• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

PROSEDUR DAN MEKANISME PELAKSANAAN KEMITRAAN

4. LEPP-M3 Property right :

5.3 Prosedur dan Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan

Dalam pelaksanaan kemitraan, yang akan disoroti adalah pelaksanaan kegiatan pada semua tahapan program kemitraan. Tahapan-tahapan yang akan ditelaah adalah : sosialisasi program, operasional kegiatan, kegiatan pembinaan serta monitoring dan evaluasi. Penjelasan dari masing-masing tahapan kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut :

5.3.1 Sosialisasi Kemitraan

Tujuan dari sosialisasi adalah agar seluruh pihak yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat pesisir dapat memahami, mengenal, membantu dan menunjang pelaksanaan kegiatan sehingga dapat berjalan secara lancar dan mencapai tujuan secara optimal. Sosialisasi dilakukan melalui forum-forum sosialisasi di tingkat daerah, dengan melibatkan aparat pemda, tenaga bantuan teknis, tokoh masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, pers dan pihak-pihak lain yang terkait. Sosialisasi PEMP dilakukan secara berjenjang yakni :

1) Sosialisasi ditingkat kota bertujuan untuk menginformasikan dan menyempurnakan program-program yang sudah di susun, dengan melibatkan walikota Ambon, dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon, instansi-instansi terkait, perusahaan-perusahaan perikanan yang berada di Kota Ambon, serta BUMN seperti PT Pos dan Giro, PT Pelindo, PT Pelni. 2) Sosialisasi di tingkat kecamatan bertujuan untuk menyebarluaskan informasi

mengenai PEMP, pola pelaksanaannya dan penyusunan rencana kerja tidak lanjut (RKTL). Sosialisasi dilakukan melalui pertemuan kecamatan (PK) yang difasilitasi oleh konsultan manajemen kota, camat, dan dibantu oleh tenaga pendamping desa (TPD). Sosialisai ini dihadiri oleh camat, muspika, instansi sektoral kecamatan, kepala desa/lurah, tokoh masyarakat, dan organisasi lokal lainnya di tingkat kecamatan.

3) Sosialisasi ditingkat desa bertujuan untuk menjelaskan kebijaksanaan dan prinsip tentang PEMP, berikut mekanisme pelaksanaannya. Sosialisasi dilakukan dalam pertemuan desa yang difasilitasi tenaga pendamping desa (TPD) dan kepala desa, dihadiri oleh mitra desa, aparat desa/kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat lokal desa dan kelompok masyarakat pemanfaat (KMP). Sosialisasi ditingkat desa hanya ditujukan kepada desa-desa yang menjadi sasaran penerima manfaat berdasarkan hasil studi dan kajian bersama.

Agar pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka sebelum kegiatan sosialisasi dilaksanakan, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan persiapan yang meliputi : 1) identifikasi sasaran sosialisasi yang disesuaikan dengan jenjang pelaksanaannya, 2) identifikasi dan penentuan media sosialisasi yang digunakan, yaitu melalui kegiatan lokakarya dan diskusi/temu wicara, 3) penyiapan materi/bahan pelaksanaan sosialisasi sesuai dengan media sosialisasi program yang akan digunakan.

Hasil penelitian proses sosialisasi kemitraan melalui program PEMP di Kota Ambon untuk Tahun 2002 di Kecamatan Nusaniwe masih dilakukan oleh dinas kelautan dan perikanan, setelah itu proses pembentukan KMP, dan LEPP- M3 di kecamatan ini, dilakukan oleh konsultan manajemen kota (KMK) yang ditunjuk oleh dinas yakni yayasan Hualopu. Hal ini sangat dipahami karena program PEMP masih merupakan hal yang baru dan masih perlu dipahami lebih jauh oleh dinas berdasarkan kondisi wilayah Kota Ambon. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak dinas, mereka mengakui bahwa awal pembentukan PEMP di Kota Ambon masih terdapat banyak kekurangannya. Sementara sosialisasi pada Tahun 2003 dan 2004 telah dilakukan berdasarkan pedoman umum (pedum) PEMP Tahun 2003 dan sesuai rencana yang dibuat oleh konsultan manajemen kota yang ditunjuk oleh dinas yakni yayasan Camar berdasarkan surat perjanjian kerja (SPK) yang disepakati antara dinas dan yayasan Camar. Dari hasil wawancara kepada KMP, ternyata proses sosialisasi yang dilakukan masih terasa kurang, terutama bagi yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, mereka belum sepenuhnya memahai kemitraan yang dibangun melalui program tersebut.

5.3.2 Operasional Kegiatan Kemitraan

Menyadari bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki arti strategis dengan potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terkandung di dalamnya, maka pemerintah melalui departemen kelautan dan perikanan mengucurkan program PEMP. Sasaran utamanya adalah masyarakat pesisir yang memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan sebagai sumber pendapatannya. Pelaksanaan kemitraan usaha melalui program PEMP yang dilaksanakan di Kota Ambon berlangsung sejak Tahun 2001.

Pelaksanaan program PEMP di Kota Ambon bertujuan untuk : (1). Meningkatkan partisipasi masyarakat Kota Ambon dalam perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan, pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang didampingi dengan kegiatan sosial, pelestarian lingkungan, dan pengembangan infrastruktur untuk mendorong kemandirian masyarakat pesisir. (2). Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir yang terkait dengan sumberdaya perikanan dan kelautan yang ada di sekitar perairan Kota Ambon. (3). Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. (4). Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pengembangan wilayah Kota Ambon. (5). Mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yang partisipatif dan transparan dalam kegiatan masyarakat.

Program PEMP diupayakan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir Kota Ambon melalui pemberdayaan masyarakat dan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan. Operasional kegiatan PEMP di Kota Ambon, yang terbangun sejak tahun 2001 di fasililitasi oleh dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon, dan berdasarkan pedoman umum PEMP, Dinas kealutan dan perikanan Kota Ambon menunjuk yayasan Hualopu sebagai konsultan manajemen kota (KMK) yang mempunyai tugas sebagai berikut : (1) membantu dan memfasilitasi pelaksanaan program PEMP di Kota Ambon (2) memfasilitasi kegiatan tenaga pendamping desa (TPD) dengan kegiatan pendampingan (3) melaksanakan kegiatan PEMP berupa : 1) identifikasi dan inventarisasi potensi permasalahan untuk mendapatkan informasi awal tentang sumberdaya perikanan dan kelautan, sumberdaya manusia pesisir terutama kebutuhan, keinginan dan kemampuan masyarakat, aktivitas dan sasaran ekonomi, kebijakan pemerintah. 2) analisis data dan penyusunan program yang meliputi program ekonomi dan dilengkapi dengan program sosial serta lingkungan dan infrastruktur. 3) sosialisasi program, yang bertujuan untuk menginformasikan dan menyempurnakan program yang telah disusun, baik dalam bentuk seminar atau berkonsultasi dengan pihak yang berkepentingan, 4). implementasi program dengan tahapan sebagai berikut : pemilihan calon anggota KMP, yang harus memenuhi azas keadilan, bijaksana dan tepat sasaran, agar kegiatan PEMP berhasil secara optimal dan tidak menimbulkan friksi sosial. Oleh karena itu dalam pemilihannya harus melibatkan mitra desa dan TPD. Semantara pelatihan terdiri dari pengembangan potensi diri, kewirausahaan, teknis perikanan (yang disesuaikan dengan potensi setempat

seperti penangkapan), dan penyusunan usaha sederhana. 5) melakukan pendampingan dan pembinaan realisasi kegiatan usaha KMP, mulai dari pengadaan bahan, rancang bangun, pelaksanaan usaha dan pemasaran hasil usaha serta pemupukan modal. 6) melakukan monitoring dan evaluasi. 7) menyusun laporan bulanan mengenai perkembangan pelaksanaan program PEMP dan laporan insidental (apabila ada) sesuai dengan keperluan/kebutuhan kepada penanggungjawab operasional PEMP.

5.3.3 Kegiatan Pembinaan

Pembinaan untuk kelompok masyarakat pemanfaat (KMP) dalam hal ini kelompok nelayan, pada awalnya oleh konsultan manajemen kota (KMK), yakni yayasan Hualopu telah dilakukan, tetapi belum dilaksanakan secara konsisten, sementara pembinaan yang dilakukan oleh pihak LEPP-M3 yang sudah terbentuk sangat kurang bahkan pihak LEPP-M3 belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan dalam kontrak perjanjian. Pada awal pembentukan kelompok LEPP-M3 berjanji untuk selalu mendampingi kelompok, tetapi realisasinya hanya tiga kali mengadakan pertemuan dengan kelompok, sedangkan pertemuan- pertemuan lainnya yang dilakukan LEPP-M3 dengan ketua kelompok KMP cenderung tidak diketahui oleh anggota kelompok. Sejak bulan pertama dan kedua pelaksanaan kemitraan, kondisi kelompok masih berjalan sesuai yang diharapkan. Tetapi kemudian kondisi kelompok menjadi tidak berfungsi sebagaimana layaknya kelompok. Di sisi lain kita ketahui bahwa perubahan perilaku nelayan akan membutuhkan waktu yang lama.

Proses perubahan sumberdaya manusia (kelompok nelayan peserta kemitraan melibatkan banyak usaha dan tenaga). Usaha-usaha pendidikan yang lazim dikenal dengan nama pembinaan, yang di dalamnya tidak lain adalah kegiatan proses komunikasi persuasif, merupakan salah satu faktor yang dapat memainkan peranan penting dalam menimbulkan perubahan sumberdaya manusia.

Keterlibatan nelayan sebagai pengelola sumberdaya perikanan laut tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama pemilihan lapangan pekerjaan yaitu memperoleh pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Nelayan merupakan human investment yang jika dimanfaatkan dengan maksimal dan disertai dengan pengalokasian yang serasi akan memberikan pengaruh terhadap perbaikan hidup dan peningkatan hasil usaha.

Pembinaan adalah suatu sistem pendidikan non formal untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan ketrampilan), agar mampu berperan sesuai dengan kedudukannya dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Pembinaan terhadap kelompok nelayan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan baik kuantitatif maupun kualitatif dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Selain itu pembinaan kelompok nelayan juga adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam pengetahuan teori dan ketrampilan usaha.

Berdasarkan kenyataan, hasil penelitian tentang kurangnya pembinaan yang terjadi terhadap kelompok masyarakat pemanfaat (KMP), menyebabkan saling tidak percaya antara anggota kelompok nelayan dan ketua kelompok, bahkan terhadap mitra (LEPP-M3). Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu dibuat rencana kerja kelompok dengan jelas, pertemuan-pertemuan kelompok dan hak serta kewajiban setiap anggota kelompok. Sesuai pendapat Anwar (1997) mengatakan untuk mengatasi sifat pembonceng (free rider) baik dalam sumberdaya alam maupun kelompok, maka harus dibuat pembagian hak dan kewajiban yang jelas antara setiap anggota kelompok. Beberapa alternatif yang dapat ditempuh untuk membenahi kelompok antara lain merealisiasi dan mengembangkan tugas dan peran kelompok sekaligus memperkuat posisi tawar (bargaining position) kelembagaan kelompok tersebut untuk masa yang akan datang, diantaranya : 1). Pemilihan ketua kelompok dilakukan oleh semua anggota kelompok dan ditetapkan dengan surat keputusan oleh mitra. 2). Memberikan kewajiban/tanggungjawab yang jelas kepada ketua kelompok agar dapat dilakukan evaluasi. 3). Menggali potensi sosial yang berkembang pada masing-masing peserta dan mengembangkannya di dalam kelompok.

5.3.4 Monitoring dan Evaluasi

Agar program kemitraan dapat mencapai tujuannya, maka dalam proses pelaksanaannya dibutuhkan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini seyogyanya dilakukan oleh dinas perikanan dan kelautan sebagai pembina dalam program kemitraan ini yang sesuai dengan pedoman umum program PEMP adalah konsultan manajemen kota (KMK)

Monitoring program PEMP dilakukan untuk mengetahui kemajuan pelaksaaan, kendala dan rencana tindak lanjut. Monitoring dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat, dalam hal ini kelompok masyarakat

pemanfaat (KMP) maupun masyarakat umum. Mereka dapat mengadukan penyimpangan pelaksaaan program PEMP kepada penanggung jawab operasional yang dilakukan ditingkat daerah.

Indikator kinerja dalam evalusai program PEMP yang terbangun antara dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon dan kelompok masyarakat pemanfaat (KMP), mencakup: 1) tersosialisasinya program PEMP kepada pihak terkait. 2) tersalurkannya dana ekonomi produktif masyarakat secara tepat jumlah, waktu dan sasaran sesuai dengan usulan kegiatan yang disetujui. 3) berjalannnya pembinaan dan pengawasan kegiatan PEMP.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa monitoring dan evaluasi terhadap semua tahapan kegiatan, belum dilaksanakan secara baik. Hal ini berdampak terhadap keberlanjutan program tersebut. Tidak berjalannya proses monitorng dan evaluasi sebagaimana yang diharapkan dalam pedoman umum PEMP, juga mengakibatkan berbagai masalah yang dihadapi oleh KMP maupun LEPP-M3 itu sendiri tidak dapat tertangani dengan baik. Sebagai contoh, kerusakan kapal yang dihadapi oleh KMP Babiritani desa Naku, tidak segera mendapat perhatian dari LEPP-M3 maupun dinas kelautan dan perikanan kota Ambon.