• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Proklamasi Kemerdekaan di Pematangsiantar

Pematangsiantar Ibukota Provinsi Sumatera

3.2. Proses Proklamasi Kemerdekaan di Pematangsiantar

Kemerdekaan bangsa Indonesia yang diproklamirkan oleh Sukarno dan Hatta pada tanggal 17 agustus 1945 di Jakarta tidak secepatnya dapat diumumkan ke seluruh wilayah Indoneisa. Hal ini adalah wajar, sebagaimana pada bab sebelumnya dijelaskan bahwa Jepang masih tetap berkuasa serta minimnya sarana komunikasi. Bahkan Jepang juga melakukan sensor terhadap setiap siaran radio yang memberitakan tentang kemerdekaan bangsa Indonesia.

Mr. T.M. Hasan dan dr. Amir merupakan utusan dari Sumatera yang turut serta dalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, Mr. T.M Hasan dan Dr. Amir ditugaskan oleh pemerintah pusat untuk menyampaikan berita proklamasi dan mewujudkannya di seluruh wilayah Sumatera. Awal perjalanan mereka di mulai dari Palembang pada tanggal 24 agustus 1945 dan sampai ke Medan pada 29 agustus 1945.

Dalam perjalanan ke Medan, Mr. T.M. Hasan dan Dr. Amir singgah ke kantor BOMPA (Badan Oentoek Membantu Pertahanan Asia) Simalungun di Pematangsiantar untuk menemui Dr. Rooskandar selaku ketua dan menyampaikan berita proklamasi. Namun mereka tidak menemukan Dr. Rooskandar dan secara kebetulan bertemu dengan Aziz Siregar, Burhanuddin Kuncoro, dan Robinson Lumban Tobing. Mr. T. M. Hasan dan Dr. Amir tidak serta merta menyampaikan

kabar proklamasi tersebut kepada mereka karena kurang percaya dan masih asing. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Medan dan meninggalkan Simalungun dalam suasana kekaburan akan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.51

Hal ini bermula ketika tanggal 21 september 1945, Abdullah Yusuf menerima surat dari Dr. Adnan Kapau Gani di Palembang yang saat itu merupakan sentral dari orang-orang pergerakan di Jawa dan Sumatera bagian utara. Isi surat tersebut menyatakan bahwa Indonesia sudah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dan Abdullah Yusuf diminta untuk menyampaikan berita tersebut kepada segenap lapisan masyarakat di Simalungun. Dalam surat itu, Abdullah Yusuf juga diminta untuk segera membentuk KNI dan mengaktifkan kembali PNI (Partai Nasional Indonesia) karena akan dijadikan partai negara.

Salah satu tugas Mr. T. M. Hasan dan Dr. Amir adalah membentuk KNI (Komite Nasional Indonesia) yang bertugas untuk mewujudakan proklamasi kemerdekaan di daerah-daerah Sumatera. Namun keterlambatan pembentukan KNI di Sumatera Timur karena beberapa hal menyebabkan barisan pemudan seperti BPI dan BKPI mengambil alih tugas dari KNI tersebut. Demikian juga yang terjadi di Simalungun, organisai BKPI, BPI, PNI dan Cap Rante yang berperan aktif dalam proses mewujudkan proklamasi di wilayah Simalungun.

52

51

Rosidawaty, Proklamasi Di Simalungun, Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Sejarah USU, Medan: tidak diterbitkan, 1987, hal. 49-50

52

Setelah menerima surat ini, Abdullah Yusuf melakukan perundingan bersama para tokoh pemuda seperti Abdul Azis Siregar, Burhanuddin Kuncoro, dan Menes Tampubolon. Bersama mereka ini kemudian Abdullah Yusuf mengambil langkah mengaktifkan kembali PNI, namun belum berani melakukan langkah yang lebih besar karena pertimbangan pemerintah Jepang masih berkuasa penuh.

Keragu-raguan Abdullah Yusuf ini kemudian memicu inisiatif dari Abdul Azis Siregar dan teman-temannya untuk melakukan tindakan nyata dalam mewujudkan proklamasi. Pada tanggal 25 September 1945 bertempat di Kongsi Enam (sekarang jalan Merdeka no.58) mereka melakukan pertemuan untuk merealisasikan proklamasi kemerdekaan di Simalungun. Hasil dari pertemuan ini, mereka kemudian melakukan upacara pengibaran Bendrea Merah Putih di lapangan Pagoda (Lapangan Merdeka sekarang) bersama dengan PNI dan Cap Rante pada tanggal 27 September 1945. Dalam upacara ini hanya dilakukan pengibaran bendera saja dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa pembacaan teks Proklamasi yang belum mereka terima.53

53

Rosidawaty, Op.cit, hal. 69-70

Setelah upacara ini, Abdul Azis Siregar dan teman-temanya berangkat ke Medan untuk bertemu kelompok BKPI. Setelah kembali dari Medan, mereka segera membentuk organisasi BKPI berdasarkan Anggaran Dasar dari BKPI Medan. Kepengurusan yang terbentuk adalah :

Ketua Umum : Abdul Azis Siregar Ketua I : Burhanuddin Kuncoro Sekertaris Umum : Umar Juned Sekertaris I : Zainun

Sekertaris II : Bachtiar Zamin Bendahara I : Agus Tamar Bendahar II : Djamaluddin Penerangan : Marah Imam

Komisaris : Ahmad Dursain Pieter Siregar Samaun Husin Mansur Burhanuddin Aminuddin Sutan Penghulu Gantang (Jafar) R. L. Tobing L. Siahaan A. Manap54

Sekembalinya dari Medan pada tanggal 29 September 1945 dan membentuk

kepengurusan BKPI, langkah selanjutnya ialah membuat tugas-tugas yang akan dikerjakan.55

1. Mengumpulkan pemuda-pemuda yang rela berkorban. Beberapa tugas tersebut adalah :

2. Mencari senjata

3. Membentuk pengawas gerak-gerik NICA

4. Mengibarkan bendera merah putih di tempat-tempat penting, seperti kantor-kantor pemerintah.

Hasil dari tugas ini yang dapat terlaksana dengan cepat yaitu:

1. Terkumpulnya para pemuda dari berbagai golongan dan tempat, untuk melakukan pelatihan di Europesch School.

2. Tersedianya beberapa tombak, bambu runcing, dan lainnya.

3. Diterimanya laporan bahwa adanya upaya menduduki Siantar Hotel dibawah pimpinan Gronen Berg.

Setelah melihat apa yang dilakukan Abdul Azis Siregar dan yang lainnya, mulailah timbul sikap inisiatif dari orang-orang pergerakan seperti Abdullah Yusuf, Urbanus Pardede, parjabonar Silalahi alias Pak Naga, Aman dan lainnya. Bersama mereka ini Abdullah Yusuf melakukan angket kepada tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh di Simalungun dan Pematangsiantar. Isi dari angket ini adalah : 1. Bagaimana pendapat saudara tentang proklamasi Kemerdekaan Indonesia? 2. Saudara setuju atau tidak. Mereka melakukan hal ini untuk mengetahui pendapat dari para

tokoh-tokoh di Simalungun mengenai kemerdekaan Indonesia.56

Beberapa tokoh yang mereka temui memiliki pandangan yang berebeda-beda, dan dari seluruh tokoh yang mereka temui banyak yang memberikan tanggapan positif terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia. Salah satunya tokoh yang mendukung adalah Mr. Jaidim Purba, seorang Advokat keturunan Raja-raja Simalungun dan memiliki pengaruh besar. Dukungan dari Mr. Jaidim Purba inilah yang kemudian dia diberi mandat sebagai ketua umu KNI di Simalungun. Penunjukkan ini memiliki dasar atas satu pertimbangan psycologis-politis, dimana status Mr. Jaidim Purba sebagai orang Simalungun akan memudahkan untuk mendapat simpati dari penduduk desa yang mayoritas orang Simalungun.57

56

Edisaputra, Op.cit, hal. 91 57 Ibid, hal 91-92

Setelah menjadikan Mr. Jaidim Purba sebagai ketua umum KNI, maka disusunlah kepengurusan KNI Simalungun yaitu:

Ketua Umum : Mr. Jaidim Purba Ketua Harian : Mohd. Kasyim Wakil Ketua : Urbanus Pardede Sekertaris : T. M. Sinaga

Aman M. Sinaga Anggota : Abdullah Yusuf

Setelah pembentukan ini, para pengurus KNI berangkat ke Medan pada sore hari tanggal 28 September 1945 untuk bertemu dengan Mr. T. M. Hasan melaporkan perkembangan yang terjadi di Simalungun. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke rumah Abdul Xarim MS dan mendengar perkembangan yang terjadi di Medan. Abdul Xarim MS pun memerintahkan mereka untuk berjuang keras dalam mewujudkan proklamasi di wilayah Simalungun. Hasil dari pertemuan ini kemudian yang menjadi dasar perjuangan KNI Simalungun secara terbuka.

Hasil dari pertemuan di Medan ini kemudian juga menjadi dasar pembentukan BPI cabang Simalungun. Ketika rapat KNI Simalungun dibentuklah kepengurusan BPI Simalungun dengan pengurus yaitu:

Ketua Umum : Mohammad Kasyim Ketua I : S. Hasibuan

Ketua II : Abdullah Yusuf

Ketua III : Ricardo Siahaan (merangkap Ketua Bidang Keamanan)

Terbentuknya ketiga organisasi ini menjadi wadah bagi para pemuda Simalungun bersama-sama mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Simalungun dan Pematangsiantar. Perjuangan ini memuncak ketika Mr. T. M. Hasan mengumumkan proklamasi pertama kali di gedung Taman Siswa jalan Amplas Medan. Serta dikeluarkannya instruksi pengambil alihan kekuasaan dari tangan Jepang oleh

Gubernur Sumatera dan BPI Medan. Atas intruksi ini, pada tanggal 2 Oktober 1945 dibawah naungan KNI, BPI, BKPI, dan Cap Rante, para pemuda Simalungun dan Pematangsiantar bersatu mengambil alih kantor Bunsuco dan instansi lainnya di Pematangsiantar tanpa adanya gencatan senjata. Pada peristiwa itu, Maja Purba yang saat itu berstatus sebagai wakil Bunsuco diangkat oleh para pemuda sebagai pemimpin daerah.

Setelah peristiwa pengambil alih kekuasaan, diutuslah beberapa perwakilan untuk melaporkan perkembangan yang dicapai wilayah Simalungun dan Pematangsiantar. Perwakilan ini sekaligus mengikuti upacara nasional pertama di lapangan Fukuraido (Lapangan Merdeka Medan) tanggal 4 Oktober 1945. Pada upacara ini disampaikan pula tentang kemerdekaan Indonesia dan Proklamasi, dan saat itulah merupakan perwujudan nyata akan proklamasi di Ibukota Sumatera Timur. Sementara wilayah Simalungun sendiri telah diwujudkan sebelumnya pada tanggal 27 September 1945 meski dengan pengibaran bendera merah putih tanpa pembacaan proklamasi.