• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. ANALISIS LINGKUNGAN USAHA KUD PUSPA MEKAR KUD PUSPA MEKAR

6.2. Analisis Lingkungan Eksternal

6.2.1. Lingkungan Jauh

6.2.1.2. Politik, Pemerintahan, dan Hukum

adanya peningkatan konsumsi dan permintaan terhadap produk olahan susu di pasaran.

2. Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

Harga BBM merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penganggaran biaya operasional KUD Puspa Mekar. Pada awal bulan April lalu, pemerintah merencanakan adanya kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500 per liter, namun pemerintah menunda kenaikan harga BBM tersebut selama enam bulan ke depan. Hal ini menyebabkan masyarakat dan para pelaku usaha termasuk KUD Puspa Mekar menjadi tidak tenang karena kenaikan harga BBM akan tetap terjadi sewaktu-waktu menyesuaikan harga minyak mentah Indonesia. Jika harga minyak mentah Indonesia naik melebihi 15 persen dalam waktu enam bulan ke depan, maka rencana kenaikan harga BBM tersebut akan segera direalisasikan.

Kondisi tersebut tentu saja akan mengancam keberlangsungan dan pengembangan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar. Kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya operasional KUD Puspa Mekar. Harga input produksi dan biaya transportasi adalah biaya yang secara langsung akan terkena dampaknya. Oleh karena itu, KUD Puspa Mekar dengan berbagai pertimbangan akan melakukan penyesuaian dengan menaikkan harga beli susu IPS. Namun, kenaikan harga beli tidak akan terlalu berpengaruh karena penetapan harga beli susu sepenuhnya ditentukan oleh IPS yang juga didasarkan pada kualitas susu yang dihasilkan.

6.2.1.2. Politik, Pemerintahan, dan Hukum

Kekuatan politik, pemerintahan, dan hukum memiliki pengaruh yang besar terhadap keberlangsungan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar melalui peraturan-peraturan dan kebijakan yang ditetapkan. Peraturan dan kebijakan tersebut dapat berpengaruh dalam hal memudahkan atau mempersulit usahaternak sapi perah untuk berkembang di Indonesia. Beberapa kebijakan dan peraturan pemerintah yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar antara lain sebagai berikut:

100

 

1. Kebijakan Impor Susu

Saat ini kebijakan yang menjadi pusat perhatian KUD Puspa Mekar adalah adanya kebijakan impor susu dan penerapan tarif/bea masuk susu impor. Kebijakan pemerintah Indonesia mengenai susu impor adalah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 1998, yaitu bukti serap susu nasional mengatur bahwa apabila IPS membeli susu impor, maka IPS juga diwajibkan untuk membeli susu dari peternakan lokal. Artinya, jika IPS mengimpor susu sebanyak dua kilogram, maka IPS wajib membeli susu dari peternak atau koperasi sebanyak satu kilogram. Namun, pada saat Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas, pemerintah mencabut Inpres No. 4 Tahun 1998. Pencabutan kebijakan tersebut tidak diimbangi dengan proteksi dari pemerintah terhadap koperasi dan para peternak lokal. Kondisi ini tentu saja meresahkan para peternak dalam negeri dalam menjalankan usahaternak sapi perahnya karena kebijakan tersebut hanya akan membuat IPS semakin leluasa untuk mengimpor susu dari luar negeri.

Selain itu, pada tahun 2008, untuk meningkatkan daya saing kompetitif di pasar global, pemerintah memberi peluang dengan membebaskan bea masuk susu impor. Dasar hukum penghapusan bea masuk didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 145/PMK.011/2008 tahun 2008 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang dan Bahan oleh Industri Pengolahan Susu untuk Tahun Anggaran 2008. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut berdampak pada tingginya jumlah impor susu dan rendahnya pajak masuk susu impor. Kondisi tersebut telah menekan produksi susu di Indonesia dan menyebabkan proses produksi susu di tingkat peternak semakin tidak efisien. Hal ini tentu saja menjadi suatu ancaman bagi KUD Puspa Mekar dan para peternak pada umumnya sebagai pelaku usahaternak sapi perah yang kurang diperhatikan kepentingannya oleh pemerintah.

2. Kebijakan Pendukung Pengembangan Usahaternak Sapi Perah

Kebijakan impor susu tidak dapat langsung mematikan usahaternak sapi perah di Indonesia. Pemerintah sadar bahwa usahaternak sapi perah di beberapa wilayah Indonesia harus terus dikembangkan, mengingat adanya potensi sumber daya yang dimiliki dan belum terpenuhinya kebutuhan susu di Indonesia.

101

 

Pemerintah pusat dan daerah berusaha menetapkan kebijakan yang mendukung adanya pengembangan usahaternak sapi perah.

Adanya kebijakan mengenai skim kredit bersubsidi bagi peternak sapi merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk membantu peternak dalam mengembangkan usahaternak sapi perahnya, yaitu melalui pengadaan dan penambahan populasi sapi. Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) adalah skim kredit yang digunakan untuk mendukung pendanaan, pelaksanaan, dan pengembangan usaha pembibitan sapi potong dan sapi perah oleh pelaku usaha dengan suku bunga bersubsidi secara berkelanjutan. Sasaran program kredit ini adalah perusahaan peternakan, koperasi peternak/persusuan, dan gabungan kelompok peternak atau kelompok peternak. Adapun Landasan hukum pelaksanaan KUPS adalah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.131/PMK.05/2009 tanggal 18 Agustus 2009 tentang KUPS dan Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/PD.400/9/2009 tanggal 8 September 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan KUPS. Selain KUPS, masih ada beberapa program kredit pemerintah yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha, seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan (KKPE). Salah satu sasaran program kredit ini juga ditujukan kepada para pelaku usaha rakyat, petani, maupun peternak. Dengan adanya kebijakan program kredit bersubsidi tersebut, para peternak maupun koperasi dapat memanfaatkan peluang untuk mengembangkan usahaternak sapi perahnya melalui pengadaan dan penambahan populasi sapi perah, sehingga dapat meningkatkan produksi susu dan mampu memenuhi kebutuhan susu nasional.

Untuk menanggulangi permasalahan rendahnya konsumsi susu dan tingkat gizi masyarakat, pemerintah melaksanakan program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS). Program ini merupakan realisasi dari Inpres No. 1 Tahun 2010 yang bertujuan untuk memperbaiki asupan gizi peserta didik di tingkat TK dan SD, sehingga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan fisik, minat, dan kemampuan belajar. Program PMTAS ini menjangkau beberapa kabupaten di 27 provinsi yang merupakan kabupaten tertinggal dengan persentase penduduk miskin yang besar. Total anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut sebesar Rp 218 milyar dari APBNP. Kebijakan pemerintah melalui

102

 

program PMTAS ini dapat dijadikan suatu peluang bagi para pelaku usahaternak sapi perah untuk terus meningkatkan produksi susu dan menjaga kualitas susu yang dihasilkan, guna memasok kebutuhan susu yang masih tinggi dan sebagai upaya mendukung serta menyukseskan peningkatan gizi masyarakat Indonesia.

Selain itu, pemerintah daerah bersama Dinas-dinas terkait melakukan upaya penyuluhan dan pembinaan kepada peternak dan koperasi di wilayah-wilayah yang berpotensi dalam mengembangkan usahaternak sapi perah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengirimkan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dari Dinas-dinas terkait untuk memberikan pembinaan dan pengawasan langsung terhadap jalannya kegiatan budidaya usahaternak sapi perah saat di lapangan. Upaya pemerintah tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Dengan adanya dukungan dari pemerintah daerah bersama Dinas terkait, peternak dan koperasi dapat termotivasi dan percaya diri untuk meningkatkan produktivitasnya dalam menghasilkan susu dengan kualitas terbaik dan mampu bersaing dengan susu impor.