• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk-produk ikan laut yang tersedia di kedua wilayah dan yang ditanyakan ke ibu tentang kesukaannya adalah produk ikan laut segar,

ikan pindang, ikan panggang (asap), ikan asin dan ikan kaleng (Tabel 50).

Sebagai peringkat pertama, lebih dari separuh responden (66,8%) menyukai ikan laut segar. Demikian juga terjadi di masing-masing wilayah (70,8% di wilayah pesisir dan 63,0% di wilayah pedalaman). Sedang kesukaan responden terhadap produk-produk lainnya berkisar dari 0% hingga 12,4%. Ikan kaleng adalah

produk ikan laut yang walaupun tersedia di wilayah pesisir, namun tak seorang ibupun di wilayah pesisir memilihnya sebagai bahan pangan peringkat pertama. Tabel 50 Produk ikan laut yang ibu sukai sebagai peringkat pertama di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman (n=232*) Produk ikan laut yang

disukai

Pesisir Pedalaman Total

n % n % n %

Ikan basah / segar 80 70.8 75 63.0 155 66.8 Ikan asap / panggang 14 12.4 12 10.1 26 11.2 Ikan pindang 14 12.4 10 8.4 24 10.3 Ikan asin 5 4.4 17 14.3 22 9.5 Ikan kaleng 0 0.0 5 4.2 5 2.2 Total 113 100.0 119 100.0 232 100.0

Keterangan: * Jumlah ibu yang menyatakan kadang-kadang hingga sering menyediakan masakan ikan laut di rumah

Jenis Masakan Ikan Laut yang Ibu Sukai

Jenis masakan ikan laut yang terdapat di kedua wilayah adalah ikan laut goreng, bakar, pepes dan gulai (Tabel 51). Jenis masakan yang paling banyak ibu sukai di kedua wilayah adalah ikan goreng (75,1%) dan yang paling sedikit disukai adalah gulai ikan (3,1%). Kondisi tersebut juga berlaku di masing-masing wilayah. Kemungkinan kesukaan ibu dipengaruhi oleh pengenalannya pada masakan tersebut. Gulai ikan yang dimaksud oleh ibu di kedua wilayah adalah masakan ikan bersantan, berwarna merah karena menggunakan cabe merah dan kunir. Masakan gulai ikan jarang dikenal para ibu di kedua wilayah. Sebaliknya mereka sangat mengenal masakan ikan bersantan dengan cabe rawit, berwarna putih santan, yang dikenal dengan sebutan ”mangut”. Dengan pengenalan yang kurang, dimungkinkan masakan gulai ikan laut hanya disukai oleh sedikit responden (3,1%).

Tabel 51 Jenis masakan ikan laut yang ibu sukai sebagai urutan pertama di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

Urutan jenis masakan ikan laut yang disukai ibu

Pesisir Pedalaman Total

N % n % n %

Ikan laut digoreng 85 76,6 87 73,7 172 75,1 Ikan laut dibakar 13 11,7 13 11,0 26 11,4 Ikan laut dipepes 10 9,0 15 12,7 25 10,9

Ketidakpercayaan Ibu terhadap Mitos Makan Ikan Laut

Mitos tentang makan ikan laut merupakan kepercayaan seseorang yang tidak mendasar terhadap makan ikan laut. Kepercayaan tersebut diperoleh dari kepercayaan yang berlaku di masyarakat sekitarnya yang kemudian diangkat menjadi kepercayaannya sendiri. Ketidakpercayaan terhadap mitos tentang ma- kan ikan laut ditanyakan melalui delapan pertanyaan yang dikumpulkan dari hal- hal yang masih dipercaya di kalangan masyarakat di kedua wilayah tentang dam- pak buruk makan ikan laut. Mereka yang mempercayai mitos tersebut akan menghindar dari makan ikan laut.

Secara keseluruhan (Tabel 52), hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% ibu tidak percaya pada enam dari delapan mitos tentang makan ikan laut dengan kisaran skor rata-rata 74,78% - 84,96%. Lima mitos di antaranya berkaitan dengan ibu hamil, yang terlihat sejalan dengan sikap kognitif ibu ten- tang dampak ikan laut bagi ibu hamil. Terdapat 67,83% ibu di wilayah pesisir dan 71,43% ibu di wilayah pedalaman yang mengetahui bahwa ikan laut baik bagi ibu hamil. Jumlah ibu yang agak percaya dan percaya bahwa “Bila ibu menyusui makan ikan laut, ASI-nya akan berbau anyir” cukup tinggi (59,13% di wilayah pesisir dan 50,38% di wilayah pedalaman). Hal ini juga sejalan dengan salah satu item pada pengukuran sikap kognitif ibu yaitu “Makan ikan laut tidak baik bagi ibu menyusui”, terdapat 45,22% ibu di wilayah pesisir dan 36,09% di wilayah pedalaman yang menjawab salah (Tabel 42).

Tabel 52 Persentase ketidakpercayaan ibu terhadap mitos makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248)

Mitos yang dipercaya tentang makan ikan laut

Pesisir (%) Pedalaman (%)

Percaya Agak Tidak Percaya Agak Tidak

Ibu hamil melahirkan bayi bau anyir 16.52 5.22 78.26 13.53 4.51 81.95

Ibu hamil melahirkan bayi berpenyakit gatal2 13.04 6.09 80.87 19.55 4.51 75.94 Ibu hamil melahirkan bayi yg tidak bertulang 24.35 0.87 74.78 15.04 1.50 83.46 Ibu hamil makan ikan asin, bayi bernyakit

kulit 14.78 5.22 80.00 18.80 6.02 75.19

Ibu hamil melahirkan bayi yang bodoh 21.74 3.48 74.78 12.03 3.01 84.96

Anak kecil terkena penyakit kulit ("gudigen") 10.43 13.04 76.52 14.29 9.77 75.94 Gadis sedang haid, bau keringatnya anyir 20.87 12.17 66.96 30.83 9.02 60.15

Bagi ibu menyusui, ASI akan anyir 37.39 21.74 40.87 36.84 13.53 49.62

Data pada Tabel 52 menunjukkan adanya ketidakpercayaan ibu terhadap mitos-mitos yang berlaku di masyarakatnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa ibu bahwa para orangtua mereka masih mempercayai mitos-mitos

tersebut. Namun generasi ibu sudah jarang mempercayainya, karena dari pengalaman mereka atau melihat kejadian yang membuktikan bahwa jarang terjadi pengaruh buruk akibat makan ikan laut. Berkaitan dengan ketidak- percayaan terhadap mitos makan ikan laut, secara keseluruhan diperoleh skor rata-rata di kedua wilayah sebesar 76 (Tabel 53) yang berarti tingkat ketidak- percayaan ibu terhadap mitos tentang makan ikan laut cukup tinggi. Terdapat 61,3% ibu yang tidak mempercayai mitos tentang makan ikan laut dan hanya 21,4% yang percaya.

Tabel 53 Kategori skor ketidakpercayaan ibu terhadap mitos tentang makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) Kategori skor

ketidakpercayaan thd mitos makan ikan laut

Pesisir Pedalaman Total

n % n % n %

Percaya (< 60) 26 22,6 27 20,3 53 21,4 Agak tidak percaya

(60-79,9) 18 15,7 25 18,8 43 17,3

Tidak percaya (≥ 80) 71 61,7 81 60,9 152 61,3

Total 115 100,0 133 100, 0 248 100,0

Rataan±SD 75,87±27,64 76,64±28,66 76,29±28,14

Keterangan: Tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal ketidakpercayaan ibu terhadap mitos tentang makan ikan laut di kedua wilayah (p=0,829)

Hasil analisis statistik uji-t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam hal ketidakpercayaan ibu terhadap mitos tentang makan ikan laut di kedua wilayah (p=0,829). Hal ini menunjukkan bahwa ibu di kedua wilayah cukup mampu mengabaikan mitos-mitos tentang makan ikan laut. Tingkat pendidikan ibu di kedua wilayah yang secara signifikan berbeda, tidak membuat adanya perbedaan ketidakpercayaan ibu terhadap mitos makan ikan laut. Tampaknya sikap kognitif ibu yang cukup baik dan tidak berbeda di kedua wilayah lebih menentukan ketidakpercayaan ibu terhadap mitos makan ikan laut yang berlaku di masyarakat daripada tingkat pendidikan ibu.

Pola Asuh Makan dalam Keluarga

Pola asuh makan dalam keluarga ditanyakan melalui Pola makan keluarga dan Peraturan makan keluarga. Keduanya ditanyakan kepada anak dan ibu secara terpisah untuk mendapatkan persepsi masing-masing terhadap pola asuh makan dalam keluarga. Pola makan keluarga dinilai baik bila ada kebiasaan kegiatan makan di dalam keluarga yang dilakukan orangtua yang

dapat memberikan pengaruh baik bagi anak-anaknya. Orangtua mempengaruhi lingkungan makan anak-anaknya melalui berbagai cara, seperti penyediaan makanan, menjadi model perilaku makan, interaksi orangtua dengan anak- anaknya dalam situasi makan (Birch & Fisher 1998) dan melalui aturan yang diberlakukan pada saat makan, perhatian orangtua pada konsumsi gizi, pola makan keluarga (Neumark-Sztainer et al. 1999). Hasil studi Neumark-Sztainer et al. (2000) terhadap para remaja awal yang menggunakan focus group-discussion menemukan bahwa sebagian besar remaja mengindikasikan bahwa mereka makan makanan sehat bila mereka lebih sering makan bersama keluarganya. Studi Neumark-Sztainer et al. (2003) lainnya mengenai pola makan keluarga menemukan bahwa frekuensi kegiatan makan bersama dalam keluarga berpengaruh terhadap mutu konsumsi seperti buah, sayur, serat dan makanan kaya kalsium dan asupan zat gizi seperti energy, protein, vitamin, serat dan kalsium. Anak-anak yang sering makan bersama keluarga dilaporkan memiliki konsumsi pangan yang lebih sehat. Lebih khususnya Gilman et al. (2000) mene- mukan adanya hubungan positif antara seringnya makan malam bersama dalam keluarga dengan asupan gizi anak usia 9-14 tahun, walaupun generalisasi hasil penelitiannya dibatasi karena semua subyeknya adalah anak-anak dari keluarga perawat profesional. Melalui pola makan keluarga yang baik, orangtua dapat menjadi panutan pada perilaku makan anak-anaknya.

Peraturan makan dalam keluarga dinilai baik bila peraturan yang diber- lakukan membuat anak dapat bebas menyatakan keinginan yang berkaitan dengan makan. Peraturan makan yang harus dipatuhi anak-anak seperti memak- sa anak menghabiskan makanan, menyuruh makan makanan sehat menurut orangtua atau membatasi anak mengonsumsi makanan tertentu justru akan membuat anak tidak mau mengonsumsi makanan yang disuruh dan sebaliknya memperbesar keinginan anak untuk mengonsumsi makanan yang dilarang. Dalam hal ini anak tidak dapat belajar mengontrol perilaku makannya sendiri (Birch 1998).

Persepsi Anak terhadap Pola Makan Keluarga

Pola makan keluarga dilihat dari frekuensi sarapan, makan siang dan makan malam bersama seluruh anggota keluarga, perhatian orangtua terhadap makanan anaknya dan penyediaan makanan kesukaan keluarga. Tabel 54 me- nunjukkan bahwa kegiatan makan bersama di dalam keluarga merupakan ke-

giatan yang tidak sering dilakukan. Di kedua wilayah, anak yang sering me- lakukan kegiatan makan bersama keluarga (pagi, siang dan malam) hanya berkisar 10,43% hingga 26,32%. Kebanyakan mengatakan bahwa kegiatan makan bersama di dalam keluarga dilakukan sekali-sekali. Anak yang orang- tuanya nelayan atau penjual ikan jarang melakukan kegiatan makan pagi bersama, karena pada umumnya pada saat anak makan pagi, orangtua sudah keluar dari rumah.

Dua item lainnya, orangtua memperhatikan makanan anaknya dan ibu menyediakan masakan yang disukai keluarga lebih sering dirasakan anak di wilayah pesisir. Setengah lebih anak wilayah pesisir, yaitu 51,30% merasakan bahwa orangtua memperhatikan makanannya dan ibu sering menyediakan masakan yang disukai keluarga, yaitu sebesar 60%, sedangkan jumlah anak di wilayah pedalaman yang merasakan kedua hal tersebut lebih sedikit, yaitu 43,61% dan 45,11%.

Tabel 54 Persentase persepsi anak tentang pola makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248)

Item-item pola makan keluarga, persepsi anak

Pesisir (%) Pedalaman (%)

Jarang Kadang2 Sering Jarang Kadang2 Sering

Sarapan pagi bersama 22.61 66.96 10.43 21.80 63.91 14.29

Makan siang bersama 20.87 61.74 17.39 42.11 42.86 15.04

Makan malam bersama 20.00 53.91 26.09 18.05 55.64 26.32

Orangtua memperhatikan

makanan anak 8.70 40.00 51.30 9.77 46.62 43.61 Ibu sediakan masakan

kesukaan keluarga 2.61 37.39 60.00 0.00 54.89 45.11 Secara keseluruhan, 46,4% anak menilai pola makan keluarga mereka “kurang bagus” (Tabel 55). Bila diperbandingkan, jumlah anak yang merasakan pola makan keluarga cukup bagus dan bagus sedikit lebih banyak di wilayah pesisir daripada di wilayah pedalaman. Namun hasil analisis uji-t menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada pola makan keluarga menurut persepsi anak di kedua wilayah (p=0,208) dengan skor rata-rata termasuk kategori kurang bagus yaitu sebesar 57. Hal ini menunjukkan bahwa menurut anak, kebiasaan makan di dalam keluarga seperti makan bersama, perhatian orangtua terhadap apa yang dimakan anak dan penyediaan masakan yang disukai keluarga menunjukkan pola yang tidak berbeda di kedua wilayah.

Dalam penelitian ini, persepsi anak tentang pola makan keluarga yang kurang bagus ini bisa mengakibatkan kurangnya pengaruh orangtua, dalam hal ini ibu, pada sikap dan perilaku makan anak.

Tabel 55 Kategori skor persepsi anak tentang pola makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

Kategori skor pola makan keluarga, persepsi anak

Pesisir Pedalaman Total

n % n % n % Kurang bagus (< 60) 48 41,7 67 50,4 115 46,4 Cukup bagus (60-79,9) 48 41,7 47 35,3 95 38,3 Bagus (≥ 80) 19 16,5 19 14,3 38 15,3 Total 115 100,0 133 100,0 248 100,0 Rataan±SD 59,04+17,17 55,26+18,89 57,02+18,18

Keterangan: Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pola makan keluarga di kedua wilayah (p=0,208)

Komponen kedua dari pola asuh makan dalam keluarga adalah peraturan makan keluarga (Tabel 56) yang dilihat dari tiga pernyataan, yaitu pemaksaan orangtua ke anak untuk makan makanan yang menurutnya sehat, suruhan orangtua ke anak untuk menghabiskan makanan yang telah diambil, dan ma- rahnya orangtua kalau anak tidak menghabiskan makanan yang telah diambil. Tabel 56 Persentase persepsi anak tentang peraturan makan dalam keluarga

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) Peraturan makan keluarga,

persepsi anak

Pesisir (%) Pedalaman (%)

Jarang Kadang2 Sering Jarang Kadang2 Sering

Orangtua memaksa makan 12.17 30.44 57.39 11.28 48.87 39.85 Orangtua menyuruh

menghabiskan makanan 49.57 37.39 13.04 66.17 27.07 6.77 Orangtua marah kalau

tidak dihabiskan 32.17 42.61 25.22 30.08 57.90 12.03 Secara keseluruhan ada kecenderungan orangtua di kedua wilayah memaksa anak makan makanan yang menurutnya sehat, orangtua cenderung jarang menyuruh anak menghabiskan makanan yang telah diambilnya dan bila anak tidak menghabiskan makanan yang telah diambilnya, orangtua kadang- kadang marah. Tabel 57 menunjukkan bahwa 71,4% anak termasuk ke dalam keluarga dengan peraturan makan yang kurang bagus. Hanya sedikit yang termasuk ke dalam keluarga dengan peraturan makan keluarga yang bagus (10,9%). Skor rata-rata di kedua wilayah termasuk kategori kurang bagus (46) dan keadaan tersebut juga terjadi di masing-masing wilayah.

Tabel 57 Kategori skor persepsi anak terhadap peraturan makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

Kategori skor peraturan makan, persepsi anak

Pesisir Pedalaman Total

N % n % n % Kurang bagus (< 60) 73 63,5 104 78,2 177 71,4 Cukup bagus (60-79,9) 22 19,1 22 16,5 44 17,7 Bagus (≥ 80) 20 17,4 7 5,3 27 10,9 Total 115 100,0 133 100,0 248 100,0 Rataan±SD 50,29+24,97 41,86+20,58 45,77+23,06

Keterangan: Terdapat perbedaan yang nyata pada kategori persepsi anak terhadap peraturan makan keluarga di kedua wilayah (p=0.005)

Namun hasil analisis uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada persepsi anak terhadap peraturan makan keluarga di kedua wilayah, berarti walaupun peraturan makan keluarga yang anak rasakan di kedua wilayah termasuk dalam kategori kurang bagus, orangtua di wilayah pesisir lebih memberi ruang bagi anak untuk bisa menyatakan perilaku makannya dan hql ini berarti adanya peluang orangtua mempengaruhi anaknya, khususnya dalam kegiatan makan (Birch 1998).

Persepsi Ibu terhadap Pola Asuh Makan dalam Keluarga

Bila dilihat masing-masing kegiatan pada pola makan keluarga, lebih banyak ibu yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dimaksud pada pola makan keluarga sering terjadi di keluarga dibandingkan dengan yang anak rasakan. Jumlah responden yang menyatakan bahwa kegiatan jarang dilakukan relatif sama antara ibu dan anak, sehingga sejumlah yang bergeser adalah dari kadang-kadang melakukan menjadi sering melakukan (Tabel 58).

Tabel 58 Persentase persepsi ibu tentang pola makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248)

Pola makan keluarga, persepsi ibu

Pesisir (%) Pedalaman (%)

Jarang Kadang2 Sering Jarang Kadang2 Sering Sarapan bersama 20.00 53.91 26.09 11.28 60.15 28.57 Mkn siang bersama 18.26 55.65 26.09 14.29 64.66 21.05 Mkn mlm bersama 20.00 39.13 40.87 4.51 38.35 57.14 Perhatian ortu 8.70 20.00 71.30 3.01 18.05 78.95 Sedia masakan kesukaan keluarga 6.09 25.22 68.70 0.75 27.82 71.43 Makanan keluarga dimasak sendiri 1.74 17.39 80.87 0.75 20.30 78.95 Orangtua ijinkan

Menurut ibu, diantara kegiatan makan bersama, kegiatan makan malam yang paling sering dilakukan yaitu oleh 41% keluarga wilayah pesisir dan 57% keluarga wilayah pedalaman. Orangtua sering memberi perhatian terhadap makanan yang dimakan anaknya dan menyediakan makanan kesukaan keluarga sebanyak lebih dari 65%, dan kadang-kadang anak diijinkan jajan di luar bila anak tidak suka dengan masakan rumah, sebesar 60%.

Secara keseluruhan (Tabel 59), skor rata-rata persepsi ibu tentang pola makan keluarga adalah 71, yang berarti persepsi ibu tentang pola makan keluarga termasuk ke dalam kategori cukup bagus. Menurut ibu, orangtua telah memberikan pengaruh yang cukup bagus kepada anak-anaknya terutama dalam hal yang berkaitan dengan perilaku makan. Hasil analisis uji-t menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada persepsi ibu tentang pola makan keluarga di kedua wilayah (p=0,208). Perbedaan yang terjadi pada persepsi ibu dan persepsi anak tentang pola makan keluarga adalah persepsi ibu termasuk dalam kategori cukup bagus, sedang persepsi anak tentang pola makan keluarga termasuk ku- rang bagus.

Tabel 59 Kategori skor persepsi ibu tentang pola makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248)

Kategori skor pola makan keluarga, persepsi ibu

Pesisir Pedalaman Total

n % n % n % Kurang bagus (< 60) 37 32,2 29 21,8 66 26,6 Cukup bagus (60-79.9) 45 39,1 60 45,1 105 42,3 Bagus (≥ 80) 33 28,7 44 33,1 77 31,0 Total 115 100,0 133 100,0 248 100,0 Rataan±SD 68,82±19,42 73,47±15,04 71,31±17,33

Keterangan: Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada persepsi ibu tentang pola makan keluarga di kedua wilayah (p=0,132)

Secara proporsional ada persamaan persepsi ibu dan anak berkaitan dengan pola makan keluarga (Tabel 60). Persepsi ibu dan persepsi anak tentang pola makan keluarga di kedua wilayah tidak berbeda nyata. Korelasi kedua peubah, pola makan keluarga menurut ibu dan anak adalah signifikan, positif dan agak kuat (r=0,261**), hanya saja rata-rata persepsi mereka berbeda kategori, persepsi ibu tentang pola makan keluarga termasuk cukup bagus, sedang persepsi anak termasuk kurang bagus.

Perbedaan persepsi anak dan ibu yang terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan harapan terhadap masing-masing kegiatan dari anak dan ibu. Anak dengan keleluasaan waktu yang dimiliki, belum banyak tuntutan dan tanggung

jawab, dan orangtua masih merupakan figur yang berpengaruh dalam kehidupannya. Anak memiliki harapan yang tinggi terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keluarga, seperti makan malam bersama. Dengan harapan yang tinggi, anak berharap kegiatan makan keluarga dapat dilakukan lebih sering. Sebaliknya seorang ibu, memiliki tanggung jawab yang lebih besar baik kepada anggota keluarga maupun dirinya, sehingga merasa kurang memiliki keleluasaan waktu. Dengan keterbatasan yang dimiliki, kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan untuk keluarga dianggap telah sering dilakukan, demikian juga kegiatan makan bersama.

Tabel 60 Perbandingan pola makan keluarga menurut persepsi anak dan persepsi ibu di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

Kategori skor pola makan keluarga

Pesisir Pdlman Total Pesisir Pdlman Total

ANAK* (%) IBU** (%) Kurang bagus (< 60) 41,7 50,4 46,4 32,2 21,8 26,6 Cukup bagus (60-79,9) 41,7 35,3 38,3 39,1 45,1 42,3 Bagus (≥ 80) 16,5 14,3 15,3 28,7 33,1 31,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Rataan±SD 59,04+17,17 55,26+18,89 57,02+18,18 68,82±19,42 73,47±15,04 71,31±17,33

Keterangan: * Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada pola makan keluarga di kedua wilayah menurut persepsi anak (p=0,208) **Tidak terdapat perbedaan nyata pada pola makan keluarga di kedua wilayah menurut persepsi ibu (p=0,132)

Komponen kedua dari pola asuh makan keluarga adalah peraturan makan dalam keluarga. Tampak ada kesesuaian persepsi ibu tentang peraturan makan keluarga di kedua wilayah (Tabel 61). Lebih dari 50% ibu mengatakan bahwa orangtua jarang memaksa anak makan makanan yang menurut orangtua termasuk makanan sehat, jarang menyuruh anak menghabiskan makanan yang telah mereka ambil dan hanya kadang-kadang marah bila anak tidak menghabiskan makanan yang telah diambilnya.

Tabel 61 Persentase persepsi ibu tentang peraturan makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248)

Peraturan makan keluarga, persepsi ibu

Pesisir (%) Pedalaman (%)

Jarang Kadang2 Sering Jarang Kadang2 Sering

Orangtua memaksa makan 53.04 33.04 13.91 52.63 35.34 12.03 Orangtua menyuruh

menghabiskan makanan 53.04 33.04 13.91 59.40 28.57 12.03 Orangtua marah kalau

tidak dihabiskan 30.43 44.35 25.22 35.34 51.88 12.78 Dilihat dari hasil skor rata-rata sebesar 34 (Tabel 62), persepsi ibu tentang peraturan makan dalam keluarga termasuk dalam kategori kurang

bagus. Hal ini dapat dilihat bahwa persepsi dari 82% responden tentang peraturan makan yang diberlakukan di keluarga memberikan efek kurang bagus bagi anggota keluarga. Keadaan serupa terjadi di masing-masing wilayah. Peraturan makan yang diterapkan orangtua dinilai kurang memberi kelonggaran pada anak untuk menyatakan keinginannya berkaitan dengan kegiatan makan, akibatnya anak tidak dapat mengontrol, menentukan perilaku makannya sendiri (Birch 1998). Hasil analisis statistik yang menggunakan uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara persepsi ibu tentang peraturan makan dalam keluarga di kedua wilayah (p=0,373). Hal ini berbeda dengan persepsi anak tentang hal yang sama, dimana persepsi anak tentang peraturan makan dalam keluarga di kedua wilayah berbeda secara signifikan (p=0,005). Bila dilihat dari korelasi antara persepsi anak dan persepsi ibu tentang peraturan makan keluarga menunjukkan adanya hubungan nyata, positif dan cukup kuat (r=0,252**). Keadaan ini menunjukkan walaupun persepsi anak di kedua wilayah berbeda sedang persepsi ibu di kedua wilayah tidak berbeda nyata, namun terdapat cukup kesesuaian antara persepsi anak dan persepsi ibu di kedua wilayah tentang peraturan makan dalam keluarga.

Tabel 62 Perbandingan peraturan makan dalam keluarga menurut persepsi ibu dan persepsi anak di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

Kategori skor peraturan makan keluarga

Pesisir Pdlmn Total Pesisir Pdlmn Total

IBU* (%) ANAK** (%) Kurang bagus (< 60) 80,0 84,2 82,3 63,5 78,2 71,4 Cukup bagus (60-79,9) 10,4 9,0 9,7 19,1 16,5 17,7 Bagus (≥80) 9,6 6,8 8,1 17,4 5,3 10,9 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Rataan±SD 36,09±28,44 31,58±26,93 33,67±27,67 50,29+24,97 41,86+20,58 45,77+23,06

Keterangan: *Tidak terdapat perbedaan nyata pada persepsi ibu tentang peraturan makan keluarga di kedua wilayah (p=0,373)

** Terdapat perbedaan nyata pada persepsi anak tentang peraturan makan keluarga di kedua wilayah (p=0,005)

Dilihat dari perbandingan antara persepsi anak dan persepsi ibu dalam hal pola makan keluarga dan peraturan makan dalam keluarga, yang mana pada keduanya terdapat cukup kesesuaian maka dalam penggunaan analisis selanjutnya yang memerlukan peubah pola makan keluarga dan peubah peraturan makan dalam keluarga digunakan dari persepsi anak.

Karakteristik Anak

Beberapa karakteristik anak yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah usia, sikap terhadap makan ikan laut, norma subyektif yang dirasakan, kontrol perilaku yang dirasakan, kecenderungan anak makan ikan laut, dan perilaku anak makan ikan laut.

Sikap Anak terhadap Makan Ikan Laut

Sebagaimana sikap ibu yang terdiri atas dua komponen kognitif dan afektif, maka sikap anak terhadap makan ikan laut juga terdiri atas dua komponen tersebut. Komponen kognitif diungkap melalui pengetahuan tentang manfaat makan ikan laut dan komponen afektif yang diungkap melalui tingkat kesukaan terhadap makan ikan laut.

Sikap Kognitif Anak terhadap Makan Ikan Laut

Data pada Tabel 63 menunjukkan bahwa sebagian besar anak di kedua wilayah, yaitu lebih dari 88% mengetahui bahwa makan ikan laut itu bermanfaat , menyehatkan dan bergizi. Sementara dua hal lainnya dijawab benar hanya oleh kurang dari 50% responden, yaitu “menyebabkan kulit gatal-gatal” dan “membuat cerdas”. Bila diperbandingkan di kedua wilayah, terlihat bahwa jumlah anak di wilayah pesisir lebih banyak yang dapat menjawab dengan benar hal-hal yang berkaitan dengan makan ikan laut, yaitu berkisar 59-96% dibandingkan dengan anak di wilayah pedalaman, yaitu berkisar 26-89%. Ketersediaan ikan yang lebih banyak di wilayah pesisir dan peluang yang lebih besar untuk memiliki penga- laman makan ikan laut memungkinkan anak di wilayah pesisir lebih mengenal atau lebih memiliki informasi tentang ikan laut. Dengan demikian lebih memung- kinkan anak menjawab dengan benar hal-hal yang berkaitan dengan ikan laut.

Keadaan tersebut juga dapat diartikan bahwa anak di wilayah pesisir jarang melihat atau mengalami gatal-gatal pada kulit karena makan ikan laut,