• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rahasia M eede

Dalam dokumen RAHASIA MEEDE (Halaman 74-78)

"Tangan ini,n ucapnya sambil mengangkat tangan belia itu, "mengukuhkan ucapan Bung Hatta puluhan tahun silam bahwa selamanya takdir kalian untuk menjadi kuli dan kuli dari bangsa-bangsa lain. n

Dia ingin meneruskan penjelasan dengan mengutip Fridrich von Sciller yang sering dikutip Bung Hatta. Tetapi urung, dia tidak ingin anak-anak itu semakin bingung. Biar­ kan mereka merenungi "nasib sendiri. Seisi kelas terdiam. Bayangan masa dep�n mereka adalah kehidupan orangtua masing-masing. Kuli, babu cuci, buruh bangunan, tukang ojek, pedagang buah, atau paling tinggi janitor dan pesuruh kantor.

"Sekuat apakah bangsa Belanda itu, Anakku?" Pertanyaan itu dia ajukan pada bocah dengan tangan kekar.

"Mereka punya senjata modern, Pak. Sementara pejuang kita hanya bambu runcing," jawab siswa itu polos.

"Tetapi apakah mereka sehebat itu? Negeri yang luasnya hanya sepertiga Pulau

J

awa menguasai tiga setengah abad lam(lnya negeri luas yp.ng bentangannya seperdelapan dunia, dengan jarak ujung barat dan timur sarna dengan jarak Lisabon dan Moskwa."

"Lisabon dan Moskwa?"

Baru kali ini mereka dengar penjelasan seperti itu: Bocah­ bocah yang lahir setelah kampanye Glasnost dan Perestroika Gorbachev itu hanya mengenal nama-nama itu lewat klub­ klub sepak bola yang berlaga di Liga Champion Eropa. Itu pun karena tim-tim kota tersebut satu grup dengan klub­ klub terkemuka Inggris, Italia, dan Spanyol. Betapa luasnya Indonesia dan betapa kecilnya diri mereka. Terperangkap dalam penjara nasib yang membuat mereka selamanya jadi penon ton eksploitasi alam Indonesia.

E . S . ITO

jejak yang ditinggalkan sepatu lars mereka?" Kali ini Guru Uban mengajukan pertanyaan retoris yang buru-buru dia jawab sendiri: "Mereka bukan bangsa yang besar apalagi kuat. Orang-orang Belanda tidak lebih dari makhluk individualis, picik, pelit, suka mengotak-kotakkan, dan penuh curiga. Pada masa itu, provinsi-provinsi mereka suka saling cekcok, egois, saling mencerca; berdebat, dan keinginan untuk menang sendiri. Dem.ikian gambaran yang pernah dituliskan oleh Bung Hatta dalam pidato pembelaan Indonesia Merdeka­ nya. Kalian tahu Bung Hatta, kan?" .

"Wakil Presiden pertama kita!" Beberapa siswa menjawab - penuh percaya diri. Guru Uban tersenyum menganggukkan

kepala.

"Dan, sekarang? Mereka tidak jauh berbeda. Sebuah bangsa yang tidak bermoral. Di negeri mereka, orang sudah seperti hewan. Di mana pun manusia berlawanan jenis bisa berhubungan suami-istri, di taman, stasi un, toko, kantor, di mana saja. Persis seperti anjing pada musim kawin. Laki-Iaki boleh menikah dengan laki-laki, perempuan begitu juga. Pelacuran dihalalkan. Bahkan, orang asi�g digoda untuk men­ datangi negeri mereka untuk alasan itu. jika hubungan haram itu menjadi benih manusia, di sana mereka dibebaskan untuk membunuh calon bayi, aborsi."

"Ouhhhh .... "

Suasana kelas berubah pecah riuh rendah. Membayang­ kan Belanda, seperti negeri impian dalam gairah remaja me­ reka. Tetapi, tempat itu sangat jauh. Lebih jauh dari tujuan mudik setiap

kali

lebaran datang.

"Dan candu .... " lanjut Guru Uban. "Di. sana orang dtbebaskan untuk mengisap ganja. Bebas sampai semaput. Begitu juga dengan pil koplo. Candu yang menjadi sumber dari segala sumber petaka menjadi barang bias a di sana.

Rahasia M eede

Sudahkah kalian bisa membayangkan negeri yang menjadi akar penderitaan kalian itu?"

Mereka memang membayangkan, tetapi bukan pen­ deritaan. Alam khayali mereka menjelajahi kebebasan yang ditawarkan negeri impian. Gairah remaja memang meng­ hanyutkan.

Dentang besi tua bekas pelek mobil yang dipukul de­ ngan batu kali membuyarkan lamunan mereka. Jam pelajaran sejarah telah usai.

"Sebentar, anak-anakku," seru Guru Uban. Seperti biasa dia tidak hendak memberitakan tugas tetapi nasihat. "Cara pertama untuk merdeka �dalah, jangan tiru mereka. Jauhi pergaulan hewan dan jangan sekali-kali kalian mendekati barang-barang haram yang mereka halalkan itu. Kalau tidak, selamanya kita akan teIjajah!"·

Selalu ada saja nasiha,t sebelum jam pelajaran usai. Tetapi, yang masuk ke dalam hati anak-anak itu tidak sebanyak yang telah diberikan. Ketika Guru Uban telah meninggalkan kelas, Untung, siswa laki-laki dengan tangan kekar mendekati Rina, murid perempuan berkulit cokelat dengan penampilan norak. jamal punya barang.

Lu ikut nyi1?leng gak tar sore?

Seka­ lian kita berdua .... " bisiknya sambil tangan nakalnya ber­ kelebat menyentuh. dada Rina.

Rina tersenyum nakal. Pegangan tangannya mengukuh­ kan janji. Persetan dengan kemerdekaan. Selama ganja bisa didapatkan dengan tubuh dan kondom disebar gratis oleh aktivis

peduli

AIDS, dia selamanya akan merdeka! Bebas, melayang.[]

7

T E C T O N A G RA N D I S .

. Kayu yang menjadi bahan meja berwarna ' gelap itu kukuh, kuat, antirayap, dan bisa bertahan ratusan tahun dalam berbagai kondisi cuaca. Kayu jati, demikian orang­ orang di negeri kepulauan ini menyebutnya. Pada permukaan gelap meja bundar ini, Cathleen melihat siluet kapal sarat muatan dengan bendera VOC meinbelah lautan gelap. Se­ jarah panjang VOC terekam baik di dalam otaknya. Di dalam

ruang arsip kolonial yang tidak terlalu luas ini, rekaman itu muncul dalam sebuah lakon tanpa penampakan. Tumpukan arsip tua berwarna cokelat tua di atas meja itu, tampak seperti lembaran uang mainan dalam permainan monopoli. Cathleen menggerakkan otot lehernya beberapa

kali.

Setengah hari di dalam ruangan ini, belum ada hal luar biasa yang dia temukan.

"Nah, Cathleen, apa yang dicari sudah ditemukan?" Desauan suara itu terdengar lembut di telinga. Cathleen menoleh ke belakang. Menganggukkan kepala, kemudian terse�yum ramah. Pria itu sudah cukup lama mengamatinya dari belakang. Senyum ramah tidak pernah hilapg dari wajah bundar pria itu. Berdiri t�gak dengan tangan di belakang, pria itu nyaris sarna tinggi dengan Cathleen yang tengah duduk.

Rahasia M eede

"Doktorandus Suhadi." Pria ramah itu memperkenalkan

dirinya beberapa saat yang lalu ketika menyambut Cathleen

dl lobi gedung ANRl Usianya hampir enam puluh tahun.

Tubuh Suhadi sependek namanya. Pucuk kepalanya tidak

lebih tinggi dari bahu Cathleen.

Keramahannjra adalah defini�i klasik dari apa yang selama

Dalam dokumen RAHASIA MEEDE (Halaman 74-78)