• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh ibu pada perilaku makan ikan laut siswa sekolah dasar di kabupaten Jepara dan kabupaten Grobogan, Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh ibu pada perilaku makan ikan laut siswa sekolah dasar di kabupaten Jepara dan kabupaten Grobogan, Jawa Tengah"

Copied!
433
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH

WAYSIMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Ibu pada Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)

in Jepara Regency and Grobogan Regency, Central Java Province. Under supervision of UJANG SUMARWAN, ALI KHOMSAN, and FRANSISKA R ZAKARIA.

Mother’s attitude towards specific food consumption is known to influence children’s attitude and eating behavior. Fish consumption is critical towards children development, such as brain development and overall physical health. The objectives of this research were to elaborate the determinants of children’s fish eating attitude and behavior, behavior in terms of fish eating frequency and total fish consumption. This cross-sectional study was conducted in two different locations in Central Java in a coastal and in an in-land area. There are 248 students from the fifth and sixth grades of elementary schools participating as subjects, including their mothers. Observations and interviews were carried out using standardized questionnaires to describe the mother and children relationship that determined children’s fish eating behavior by using path analysis. The results showed that several variables significantly contribute to children ‘s fish eating attitude, fish eating frequency and total fish consumption. The most influencing were from location of residence namely coastal area, and mother’s affective attitude towards fish. Mother’s education level, cognitive attitude, and her behavior to serve fish in family menu did not significantly contribute to children’s fish eating behavior. It can be concluded that eventhough mother understands the benefits of fish and makes fish available in family menu, when children are unable to sense her likeness to fish, children will not consume the fish. Therefore, mother’s affective attitude towards fish needs special considerations, since it positively influence children’s fish consumption, which will contribute importantly to children’s well-being.

(4)

di Kabupaten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Tengah. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN, ALI KHOMSAN, dan FRANSISKA R ZAKARIA.

Perilaku makan pada manusia merupakan suatu proses kompleks yang dipengaruhi oleh serangkaian faktor mulai dari mekanisme biologis, genetis hingga ke faktor-faktor psikologis, sosial, budaya,serta kebutuhan lainnya. Ikan laut merupakan sumber protein, lemak, serta berbagai vitamin dan mineral yang tinggi. Budaya makan ikan yang tinggi di masyarakat Jepang telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di negara tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan pada Tahun 2006 pernah menjadi negara pengekspor ikan laut terbesar ke 4 di dunia, sehingga seha-rusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya atas kebutuhan terhadap ikan laut. Pola makan sehat telah dipromosikan selama sepuluh tahun terakhir secara besar-besaran yang mengakibatkan ada kecenderungan masyarakat me-ngonsumsi makanan sehat. Kendala yang diperkirakan menghalangi ibu menye-diakan ikan laut di rumahnya adalah persepsinya tentang kesulitan membeli, menyiangi, mengolahnya serta harga mahal, duri dan bau amis dari ikan laut.

Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Menganalisis pengaruh sosio-demografi keluarga terhadap perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu keluarga, 2) Menganalisis penentu sikap anak untuk makan ikan laut, 3) Menga-nalisis relasi sikap-perilaku anak makan ikan laut berdasar pendekatan Theory of Planned Behavior (TPB), 4) Menganalisis penentu perilaku anak makan ikan laut dan 5) Menganalisis pengaruh ibu pada perilaku anak makan ikan laut.

Penelitian ini dilakukan di Propinsi Jawa Tengah, di wilayah pesisir Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara dan wilayah pedalaman Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan November 2006 hingga bulan Agustus 2007. Pengambilan sampel dilakukan secara clustered random sampling. Sebanyak 248 siswa SD kelas 5 dan 6 dengan rata-rata usia 12 tahun 4 bulan beserta ibunya terlibat sebagai partisipan. Mereka terdiri atas 115 responden wilayah pesisir dan 133 responden wilayah pedalaman. Data dianalisis secara deskriptif dengan uji-t, uji korelasi, regresi linier berganda dan analisis jalur.

Beberapa karakteristik keluarga, yaitu besar keluarga, tingkat pendidikan ibu, pendapatan/kapita/bulan dan pengeluaran untuk ikan /kapita/bulan secara nyata berbeda di kedua wilayah. Besar keluarga dan pengeluaran/kapita/bulan untuk ikan laut lebih tinggi di wilayah pesisir. Mata pencaharian orangtua di kedua wilayah terlihat berbeda, kebanyakan pekerjaan ibu dan ayah di wilayah pesisir adalah pedagang, sedang di wilayah pedalaman kebanyakan pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga (IRT) dan ayah adalah pegawai.

(5)

diseimbang-tidak percaya pada mitos makan ikan laut dan mampu meningkatkan evaluasinya tentang gizi pada ikan laut. Hal ini terlihat dari ketidakpercayaan terhadap mitos dan sikap kognitif ibu di kedua wilayah tidak berbeda nyata.

Wilayah pesisir yang menyediakan ikan laut lebih banyak secara kuantitas, kualitas dan ragamnya, memberikan pengenalan responden anak yang lebih baik terhadap ikan laut. Pengenalan responden di wilayah pesisir terhadap ikan laut yang relatif lebih segar memungkinkan membawa dampak positif terhadap beberapa atribut anak terkait dengan ikan laut yang lebih baik, yaitu sikap kognitif dan sikap afektif anak di wilayah pesisir lebih baik. Demikian juga komponen TPB lainnya, yaitu kontrol yang anak rasakan untuk makan ikan laut, kecenderungan anak makan ikan laut dan perilaku anak makan ikan laut yang dilihat dari frekuensi makan per minggu dan konsumsi makan ikan laut per hari yang lebih baik pada responden wilayah pesisir.

Analisis jalur yang digunakan untuk menguji beberapa model termuat dalam tujuan penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut. Penentu perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu keluarga adalah wilayah pesisir (kontributor terbesar); pendidikan, sikap afektif dan persepsi ibu; pendapatan/kapita dan besar keluarga. Sikap afektif ibu memberi kontribusi lebih besar daripada pendidikan ibu. Pendidikan ayah dan sikap kognitif ibu tidak memberi pengaruh nyata. Penentu sikap anak terhadap makan ikan laut adalah wilayah pesisir; pola makan keluarga; sikap afektif, ketidakpercayaan terhadap mitos dan pendidikan ibu; serta besar keluarga. Perilaku ibu menyediakan ikan laut yang berarti tersedianya ikan laut dalam menu keluarga tidak memberikan kontribusi nyata pada sikap anak. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan ikan laut dalam menu keluarga tidak serta merta akan membuat sikap anak menjadi positif terhadap makan ikan laut. Diperlukan adanya kesukaan ibu terhadap ikan laut agar anak memiliki sikap positif terhadap makan ikan laut. Penentu kecenderungan anak untuk makan ikan laut adalah kontrol perilaku yang anak rasakan untuk makan ikan laut, kemudian sikap anak, wilayah pesisir dan pola makan keluarga. Kontrol yang anak rasakan untuk makan ikan laut merupakan keyakinannya akan kemampuan untuk makan ikan laut. Mereka yang memiliki keyakinan tinggi untuk melakukan tindakan yang dimaksud akan dipermudah untuk melakukan tindakan tersebut (Azjen 1991). Norma subyektif atau dukungan sosial yang anak rasakan untuk makan ikan laut termasuk lemah di kedua wilayah dan tidak memberi kontribusi nyata pada kecenderungan anak makan ikan laut. Kemungkinan salah satu penyebabnya, responden adalah siswa sekolah dasar dalam masa transisi dari masa usia sekolah ke masa remaja dimana pada masa transisi pengaruh orangtua/keluarga mulai memudar sedang dukungan di luar keluarga belum kuat. Hal ini membuat norma subyektif yang anak rasakan lemah.

(6)

138,35 gr ikan/hari, telah melampaui rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, yaitu 72,7 gr ikan/hari. Namun rata-rata konsumsi ikan laut pada anak di wilayah pedalaman lebih rendah dari rekomendasi, yaitu 46 gr ikan/hari. Kesimpulan yang dapat diberikan adalah: Secara keseluruhan sebagian besar keluarga responden termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah, dan status sosial ekonomi keluarga di wilayah pedalaman lebih tinggi; Walaupun tingkat pendidikan ibu di wilayah pesisir lebih rendah serta korelasi tingkat pendidikan ibu dengan ketidakpercayaannya terhadap mitos dan sikap kognitif-nya positif dan kuat, namun wilayah pesisir yang berarti ketersediaan ikan laut di wilayah lebih banyak, lebih beragam dan lebih segar mampu meningkatkan ketidakpercayaan ibu terhadap mitos makan ikan laut dan sikap kognitif ibu terhadap ikan laut, sehingga kedua peubah tersebut tidak berbeda nyata di kedua wilayah; Wilayah pesisir berpengaruh kuat pada atribut anak yang berkaitan dengan makan ikan laut, hampir semua atribut anak di wilayah pesisir lebih baik; Perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu keluarga ditentukan secara signifikan oleh wilayah pesisir, pendapatan per kapita, besar keluarga, pendidikan dan persepsi serta sikap afektif ibu tentang ikan laut; Sikap anak terhadap makan ikan laut ditentukan oleh wilayah pesisir, pola makan keluarga, besar keluarga, pendidikan dan ketidakpercayaan terhadap mitos makan ikan laut serta sikap afektif ibu terhadap ikan laut; Frekuensi anak mengonsumsi ikan laut per minggu ditentukan oleh wilayah pesisir, sikap afektif ibu terhadap ikan laut dan sikap anak terhadap makan ikan laut; Konsumsi ikan laut per hari ditentukan oleh wilayah pesisir dan kecenderungan anak makan ikan laut. TPB mampu memprediksi model kecenderungan anak makan ikan laut yaitu melalui sikap anak terhadap makan ikan laut dan kontrol perilaku yang anak rasakan untuk makan ikan laut. TPB juga mampu memprediksi model konsumsi ikan laut per hari, yaitu melalui peubah kecenderungan anak makan ikan laut. Dengan demikian disamping peubah wilayah pesisir yang menjadi kontributor terbesar, sikap afektif ibu merupakan peubah penentu yang signifikan pada sikap dan perilaku anak makan ikan laut, mengalahkan peubah tingkat pendidikan ibu, sikap kognitif dan perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu keluarga.

(7)

 

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

DAN KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH

WAYSIMA

Disertasi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Sidang Tertutup: 1. Prof. Dr.Ir. Siti Madaniyah, MS 2. Dr.Ir. Lilik Noor Yulianti, MFSc

(10)

Nama : Waysima

NRP : P21600007

Progam Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua

Prof. Dr.Ir. Ali Khomsan, MS. Anggota

Prof. Dr. Ir. Fransiska R Zakaria, MSc Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

drh. M Rizal Damanik, M.Rep.Sc,Ph.D. Prof.Dr.Ir. Khairil A Notodiputro, MS.

(11)

hidayahNya sehingga pada akhirnya disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi yang berjudul Pengaruh Ibu pada Perilaku Makan Ikan Laut Siswa Sekolah Dasar di Kabuten Jepara dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ibu pada perilaku anak makan ikan laut di wilayah pesisir dan wilayah pedalaman.

Disertasi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: Prof.Dr.Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr.Ir. Ali Khomsan, MS dan Prof. Dr. Ir. Fransiska R Zakaria, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan semangat dan kesabaran luar biasa dalam memberikan bimbingan, motivasi dan teguran pada saat-saat yang sangat penulis perlukan sejak penyusunan proposal hingga selesainya disertasi ini; Para pejabat dan staf di Kantor PEMDA Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Jepara, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara dan Propinsi Jawa Tengah serta para Kepala Sekolah dan Ibu/Bapak Guru atas ijin dan pelaksanaan pengambilan data; Dr.Ir. Hartoyo, MSc, selain sebagai dosen penguji pada prelim lisan juga sebagai pribadi dosen atas masukan bagi perbaikan proposal penelitian dan curahan waktu konsultasi yang mencerahkan, Prof.Dr.Ir. Clara Kusharto, MSc selaku dosen pembahas pada kolokium yang telah memberikan masukan dan koreksi atas proposal penelitian, dan Dr.Ir. Herien Puspitasari, MSc, MSc atas kemauannya membimbing para mahasiswa untuk dapat lebih memahami data; Prof.Dr. Icek Ajzen atas penjelasan mengenai konsep TPB dalam komunikasi personal; Prof.Dr.Ir. Siti Madanijah, MS dan Dr.Ir. Lilik Noor Yuliati, MFSc selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup yang telah memberi banyak masukan dan memberitahu kekurangan-kekurangan penulis dengan cara yang sangat baik; Dr.Ir. Diah Krisnatuti, MS dan Dr.Ir. Agus Heri Purnomo, MSc selaku dosen penguji luar komisi pada ujian terbuka yang telah memahami disertasi ini dengan jeli dan memberi masukan atas kurang cermatnya penulis; Rekan-rekan enumerator: Endang Sutapaningsih dan Eugene Pitra Edodya, yang telah membantu pengambilan data di lapangan; serta Prof.Dr.Ir. Ahmad Sulaeman, MSc dan Dr.Ir. Arif Satria, MSc sebagai pimpinan sidang pada Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka

(12)

Noor Yuliati, Dr. Istiqlaliyah Muflikhati, Meda Wahini, dan Uke H Rasalwati atas waktu-waktu kebersamaan yang penuh warna dan menyemangati; serta Daisy Irawan, MS dan Dase Hunaefi, MSc yang banyak mencarikan artikel-artikel ilmiah dan memberi buku-buku Psychology of Food.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghormatan penulis sampaikan kepada Bapak (alm) yang selalu mendorong penulis untuk mencapai gelar doktor bahkan sebelum penulis menyelesaikan program sarjana; Mama, saudara-saudara dan seluruh keluarga yang selalu memberikan teguran, dorongan semangat, doa yang tiada putus serta sangat memaklumi ego penulis; dan banyak pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan disertasi ini yang karena keterbatasan penulis tidak dapat menyebutkan satu per satu.

Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kesalahan dan jauh dari sempurna, namun walaupun demikian penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi para pembaca.

(13)

Penulis dilahirkan dan dibesarkan di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 20 Agustus 1953. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Alm Bapak Tohir dan Ibu Ngatirah. Penulis menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Semarang, yaitu di SR Santa Clara, SMP Institut Indonesia dan SMAN 1. Tahun 1972 penulis melanjutkan studi ke Fakultas Psikologi Universitas Gadjahmada Yogyakarta dengan arahan bidang Psikologi Sosial. Tamat pada Tahun 1978 penulis kemudian bekerja di Usaha Percetakan, Penerbitan dan Toko Buku ABEDE di Semarang, dan bersama beberapa teman psikolog di UNDIP Semarang merintis Kegiatan Konsultasi Mahasiswa UNDIP. Pada tahun 1979, penulis bersama para psikolog yang tergabung dalam Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia Cabang Jawa Tengah di Semarang mendirikan dan menjalankan Biro Konsultasi Psikologi TINARBUKA Semarang. Tahun 1981, penulis mendapat tawaran mengajar mata kuliah Psikologi Pendidikan dan beruntung bergabung dengan para pengajar idealis di Program Diploma Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian IPB yang nantinya bergabung ke dalam Fakultas Politeknik Pertanian IPB hingga Tahun 1996.

Tahun 1985 penulis memperoleh beasiswa SEARCA untuk studi di University of The Philippines at Los Banos dengan mengambil Mayor Agricultural Education di Department of Agricultural Education and Rural Studies dan mendapatkan gelar Master of Science pada tahun 1987. Pada tahun 1991 penulis membantu perintisan operasional program magister yang baru di IPB, yaitu Program Magister Manajemen Agribisnis IPB (MMA-IPB) hingga awal tahun 2002. Karena beban kerja yang semakin bertambah dengan mengikuti perkuliahan di PS Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB, akhirnya penulis memilih untuk melepas pekerjaan di MMA IPB pada tahun 2002.

(14)

ix

DAFTAR GAMBAR ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xix

PENDAHULUAN ………. 1

Latar Belakang ……….. 1

Perumussan Masalah ………. 4

Tujuan ... 6

Manfaat Studi ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Ikan Laut sebagai Produk Pangan ... 7

Pola Konsumsi Ikan Laut ... 14

Perilaku Makan ... Preferensi Pangan pada Anak ... 16 22 Relasi Sikap terhadap Makan dan Perilaku Makan ... 32

Theory of Planned Behavior ……….. 37

Pengaruh Sosio-demografi pada Perilaku Makan ………... 42

KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS ……… 49

Kerangka Pemikiran ……… 49

Hipotesis Penelitian ……… 55

METODOLOGI PENELITIAN ………. 57

Desain, Lokasi dan Waktu ………. 57

Teknik Penarikan Sampel ……….. 58

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ………. 61

Kontrol Kualitas Data ………... 63

Pengukuran Peubah ……….. 65

Pengolahan dan Analisis Data ………... 67

Definisi Operasional ... 69

Keterbatasan Penelitian ……… 72

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 73

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 73

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 73

Kependudukan ... 77

Mata Pencaharian Penduduk ... 82

Sarana Perekonomian Berdasar Ketersediaan Ikan Laut ... 84

Lingkungan Tempat Tinggal Responden ... 88

Karakteristik Keluarga dan Anak ……….….………... 88

Bentuk Keluarga dan Usia Orangtua ... 88

Tingkat Pendidikan Orangtua ... 90

Pekerjaan Orangtua ... 91

(15)

x

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Ibu terhadap Ikan Laut …... 145

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ibu Menyediakan Ikan Laut dalam Menu Keluarga ...………… 149

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Responden Anak terhadap Makan Ikan Laut ………..……….… 154

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Anak Makan Ikan Laut ……….……….…... 158

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Anak Mengonsumsi Ikan Laut ……….. Frekuensi Anak Mengonsumsi Ikan Laut per Minggu ……… 162 162 Konsumsi Ikan Laut per Hari ……… 166

(16)

xi 1 Fungsi berbagai zat gizi mikro bagi manusia di ikan laut ………. 7 2 Jumlah produksi ikan laut basah menurut jenis ikan laut Tahun 2007

di Kabupaten Jepara ... 8 3 Standar klasifikasi perlakuan produksi dan hasil olahan perikanan

tangkap ……… 9

4 Perbandingan kandungan zat gizi yang terdapat pada beberapa produk ikan laut per 100 gr produk ……… 9 5 Kerangka sampling yang digunakan dalam penelitian ……… 59 6 Jumlah siswa sekolah sampel berdasarkan jenis kelamin ……..…... 60 7 Peubah, alat dan cara pengumpulan data serta skala pengukuran

yang digunakan ……… 62 8 Hasil analisis uji reliabilitas dan validitas instrumen ………. 65 9 Peubah-peubah dalam penelitian dan pengukurannya ………. 66 10 Jumlah penduduk Kecamatan Jepara dan Kabupaten Jepara menurut

kelompok umur dan jenis kelamin Tahun 2007 (jiwa) ……….…. 77 11 Jumlah penduduk Kecamatan Purwodadi dan Kabupaten Grobogan

menurut kelompok usia dan jenis kelamin Tahun 2007 (jiwa) ………. 78 12 Jumlah penduduk Kecamatan Jepara berdasarkan jenjang

pendidikan bagi umur 5 tahun keatas Tahun 2006 ……… 79 13 Jumlah sekolah dasar, siswa dan guru di Kecamatan Jepara

Tahun 2007 ……… 80

14 Jumlah penduduk Kecamatan Purwodadi berdasarkan jenjang

pendidikan bagi umur 5 tahun keatas Tahun 2006 ……… 81 15 Jumlah sekolah dasar, siswa dan guru di Kecamatan Purwodadi

Tahun 2007 ……… 82

16 Jumlah penduduk Kecamatan Jepara berdasarkan mata pencaharian (usia ≥ 10 tahun) Tahun 2007 (jiwa) …..……… 83 17 Jumlah penduduk Kecamatan Purwodadi berdasarkan mata

pencaharian (usia ≥ 10 tahun) Tahun 2007 (jiwa) ………. 84 18 Kategori orang tua di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 89 19 Kategori usia ayah dan ibu responden anak di wilayah pesisir dan

di wilayah pedalaman... 89 20 Kategori tingkat pendidikan ayah dan ibu di wilayah pesisir dan

(17)

xii

pedalaman ... 93 25 Kategori besar keluarga responden di wilayah pesisir dan di wilayah

pedalaman ... 94 26 Kategori pendapatan keluarga responden per kapita per bulan di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 95 27 Kategori pengeluaran keluarga per kapita per bulan untuk ikan laut

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 96 28 Kategori usia responden anak di wilayah pesisir dan di wilayah

pedalaman (bulan) ... 97

29 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ……….

98

30 Sebaran anak berdasarkan urutan anak dalam keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ...

99 31 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang ketersediaan

ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 100 32 Lokasi pembelian ikan laut yang sering ibu kunjungi di wilayah pesisir

dan di wilayah pedalaman ……….. 100 33 Kategori persepsi ibu tentang ketersediaan ikan laut di tempat biasa

membeli di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) 100 34 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang harga ikan laut

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 101 35 Alasan ibu menyediakan masakan ikan laut untuk keluarga di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman 101

36 Kategori persepsi ibu tentang harga ikan laut di wilayah pesisir dan

di wilayah pedalaman ... ... 102 37 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang kemudahan

memperoleh produk ikan laut yang disukai di wilayah pesisir dan

di wilayah pedalaman (n=248) ... 103 38 Kategori persepsi ibu tentang kemudahan mendapatkan produk ikan

laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 103 39 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang kemudahan

mengolah ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 104 40 Kategori persepsi ibu tentang kemudahan mengolah ikan laut

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalama ... 105 41 Kategori persepsi ibu tentang ikan laut di wilayah pesisir dan di

wilayah pedalaman (n=248... 106 42 Persentase responden ibu berdasar sikap kognitif terhadap ikan laut

(18)

xiii wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ………. 109 45 Kategori sikap afektif ibu terhadap ikan laut di wilayah pesisir dan di

wilayah pedalaman (n=248) ... 110 46 Kategori sikap ibu terhadap ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah

pedalaman (n=248) 110

47 Peringkat pertama kesukaan ibu terhadap berbagai bahan pangan

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 111 48 Frekuensi ibu menyediakan masakan ikan laut bagi keluarga di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ……… 112 49 Jenis ikan laut yang disukai ibu untuk peringkat pertama (n=232*) ... 114 50 Produk ikan laut yang ibu sukai sebagai peringkat pertama di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman (n=232*) ... 115 51 Jenis masakan ikan laut yang ibu sukai sebagai urutan pertama di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 115 52 Persentase responden ibu berdasar ketidakpercayaan terhadap mitos

makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) 116 53 Kategori ketidakpercayaan ibu terhadap mitos tentang makan ikan

laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 117 54 Persentase persepsi anak tentang pola makan keluarga di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 119 55 Kategori persepsi anak tentang pola makan keluarga di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman ... 120 56 Persentase responden anak berdasar persepsi tentang peraturan

makan dalam keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman .. 120 57 Kategori persepsi anak terhadap peraturan makan keluarga di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 121 58 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang pola makan

keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 121 59 Kategori persepsi ibu tentang pola makan keluarga di wilayah pesisir

dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 122 60 Perbandingan pola makan keluarga menurut persepsi anak dan

persepsi ibu di kedua wilayah ………... 123 61 Persentase responden ibu berdasar persepsi tentang peraturan

makan keluarga di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) 123 62 Perbandingan peraturan makan keluarga menurut persepsi anak dan

persepsi ibu di kedua wilayah ……….. 124 63 Persentase responden anak berdasar sikap kognitif terhadap makan

(19)

xiv

makan ikan laut (n=248) ... 127 66 Kategori sikap afektif anak terhadap makan ikan laut di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 127 67 Kategori sikap anak terhadap makan ikan laut di wilayah pesisir dan

di wilayah pedalaman (n=248) ... 128 68 Urutan pertama kesukaan anak terhadap bahan pangan untuk lauk

di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 129 69 Perbandingan pilihan pertama ibu dan anak pada bahan pangan

untuk lauk ... 130 70 Urutan pertama kesukaan anak dan ibu terhadap produk-produk ikan

laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 130 71 Urutan pertama kesukaan anak dan ibu terhadap jenis masakan ikan

laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 131 72 Persentase responden anak berdasar dukungan internal yang dirasa

untuk makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ... 132 73 Kategori norma subyektif internal yang anak rasakan untuk makan

ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ……. 133 74 Persentase responden anak berdasar dukungan eksternal yang

dirasa untuk makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman ...

134 75 Kategori norma subyektif eksternal yang anak rasakan untuk makan

ikan laut di wilayah pesisir dan wilayah pedalaman (n=248) ……… 134 76 Kategori norma subyektif yang anak rasakan untuk makan ikan laut

Di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ……… 135 77 Persentase responden anak berdasar kondisi yang memfasilitasi

untuk makan ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ...

136 78 Kategori kondisi yang memfasilitasi anak untuk makan ikan laut di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) 137 79 Persentase responden anak berdasar pengalaman makan ikan laut

di wilayah pesisir dan di wilayah (n=248) 138 80 Kategori pengalaman anak berkaitan dengan makan ikan laut di

wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman 138 81 Kategori kontrol yang anak rasakan untuk makan ikan laut di wilayah

pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) 139 82 Persentase responden anak berdasar kecenderungan untuk makan

ikan laut di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman (n=248) ... 139 83 Kategori kecenderungan anak makan ikan laut di wilayah pesisir dan

(20)

xv di wilayah pedalaman (gram/hari) (n=248) ……… 143 86 Nilai koefisien regresi peubah yang mempengaruhi sikap ibu

terhadap ikan laut ……….. 146 87 Peubah penentu perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu

keluarga) ……… 153

88 Peubah penentu sikap anak terhadap makan ikan laut ………. 156 89 Peubah penentu kecenderungan responden anak untuk makan ikan

laut ………... 162

90 Peubah penentu frekuensi anak mengonsumsi ikan laut per minggu .. 166 91 Peubah penentu konsumsi ikan laut pada anak per hari ………

.

(21)
(22)

xvii 1 Model Pilgrim: Komponen penerimaan pangan ………. 18 2 Model Randall dan Sanjur: Faktor-faktor yang mempengaruhi

preferensi pangan ……… 19 3 Model Khan: Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan .. 20 4 Model Shepherd: Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan dan

konsumsi pangan ……….. 21 5 Model Ajzen & Fishbein: Theory of Reasoned Action ………. 37 6 Model Ajzen: Theory of Planned Behavior .……….. 40 7 Kerangka Berpikir: Peran ibu pada pembentukan perilaku anak

makan ikan laut ... 56 8 Peta kabupaten wilayah pesisir (Kabupaten Jepara) ... 73 9 Peta kecamatan wilayah pesisir (Kecamatan Jepara) ... 74 10 Peta kabupaten wilayah bukan-pesisir (Kabupaten Grobogan) ... 75 11 Peta kecamatan wilayah bukan-pesisir (Kecamatan Purwodadi) ... 76 12 Analisis jalur model perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu

keluarga ... 151 13 Analisis jalur model sikap anak terhadap makan ikan laut ... 155 14 Analisis jalur model kecenderungan anak untuk makan ikan laut ... 159 15 Analisis jalur model frekuensi mengonsumsi ikan laut per minggu ... 165 16 Analisis jalur model konsumsi ikan laut per hari pada anak ... 168

(23)
(24)

xix 1 Rata-rata konsumsi protein dan protein ikan per kapita per hari

menurut propinsi di Indonesia Tahun 2008 ……….. 195 2 Daftar frekuensi konsumsi produk ikan laut di wilayah pesisir ……. 196 3 Daftar frekuensi konsumsi produk ikan laut di wilayah bukan-pesisir 198 4 Formulir recall 2x24 hours ……….. 199 5 Hasil korelasi antar peubah penelitian ……….. 200 6 Ragam produk ikan laut yang dikonsumsi responden anak ………. 202

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perilaku makan pada manusia bukanlah suatu proses sederhana, bukan terjadi hanya berdasarkan aktivitas fisiologis seperti lapar atau kebutuhan akan zat gizi, atau keyakinan akan manfaat kesehatan yang didapat dengan makan makanan tertentu. Perilaku makan merupakan perilaku manusia yang kompleks, dipengaruhi oleh serangkaian faktor mulai dari mekanisme biologis, genetis hingga ke faktor-faktor sosial dan budaya (Shepherd 1999, Sijtsema 2003). Roininen (2001) dalam tesisnya mengutarakan bahwa bahan pangan yang tersedia, individu dan lingkungan sosial-ekonomi secara bersama-sama mempengaruhi pemilihan pangan dan perilaku makan. Pada anak, pola penerimaan terhadap makanan dipengaruhi oleh berbagai pengalaman sejak lahir, seperti melalui orangtua lewat makanan yang diperbolehkan, waktu makan yang ditentukan, dan konteks sosial dimana perilaku makan terjadi (Birch 2002), serta khususnya melalui kegiatan ibu dalam meningkatkan konsumsi pangan sehat pada anak (Brown & Ogden 2004, Fisher & Birch 1996).

(26)

telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan usia harapan hidup relatif lebih lama (Dahuri 1999).

Sebagai negara baharí yang memiliki banyak ragam jenis ikan laut, pada Tahun 2006 Indonesia pernah menjadi negara produsen ikan laut terbesar ke 5 di dunia (FAO 2009) dan negara pengekspor ikan laut terbesar ke 4 di dunia (Lymer et al. 2008). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004 telah menetapkan patokan kecukupan konsumsi protein per kapita per hari adalah 52 gr protein dan yang berasal dari ikan untuk rata-rata penduduk Indonesia se-yogyanya bisa memenuhi standar gizi yaitu 9 gr protein/hari. Itu berarti konsumsi ikan sebesar 26,6 kg/kapita/ tahun. Secara nasional, rata-rata konsumsi protein/ kapita/hari penduduk Indonesia sudah melebihi patokan kecukupan protein yang ditetapkan, yaitu 57,5 gr. Namun protein yang berasal dari ikan masih kurang dari standar gizi yang dipatok (7,9 gr/hari) (Lampiran 1) dengan kisaran konsumsi per propinsi dari 1,9 gr/hari di propinsi DI Yogyakarta hingga 17,7 gr/hari di Propinsi Maluku (BPS 2008).

(27)

pangan yang lancar ini dapat merupakan salah satu penjelasan sedikitnya konsumsi ikan laut yang terjadi di Pulau Jawa.

Perilaku makan sehat telah dipromosikan selama sepuluh tahun terakhir ini secara besar-besaran, yang mengakibatkan adanya kecenderungan masyarakat mengonsumsi makanan sehat (Gilbert 2000, Leek et al. 2000). Kendala yang diperkirakan menghalangi seseorang, khususnya ibu sebagai penentu menu keluarga di rumah, mengonsumsi ikan laut adalah persepsi tentang kesulitan membeli, menyiangi dan mengolah ikan laut serta persepsi tentang mahalnya harga ikan laut. Leek et al. (2000) menemukan bahwa persepsi ibu tentang beberapa atribut ikan laut yang tidak menyenangkan seperti adanya tulang/duri dan bau amis berperan sebagai penghambat dalam mengonsumsi ikan laut (Prell et al. 2002, Bredahl & Grunert 1997, Marshall 1993). Dari sisi ikan laut sendiri, hasil penelitian di beberapa tempat di Pulau Jawa (Suparman 2003, Nurdianty 2004, Mardianty 2005) menunjukkan bahwa banyaknya duri dan bau anyir membuat persepsi konsumen tentang ikan laut menjadi tidak menyenangkan, selain itu penelitian Prell et al. (2002) menunjukkan adanya persepsi konsumen tentang kesulitan mengolah ikan laut. Hal-hal tersebut menjadikan hambatan besar bagi konsumen untuk mengon-sumsi ikan laut.

Fisher dan Birch (1996) serta Brown dan Ogden (2004) menjelaskan adanya peran model dalam keluarga, khususnya pengaruh ibu terhadap peningkatan konsumsi pangan sehat pada anak. Hasil penelitian Spruijt-Metz et al. (2002) terhadap anak berusia 7-14 tahun menunjukkan bahwa pengaruh ibu nyata berkaitan dengan berat badan anak dan berkorelasi positif dengan konsumsi pangan anak. Salah satu analisis longitudinal dari Skinner et al. (2002b) terhadap preferensi pangan pada anak dari usia 2 bulan hingga 8 tahun menunjukkan bahwa preferensi ibu tetap merupakan pengaruh utama terhadap terbentuknya preferensi pangan pada anak hingga usia berusia 8 tahun.

(28)

sekolah ke masa remaja awal jarang dilakukan, khususnya penelitian tentang konsumsi ikan laut. Mempertimbangkan pentingnya manfaat ikan laut bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dan mulai melonggarnya hubungan figur orangtua dan guru ke anak, serta mulai eratnya hubungan anak dengan teman-teman sebaya, maka diperlukan pemahaman yang lebih kongkrit akan pengaruh ibu di masa transisi ini, khususnya untuk mengetahui kontribusinya terhadap perilaku anak makan ikan laut. Pemahaman tersebut akan memberikan salah satu solusi untuk terciptanya SDM Indonesia di kemudian hari yang berkualitas.

Upaya menghasilkan sumberdaya manusia berkualitas dapat dikatakan merupakan suatu investasi yang dapat berwujud penyediaan jasa dan fasilitas kesehatan yang berpengaruh terhadap peningkatan angka harapan hidup, stami-na dan vitalitas manusia serta pendidikan. Pentingnya mengupayakan investasi tersebut agar diperoleh kualitas anak yang semakin membaik dari segi pertum-buhan fisik dan pengembangan mentalnya. Syarif (1997) menguraikan kualitas SDM, di antaranya kualitas fisik yang tercermin oleh adanya kesehatan dan ke-tahanan jasmani. Kualitas fisik memungkinkan seseorang dapat hidup sehat, aktif, produktif dan berumur panjang. Kualitas akal tercermin melalui kecerdasan intelektualnya. Soekirman (2002) menyatakan bahwa kualitas SDM usia dewasa tidak dapat dipisahkan dengan kualitas hidup pada usia muda, yang artinya bahwa kualitas hidup manusia muda akan berpengaruh pada kualitasnya sebagai SDM di kemudian hari.

Perumusan Masalah

(29)

kesenjangan lebar. Rata-rata konsumsi ikan laut di seluruh propinsi pulau Jawa lebih rendah daripada konsumsi ikan laut di propinsi luar Jawa.

Mempertimbangkan manfaat ikan laut yang berpengaruh positif dalam meningkatkan pembentukan kecerdasan dan kesehatan manusia, khususnya anak merupakan calon sumberdaya manusia berdayaguna di masa depan, dan sebagai penduduk negara kepulauan, pentinglah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku anak makan ikan laut dan kondisi yang diperlukan agar perilaku makan pada anak dapat terjadi. Penelitian sejenis ini di Indonesia belum banyak dilakukan. Terutama dalam kaitan dengan konsumsi ikan laut pada anak akhir usia sekolah, apakah pengaruh ibu pada perilaku anak makan masih berlanjut setelah anak berusia 8 tahun. Studi ini ingin melihat pengaruh ibu pada sikap dan perilaku anak terhadap makan ikan laut di usia transisi dari usia sekolah ke usia remaja awal.

Ketersediaan ikan dalam keadaan relatif segar dan banyak di suatu wilayah, seperti wilayah pesisir tentunya akan mempengaruhi perilaku masyarakat berkaitan dengan ikan laut. Oleh karena itu perlu dimasukkan kedalam penelitian adanya perbedaan wilayah pesisir dan pedalaman yang membedakan ketersediaan ikan di kedua wilayah tersebut. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini:

1. Seberapa besar pengaruh perbedaan wilayah (pesisir dan pedalaman) terhadap karakteristik keluarga di kedua wilayah.

2. Seberapa jauh pengaruh tingkat pendidikan ibu pada sikap-perilaku anak mengonsumsi ikan laut?

3. Apakah ibu masih berpengaruh pada sikap-perilaku anak mengonsumsi ikan laut di usia masa transisi?

4. Faktor-faktor apa saja yang menghambat tersedianya ikan laut dalam menu keluarga?

(30)

6. Apakah komponen-komponen inti TPB, yaitu sikap anak, norma subyektif dan kontrol perilaku yang anak rasakan untuk makan ikan laut, serta kecenderungan anak mengonsumsi dapat berlaku sebagai penentu perilaku anak mengonsumsi ikan laut?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh pada sikap dan perilaku anak makan ikan laut di wilayah pesisir dan wilayah pedalaman.

Tujuan khususnya:

1. Mengidentifikasi dan mengkaji perbedaan karakteristik sosiodemografi keluarga, karakteristik ibu dan anak di wilayah pesisir dan di wilayah pedalaman

2. Menganalisis pengaruh sosio-demografi terhadap perilaku ibu menyediakan ikan laut dalam menu keluarga

3. Menganalisis relasi sikap-perilaku anak makan ikan laut berdasarkan pendekatan Theory of Planned Behavior

4. Menganalisis penentu perilaku anak makan ikan laut

5. Menganalisis pengaruh ibu pada perilaku anak makan ikan laut.

Manfaat Studi

1. Sebagai sumbangan terhadap pengembangan ilmu perilaku konsumen, khususnya pembentukan perilaku makan ikan laut pada anak di usia transisi yang masih jarang dilakukan di Indonesia

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Laut sebagai Produk Pangan

Ikan Laut dan Produk Olahannya

Ikan laut, sebagai salah satu hasil perikanan tangkap, merupakan sumber protein bagus, bermutu tinggi, memiliki sedikit lemak jenuh namun kaya akan berbagai gizi mikro penting yang diperlukan manusia. Ikan laut merupakan sumber utama asam lemak tak jenuh omega-3, EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic acid) (Burroughs & Burdge 2004) dan juga sumber fosfor, besi dan kalsium yang tinggi (Choo & Williams 2003). Omega-3 juga ditemukan di beberapa minyak sayur, minyak kacang dan minyak cereal, hanya saja tidak sebanyak di ikan laut (Nesheim & Yaktine 2007). Selain itu ikan laut memiliki mutu cerna dan daya manfaat tinggi. Artinya seluruh kandungan protein bahan pangan tersebut dapat dicerna dengan lebih mudah dan diserap usus untuk dapat dimanfaatkan tubuh manusia dibandingkan dengan protein yang berasal dari daging hewan (Muchtadi 1996). EPA dan DHA dipercaya berperan penting dalam meningkatkan perkembangan syaraf pada janin dan bayi, menguatkan kehamilan dan menurunkan resiko terjadinya penyakit jantung (Burdge 2004).

Tabel 1 Fungsi berbagai zat gizi mikro di ikan laut bagi manusia

No Zat Gizi Fungsi

1 Vitamin A Diperlukan untuk pertumbuhan & perkembangan jaringan- jaringan epithelium, syaraf & tulang

2 Vitamin D Pengatur utama metabolisme mineral (kalsium & fosfor) tulang

3 Fosfor Unsur pokok tulang dan gigi

4 Besi Heme enzymes (hemoglobin dll)

5 Yodium Berpengaruh dalam transportasi & metabolisme hormon thiroid 6 Kalsium Penyusun tulang dan gigi, pengatur syaraf dan fungsi otot 7 EPA Penting untuk keutuhan jaringan mitokondrial, berperan dalam

pembentukan prostaglandin & leukotriene

8 DHA Zat gizi penting bagi otak dan retina

Sumber: Choo & Williams 2003

(32)

dan kelompok tumbuhan air (DKP 2008). Tidak di setiap daerah di Indonesia terdapat semua jenis ikan laut. Tabel 2 menunjukkan berbagai jenis ikan laut yang terdapat di salah satu daerah tempat penelitian ini (Kabupaten Jepara, Jawa Tengah), diurutkan sesuai dari yang terbanyak (BPS Kabupaten Jepara 2008). Nama latin ikan laut terdapat pada Lampiran 6.

(33)

ikan olahan yang diawetkan dan dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, kemudian disterilkan (Deputi Merinstek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000).

Tabel 3 Standar klasifikasi perlakuan produksi dan hasil olahan perikanan tangkap

No Jenis perlakuan Jenis hasil olahan

1 Dipasarkan segar Segar/ mati

Utuh/ dipotong-potong

4 Dikalengkan Ikan kaleng

5 Penepungan Tepung ikan

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan 2008

Secara umum, kandungan zat gizi dari produk-produk ikan laut disajikan pada Tabel 4. Dari beberapa produk ikan laut, secara umum yang memiliki kandungan protein tertinggi adalah ikan asin dan yang terkecil adalah ikan segar. Hanya saja pada umumnya ikan asin dikonsumsi dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada ikan segar.

Tabel 4 Perbandingan kandungan zat gizi yang terdapat pada beberapa produk ikan laut per 100 gr produk

Kandungan Zat Gizi

Produk Ikan Laut

Ikan segar Ikan asin Ikan kaleng Ikan pindang

Air (%) 80,0 40,0 47,0 59,0

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1979.

(34)

Umumnya garam yang ditambahkan untuk pengawetan di bahan pangan, paling banyak terdapat di ikan asin, yaitu berkisar 5-10 gr/100 gr ikan, dibandingkan penggaraman di daging lebih sedikit yaitu 2-6 gr/100 gr daging dan di roti bervariasi antara 1,5 hingga 4 gr/100 gr roti.

Ikan Laut dan Manfaatnya

Berbagai penelitian tentang pengaruh ikan laut terhadap kesehatan manusia telah banyak dilakukan, mulai dari pengaruh ke janin hingga ke orangtua. Konsumsi DHA ke ibu hamil ternyata mempengaruhi kandungan DHA pada darah dan ASI (Al et al. 1995). Aliran DHA ke placenta meninggi dengan meningkatnya konsumsi DHA (Haggarty et al. 1999). Jadi peningkatan konsen-trasi DHA pada darah ibu hamil meningkatkan ketersediaan DHA untuk janin. Status DHA pada ibu hamil dapat mempengaruhi ketersediaan suplai DHA ke otak janin, organ-organ dan jaringan-jaringan lainnya (Clandinin et al. 1980). Pengembangan syaraf janin secara optimum tergantung pada nutrisi spesifik, termasuk DHA. Rendahnya konsumsi ikan laut selama ibu hamil menyebabkan janin mengalami kekurangan asam lemak esensial omega-3 yang dapat meng-akibatkan gangguan pada perkembangan syaraf janin (Salem et al. 2001). Se-mentara pengembangan syaraf yang kurang optimum lebih banyak dialami anak dari ibu yang mengonsumsi ikan laut kurang dari hasil penelitian Hibbeln et al. (2007), yaitu 340 gr ikan/minggu dibandingkan dengan yang dialami anak dari ibu yang mengonsumsi ikan laut lebih dari 340 gr ikan/minggu. Hasil penelitian pasca kelahiran mengkonfirmasi adanya hubungan antara DHA dan inteligensi pada anak dan rendahnya konsumsi DHA menyebabkan kerusakan otak atau mengurangi fungsi optimal otak manusia (Podell 1999). Anak-anak yang menga-lami hiperaktif atau yang mengamenga-lami gangguan kurang dapat berkonsentrasi cenderung mengalami kekurangan DHA.

(35)

nyata antara konsumsi ikan laut pada ibu hamil dan tingkat DHA pada ASI serta menurunnya prevalensi depresi pasca melahirkan. Menurunnya suasana hati pasca melahirkan tampaknya berhubungan dengan rendahnya tingkat omega-3 dan rendahnya kandungan DHA di dalam ASI berkorelasi dengan meningkatnya tingkat depresi pasca melahirkan. Timonen et al. (2004) yang melakukan studi longitudinal terhadap para ibu hamil hingga ibu berusia 31 tahun membuktikan bahwa para ibu yang jarang mengonsumsi ikan laut lebih sering mengalami depresi sepanjang waktu daripada para ibu yang secara teratur mengonsumsi ikan laut. Namun sebaliknya, Llorente et al. (2003) yang melakukan percobaan terhadap 44 ibu menyusui yang secara teratur mengonsumsi DHA setiap hari selama empat bulan menyusui dibandingkan dengan kelompok kontrol, tidak menemukan adanya perbedaan nyata antara kedua kelompok dalam diagnosa depresi pasca melahirkan.

(36)

keha-milan menurunkan IQ verbal anak (Helland et al. 2003, Whalley et al. 2004).

Efek minyak ikan pertama kali ditegaskan pada tahun 1950an berdasarkan studi-studi lintas budaya yang dilakukan di pemukiman suku Inuits dan Danish di Greenland. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa secara signifikan kejadian penyakit jantung lebih rendah dialami masyarakat suku Inuits dibandingkan dengan masyarakat suku Danish. Fenomena ini disebutkan sebagai Eskimo Paradox. Kemudian studi epidemiologi yang dikerjakan pada tahun 1970an oleh seorang peneliti Danish yang berhipotesa bahwa rendahnya kejadian penyakit jantung di masyarakat Eskimo-Greenland berhubungan dengan tingginya kon-sumsi ikan laut (Bang et al. 1980). Studi tersebut membuktikan adanya korelasi yang kuat antara rendahnya penyakit jantung koroner yang dialami masyarakat suku Inuits dengan tingginya tingkat konsumsi ikan laut yang diketahui banyak mengandung asam lemak omega-3.

(37)

koroner, telah meninggal 484 orang, dan penyakit jantung tersebut lebih banyak dialami pada kelompok yang mengonsumsi ikan kurang dari satu kali per bulan. Kebiasaan mengonsumsi asam lemak omega-3 untuk mengurangi resiko kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner dibenarkan oleh Dietary Guideline yang dikeluarkan oleh American Heart Association yang merekomendasikan individu untuk makan paling tidak dua porsi ikan, terutama fatty fish setiap minggunya (Albert et al. 2002, Kris-Etherton et al. 2003).

Selain berkaitan dengan penyakit jantung, penelitian eksperimen dan studi epidemiologis telah menunjukkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung asam lemak jenuh mempengaruhi terjadinya beberapa jenis penyakit kanker, seperti kanker prostat dan kanker payudara (Shahidi & Miraliakbari 2004). Penelitian Maillard et al. (2002) menunjukkan adanya kesehatan secara umum perempuan yang mengonsumsi cukup omega-3 seperti terhindar dari kanker payudara dan osteoporosis (Genuis & Schwalfenberg 2006). Kecukupan omega-3 pada ibu hamil dan ibu menyusui berhubungan dengan berkurangnya penyakit alergi (Sausenthaler et al. 2007) serta meningkatkan koordinasi mata dan tangan anaknya (Dunstan et al. 2006).

Budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuk-tikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di negara tersebut (Khomsan 2002). Oleh karena itu asam lemak omega-3 sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh para ibu hamil dan menyusui, karena keduanya akan mempengaruhi kondisi janin di kandungan dan anaknya. Menurut Dahuri (1999) masyarakat di negara dengan tingkat konsumsi ikan yang tinggi, selain berkorelasi positif dengan tingkat kecerdasan masyarakat, penurunan kolesterol dan pencegahan berbagai penyakit degeneratif, juga menunjukkan tingkat harapan hidup yang relatif lebih lama yaitu mencapai sekitar 80 tahun. Tingginya usia harapan hidup masyarakat di negara dengan tingkat konsumsi ikan laut tinggi dapat dijelaskan dari adanya dampak positif mengonsumsi ikan laut yang menyebabkan kesehatan masyarakat semakin baik, dan kesehatan masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam memper-panjang usia harapan hidup.

(38)

seba-gai kontaminan yang terkandung pada ikan laut tidak diragukan mengakibatkan efek kerusakan pada perkembangan otak, namun kerusakan yang terjadi tidak sebesar keseluruhan manfaat nutrisi yang diberikan ikan laut. Studi Hibbeln et al. (2007) menunjukkan bahwa resiko kehilangan manfaat gizi esensial pada perkembangan syaraf akibat penyajian konsentrasi kontaminan pada 340 gr ikan laut yang dikonsumsi tiap minggunya dapat terlampaui. Verbeke et al. (2008) dalam penelitiannya tentang “Komunikasi resiko dan manfaat konsumsi ikan laut pada konsumen Belgia” menyampaikan bahwa di dalam istilah kesehatan, konsumsi produk ikan laut sering dihubungkan dengan kontradiksi yang terjadi antara peningkatan gizi dan kemungkinan dampak toksikologi yang diperoleh konsumen. Manfaat kesehatan dari konsumsi ikan laut adalah adanya kandungan omega-3 dan vitamin D, sedang kemungkinan dampak toksikologi berasal dari kontaminan lingkungan seperti dioxin, methyl mercury dan polychlorinated biphenyls yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia, terutama pada ibu hamil, perkembangan janin, ibu menyusui, bayi dan kanak-kanak. Konsentrasi kontaminan sangat tergantung pada spesies ikan, metabolisme dan tempat asalnya yaitu kondisi lingkungan dimana ikan itu tinggal sebelum ditangkap. Oleh karena itu, walaupun telah terbukti manfaat ikan laut, Kris-Etherton et al. (2003) menyarankan untuk mengonsumsi berbagai jenis ikan laut untuk memperkecil dampak buruk potensial yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan di laut.

Pola Konsumsi Ikan Laut

Semenjak dikaitkannya konsumsi ikan secara teratur dengan peluang menurunnya beberapa penyakit kronis, seperti penyakit jantung, maka terjadi peningkatan konsumsi ikan sesuai dengan kecenderungan menggunakan pola makan secara sehat (Verbeke & Vackier 2005). Penelitian Prell et al. (2002) menunjukkan bahwa pengkonsumsi ikan, yaitu para siswa sekolah usia 14 tahun, lebih dipuaskan karena rasa, tekstur daging dan penampilan ikan laut dan ber-pendapat bahwa masakan ikan laut itu sehat dan dapat diolah dengan baik.

(39)

2000), seperti banyaknya duri dan bau amis yang ditimbulkannya (Bredahl & Grunert 1997, Prell et al. 2002). Selain itu rendahnya konsumsi ikan laut juga berkaitan dengan kendala berupa tidak stabilnya pasokan ikan dan kurangnya variasi mutu, serta begitu rendahnya tingkat perkembangan produk ikan yang dapat memenuhi harapan konsumen (Trondsen 1997a, Trondsen 1997b, Trondsen et al. 2003a). Penelitian di beberapa tempat di pulau Jawa juga me-nunjukkan bahwa persepsi yang dimiliki konsumen tentang bau ikan yang tidak menyenangkan (amis, anyir) lebih merupakan hambatan besar dalam mengon-sumsi ikan laut (Suparman 2003, Nurdianty 2004, Mardianty 2005).

Berbagai pengetahuan di atas tentang manfaat ikan laut sebagai bahan pangan telah banyak diketahui masyarakat. Namun food choice merupakan suatu proses perilaku kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang berbeda-beda. Secara keseluruhan food choice tidak hanya ditentukan oleh kebutuhan fisiologis dan pengetahuan mengenai berbagai zat gizi yang terkan-dung di dalamnya dan kebutuhan manusia akan zat gizi tersebut, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial budaya (Shepherd 1999) atau kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologis (Sijtsema 2003).

(40)

Perilaku Makan

Pangan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari dan beberapa hal yang berkaitan dengan pangan telah berubah secara drastis dalam kurun waktu satu abad ini. Sijtsema (2003) mencontohkan kisah hidupnya sebagai berikut:

”Pada awal abad 20, nenek saya tinggal di daerah pertanian, dimana dia dan keluarganya menanam kentang dan mengolahnya untuk makanan mereka, memeras sapi peliharaannya untuk mendapatkan susu dan menjualnya. Di pertengahan abad 20, ibu saya tinggal di desa merawat rumah tangganya sementara ayah saya bekerja. Ibu saya berbelanja di toko atau di pasar dan menyiapkan makanan bagi keluarganya. Segala sesuatu berbeda dengan keadaan saya sekarang. Saya bekerja sebagaimana suami saya, dan kami membeli semua makanan kami di supermarket yang menyajikan berbagai macam sayur dan makanan dari berbagai macam negara. Saya hanya butuhkan waktu singkat untuk memanaskan semua makanan jadi dari supermarket yang telah dikemas dengan baik”.

Berkaitan dengan pangan, yang paling penting adalah adanya transisi dari pilihan pangan yang sedikit dan terbatas menjadi pilihan yang melimpah. Selain itu konsumen tak lagi dapat mencukupkan kebutuhannya dari usahanya sendiri, juga semakin sedikit yang mengenal kegiatan menanam, memproduksi dan mengolah bahan pangan. Saat ini, pangan adalah bagian dari gaya hidup konsumen dan produksi pangan telah berkembang menjadi industrialisasi. Telah terjadi perkembangan pangan berkaitan dengan fungsi pangan, manusia tidak hanya mempunyai kebutuhan fisiologis (lapar) untuk berhubungan dengan pangan, namun juga mempunyai kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologis yang membuatnya berhubungan dengan pangan (Sijtsema et al. 2002). Oleh ka-rena itu memilih makanan menjadi salah satu bentuk perilaku yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu oleh makanan itu sendiri, individu yang membuat pilihan, lingkungan ekonomi dan sosial dimana pilihan itu dibuat (Meiselman & MacFie 1996) atau yang dikatakan Shepherd (1999) sebagai faktor-faktor sosial budaya.

(41)

demografis, seperti perubahan komposisi rumah tangga, tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi kerja perempuan serta penghasilan keluarga yang semakin tinggi. Penelitian Lien et al. (2001) dan Kelder et al. (1994) terhadap pra-remaja berusia 14 tahun telah membuktikan bahwa pola makan yang terbentuk sejak masa anak-anak menetap hingga mereka masuk ke usia dewasa.

Ada berbagai model perilaku makan yang berisikan beberapa faktor yang saling berkaitan. Secara garis besar model-model tersebut menggambarkan kea-daan yang hampir sama, kecuali dalam hal penekanan faktor-faktor tertentu, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan (food choice) dike-lompokkan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pangan, individu yang mem-buat pilihan dan lingkungan dimana pilihan itu dimem-buat (Sanjur 1982, Shepherd 1999).

Model Penerimaan Pangan

Menurut Pilgrim (1956), penerimaan pangan (food acceptability) menun-jukkan perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Batasan tersebut me-nekankan adanya komponen perilaku dan komponen sikap, dimana kesenangan termasuk di dalamnya. Namun berbeda dengan food preference yang merupa-kan penilaian afektif pada pangan yang belum atau sudah dimamerupa-kan, penerimaan pangan digambarkan untuk penilaian afektif pada pangan yang secara aktual telah dimakan (Cardello & Schuutz 2000). Pilgrim mengembangkan suatu model penerimaan pangan, dimana persepsi merupakan aspek utama yang mem-pengaruhinya (Gambar 1). Pilgrim menggambarkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu fisiologis individu, sensasi yang merupakan hasil kombinasi pangan dan individu serta sikap individu. Sejak tahun 1957, Pilgrim telah melihat bahwa penyatuan mekanisme dimana fenomena sensasi, sikap dan fisiologis mengarah ke perkembangan preferensi dan perilaku pangan akan berdiri sebagai suatu tantangan bagi penelitian yang komprehensif (Sijtsema 2003). Posisi persepsi pada model ini menarik karena terpisah antara ketiga komponen dan penerimaan pangan. Hal ini mendukung gagasan bahwa persepsi merupakan elemen sentral ketika membicarakan tentang konsumen dan penerimaan pangan.

(42)

Kemungkinan hal ini berkaitan dengan cara tradisional yang biasa dipakai pada masa itu untuk melakukan segmentasi konsumen. Berbeda dengan kondisi sekarang, ada kriteria segmentasi tambahan yang diperlukan untuk menggambarkan perilaku konsumen (Sijtsema 2003). Walaupun terdapat keterbatasan model, yaitu penekanannya yang kuat hanya pada faktor fisiologis untuk menentukan penerimaan pangan (Sanjur 1982), namun penelitian yang dilakukan Pilgrim telah memberikan sumbangan besar pada pengukuran komponen-komponen yang menentukan konsumsi pangan.

Penerimaan Pangan

Persepsi

Fisiologi Sikap

(internal) Sensasi (eksternal)

Lapar Belajar Nafsu makan Pangan Organisme Lingkungan luar (stimulus) (reseptor)

Pangan Pangan

Gambar 1 Model Pilgrim: Komponen penerimaan pangan.

Model Preferensi Pangan

(43)

Lebih lanjut yang mencolok pada model ini adalah absennya karakteristik fisiologis konsumen sebagaimana diperhatikan pada model terdahulu dari Pilgrim serta penempatan faktor-faktor di dalam ketiga kelompok karakteristik. Sebagai contoh, faktor “Tahapan keluarga” dimasukkan ke dalam kelompok karakteristik lingkungan, padahal faktor itu bisa juga menjadi bagian dari kelompok karakteristik individu. Demikian juga faktor “cara pengolahan pangan” juga bisa dipengaruhi oleh budaya.

Gambar 2 Model Randall & Sanjur: Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan.

Model Preferensi Pangan lainnya dibuat oleh Khan (Gambar 3) (Sijtsema 2003) berisi tujuh kelompok faktor yang saling berkaitan mempengaruhinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketujuh faktor dalam model saling berkaitan mempengaruhi food preference. Secara umum, ketujuh faktor itu dapat dikaitkan ke pangan, ke individu yang membuat pilihan dan ke lingkungan eksternalnya (Shepherd & Sparks 1994). Pemilihan berbagai faktor selain didasarkan pada hasil-hasil penelitian dalam perspektif gizi juga mengintegrasikan hasil-hasil dari disiplin ilmu lainnya. Namun walaupun model ini mencakup berbagai peubah tentang konsumen dan preferensinya, menurut Sijtsema (2003) sulit mengoperasionalkan semuanya secara bersamaan di dalam suatu studi. sikap thd kesehatan & peran

(44)

Gambar 3 Model Khan: Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pangan.

Model Pemilihan Pangan

Seperti model-model sebelumnya, food choice dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang saling kait mengkait. Secara garis besar, berbagai model di atas hampir sama, hanya berbeda di penekanannya saja. Namun menurut Shepherd & Sparks (1994), model-model tersebut tidak berupaya menerangkan mekanisme tindakan berbagai faktor yang diajukan dan tidak mengkuantifikasi kepentingan masing-masing faktor serta cara mereka berinteraksi. Model-model tersebut benar-benar hanya daftar berbagai kemungkinan pengaruh yang walaupun bermanfaat telah menunjukkan peubah-peubah yang ada pada studi perilaku makan, namun mereka tidak menawarkan suatu kerangka pemikiran yang dapat dipakai sebagai dasar membangun teori pemilihan pangan pada manusia (Shepherd 1989).

Pada model yang diajukan Shepherd di tahun 1985 (Gambar 4), secara keseluruhan food choice tidak hanya ditentukan oleh kebutuhan fisiologis dan kebutuhan gizi saja, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan budaya. Budaya dimana seseorang tumbuh mempunyai pengaruh yang sangat

Faktor Pribadi

Aspek biologis Preferensi Pangan

(45)

besar pada jenis pilihan pangan yang dibuat sedang interaksi sosial mempunyai efek besar pada pandangan tentang pangan dan perilaku makannya. F aktor-faktor yang mempengaruhi food choice dikelompokkan ke dalam yang terkait dengan pangan, dengan individu yang membuat pilihan dan dengan lingkungan sosial ekonomi dimana pilihan itu dibuat (Shepherd 1999).

PANGAN INDIVIDU SOSIAL-EKONOMI

Gambar 4 Model Shepherd: Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan dan konsumsi pangan.

Beberapa atribut fisik dan kimia dari pangan tersebut akan diterima individu sebagai atribut sensori, seperti flavor, tekstur atau tampilan. Namun menerima atribut-atribut sensori pada pangan tersebut, tidak selalu menunjukkan bahwa individu akan memilih untuk mengonsumsi makanan tersebut. Kesukaan individu pada atribut-atribut pangan lebih berlaku sebagai faktor penentu. Selain itu berbagai komponen kimia yang dikandung seperti protein atau karbohidrat mempunyai pengaruh pada individu, seperti berkurangnya rasa lapar. Hubungan yang terbentuk seperti antara atribut sensori dan berkurangnya rasa lapar nampaknya merupakan mekanisme utama dimana preferensi berkembang dalam diri individu.

Sebagaimana termuat di dalam model-model sebelumnya, ada juga beberapa peubah yang nampaknya sangat penting di dalam konteks dimana pilihan pangan dibuat, yaitu peubah pemasaran dan ekonomi di samping peubah

Sifat2 fisik & kimia Kandungan gizi

Persepsi terhadap sifat2 sensori

Harga Ketersediaan Merk

Sosial/ budaya

Efek fisiologis Faktor2 psikologis

Sikap

PILIHAN PANGAN

(46)

sosial, budaya, agama dan demografi (Murcott 1989, Shepherd 1989). Pengaruh peubah-peubah di atas semakin mendapat perhatian. Situasi sosial dimana peri-laku makan sedang terjadi dapat mempengaruhi pilihan pangan dan periperi-laku makan seseorang. Penelitian yang dilakukan de Castro dan Brewer (1992) serta Redd dan de Castro (1992) membuktikan bahwa konsumsi meningkat dengan bertambahnya jumlah individu yang hadir pada waktu perilaku makan itu terjadi.

Preferensi Pangan pada Anak

Food preference mengukur komponen afektif dari suatu sikap dan ter-pisah dari konsumsi (Randal & Sanjur 1981, Drewnowski & Hann 1999), yang didefinisikan oleh Pilgrim (Sanjur 1982) sebagai tingkat kesukaan dan ketidaksukaan seseorang terhadap pangan. Komponen afektif dari sikap dapat diukur melalui dua hal yaitu penerimaan seseorang terhadap suatu obyek dan preferensi seseorang terhadap suatu obyek dibanding obyek lain atau tingkat kesukaan yang lebih tinggi pada suatu obyek dibandingkan obyek lain. Sebagaimana telah dijelaskan pada model-model sebelum ini, motivasi seseorang untuk lebih menyukai makanan tertentu dibandingkan makanan lain disebabkan oleh berbagai faktor, seperti dari karakteristik makanan itu sendiri, karakteristik individu dan karakteristik lingkungan (Khan 1981, Randall & Sanjur 1981).

(47)

Menurut Birch (2002), pengalaman awal anak dengan makanan berlaku sebagai kesempatan belajar yang penting dalam pembentukan preferensi anak terhadap pangan sekaligus pengontrolan konsumsi pangan. Orangtua membentuk lingkungan makan anak dari bayi, bahkan semenjak dalam kandungan. Sewaktu anak mulai mendapatkan makanan padat, orangtua mempunyai kesempatan untuk membentuk lingkungan makan bagi anak melalui pemberian makanan tertentu dan bukan yang lain serta melalui konteks sosial yang terjadi pada waktu anak makan. Bagi anak, makan merupakan peristiwa sosial, lengkap dengan kehadiran orang-orang lain yang dapat berlaku sebagai model bagi dirinya serta orangtua dan saudara-saudaranya yang mungkin berusaha mengontrol konsumsi pangannya.

Perkembangan Preferensi Pangan pada Anak

Makan merupakan sumber utama kesenangan dalam kehidupan sehari-hari mahluk hidup. Kesenangan yang dialaminya menjamin kelangsungan kehi-dupan mahluk tersebut (Birch 2002). Bagi anak, juga orang dewasa, preferensi terhadap makanan merupakan penentu utama pada konsumsi pangan, terutama bagi anak-anak (Fisher & Birch 1995). Bayi datang ke dunia dilengkapi dengan kecenderungan genetik untuk lebih menyukai rasa manis dan mungkin juga rasa asin, serta menolak rasa asam dan pahit dan juga makanan yang masih asing, belum dikenal atau yang disebut neofoods. Kecenderungan menolak makanan baru diistilahkan sebagai neophobia atau takut pada hal-hal yang baru (Birch 2002). Neophobia dapat menghalangi penerimaan anak terhadap makanan baru, namun hal itu dapat juga diubah menjadi menerima melalui sejumlah pengalaman makan makanan baru tersebut (Birch et al. 1998, Sulivan & Birch 1994). Berbagai pengalaman anak berkaitan dengan pangan akan membentuk pola penerimaan pangannya. Anak belajar selama tahun-tahun pertama dalam kehidupannya, seperti apa yang bisa dimakan dan apa yang menjijikan dalam budayanya, makanan yang disukai, seberapa banyak makannya dan kapan waktunya.

(48)

Ketika anak dihadapkan pada makanan baru pertama kali, anak cenderung me-nolaknya. Umumnya anak hanya belajar menyukai makanan yang tersedia baginya. Untungnya reaksi anak menolak makanan baru ini dapat dikurangi dengan berulangkali dicoba untuk mengonsumsinya, atau paling tidak pada waktu makan disertai dengan rasa kenyang yang menyenangkan.

Berkaitan dengan reaksi neofobia dan belajar menyukai pangan baru, orangtua atau pengasuh perlu menyadari bahwa bagi bayi yang mulai disapih, semua makanan adalah baru dan banyak di antaranya yang akan ditolak anak. Kecuali makanan dengan rasa asin dan manis, penerimaan terhadap makanan baru tidak terjadi begitu saja, diperlukan pengulangan berkali-kali untuk meng-konsumsi makanan tersebut, barulah terjadi peningkatan kesukaan. Hasil bebe-rapa penelitian menunjukkan diperlukan serangkaian pengulangan 15 kali makan makanan baru bagi bayi untuk meningkatkan konsumsi lebih dari 2 kali (Sulivan & Birch 1994), 10 kali lebih mengonsumsi makanan tertentu baru menghasilkan peningkatan konsumsi anak usia 2 tahun (Birch & Marlin 1982) dan 8-15 kali pengulangan makan pada anak usia 4-5 tahun untuk meningkatkan penerimaan pangan anak (Sullivan & Birch 1990).

Penemuan tersebut menekankan pentingnya pengalaman awal dan pe-nerimaan anak terhadap pangan serta jenis pangan yang telah dikenalnya, di-tambah dengan jumlah dan mutu pengalaman anak terhadap pangan baru yang akan membentuk preferensinya terhadap pangan tersebut. Hasil penelitian Birch et al. (1987) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan perubahan positif dalam preferensi, anak harus mendapatkan pengalaman langsung, yaitu merasakan makanan tersebut yang tidak menimbulkan resiko sakit perut. Menurut Birch (1998), sebagai hasil dari berbagai peristiwa makan dimana pangan dihubungkan dengan konteks sosial dan dampak fisiologis penyerapan pangan yang bisa positif atau negatif, anak akan menyukai dan mau menerima beberapa makanan serta menolak yang lain, selanjutnya akan terbentuk konsumsi pangan.

Gambar

Tabel 2   Jumlah produksi ikan laut basah menurut jenis ikan laut Tahun 2007
Tabel 4    Perbandingan kandungan zat gizi yang terdapat pada beberapa produk          ikan laut per 100 gr produk
Gambar 1    Model Pilgrim: Komponen penerimaan pangan.
Gambar 2   Model Randall & Sanjur:  Faktor-faktor yang mempengaruhi
+7

Referensi

Dokumen terkait

M-learning atau mobile learning merujuk pada penggunaan perangkat genggam seperti PDA, ponsel, tablet, laptop dan perangkat teknologi informasi yang digunakan

Ketika ko-ass belajar untuk mempersiapkan dirinya menghadapi ujian dan ko-ass tidak dapat berkonsentrasi, maka ko-ass sulit mempelajari materi yang akan diujikan,

Penelitian dengan judul Analisis Kualitas Video Conference Pada Mobile Ad-Hoc Network (MANET) Menggunakan Protokol MAODV disusun dalam rangkaian kegiatan pelaksanaan

Mmasalah yang sering dihadapi sistem distribusi barang adalah ketidaktersediaan stokbarang (stockouts), stok barang yang berlebihan (overstock) untuk barang

Karakter (font) yang digunakan adalah jenis Cambria Math yang secara standar font Cambria Math sudah tersedia otomatis pada setiap Sistem Operasi Windows.. Pengguna akan bebas

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter tokoh utama cerpen “Ookina Koumorigasa” karya Takehisa Yumeji. Dalam penganalisisan karakter tokoh digunakan pendekatan

Blok M Square memakai bekisting peri, dengan ke cepatan dan ke unggulan bekisting tersebut di bandingkan dengan bekisting bekisting lain yang tidak praktis, seperti

7. Ulama fikih berbeda pendapat mengenai hukumannya. Ada yang berpendapat dihukum seperti hukuman zina. Ada yang berpendapat wajib di bunuh. Kalau harus dibunuh