacy?. Leadership & Organization Development Journal, 22 (7): 315-320.

Hendro, 2011. Dasar-dasar Kewirausahaan. Erlangga. Jakarta.

Longenecker J., Carlos W. Moore, and Petty William, 2001. Kewirausahaan (Manajemen Usaha Kecil). Salemba Empat. Jakarta.

Polly, L.M., 2002. Social exchange and customer service: the relationship between perceived organizational support, leader-member exchange, and customer service behavior. Unpublished Disertation, Blacksburg, Virginia: the Virginia Polytechnic Institute and State University. Robbins, S.P., 2003. Organizational Behavior. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall. Siagian Sondang P., 2009. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

67

PENGOLAHAN KLOBOT JAGUNG MENJADI PRODUK HANDICRAFT BERNILAI

Dokumen terkait