• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses dan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Dalam dokumen Sunarno Basuki SUPERVISI PENDIDIKAN JASMANI (Halaman 181-188)

SUPERVISI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

B. Proses dan Model Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Proses pembelajaran di sekolah dasar secara umum terbagi ke tiga bagian, yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Ketiga tahapan tersebut diatur baik dalam Standar Proses untuk Satuan Pendidikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41 Tahun 2007 maupun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.65 Tahun 2013.

Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani tahapan tersebut dikembangkan ke dalam lima tahap yakni tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan umpan balik. Tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap persiapan

Tahap ini merupakan tahapan sebelum dilakukan perencanaan pembelajaran. Pendidik Pendidikan Jasmani harus melakukan tahapan persiapan ini karena akan mempengaruhi isi perencanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Tahapan ini pada dasarnya adalah kegiatan pemetaan yang bertujuan memperoleh informasi tentang potensi dan kondisi dari peserta didik, sarana prasarana, kelas dan sebagainya. Dengan demikian, pada tahapan ini, pendidik Pendidikan Jasmani harus memiliki gambaran tentang berikut ini.

a) Kemampuan peserta didik yang akan diajar.

b) Kondisi sarana, prasarana, media dan alat ajar yang dimiliki sekolah.

c) Materi atau tema yang akan diajarkan. Hal ini disesuaikan dengan indikator kompetensi peserta didik.

2. Tahap perencanaan

Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,

materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

Pendidik Pendidikan Jasmani harus mampu menyusun rencana pembelajaran ini. Rencana tersebut misalnya menyebut kompetensi yang akan dicapai, maka pendidik Pendidikan Jasmani harus menentukan indikator pencapaian kompetensi tersebut.

3. Tahap pelaksanaan

Tahap ini harus dipenuhi syarat pembelajaran yang meliputi (a) rombongan belajar, (b) beban minimal pendidik, (c) buku pelajaran, dan (d) pengelolaan kelas. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pelaksanaan pembelajaran diusahakan mengikuti apa yang sudah direncanakan. Oleh karena pendidik Pendidikan Jasmani, saat menyusun rencana pembelajaran perlu memperhatikan tahapan persiapan, yaitu hasil pemetaan yang ada. Sehingga dalam pelaksanaannya bisa terlaksana sesuai kondisi dan kebutuhan yang ada.

4. Tahap penilaian

Penilaian dilakukan oleh pendidik terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran maupun berdasarkan penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic assesment) yang menilai kesiapan peserta didik, proses, dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan belajar peserta didik atau bahkan mampu

menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) akibat pembelajaran. Pendidik dalam melakukan penilaian otentik yang dapat digunakan untuk merencanakan program perbaikan (remedial), untuk pengayaan (enrichment), atau untuk memberikan layanan konseling. Penilaian otentik dapat digunakan sebagai pedoman untuk memperbaiki proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian Pendidikan yang berlaku. Penilaian proses pembelajaran dilakukan saat proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai alat perekam data.

5. Tahap umpan balik

Proses pembelajaran yang sudah dilakukan, dalam evaluasi/ penilaiannya tidak berhenti dalam proses pemberian nilai kepada peserta didik. Sebuah evaluasi pembelajaran di dalamnya harus mencatat beberapa kekurangan, hambatan dan pendorong keberhasilan pelaksanaan. Pendidik Pendidikan Jasmani dapat melakukan melalui proses bertanya, berdiskusi baik kepada peserta didik dan pendidik lainnya untuk memperoleh masukan dalam pengembangan proses pembelajaran di kelas. Misalnya, hasil penilaian peserta didik yang diperoleh masih di bawah rata­rata standar kelulusan mata pelajaran, maka pendidik Pendidikan Jasmani bisa meminta masukan kepada pengawas, kepala sekolah, pendidik lain dan peserta didik, dalam rangka perbaikan pembelajaran di masa mendatang.

Pembelajaran pendidikan jasmani dapat menggunakan berbagai model yang dipandang tepat oleh pendidik. Pertimbangannya bisa didasarkan atas kesesuaian dengan materi ajar yang disampaikan. Setiap model pembelajaran akan berhasil diterapkan jika difasilitasi oleh lingkungan yang mendukung. Model pembelajaran pendidikan jasmani beragam, maka dianjurkan kepada pendidik untuk menguasai banyak model. Model pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang diterapkan agar materi pembelajaran dapat diserap oleh peserta didik agar tujuan pembelajaran tercapai secara efektif dan efisien. Model-model pendidikan jasmani berikut ini.

1) Model pendidikan gerak (movement education)

Pendidikan gerak atau movement education meliputi konsep kesadaran tubuh (hal yang dilakukan tubuh), konsep usaha (cara tubuh bergerak), konsep ruang (tempat tubuh bergerak), dan konsep keterhubungan (hubungan apa yang terjadi). Dengan model pendidikan gerak ini peserta didik akan didorong untuk mampu menganalisis tahapan gerakan ketika menggiring bola basket (misalnya) dan menemukan posisi yang tepat ketika berada dalam permainan. Contoh model ini adalah peserta didik diminta menonton video olah raga kemudian diminta mengungkap dan mendiskusikan perbedaan­perbedaan antara pengalaman langsung dari aktivitas gerak dengan pengalaman yang hanya dilihat melalui menonton video atau komputer. Tujuan dari pendekatan ini terutama agar peserta didik: (a) dapat bergerak secara terampil dan dapat menunjukkan aneka ragam gerak secara efisien dan efektif pada situasi yang terencana maupun tidak terencana, (b) lebih menyadari akan arti dan rasa dari gerak itu sendiri serta menyenanginya baik sebagai pelaku maupun penonton, dan (c) meningkatkan pengetahuan dan menerapkan pengetahuan tentang gerak manusia. Sugiyanto (2012) menyatakan bahwa belajar gerak adalah suatu proses adaptasi perilaku yang berkenaan dengan perilaku gerak yang relatif permanen, sebagai hasil usaha mengembangkan kemampuan melakukan tugas melalui praktik dan pengalaman yang melibatkan faktor­faktor fisik dan psikologis secara terpadu. 2) Model pendidikan kebugaran (fitness education)

Jewet dalam Mahendra (2009b) mengemukakan bahwa model kebugaran ini pada dasarnya penerapan dari subject oriented model yang berlandaskan pada disciplinary mastery value oriententation, namun pada perkembangan sekarang model ini seringkali merefleksikan orientasi nilai self actualization atau ecological integration sehingga beberapa program dari model ini merupakan pengintegrasian pendidikan jasmani dalam kerangka konsep healthy lifestyle yang lebih luas dengan komponen­ komponen sosio cultural Kebugaran jasmani didefinisikan sebagai kemampuan melakukan kegiatan sehari­hari dengan

penuh vitalitas dan kesiagaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih cukup energi untuk beraktivitas pada waktu senggang dan menghadapi hal–hal yang bersifat darurat (Toho, 2011).

3) Model pendidikan olahraga (sport education)

Dasar teori yang dipergunakan dalam model ini (sport education) menyatakan bahwa olahraga adalah bentukan dari permainan/ bermain. Jika olahraga diterima sebagai sebuah bentuk dari bermain maka nilai yang terkandung akan membetuk masyarakat dan secara resmi merupakan proses perjalanan orang datang dan belajar untuk berpartisipasi dalam budaya olahraga. Sport education diadaptasi dengan adanya pertandingan­ pertandingan, sehingga peserta didik akan memiliki jiwa yang sportif, belajar nilai, skill, ritual, peraturan, tradisi dengan cara berpartisipasi dalam kegiatan olahraga. Sehingga ketika menerapkan pembelajaran model ini hal yang terpenting adalah mendesain pembelajaran sampai pada kompetisi. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengambil bagian, berperan mengambil bagian pada hal yang diminati dan dapat dilakukan (Samodra, 2010).

4) Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran terpadu aktivitas yang diberikan meliputi aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan yang holistik, bermakna, dan otentik sehingga peserta didik dapat menerapkan perolehan belajar untuk memecahkan masalah­masalah yang nyata di dalam kehidupan sehari­hari. Hopkin dalam Rusli (1994) menjelaskan bahwa ada aspek­ aspek keterpaduan dalam pendidikan yakni: aspek psikologi, sosiologi, dan pedagogi, sedang pengertian terpadu merupakan suatu proses yang memandang sesuatu secara keseluruhan atau sebagai satu unit.

Pembelajaran terpadu itu sendiri merupakan suatu model pembelajaran yang membawa pada kondisi pembelajaran yang relevan dan bermakna untuk anak. Pembalajaran terpadu merupakan media pembelajaran yang secara efektif membantu anak untuk belajar secara terpadu dalam mencari hubungan­

hubungan dan keterkaitan antara hal yang telah mereka ketahui dengan hal­hal baru atau informasi baru yang mereka temukan dalam proses belajarnya sehari­hari.

5) Model pendekatan taktis

Subroto (2001) menjelaskan bahwa pendekatan taktis secara spesifik bertujuan meningkatkan kesadaran peserta didik tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai dengan masalah atau situasi dalam permainan. Pendekatan taktis mendorong peserta didik untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan. Masalah ini pada hakikatnya berkenaan dengan penerapan keterampilan teknik dalam situasi permainan. Dengan demikian peserta didik makin memahami kaitan antara teknik dan taktik. Dalam strategi pembelajaran pendekatan taktis lebih menekankan pada konsep game-drill-game. Game yaitu bermain, peserta didik dituntut untuk bermain dengan konsep­konsep yang yang diberikan oleh pendidik dan memahami tentang permainan itu. Drill yaitu pengulangan, pendidik harus lebih teliti melihat permainan peserta didiknya dan apabila terjadi kesalahan dalam tugas gerak maka pendidik menghentikan pembelajaran dan memberikan contoh gerakan yang benar kemudian peserta didik melakukan tugas gerak. Kemudian game yaitu bermain, setelah melakukan pengulangan atau drill peserta didik kembali melakukan permainan dengan perubahan tugas gerak yang telah dilakukan pada tugas drill. Pembelajaran melalui model pembelajaran pendekatan taktis membiasakan peserta didik untuk melatih kognitif, afektif, dan psikomotor.

6) Model inkuiry

Inkuiri berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan­pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan. Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi peserta didik untuk membangun kecakapan­kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka

harus ditemukan cara­cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.

Sanjaya (2008) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama model pembelajaran inkuiri. Pertama, inkuiri menekankan kepada aktifitas peserta didik secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan pendidik secara verbal, melainkan mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Aktvitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara pendidik dan peserta didik, sehingga kemampuan pendidik dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Ketiga, tujuan dari penggunaan pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri peserta didik tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran akan tetapi mereka juga dituntut dapat menggunakan potensi yang dimilikinya.

7) Model pengajaran langsung (direct instruction)

Model ini mengambil filosofi dasar dari aliran behavioralistik dimana stimulus dan respon memegang peranan penting. Peserta didik diajarkan untuk melakukan kegiatan yang benar dengan kontrol yang ketat. Model ini menuntut peserta didik untuk melaksanakan kegiatan yang direncanakan oleh pendidik dengan konsekuensi adanya reward. Pendidik adalah model yang baik dan harus sangat menguasai materi yang diberikan kepada peserta didik (Samodra, 2010).

8) Model tanggung jawab pribadi dan sosial (teaching personal and sosial responsibility)

Dalam mengkaji masalah tanggung jawab, pendidikan jasmani tidak dapat mengabaikan karya Hellison (1995). Berbeda dengan

model pembelajaran pendidikan jasmani konvensional yang biasanya berisi skill-drill-game dan hanya fokus pada motorik saja, maka teaching personal and sosial responsibility (TPSR) adalah model pembelajaran yang memperhatikan sikap, nilai­ nilai dan perilaku peserta didik. Pada model TPSR terdapat dua nilai yang berhubungan dengan kehidupan personal (personal responsibility) yaitu effort dan self direction, serta dua nilai yang berhubungan dengan kehidupan sosial (social responsibility) yaitu respect dan carring. Implementasi pembelajaran afektif dan sikap tanggung jawab diyakini dapat berimplikasi terhadap pembangunan karakter, persepektif permasalahan sosial dan pembelajaran nilai moral.

Dalam dokumen Sunarno Basuki SUPERVISI PENDIDIKAN JASMANI (Halaman 181-188)