• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya Manajemen LEPP M3 (1) Model Kepemimpinan

Kerjasama Inti Plasma

7.1 Kondisi Sumberdaya Kelembagaan Kemitraan 1 Pengembangan Visi PEMP

7.1.2 Sumberdaya Manajemen LEPP M3 (1) Model Kepemimpinan

Model kepemimpinan sebagai sumberdaya dalam manajemen LEPP-M3 sangat dibutuhkan dalam kaitan dengan pengambilan keputusan dan dalam mengakomodasi partisipasi anggota KMP yang berakses dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Dalam kerangka kerja pengembangan kelembagaan dapat digambarkan dalam dua komponen kuncinya, masing- masing : (1) alur pembuatan keputusan; dan (2) partisipasi. Untuk mendalami model kepemimpinan dalam organisasi LEPP-M3 di Kota Ambon, uraian tentang komponen kuncinya dapat diberikan sesuai dengan kondisi eksisting.

Model kepemimpinan disebut ”leadership style”. Kata Style menunjuk pada satu pengertian bagaimana seorang pemimpin bertindak, dan bukan menunjuk siapakah pribadi pemimpin itu. Pada kesempatan lain, bilamana mendengar kata style selalu berkaitan dengan kata kepemimpinan, dan kemudian timbul kesimpulan sendiri, siapakah pemimpin itu dan bagaiman model kepemimpinannya. Dari sini dapat diambil asumsi bahwa style menunjuk pada caranya seorang pemimpin menjalankan kepemimpinannya, dan bagaiman pula dia menurut pandangan orang-orang yang dipimpinnya (Tambunan, 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa ada berbagai model kepemimpinan antara lain model kepemimpinan birokratik, permissif, laissez-faire, participative dan

autokratik.

Berkaitan dengan kondisi LEPP-M3 yang merupakan sebuah organisasi, yang dalam operasionalisasinya, pengambilan keputusan umumnya diambil oleh pengurus LEPP-M3 yang masih dibawah pengaruh dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon. sedangkan partisipasi anggota LEPP-M3 hanya sebatas operasionalisasi. Hal ini Berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan progresif dari komponen kunci alur pembuatan keputusan, maka komponen kunci alur ini berada pada tahapan permulaan, yakni semua kepemimpinan berasal dari pendiri.

Berdasarkan komponen kunci alur pengambilan keputusan di atas, maka aspek partisipasi dalam pengambilan keputusan berpusat pada pengurus LEPP- M3. Dengan demikian komponen kunci partisipasi, sesuai kriteria untuk setiap tahapan progresif masih berada pada tahapan permulaan, yakni anggota kelompok masyarakat pemanfaat berpartisipasi hanya sebatas menyumbangkan input teknis.

(2) Perencanaan

Perencanaan sebagai sumberdaya dalam manajemen LEPP-M3 sangat dibutuhkan dalam kaitan perumusan program dan kegiatan di tingkat organisasi LEPP-M3. Perencanaan berarti persiapan atau penentuan-penentuan terlebih dahulu tantang apa yang akan dikerjakan di kemudian hari dalam batas waktu tertentu. Fathoni (2006) mengatakan bahwa perencanaan yang efektif harus dapat menjawab hal-hal sebagai berikut : 1). Tindakan apa yang perlu dilakukan? 2). Mengapa hal tersebut perlu dilakukan? 3). Di manakah hal tersebut akan dilakukan? 4). Bilakah hal tersebut perlu dilakukan? 5). Siapakah yang akan melakukan hal tersebut? 6). Bagaimana cara melakukannya?. Dalam kerangka kerja pengembangan kelembagaan, perencanaan sebagai sumberdaya dalam manajemen LEPP-M3 dapat digambarkan dalam empat komponen kuncinya, masing-masing : (1) misi/strategi jangka panjang; (2) alur perencanaan; (3) implikasi pada sumberdaya; dan (4) perencanaan sebagai alat yang bermanfaat. Justifikasi tentang perencanaan di tingkat organisasi LEPP-M3 dilakukan sesuai dengan kondisi eksistingnya.

Organisasi LEPP-M3 yang ada di Kota Ambon belum memiliki perencanaan yang strategis, terutama yang didasarkan pada upaya penyelesaian masalah di tingkat KMP yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan. Sebagai konsekuensinya, alur perencanaan sama sekali tidak terlihat, kecuali dalam operasionalisasinya selalu mengacu pada keputusan dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon. Sebagai dampaknya, berbagai kegiatan yang dijalankan oleh LEPP-M3 hanya bersifat insidentil, sehingga tidak sesuai dengan aspek-aspek teknis pengelolaan sumberdaya perikanan. Fenomena inilah yang menyebabkan munculannya simpulan bahwa LEPP-M3 sebagai organisasi bisnis yang ada di Kota Ambon, belum sepenuhnya memiliki rencana kerja.

Dari hasil penelitian ternyata perencanaan yang merupakan bagain dari sumberdaya manajemen dari LEPP-M3, berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan progresif dari komponen kunci misi/srtategi jangka panjang masih berada pada tahapan permulaan, yakni perencanaan secara umum dilakukan secara ad hoc dan tumbuh terus. Komponen kunci alur perencanaan berada pada tahapan permulaan, yakni orientasi perencanaan dari LEPP-M3 masih bersifat ‘top down’ dan dimotori oleh dinas kelautan dan perikanan sebagai dewan pembina. Demikian halnya dengan kedua komponen kunci lainnya yakni

implikasi pada sumberdaya juga masih berada pada tahapan permulaan, yakni tujuan-tujuan ditetapkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan sumberdaya, maupun faktor-faktor eksternal yang penting. Sedangkan komponen kunci perencanaan sebagai alat yang bermanfaat masih berada pada tahapan

permulaan, yakni organisasi dalam hal ini LEPP-M3 belum membuat rencana kerja.

(3) Manajemen Partisipatif

Manajemen partisipatif sebagai sumberdaya dalam manajemen LEPP-M3 sangat dibutuhkan berkaitan perumusan program dan kegiatan di tingkat organisasi LEPP-M3. Dalam kerangka kerja pengembangan institusi dapat digambarkan dalam sembilan komponen kuncinya, masing-masing : (1) pelimpahan wewenang yang memadai, (2) layanan masyarakat, (3) partisipasi kelompok, (4) kesamaan kepentingan, (5) transparansi, (6) jender dalam pengambilan keputusan, (7) pengguna sumberdaya dan pengambil keputusan, (8) konsultasi dengan masyarakat, dan (9) aliran komunikasi. Gambaran tentang manajemen partisipatif dalam organisasi LEPP-M3, diuraikan berdasarkan kondisi eksisting yang teridentifikasi menurut setiap komponen kunci.

Dari hasil penelitian ternyata ditemukan bahwa stagnasi operasionalisasi LEPP-M3 yang terlihat lebih banyak disebabkan karena tidak adanya peran pengurus LEPP-M3, mengingat dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon mengambil alih perannya terutama dalam pengambilan keputusan. Secara organisasi, ada pelimpahan wewenang untuk setiap KMP sebagai anggota LEPP-M3, sementara wewenang yang diberikan sama sekali tidak ditanggapi serius oleh seluruh anggota KMP.

Pelayanan yang diberikan oleh LEPP-M3 kepada KMP, belum dilakukan secara maksimal, kecuali fungsi pengawasan yang tidak intensif yang masih terlihat jalan di lapangan. Pengawasan yang dilakukan juga sering bertumbukan dengan persoalan aktivitas KMP dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kondisi ini menyebabkan lemahnya partisipasi KMP dalam setiap kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pengurus LEPP-M3.

Upaya yang dilakukan dengan mengakomodasi ketua KMP sebagai pengurus LEPP-M3 diharapkan dapat mengakomodasi kepentingan KMP secara menyeluruh. Namun demikian, hal ini justru menjadi tantangan bagi LEPP-M3 dalam melakukan aktivitasnya, karena tidak seluruh KMP yang menyepakati adanya perekrutan pengurus LEPP-M3 seperti sekarang ini. Keinginan KMP,

ialah perekrutan pengurus LEPP-M3 seharusnya dikembalikan pada proporsi awal terbentuknya LEPP-M3, dimana diharapkan adanya pelibatan seluruh KMP yang ada dalam sistem organisasi LEPP-M3 di Kota Ambon.

Untuk mengakomodasi kepentingan bersama di antara pengurus LEPP- M3 dan operasionalisasi tugas LEPP-M3, biasanya dilakukan rapat LEPP-M3 dengan melibatkan seluruh anggota. Itupun masih di bawah pengaruh dan perintah dari dinas kelautan dan perikanan Kota Ambon. Sehingga pengambilan keputusan untuk menjalankan kegiatan cenderung kurang transparan.

Menguatnya posisi dinas perikanan dan kelautan dalam operasionalisasi LEPP-M3, menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil baik di tingkat LEPP-M3, sering tidak disosialisasikan ke KMP, bahkan keputusan cenderung berada pada tingkat LEPP-M3 saja. Hal ini jugalah yang melemahkan adanya komunikasi antar anggota LEPP-M3. Komunikasi antar anggota LEPP-M3 cenderung dapat dilakukan ketika adanya pertemuan LEPP-M3 yang sifatnya

insidentil.

Berdasarkan uraian di atas, maka penilaian terhadap sembilan komponen kunci yang berada pada sumberdaya manajemen partisipatif sesuai kriteria untuk setiap tahapan progresif ternyata seluruh komponen kuncinya masih berada pada tahapan permulaan. Menurut Tambunan (1991) penerapan prinsip manajemen partisipatif merupakan tuntunan zaman dan seirama dengan kemajuan teknologi, dan perkembangan masyarakat yang menuntut pentingnya kerjasama dan usaha kearah kepuasan lahir bathin dalam pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kondisi sumberdaya manajemen partisipatif yang ada akan sangat berdampak pada operasionalisasi LEPP-M3 yang mesti mengharapkan partisipasi dari semua KMP dalam mendukung manajemen, mulai dari proses perencanaan hingga pengawasan dari LEPP-M3 itu sendiri.

(4) Sistem Manajemen

Sistem manajemen merupakan sumberdaya yang penting dalam pengembangan organisasi LEPP-M3, terutama dibutuhkan untuk mengatur tatalaksana organisasi LEPP-M3. Dalam kerangka kerja pengembangan institusi dapat digambarkan dalam tiga komponen kuncinya, masing-masing : (1) sistem personalia, (2) sistem kearsipan, dan (3) prosedur administrasi. Gambaran tentang sistem manajemen dalam organisasi LEPP-M3, diuraikan berdasarkan kondisi eksisting yang teridentifikasi menurut setiap komponen kuncinya.

Sebagai dampak dari belum formalnya eksistensi LEPP-M3, maka sistem personalia dalam organisasi LEPP-M3 sama sekali tidak tertata secara baik, disamping tidak ada catatan secara tertulis terhadap personalia LEPP-M3. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap sistem kearsipan pada organisasi LEPP-M3, dimana belum ditemukan adanya pengarsipan berbagai kegiatan yang dijalankan oleh LEPP-M3

Kondisi yang ditemukan ini, ternyata berkaitan dengan belum adanya prosedur administrasi formal yang dibangun dan dijalankan oleh LEPP-M3. Hal ini juga berkaitan dengan tidak teraturnya sistem personalia, disamping tidak adanya fungsionalisasi keanggotaan LEPP-M3 untuk melakukan pengarsipan dan penyusunan prosedur administrasi formal.

Dari hasil penelitian, berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan progresif dari komponen kunci sistem personalia masih berada pada tahapan permulaan, yakni belum ada sistem personalia formal yang dibangun oleh LEPP-M3. Berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan progresif dari komponen kunci sistem kearsipan maka komponen ini juga masih berada pada tahapan permulaan, yakni tidak ada sistem kearsipan formal yang diberlakukan oleh LEPP-M3. Demikian juga untuk komponen kunci prosedur administrasi, masih berada pada tahapan permulaan, yakni belum ada prosedur administratif formal yang dipakai oleh LEPP-M3.

(5) Sistem Monitoring dan Evaluasi

Sistem monitoring dan evaluasi merupakan sumberdaya yang penting menentukan arah dan kebijakan pengembangan organisasi LEPP-M3 ke depan. Paling tidak kebijakan pengembangan LEPP-M3 dapat ditentukan berdasarkan berbagai hasil monitoring dan evaluasi, terutama terhadap hubungan dengan masyarakat penerima manfaat ataupun dengan berbagai lembaga pendukung pengembangan organisasi LEPP-M3, disamping kebutuhan organisasi LEPP-M3 secara menyeluruh. Dalam kerangka kerja pengembangan kelembagaan dapat digambarkan dalam tiga komponen kuncinya, masing-masing : (1) sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi, (2) sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya perikanan yang melibatkan masyarakat, dan (3) umpan balik dari penerima manfaat program. Gambaran tentang sistem monitoring dan evaluasi dari organisasi LEPP-M3 diuraikan berdasarkan kondisi eksisting yang teridentifikasi menurut setiap komponen kuncinya.

Sistem monitoring yang dikembangkan oleh LEPP-M3 di Kota Ambon, lebih mengandalkan dinas kelautan dan perikanan dan ini belum terdokumentasi dengan baik, disamping belum adanya pelibatan masyarakat yang sebenaranya dalam struktur oraganisasi adalah mitra desa yang berperan dalam mengontrol berbagai kegaitan yang dilakukan oleh LEPP-M3 dalam proses monitoring. Sedangkan proses evaluasi jarang dilakukan, baik oleh dewan pembina maupun oleh pengurus LEPP-M3.

Sistem monitoring dan evaluasi yang terbentuk seperti itu, pada akhirnya tidak akan mendapat umpan balik, baik oleh KMP ataupun peneriman manfaat lain yang berasal dari masyarakat di luar KMP. Kondisi demikian cenderung melemahkan LEPP-M3, karena eksistensinya tidak menjalankan fungsi dengan benar, terutama untuk kepentingan monitoring dan evaluasi.

Upaya-upaya yang penting dibangun dalam kaitan dengan pengembangan LEPP-M3 semakin sulit untuk dilakukan, karena tidak akomodatifnya proses monitoring dan belum baiknya kegiatan evaluasi. Paling tidak, proses yang sifatnya pasif ini akan sangat melemahkan posisi LEPP-M3 karena tidak dapat mengakomodasi kepentingan KMP, serta menjalankan amanat yang diberikan sesuai visi DKP yang telah dikenal.

Penilaian terhadap komponen kunci dari sumberdaya sistem monitoring dan evaluasi, berdasarkan kriteria untuk setiap tahapan progresif memperlihatkan bahwa ketiga komponen kunci tersebut masih berada pada tahap permulaaan. Kondisi sumberdaya yang berada pada tahapan ini, akan sangat mempengaruhi kinerja dari LEPP-M3. Fathoni (2006) mengemukakan bahwa monitoring atau pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegaitan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Dari pengertian tersebut, semakin jelas bahwa monitoring dan evaluasi memiliki hubungan yang erat dengan fungsi manajemen lainnya, terutama dalam perencanaan. Pengawasan tanpa perencanaan tidak mungkin dilaksanakan dengan baik karena tidak ada pedoman untuk melakukannya, sebaliknya rencana tanpa pengawasan berarti akan membuka peluang timbulnya penyimpangan-penyimpangan yang serius tanpa ada alat yang mencegahnya. Demikian eratnya hubungan antara perencanaan dan pengawasan bagaikan dua sisi mata uang yang sama. Kalau ada perencanaan maka harus ada pula pengawasan, demikian pula sebaliknya.

7.1.3 Sumberdaya Pengelola LEPP- M3 (Potensi Sumberdaya Manusia)