• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik kelompok

Dalam dokumen Sunarno Basuki SUPERVISI PENDIDIKAN JASMANI (Halaman 71-85)

seni, kreativitas, intuisi supervisor

2. Teknik kelompok

Menurut Sahertian (2010) teknik kelompok adalah teknik dalam pelaksanaan supervisi dengan melibatkan banyak orang secara bersama­sama. Teknik supervisi kelompok adalah

suatu pembinaan terhadap sejumlah pendidik oleh satu atau beberapa supervisor Pidarta (2009). Dalam pelaksanaannya supervisor menyajikan suatu materi atau beberapa materi kepada sekelompok pendidik yang disupervisi. Pada supervisi ini situasi dan kondisinya dibuat sama, materi yang diterima sama, dibahas bersama, dan disimpulkan bersama. Semua kegiatan yang dilakukan pendidik dengan arahan supervisor. Kelebihan teknik kelompok ini adalah dalam waktu yang sama supervisor dapat membina beberapa pendidik.

Berikut adalah tabel yang memuat ringkasan tentang teknik supervisi kelompok dan contoh temuan atau solusi terhadap masalahnya.

Tabel 2.4 Teknik dan Temuan/Solusi Supervisi Kelompok

No SupervisiTeknik Prinsip Supervisi SupervisiTujuan Temuan/Solusi 1 Rapat

sekolah Praktis, aktif, antisipatif, konstruktif, kekeluargaan,

demokrasi, terpada, dan berkesinambungan Menyamakan persepsi dalam memperbaiki kualitas individu untuk meningkatkan pembelajaran Ditemukan beberapa data yang menghambat pembelajaran 2 Orientasi pendidik baru

Aktif, ilmiah, inovatif, purposive, antisipatif, konstruktif, dan berkesinambungan Mengantarkan pendidik memasuki tempat kerja baru Jarang dilakukan oleh kepala sekolah karena beban kerja yang tinggi 3 Laboratorium

kurikulum Opurposive, realistis, bjektif, ilmiah, inovatif,

konstruktif, dan antisipatif Membantu pendidik dan personil sekolah dalam menyikapi perkembangan kurikulum Tidak semua sekolah mampu melakukan kegiatan ini. Umumnya hanya sekolah unggul yang melakukan 4 Panitia Kekeluargaan demokrasi, aktif, dan terpadu Menanamkan sikap tanggung jawab untuk melaksanakan tugas tertentu. Tidak semua individu berani dan cenderung melemparkan tugas-tugas tertentu

No SupervisiTeknik Prinsip Supervisi SupervisiTujuan Temuan/Solusi 5 Perpustakaan

profesional Orealistis, konstruktif, dan bjektif, ilmiah, inovatif, antisipatif Menanamkan motivasi pendidik untuk meningkatan pengetahuan Kurangnya bantuan layanan supervisor dalam bidang perpustakaan 6 Demonstrasi

mengajar Sestematis, ilmiah, inovatif, purposive, komprehensif,antisipatif, terpadu, humanis, kekeluargaan, dan konstruktif Membantu pendidik untuk mengembangkan pembelajaran yang efektif dan efisien

Kurangnya rasa percaya diri dan motivasi yang rendah pendidik 7 Lokakarya Antisipatif, aktif, ilmiah,

purposive, konstruktif, kekeluargaan, humanis, aktif, demokrasi, terpadu, dan komprehensif Pemberikan solusi atas masalah-masalah pembelajaran Tidak selalu dapat diselenggarakan karena perlu biaya yang besar 8 Field trips for staff personels Realistis, antisipatif, konstruktif, kekeluargaan, humanis, demokrasi, dan aktif

Meningkatkan kemampuan pendidik dalam bersosial untuk memahami kondisi lingkungan Dalam pelaksanaan perlunya waktu dan biaya yang memadai 9 Diskusi panel Antisipatif, konstruktif,

kekeluargaan, aktif, demokrasi, terpadu, dan komprehensif

Menumbuhkan sikap yang kritis dalam setiap persoalan Jarang dilaksanakan karena mengingat besarnya biaya 10 In service

training Praktis, aktif, sistematis, inovatif, ilmiah, purposive, antisipatif, konstruktif, kekeluargaan, aktif, demokrasi, terpadu, komprehensif, dan berkesinambungan Meningkatkan sikap dan pengetahuan secara kontinu untuk mendukung sikap profesional Penjadwalan yang bersamaan sehingga peluang untuk mengikuti kecil 11 Organisasi

profesi Aktif, ilmiah, demokratis, kekeluargaan, antisipatif, konstruktif, Meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab pendidik sebagai pemangku jabatan profesional Keberadaan dan kegiatan lembaga profesi belum maksimal

Beberapa teknik supervisi kelompok tersebut dijelaskan sebagai berikut.

2.1 Rapat sekolah

Pada saat rapat sekolah biasanya dihadiri oleh seluruh pendidik di sekolah tersebut, hal ini sering disebut rapat pendidik. Pada rapat tersebut teknik supervisi kelompok dapat diterapkan, misalnya melalui rapat sekolah materi rapat dapat diarahkan untuk membahas masalah­masalah yang ditemukan pada proses pembelajaran dan upaya pemecahannya untuk meningkatkan profesi pendidik (Pidarta, 2009). Teknik supervisi rapat sekolah yang melibatkan pendidik ini adalah untuk menyampaikan informasi baru dari pemerintah, menyampaikan informasi yang berkaitan dengan pembelajaran, berkaitan dengan kesulitan­ kesulitan yang dialami pendidik, dan strategi untuk mengatasi kesulitan­kesulitan tersebut. Jika ditemukan sebagian pendidik yang mendapat kesulitan, misalnya pendidik Pendidikan Jasmani maka yang diajak berbicara dalam proses supervisi ini hanyalah kelompok pendidik Pendidikan Jasmani saja.

Tujuan teknik supervisi rapat sekolah atau rapat pendidik menurut pendapat Pidarta (2009) sebagai berikut.

a. Menyamakan persepsi pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

b. Menanamkan kesadaran pendidik untuk menerima tugasnya sebagai pendidik.

c. Menyamakan persepsi pendidik tentang strategi kerja pendidik mencapai hasil pembelajaran yang efektif dan efisien. d. Membicarakan sesuatu informasi penting tentang hal­hal

yang berkaitan dengan proses pembelajaran

e. Menginformasikan informasi terbaru pembelajaran, kesulitan mengajar, dan cara mengatasi kesulitan tersebut.

Hal­hal yang harus diingat dalam rapat sekolah atau rapat pendidik menurut pendapat Sagala (2010b) berikut ini.

a. Rumusan tujuan harus konkrit dan jelas.

b. Permasalahan yang akan dijadikan bahan rapat merupakan kondisi nyata yang terjadi pada pendidik dan yang dianggap penting dan hartus dicarikan solusinya.

c. Permasalahan pribadi yang menyangkut pendidik di sekolah tersebut perlu dibicarakan dalam rapat.

d. Informasi baru harus dapat dijadikan pedoman pendidik untuk meningkatkan pembelajaran.

e. Partisipasi pendidik pada rapat hendaknya menjadi perioritas utama, agar rapat menghasilkan keputusan yang sebaik­ baiknya.

f. Dalam merencanakan rapat harus mempertimbangkan lingkungan setempat.

2.2 Orientasi pendidik baru

Orientasi adalah pertemuan yang dilakukan oleh pengawas sekolah dan atau kepala sekolah sebagai supervisor dengan pendidik baru yang bertujuan menghantar pendidik baru tersebut memasuki suasana kerja yang baru sebagai tenaga pendidik (2010b). Pertemuan orientasi memperkenalkan tugas dan tanggung jawab khususnya pada pendidik baru secara dini, setelah dilakukan pertemuan diharapkan pendidik terhindar dari berbagai masalah yang mungkin dihadapi dalam melaksanakan tugas­tugasnya nanti. Pertemuan ini memberikan kesempatan kepada pendidik baru mengungkapkan pengalaman dan permasalahanya secara benar, sehingga membantu memahami hal­hal yang akan menjadi tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan perannya sebagai tenaga pendidik. Memberikan pemahaman akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik penting dilakukan oleh pengawas sekolah dan kepala sekolah sebagai supervisor untuk menjamin mutu (quality assurance) penyelenggaraan pendidikan dan layanan belajar di sekolah. Pertemuan ini berfungsi sebagai upaya preventif bagi pendidik latih agar tidak melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik.

Orientasi ini dirancang oleh pengawas sekolah dan difasilitasi kepala sekolah dengan perhitungan cermat. Pada pertemuan ini supervisor mengajak para pendidik membuat perencanaan progam supervisi yang akan dilaksanakan di sekolah baik oleh pengawas sekolah maupun oleh kepala sekolah. Dengan menyusun rencana kegiatan supervisi secara bersama akan membantu saat menentukan pokok­pokok penting yang disupervisi, jadwal pelaksanaan supervisi, dan komunikasi yang dilakukan, baik oleh supervisor maupun oleh pendidik dengan membangun komitmen bersama.

Pada pertemuan orientasi ini supervisor menyampaikan kepada para pendidik tentang beberapa hal yang akan disupervisi. Menurut Sagala (2010b) beberapa hal yang dimaksudkan adalah. a. Sistem kerja di sekolah.

b. Penanganan administrasi dan keorganisasian sekolah.

c. Penerapan prosedur kerja sebagai mana mestinya akan tidak menimbulkan beberapa resiko atau kecelakaan.

d. Pola pengembangan kurikulum di sekolah.

e. Identifikasi peluang yang dapat dimanfaatkan pendidik untuk mengembangkan sumber dayanya.

f. Hak dan kewajiban pendidik selama melaksanakan tugasnya. g. Inventarisasi hal­hal yang membantu pendidik bekerja efektif

dan efisien.

2.3 Laboratorium kurikulum.

Curriculum laboratory adalah fasilitas yang difungsikan sebagai pusat aktivitas agar pendidik dapat mendapatkan materi untuk meningkatkan pengalaman dan kualitas pendidik dalam upaya mencapai program inservice education (Sahertian, 2010). Dalam laboratorium terdapat.

a. Buku, buletin, dan sumber belajar lain yang relevan.

b. Berbagai jenis sumber materi ajar seperti gambar, poster, charta maps, media audio visual, bacaan tambahan, buku kerja, dan contoh lain yang relevan.

Beberapa contoh model pembelajaran yang dapat ditampilkan secara visual antara lain:

a. contoh perumusan tujuan pembelajaran untuk setiap mata pelajaran;

b. contoh bentuk perumusan kegiatan pembelajaran;

c. contoh alat pembelajaran yang bisa dibuat dan dikembangkan oleh pendidik;

d. contoh berbagai jenis buku pelajaran yang telah digunakan dalam pelaksanaan suatu kurikulum; dan

e. contoh evaluasi yang dibuat oleh pendidik dan lain­lain. Curriculum laboratory juga dapat digunakan sebagai tempat

penelitian, eksperimen, dan bekerja baik individu maupun kelompok.

Sumber­sumber materi yang dikumpulkan dan disediakan bertujuan untuk peningkatan proses pembelajaran. Para pendidik dapat melihat perbandingan dari bentuk­bentuk pembelajaran yang telah dikumpulkan, misalnya beberapa rencana tahunan yang sesuai dengan situasi dan kondisi, jenis­jenis evaluasi atau ulangan semester atau triwulan, buku pegangan pendidik dan peserta didik.

2.4 Panitia

Suatu kegiatan bersama biasanya perlu diorganisasikan yaitu dengan ditunjuknya beberapa orang penanggung jawab pelaksana. Sekelompok pelaksana yang ditunjuk untuk melakukan suatu tugas dapat disebut panitia penyelenggara. Panitia ini memiliki kesempatan untuk menambah pengalaman dalam melaksanakan tugas sebagai panitia yang diberikan oleh sekolah. Berdasarkan pengalaman tersebut, para pendidik dapat meningkat kualitas mengajarnya.

Kepanitiaan dalam pelaksanaan kegiatan bersama seperti orientasi peserta didik baru, perkemahaan kepramukaan, darmawisata siswa. Model kepanitiaan ini akan menjadi kaderisasi yang afektif karena memberi otoritas kepada pendidik yang baru belajar (Asfahani, 2012).

2.5 Perpustakaan profesional (jabatan)

Setiap sekolah diusahakan memiliki perpustakaan jabatan sendiri yang berisi buku­buku, brosur, majalah, dan bahan lainnya yang telah diseleksi dengan teliti mengenai suatu bidang studi. Hal ini sangat memperkaya pengetahuan dan pengalaman pendidik sehingga ia bertumbuh dalam profesi mengajar. Pendidik dapat belajar secara kelompok bila ada perpustakaan jabatan yang lengkap.

Tetapi sekarang ini ada kemungkinan bahwa pendidik kurang mempunyai pepustakaan jabatan. Dalam hal menyampaikan materi agar pengetahuan yang disampaikan kepada peserta didik cukup memadai maka pendidik harus difasilitasi sumber belajar dalam jumlah yang banyak

2.6 Demonstrasi mengajar

Demonstrasi mengajar adalah suatu upaya supervisor membantu pendidik yang disupervisi dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana mengajar yang benar. Dikatakan sebagai suatu teknik yang bersifat kelompok bilamana supervisor itu memberi penjelasan­penjelasan kepada pendidik tentang mengajar yang baik setelah seorang pendidik yang baik memberikan penjelasan kepada pendidik yang dikunjungi sebelumnya. Kekurangan cara ini adalah disebabkan (Sahertian, 2008) hal berikut:

a. beberapa supervisor belum mampu melaksanakan demonstrasi mengajar yang baik;

b. masih ada pendidik belum mau melaksanakan demonstrasi mengajar;

c. perkembangan mengajar yang memusatkan pada perhatian peserta didik membutuhkan waktu lama.

Setelah demonstrasi selesai kegiatan diisi dengan tanya jawab antara supervisor dan pendidik, kemudian para pendidik diberi kesempatan melakukan demonstrasi. Materi yang didiskusikan pada acara tanya jawab adalah semuanya hal yang didemonstrasikan atau belum dapat dipahami. Ciri­ciri teknik demonstrasi akan diuraikan berikut ini.

a. bersifat kelompok;

b. bertujuan meningkatkan pengetahuan dan memberikan keterampilan pendidik dalam mengajar;

c. lebih banyak mendemonstrasikan sesuatu didepan pendidik;

d. pelaksanaan supervisi tidak hanya disekolah tetapi juga dapat di lembaga lain; dan

e. pada umumnya tindak lanjut diberikan apabila ada keinginan pesertanya.

Menurut Pidarta (2009) teknik supervisi demonstrasi penyajiannya mengikuti langkah­langkah sebagai berikut:

a. adanya ilmu pengetahuan, keterampilan, atau ada hal baru yang ingin disampaikan supervisor atau ingin diketahui oleh pendidik;

b. jika ilmu pengetahuan, keterampilan, atau hal baru itu banyak, maka dipilih yang menjadi perioritas;

c. tempat ditentukan disekolah atau lembaga lain;

d. didahului dengan surat pemberitahuan dan undangan untuk pendidik yang akan diikutsertakan; dan

e. pelaksanaan supervisi berdasarkan waktu yang telah ditetapkan.

2.7 Workshop

Workshop atau lokakarya pendidikan merupakan wadah kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari supervisor, pendidik, tenaga kependidikan, dan lain­lain yang untuk mencari solusi terhadap masalah yang dialami melalui percakapan dan bekerja baik perorangan maupun kelompok (Sahertian, 2010).

Workshop pendidikan memiliki ciri­ciri berikut ini.

a. Permasalahan bersifat “life centered” dan berasal dari peserta workshop.

b. Pemecahan masalah diselesaikan dengan “musyawarah dan penyelidikan”.

Metode ini dapat mengikutsertakan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, laboran, orang tua peserta didik, komite sekolah, kelompok kerja kepala sekolah , dan lain­lain. Pelaksanaan workshop harus sesuai dengan tujuanya dan dapat diselenggarakan secara bersama­sama dengan komponen­ komponen yang berkepentingan dengan pendidikan. Pokok persoalan workshop bisa menyangkut masalah pengembangan KTSP, sistem informasi sekolah, sistem administrasi, peran organisasi pendidikan, peran masyarakat, sistem penilaian, dan sebagainya.

Prosedur pelaksanaan workshop berikut ini. a. Rumusan tujuan yang akan dicapai. b. Rincian masalah yang akan dibahas.

c. Pemecahan masalah dilandasi oleh prosedur yaitu: 1. penetapan rumusan masalah yang akan didiskusikan; 2. tujuan diskusi;

3. metode yang digunakan dalam pembahasan; 4. penyelesaian tugas­tugas;

5. menetapkan simpulan;

d. Menginventaris keperluan workshop;

e. Mengidentifikasi hambatan yang mungkin terjadi; dan f. Menetapkan simpulan dan rekomendasi.

2.8 Field trisp for staff personnel.

Menurut Lester B. Sands (Sahertian, 1982) perjalanan sekolah (field trisp) dibagi menjadi tiga jenis berikut ini.

a. Ekskursi (Excursion). Excursion adalah perjalanan oleh sekelompok peserta didik dan/atau pendidik dalam rangka mempelajari sesuatu secara komprehensif. Pada umumnya waktu yang diperlukan hanya 1 hari dan jaraknya juga tidak terlalu jauh dari sekolah.

b. Study trip (field trip). Study trip yaitu perjalanan untuk mempelajari sesuatu yang khusus dan dilaksanakan oleh sekolah.

c. Tour. Tour adalah perjalanan semacam ekskursi tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama dan biasanya daerah yang dikunjungi lebih luas. Pada umumnya waktu yang diperlukan sampai beberapa minggu bahkan beberapa bulan. Kepala sekolah dalam menentukan jenis mana yang akan dipilih

harus mempertimbangkan situasi yang ada. Perjalanan sekolah adalah sumber pengetahuan sebelum pendidik mengunjungi lokasi mereka harus mengumpulkan informasi terkait lokasi yang akan dikunjungi tersebut. Setelah itu, saat mereka sudah sampai di lokasi mereka harus mengumpulkan informasi, baik melalui observasi langsung ataupun memperoleh informasi dari orang/masyarakat yang ada di lokasi tersebut. Kemudian pada saat kembali ke sekolah, mereka akan meganalisis dan mendiskusikan informasi yang diperoleh dari lapangan.

Nilai­nilai field trip adalah berikut ini.

a. Memberikan pengalaman langsung kepada pendidik atau peserta didik.

b. Menumbuhkan minat baru dan menguatkan serta memotivasi minat yang sudah ada.

c. Memotivasi pendidik untuk melaksanakan investigasi terhadap penyebab terjadinya suatu fenomena.

d. Memberikan wawasan pada pendidik untuk mengetahui masalah yang terjadi di masyarakat.

e. Memberikan pemahaman yang mendalam terhadap kehidupan bermasyarakat.

f. Meningkatkan kemampuan kehidupan bersosial dengan masyarakat.

g. Dapat memberikan penyegaran dan menumbuhkan dalam pengembangan profesi.

Setiap field trip memiliki perencanaan yang cermat. Tanpa hal tersebut kegiatan pasti gagal dilaksanakan. Adapun tujuan dilaksanakannya Field trip adalah sebagai berikut.

a. Menumbuhkan minat terhadap apa yang akan dilakukan oleh suatu unit.

b. Mengumpulkan bahan permasalahan yang dapat didiskusikan. c. Merupakan kulminasi dari rapat kerja.

Setiap kegiatan field trip wajib melaksanakan diskusi, dievaluasi dan dilaksanakan (Sahertian, 2010) berikut ini.

a. Pendidik diberi kesempatan untuk melaporkan melaporkan hasil field trip secara menyeluruh.

b. Perlu didiskusikan penemuan fakta baru di lapangan

c. Apakah tujuan field trip yang telah ditentukan sudah tercapai. Apakah field trip menjawab pertanyaan dan masalah­masalah yang telah ada.

d. Apakah ada kelemahan atau kekurangan atau kendala pada saat pelaksanaan field trip tersebut.

e. Pendidik hendaknya menyusun laporan yang lengkap tentang field trip. Agar pendidik dapat pengalaman baru dan berkembang dalam profesi dan jabatannya.

2.9 Inservice training

Salah satu wadah dalam rangka mengembangkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah adalah penataran. Penataran dapat dikategorikan sebagai inservice training dalam sistem sistem pengklasifikasian pendidikan, sebagai bentuk lain dari preservice training, yang merupakan bentuk proses pendidikan sebelum yang bersangkutan menjadi pegawai yang resmi (Arikunto, 2009).

Seorang pendidik pada dasarnya sudah dipersiapkan melalui lembaga pendidikan pendidik sebelum terjun kedalam jabatannya. Pendidikan persiapan itu disebut pre-service education. Diantara mereka banyak yang sudah cukup lama meninggalkan pre-service education dan bertugas dilingkungan yang tidak memungkinkan

untuk mengikuti berbagai perkembangan dan kemajuan. Disamping itu banyak pula mereka yang memang tidak berusaha untuk berkembang didalam meningkatkan kemampuan sebagai guru/pendidik dan tenggelam dalam kegiatan mengajar secara rutin. Untuk mengejar ketinggalan itu agar pendidik selalu up to date dalam menjalankan tugas­tugasnya diperlukan inservice-training secara terarah dan berencana. Penyusunan program inservice-training dan berusaha mewujudkannya merupakan bagian dari kegiatan supervisi.

Sejalan dengan uraian di atas inservice-training dapat diartikan sebagai usaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pendidik dalam bidang tertentu sesuai dengan tugasnya, agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas dalam melakukan tugas­tugas tersebut (Nawawi, 1988).

Pendidikan “Inservice” (dalam jabatan) atau latihan­latihan semasa berdinas, dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan secara kontinu pengetahuan, keterampilan­ keterampilan dan sikap­sikap para pendidik dan tenaga­tenaga kependidikan lainnya guna mengefektifkan dan mengefesiensikan pekerjaan/jabatannya. Program pendidikan atau latihan tersebut dapat diselenggarakan secara formal oleh pemerintah, berupa penataran­penataran atau lokakarya­lokakarya baik secara lisan atau tertulis, dapat pula diselenggarakan secara informal oleh yang berkepentingan baik secara individual maupun secara berkelompok.

2.10. Organisasi profesi

Kelompok profesi dan kelompok jabatan yang diorganisasikan sesuai dengan minat dan masalah yang ada, dapat berpengaruh kuat terhadap inservice training baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Organisasi nasional yang kuat dan mempunyai cabang dan bekerja secara efektif di daerah sudah banyak. Contoh supervisi organisasi profesi adalah organisai ikatan­ikatan profesi untuk mengembangkan ilmu tertentu seperti: Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Insnyur Indonesia, Ahli Ekonomi, Ikatan Guru/Pendidik Ipa, Matematika, Ikatan Guru/Pendidik Pendidikan Jasmani, dan lain­lain.

BAB III

SUPERVISI PENDIDIKAN DALAM ORGANISASI

Dalam dokumen Sunarno Basuki SUPERVISI PENDIDIKAN JASMANI (Halaman 71-85)