Setelah membaca bab ini mahasiswa mampu memahami saling pengaruh antara hak dan kewajiban negara dan warga negara, membuat penilaian
3. Prinsip-Prinsip dalam Hubungan Timbal-Balik: Negara dan Warga Negara
Hubungan antara negara dan warga negara merupakan hubungan timbal-balik yang melibatkan unsur hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hubungan itu secara mendasar terbangun dari tujuan awal terbentuknya negara Indonesia, sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, 2) memajukan kesejahteraan umum, 3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, UUD telah menetapkan prinsip-prinsip dasar16 yang menjadi pedoman berbangsa dan bernegara bagi pemerintahan maupun rakyat. Prinsip-prinsip itu meliputi sila-sila Pancasila, prinsip negara kesatuan yang berbentuk republik, prinsip kedaulatan rakyat, dan prinsip negara hukum.17
Prinsip negara kesatuan. Negara kesatuan merupakan bentuk negara di mana
wewenang legislatif dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat memiliki
wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi (sistem desentralisasi), tetapi pada tahap terakhir, kekuasaan tertinggi tetap di tangan pemerintah pusat.
15 Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006, bab V, tentang Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, Pasal 31 dan 37.
16 Lihat sila-sila Pancasila dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
17
79 Dalam negara kesatuan, kedaulatan tak terbagi karena pemerintah pusat memegang kedaulatan ke luar maupun ke dalam. Konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legislatif lain selain badan legislatif pusat. Jika pemerintah daerah mengeluarkan peraturan bagi daerahnya, hal itu tidak berarti bahwa daerah itu berdaulat sebab pengawasan kekuasaan tertinggi tetap di tangan pemerintah pusat. Dengan demikian, bagi warga negara di dalam negara yang berbentuk kesatuan, hanya ada satu pemerintahan saja (Strong, sebagaimana dikutip Budiardjo, 2008: 269—270).
Pertimbangan para pendiri bangsa atas bentuk negara kesatuan adalah agar di bawah pemerintah pusat tidak ada negara lagi, seperti di negara federal atau konfederasi. Hakikat dari pertimbangan tersebut adalah upaya untuk menghindari terjadinya perpecahan bangsa dan negara; atau, dengan kata lain, untuk mencegah timbulnya provinsialisme yang memberi peluang kepada gerakan separatisme. Namun ketetapan atas bentuk negara kesatuan juga diiringi oleh satu ketentuan pula, yakni bahwa pemerintah pusat tetap memperhatikan kepentingan daerah.
Prinsip Kedaulatan Rakyat. Kedaulatan merupakan hak atau kekuasaan tertinggi
untuk memerintah. Kedaulatan rakyat berarti rakyat memiliki hak atau kekuasaan tertinggi untuk memerintah diri mereka sendiri. Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam sidang-sidang BPUPKI dikemukakan pertimbangan bahwa kedaulatan rakyat merupakan bentuk kedaulatan yang dianggap dapat mencegah terjadinya negara kekuasaan yang absolut atau negara penindas. Agar negara tidak menjadi negara penindas, para perumus UUD 1945, khususnya Bung Hatta, menekankan pentingnya jaminan pada rakyat dalam bentuk kemerdekaan untuk berpikir. Usulan para perumus kemudian tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945 (sebelum amandemen). Hasil rumusan BPUPKI kemudian tertuang dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kedaulatan rakyat dalam MPR dicerminkan dalam komposisi keanggotaan yang terdiri dari wakil-wakil golongan (seperti serikat pekerja, golongan tani, dsb.) dan wakil-wakil daerah. Kekuasaan MPR adalah menetapkan UUD dan GBHN, serta mengangkat Presiden dan wakil Presiden. Dalam UUD 1945 (sebelum amandemen), MPR memegang kekuasaan tertinggi dan Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara.
MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat mengalami ujian berat khususnya pada masa Orde Baru. Dalam negara telah terjadi penyelewengan kekuasaan yang diawali oleh dominasi
80 mutlak dalam kehidupan politik, yang telah menyulut Gerakan Reformasi dan berakhir
dengan pengunduran diri Presiden Soeharto (Budiardjo, 2008: 313). Setelah itu, terjadi perubahan politik yang signifikan yaitu berlangsungnya demokratisasi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Perubahan diawali dengan melakukan empat kali amandemen terhadap UUD 1945; dua di antaranya ialah masa jabatan Presiden dibatasi dan warga negara berhak memilih pasangan Presiden dan wakil Presiden secara langsung. Pemilihan langsung juga dilakukan terhadap anggota DPR dan kepala daerah. Selain itu, juga diberlakukan
desentralisasi—yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat pada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah juga mengalami demokratisasi dengan dihilangkannya kedudukan kepala daerah sebagai penguasa tunggal dan DPRD menjadi lembaga legislatif daerah.
Dalam UUD 1945 (sesudah amandemen), perubahan terbesar menyangkut MPR adalah MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat. Keanggotaan MPR kini mencakup unsur DPR dan DPD. MPR kini berkedudukan sebagai salah satu lembaga negara yang setara dengan DPR, DPD, BPK, MA dan MK, MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN, mengeluarkan Ketetapan (TAP) MPR (kecuali untuk menetapkan Wakil Presiden menjadi Presiden bila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya) (Budiardjo, 2008: 350). Lantas siapa pemegang kedaulatan rakyat saat ini?
UUD 1945 sesudah amandemen telah menetapkan pasal-pasal yang menjamin kedaulatan rakyat dapat terwujud (lihat perubahan pasal tentang masa jabatan Presiden, penetapan pemilihan Presiden secara langsung dan desentralisasi). Namun, yang paling mendasar dalam amandemen UUD adalah kedaulatan tersebut diwujudkan melalui pemilu, yaitu dengan memilih wakil-wakil rakyat di DPR/DPRD serta memilih Presiden dan kepala daerah secara langsung. Jika pejabat-pejabat terpilih tersebut gagal mengemban amanat rakyat, UUD memberi hak kepada rakyat (melalui MPR dan atas usul DPR) untuk memberhentikan Presiden18 serta hak untuk tidak memilih kembali anggota-anggota DPR/DPRD yang tidak dapat melayani rakyat.
Prinsip Negara Republik. Ide republik secara teoretis mendukung kedaulatan rakyat.
Prinsip ini mengisyaratkan adanya kebebasan—bukan dalam arti liberal, yaitu kebebasan dari intervensi pihak (negara) lain, tetapi dalam arti independensi, yaitu kebebasan dari dominasi
18
81 pihak lain. Kebebasan rakyat dalam negara republik selalu disertai oleh tanggung jawab rakyat untuk mempertahankan independensi negara. Bentuk tanggung jawab ini merupakan aktivitas politik atau partisipasi warga negara untuk membentuk diri sekaligus membangun negara (Poole, 1999: 83). Jadi, dengan adanya prinsip independensi, maka dalam negara yang berbentuk republik diharapkan tidak ada lagi dominasi dari negara lain dan di tingkat warga negara tidak ada lagi perbudakan atau ketergantungan kepada orang lain.
Bentuk negara republik merupakan ketetapan yang dipilih oleh semua tokoh bangsa yang merumuskan UUD. Keputusan tersebut dilandasi oleh pengalaman bangsa yang pernah hidup dalam bentuk kerajaan yang despotis dan feodalis serta pemerintahan kolonial Belanda yang menindas. Republik merupakan bentuk yang dapat mencerminkan kedaulatan rakyat ketimbang bentuk negara lainnya seperti monarki yang melanggengkan dinasti (kekuasaan turun-temurun). Dalam negara republik, negara akan merumuskan kesejahteraan dan kemerdekaan rakyat dalam berpendapat, berkumpul, dsb.
Prinsip Negara Hukum. Prinsip ini menuntut pemerintahan agar berjalan dengan
tuntunan hukum dan bukan dengan kekuasaan. Hukum, khususnya UUD, merupakan sumber norma yang mengatur pemerintahan maupun rakyat. Dalam UUD terkandung cita-cita bangsa, sistem pemerintahan dan kerangka kerja bagi pemerintah. UUD berisi otoritas tertinggi yang daripadanya seluruh kekuasaan cabang-cabang pemerintahan dan pejabat-pejabat terpilih berasal dan diatur. Begitu pentingnya UUD sehingga setiap Presiden yang dilantik harus mengucapkan sumpah untuk memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturan-peraturan dengan selurus-lurusnya.19
Dalam UUD terkandung pula prinsip-prinsip dasar yang mengikat negara dan warga negara yaitu Pancasila, negara kesatuan dengan bentuk republik, kedaulatan rakyat dan negara hukum.20 Prinsip-prinsip dasar tersebut selanjutnya tercermin dalam pasal-pasal menyangkut hak dan kewajiban warga negara—yang tidak dapat terpenuhi tanpa kehadiran institusi politik/negara; sebaliknya, kemerdekaan suatu negara tidak dapat dipertahankan tanpa kesadaran nasional (nasionalisme) warga negara. Hubungan inilah yang melahirkan
kewajiban bagi tiap warga negara untuk memelihara dan mempertahankan negara. Sementara itu, untuk mendapatkan hak itu negara harus menjalankan kewajibannya, yaitu memberikan kondisi bagi terpenuhinya hak-hak warga negara. Kewajiban negara, dalam UUD 1945, telah
19 Lihat Lafal Sumpah Presiden selengkapnya dalam UUD 1945 sesudah amandemen, Pasal 9.
20 Di sini tidak hanya dalam konteks warga negara sebagai individu yang memiliki otonomi politik tetapi juga sebagai manusia yang memiliki otonomi pribadi.
82 termaktub dalam tujuan negara sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD 1945
(sebelum dan sesudah amandemen).