• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proklamasi dan Awal Pemerintahan di Sumatera Timur

Medan Ibukota Provinsi Sumatera

2.1. Proklamasi dan Awal Pemerintahan di Sumatera Timur

Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dua bom dijatuhkan oleh Amerika Serikat di Hirosima dan Nagasaki. Hal ini serta merta menjadi sebuah kekalahan bagi Jepang dan akhir dari Perang Dunia ke-II. Berakhirnya Perang Dunia ke-II menjadi sebuah awal baru bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia Sukarno-Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Namun berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak sampai ke seluruh Indonesia secara bersamaan. Hal ini adalah wajar karena Jepang masih tetap berkuasa pada saat itu, bahkan mereka juga melakukan pengawasan ketat terhadap setiap saluran radio.

Wilayah Sumatera Timur sendiri, mendapat berita proklamasi secara resmi ketika Mr. T. M. Hasan dan dr. Amir, selaku perwakilan Sumatera dalam sidang PPKI kembali ke Medan pada tanggal 29 Agustus 1945. Namun setibanya mereka di Medan, proklamasi tidak langsung dibicarakan secara terbuka karena suasana Medan saat itu masih dalam pengawasan Jepang. Selain itu, di Medan sendiri telah terbentuk

comite van ontvangst yang dipelopori oleh para raja-raja, sultan-sultan, dan para pamongpraja Sumatera Timur yang. Pertemuan yang menghasilkan pembentukan

comite van ontvangst ini diadakan pada 25 Agustus 1945 di kediaman dr. Mansoer di sudut Jalan Raya Medan (Jalan Amaliun). Keberadaan mereka ini kemudian menjadi desas-desus karena dianggap sedang mempersiapkan kembalinya Belanda untuk menguasai Indonesia kembali, terutama Sumatera Timur.

Kembalinya Mr. T. M. Hasan dan dr. Amir sendiri ke Sumatera, sebenarnya bukan hanya membawa berita tentang proklamasi. Bersama dengan Mr. Abbas, mereka yang merupakan perwakilan Sumatera dalam PPKI mendapat tugas dari Presiden untuk membentuk pemerintahan Republik Indonesia di Sumatera dengan Medan sebagai Ibukotanya. Selain itu, Mr. T. M. Hasan dan dr. Amir juga diangkat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera, sementara Mr. Abbas bertugas membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) dan Dewan Perwakilan Daerah di seluruh Sumatera.

Pada dasarnya, Mr. T. M. Hasan dan dr. Amir yang kembali ke Medan dengan membawa perintah Presiden Sukarno, sebenarnya mempunyai wewenang untuk membentuk pemerintahan republik di Sumatera secara sepihak tanpa memperdulikan kelompok-kelompok yang menganggap sinis hal tersebut, terutama para raja dan sultan di Sumatera Timur. Namun hal tersebut tidak dilakukan, Mr. T. M. Hasan dan dr. Amir memilih untuk mencoba merangkul semua golongan masyarakat di Medan, baik dari tokoh pergerakan politik maupun dari tokoh kerajaan. Pada akhirnya upaya yang mereka lakukan ini mengalami kegagalan. Kegagalan ini disebabkan para

tokoh-tokoh yang mereka jumpai tidak bersedia, para tokoh kerajaan lebih menginginkan kembalinya kekuasaan Belanda, sementara beberapa tokoh politik tidak berani melakukannya karena masih adanya tentara Jepang yang berkuasa. Keadaan ini kemudian bertambah rumit ketika pasukan kecil dari pihak NICA pimpinan Letnan Brondgeest mendarat di Medan pada 31 Agustus 1945.

Kondisi ini yang kemudian menjadi dasar sejumlah tokoh pergeraakan yang tergabung dalam panitia penolong Gyugun dan Heiho mendesak Mr. T. M. Hasan untuk segera memproklamasikan kemerdekaam Indonesia di Medan. Akhirnya pada tanggal 30 September 1945, panitia penolong Gyugun dan Heiho pimpinan Achmad Tahir yang kemudian berubah nama menjadi Barisan Pemuda Indonesia (BPI), mulai mempersiapakan pengumuman proklamsi kemerdekaan di kota Medan. Hal ini semakin diperkuat dengan kabar bahwa di Pematangsiantar telah terjadi kegiatan-kegiatan untuk merealisasikan kemerdekaan Indonesia.

Rapat akhirnya diadakan di Gedung Perguruan Taman Siswa pada tanggal 30 September 1945. Pertemuan yang pada awalnya hanya dihadiri oleh para anggota BPI ini pun pada akhirnya berubah menjadi rapat umum. Pada rapat inilah kemudian Mr. T. M. Hasan membacakan proklamasi dan menjelaskan tentang peritiwa 17 Agustus 1945 di Jakarta, dan menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikan dan pemerintah republik saat ini sudah ada. Setelah mendengar berita tersebut dan pidato para tokoh pergerakan, semangat para anggota pertemuan

itu pun menjadi menyala-nyala. Para anggota yang hadir sudah dimasuki oleh jiwa yang baru, jiwa merdeka yang meluap-luap dengan hebatnya.

Pada tanggal 3 Oktober 1945, Mr. T. M. Hasan pada akhirnya mengumumkan bahwa dirinya telah secara resmi diangkat sebagai Gubernur Sumatera. Setelah resmi menjadi Gubernur, Mr. T. M. Hasan pun mulai memerintahkan pengibaran bendera merah putih di seluruh Sumatera dan mulai mengeluarkan dekrit. Dekrit yang kemudian menjadi tanda bahwa Pemerintah Republik Indonesia di Provinsi Sumatera telah resmi berdiri di kota Medan. Dekrit pertama yang dikeluarkan Gubernur Sumatera adalah mengenai pengangkatan sepuluh Residen Provinsi Sumatera. Dekrit No.1-X- tanggal 3 Oktober 1945 secara resmi mengangkat sepuluh orang sebagai Residen, yakni:

1) Dr. Ferdinand Lumbantobing (Residen Tapanuli) 2) Teuku Nyak Arief (Residen Aceh)

3) Mr. Mohammad Yusuf (Residen Sumatera Timur) 4) Mohammad Safei (Residen Sumatera Barat) 5) Ir. Indra Tjahya (Residen Bengkulu)

6) Dr. A. Syagaf Yahya (Residen Jambi) 7) Dr. A. K. Gani (Residen Palembang) 8) Mr. Abd. Abbas (Residen Lampung)

10)Aminuddin (Residen Riau berkedudukan di Pekanbaru)13

Selain mengangkat para Residen, dan untuk memperlancar roda pemerintahannya Mr. T. M. Hasan juga mengangkat sepuluh orang penasehat Gubernur melalui dekrit No. 2-X- tanggal 3 Oktober 1945, yakni:

1) Tengku Hafas, Residen yang diperbantukan pada Kantor Gubernur 2) Mas Tahir, Sekretaris Gubernur

3) Mangaradja Soangkupon 4) dr. Pringadi

5) Mr. T. M. Hanafiah 6) Abu Bakar Djaar

7) Raden Mohammad Amrin 8) Tengku Abdul Hamid 9) Abdul Xarim M. S 10) dr. Sahir Nitihardjo.14

Di samping itu, Gubernur juga mengangkat empat wlikota untuk kotamadya di Sumatera melalui dekrit No.3-X- tanggal 3 Oktober 1945 yaitu:

1) Mr. Laut Siregar (Medan) 2) Barnawi (Bukit Tinggi)

13

Biro Sejarah Prima, Op.cit, hal. 150 dan 749. 14 Ibid

3) dr. Hakim (Padang) 4) Ir. Ibrahim (Palembang).15

Setelah membentuk struktur pemrintahan Republik di Sumatera, Mr. T. M. Hasan juga mengangkat lima orang wakil pemerintah untuk kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Hal ini dilakukan mengingat di daerah Sumatera Timur terdapat wilayah kerajaan dan statusnya diakui dalam pasal 18 UUD 1945. Para wakil pemerintah tersebut yaitu:

1) Tulus, Wakil Pemerintah RI untuk Deli Serdang berkedudukan di Medan. 2) Tengku Amir Hamzah, Wakil Pemerintah RI untuk Langkat berkkedudukan

di Binjai.

3) Madja Purba, Wakil Pemerintah RI untuk Simalungun berkedudukan di Pematangsiantar.

4) Ngerajai Meliala, Wakil Pemerintah RI untuk Tanah Karo berkedudukan di Kaban Jahe.

5) Tengku Musa, Wakil Pemerintah Ri untuk Asahan berkedudukan di Tanjung Balai.

Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, kelima wakil pemerintah ini melakukan kontak langsung dengan residen Sumatera Timur di Medan.

Terbentuknya struktur pemerintahan dan wakil pemerintahan di setiap

daerah-daerah di Sumatera, secara resmi telah menandakan berdirinya pemerintahan republik Indonesia di Sumatera dan secara resmi pula Sumatera menjadi wilayah Indonesia sebagai bagian dari negara yang merdeka. Setelah membentuk struktur pemrintahan, pada tanggal 4 Oktober 1945, Mr. T. M. Hasan juga memerintahkan mobilisasi umum untuk mengambilalih kekuasaan dari tangan Jepang. Perintah ini dalam satu hari dilaksankan serentak di penjuru kota Medan bahkan juga di daerah-daerah lain di Sumatera Timur. Dengan cepat mobilisasi umum ini berhasil mengambilalih seluruh kantor jawatan pemerintah, kepolisian, kantor pos, telegraf, kereta api, dan lainnya. Mr. T. M. Hasan juga memerintahkan pembentukan KNI daerah Sumatera Timur yang kemudian di ketuai oleh dr. Soenarjo dan dr. Djabangun sebagai wakil ketua.

Setelah membentuk pemerintahan RI di Sumatera, pada tanggal 6 Oktober 1945 diadakan rapat raksasa di lapangan Esplanade Medan (Lapangan Merdeka). Rapat raksasa ini dihadiri utusan dari Binjai, Stabat, Tanjungpura, Pangkalan Brandan, Tebing Tinggi, Pematangsiantar. Ditempat ini secara resmi dibacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan langsung oleh Mr. T. M. Hasan. Sebelum pembacaan proklamasi ini terlebih dahulu diadakan upacara penaikan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.16