• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2017

Penganggaran Berbasis Kinerja

K. Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2017

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based approach

LC ▪ Indonesia telah melakukan serangkaian penilaian risiko yang komprehensif untuk mengidentifikasi dan menilai risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, dan National Risk Assessment (NRA) telah diperbarui.

▪ Sebagian besar pihak pelapor telah menjadi subjek penilaian risiko, termasuk sektor-sektor yang berisiko tinggi seperti perbankan, sekuritas, agen penukaran uang nonbank dan Money or Value Transfer Services (MVTS), real estate, dan kendaraan bermotor.

Rec. 2 National cooperation and coordination LC ▪ Implementasi Strategi Nasional 2017-2019 dimonitor

setiap 3 (tiga) tahun dengan pertemuan regular untuk mendiskusikan progress rencana aksi.

▪ PPATK telah membangun sistem online yang aman, yaitu Sistem Informasi Pelaporan dan Pemantauan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (SIPENAS). Dengan perubahan terhadap NRA mengenai Pencucian Uang, Pendanaan Terorisme dan Legal Persons, maka Stranas harus segera diperbarui.

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

▪ Pada 3 Oktober 2017, PPATK membentuk Satuan Tugas (Task Force) dalam Pencegahan dan Pemberantasan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (Satgas WMD) yang terdiri dari PPATK, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian RI, dan Bapeten. Isu yang didiskusikan dalam forum koordinasi tersebut adalah implementasi UNSCR 1540, 1718, 1737. Satgas WMD dibentuk untuk meningkatkan forum koordinasi, walaupun dalam pelaksanaannya juga melibatkan regulator dan institusi keuangan.

Rec. 3 Money Laundering Offence LC ▪ Pemidanaan TPPU dan pelaksanaan pemidanaannya

sesuai Pasal 3, 4, dan 5 UU 8/2010 telah sesuai Konvensi Wina dan telah cukup memadai.

▪ Indonesia telah mempunyai aturan hukum nasional mengenai pemidanaan korporasi.

▪ Indonesia telah mempunyai putusan inkracht pada pemidanaan TPPU korporasi.

▪ Terkait dengan rekomendasi 3, Indonesia mempunyai kekurangan, yaitu masih terjadi beberapa pelanggaran seperti pemalsuan dan pembajakan produk yang bukan merupakan tindak pidana asal.

Rec. 4 Confiscation and provisional measures PC ▪ Rerangka Hukum Pidana Indonesia untuk penyitaan

dibentuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan tambahan tindakan penyitaan yang terkait dengan Pencucian Uang dan Terorisme/Pendanaan Terorisme juga termasuk dalam Undang-Undang Pencucian Uang, Undang-Undang Pendanaan Terorisme, dan Undang-Undang Anti Teror dan untuk beberapa tindak pidana asal lainnya dimasukkan dalam Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang Perpajakan, dan Undang-Undang Anti Korupsi.

▪ Indonesia memiliki beberapa mekanisme untuk pengelolaan dan bila perlu membuang barang/properti yang dibekukan, dirampas, atau disita dalam Peraturan

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

Pemerintah No. 27 Tahun 1983 mengenai Implementasi KUHAP, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Objek Negara yang disita dan Hasil Penyitaan Negara di Rumah Penyimpanan Objek Sitaan Negara, dan Peraturan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor 3/PMK.06/2011 mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Hasil Sitaan dan Barang-Barang Gratifikasi.

▪ Indonesia mempunyai langkah-langkah untuk memberikan perlindungan terhadap bona fide Pihak Ketiga yang dijelaskan dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Rec. 5 Terrorist financing offence LC ▪ Pemidanaan pendanaan terorisme dan pelaksanaan

pemidanaannya dalam UU Nomor 9 Tahun 2013 telah cukup memadai.

▪ Defisiensi Indonesia terletak pada pemidanaan beberapa tindakan terorisme yang belum sesuai dengan beberapa aturan internasional, antara lain Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979), the Protocol forthe Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988)

Rec. 6 Targeted financial sanctions related to terrorism & TF

PC ▪ Pada 3 Mei 2017, PPATK menerbitkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 122 Tahun 2017 (Surat Keputusan PPATK No.122), mengenai pembentukan satuan tugas (Satgas DTTOT) untuk mengatur mengenai proses pencantuman (listing) dan pencabutan (delisting) yang dibuat sesuai dengan UNSCR 1267/1989/2253, UBSCR 1988 dan UNSCR 1373. Instansi-instansi kunci Indonesia yang terlibat dalam Pencegahan Pendanaan Terorisme, antara lain PPATK, Kepolisian Republik Indonesia, BNPT, BIN dan Kementerian Luar Negeri RI masuk dalam keanggotaan

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

Satgas DTTOT.

▪ PPATK telah membuat aplikasi online mengenai pencantuman nama-nama individu dan entitas yang terduga terkait dengan terorisme dan organisasi teroris ke dalam DTTOT. Aplikasi DTTOT ini dapat mempercepat proses pencantuman nama-nama individu dan entitas dalam DTTOT.

▪ PPATK telah mempublikasikan informasi dan prosedur terkait dengan peninjauan kembali mengenai penetapan, pencabutan dalam PBB dan dari domestic list, dan akses pembekuan dana (frozen funds) dalam website PPATK. ▪ PPATK telah mempublikasikan dalam website mengenai

prosedur untuk memfasilitasi penilaian oleh Komite 1988 berdasarkan dengan panduan yang dikeluarkan oleh Komite DK PBB 1988 dan ketersediaan Ombudsperson.

▪ PPATK mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2016 yang menjelaskan mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan perposan menyediakan jasa pengiriman uang, pegadaian dan Penyedia Barang dan Jasa harus menyampaikan false positives.

Rec. 7 Targeted financial sanctions related to proliferation

NC ▪ Pada 26 Mei 2017, Indonesia menyetujui Peraturan Bersama antara Kementerian Luar Negeri RI, PPATK, Kepolisian Negara RI dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) (“Peraturan Bersama Pendanaan Proliferasi 2017) untuk mengimplementasikan United Nations Targeted Financial Sanctions (UN TFS) terkait dengan proliferasi senjata pemusnah massal dan pendanaannya. Peraturan Bersama Pendanaan Proliferasi 2017 and

Lampirannya menjelaskan proses implementasi

pencantuman nama individu dan entitas yang terduga dengan pendanaan proliferasi.

▪ Untuk Rekomendasi 7, masih terdapat defisiensi, khususnya dalam pencantuman domestik bagi individu/entitas yang terkait dengan Korea Utara tanpa penundaan, tidak adanya pencantuman domestik terhadap individu/entitas dari Iran dan penegakan mekanisme pembekuan.

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

Rec. 8 Non-profit organisations PC ▪ Indonesia telah mengidentifikasi sifat ancaman yang

dimiliki oleh entitas teroris terhadap Organisasi Kemasyarakatan dalam National Risk Assessment terkait Pendanaan Terorisme tahun 2015, Sectoral Risk Assessment NPO Tahun 2016 dan White Paper terkait dengan Pendanaan terorisme Tahun 2017.

▪ Reviu risiko Pendanaan Terorisme bagi Organisasi Kemasyarakatan dimasukkan dalam NRA Pendanaan Terorisme tahun 2015 dan pada tahun 2016 telah dilaksanakan Sectoral Risk Assessment (SRA) Organisnasi Kemasyarakatan. Pada tahun 2017, Indonesia telah menerbitkan White Paper Pendanaan Terorisme yang memasukkan update tingkat risiko bagi Organisasi Kemasyarakatan (NPO). PPATK berencana melakukan reviu periodiksecara reguler berdasarkan pada identifikasi perubahan terhadap risiko pendanaan terorisme di Organisasi Kemasyarakatan.

▪ Kementerian Dalam Negeri dalam berkoordinasi dengan PPATK (dan instansi terkait lainnya jika diperlukan), memantau Ormas yang masuk dalam Peraturan Ormas dengan mereviu laporan donasi yang diterima dan dana yang disalurkan, dan dapat meminta informasi tambahan mengenai dana yang diterima atau disalurkan, serta informasi mengenai pegawai atau Direktur Ormas. Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Ormas, kegiatan tersebut telah dilaksanakan dengan berpedoman pada identifikasi risiko dalam NRA Pendanaan Terorisme Tahun 2015.

Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC ▪ Undang-Undang Indonesia tidak melarang pertukaran

informasi antar institusi keuangan yang diharuskan oleh Rekomendasi 13, 16, dan 17.

▪ Pasal 58 dalam Peraturan APU/PPT OJK bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) menyediakan kerahasian informasi bersama bagi group. Terdapat ketentuan sejenis dalam Pasal 10 ayat (2) dalam Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang dan Pasal 43 Peraturan Mengenal Nasabah Bappebti bagi

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

Pedagang Berjangka.

▪ Masih terdapat kekurangan penjelasan mengenai berbagi informasi dengan institusi keuangan lainnya, khususnya untuk penyedia pos dan koperasi.

Rec. 10 Customer due diligence LC 1. Indonesia telah mempunyai rerangka hukum mengenai

implementasi Customer Due Diligence, khususnya terkait dengan larangan menyimpan rekening tanpa nama atau dengan nama fiksi, antara lain:

▪ Pasal 18 ayat (1) Peraturan OJK bagi Penyedia Jasa Keuangan, OJK mengawasi Institusi Keuangan harus dilarang membuat atau menyimpan rekening tanpa nama atau rekening dengan nama fiksi.

▪ Pasal 18 ayat (1) Peraturan Bapebti mengenai Prinsip Mengenali Nasabah bagi Perdagangan Komoditi Berjangka. ▪ Pasal 17 ayat (1) Peraturan PPATK mengenai Prinsip

Mengenal Nasabah bagi Penyedia Perposan.

2. Masih terdapat kesenjangan dalam waktu persyaratan CDD bagi pedagang berjangka (future traders), koperasi, dan bank penerima dalam wire transfer, definisi mengenai Beneficial Ownership dan pendekatan berbasis risiko untuk koperasi, dan persyaratan CDD tentang pengaturan hukum untuk pedagang berjangka.

Rec.11 Record keeping LC

▪ Pasal 21 Undang-Undang Anti Pencucian Uang mewajibkan pihak pelapor untuk menyimpan rekaman dan dokumen-dokumen mengenai identitas nasabah minimum selama 5 tahun.

▪ Pasal 56 ayat (2) Peraturan APU/PPT OJK mensyaratkan OJK mengawasi Institusi Keuangan untuk menyimpan dokumen-dokumen nasabah atau nasabah tidak tetap (walk-in customer) terkait dengan transaksi keuangan dalam jangka waktu yang ditentukan.

▪ Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Anti Pencucian Uang menetapkan bahwa dalam kasus pencucian uang, penyidik, penuntut umum, atau hakim harus diberikan kewenangan

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

untuk meminta pihak pelapor untuk menyediakan pernyataan tertulis mengenai aset orang yang (1) dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, (2) tersangka, (3) terdakwa ▪ Namun, belum terdapat kejelasan mengenai apakah

informasi dapat diberikan dengan cepat oleh beberapa entitas pelapor.

Rec.12 Politically exposed persons LC ▪ Dalam pasal 32 ayat (1) Peraturan APU/PPT OJK bagi

Penyedia Jasa mensyaratkan Institusi Keuangan untuk memiliki sistem manajemen risiko untuk mengidentifikasi apakah nasabah atau pemilik manfaat (Beneficial Ownership) adalah PEP asing.

▪ Untuk Lembaga Keuangan lainnya juga telah ada peraturan, misalnya Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang Non Bank, Peraturan Mengenali Nasabah (KYC) Bappebti bagi Pedagang Berjangka dan Peraturan PPATK mengenai Prinsip Mengenali Nasabah (KYC) bagi Penyedia Perposan. ▪ Namun, masih belum jelas mengenai apakah koperasi diperlukan untuk memiliki sistem manajemen risiko yang berada di bawah Peraturan mengenai Prinsip Mengenali Nasabah bagi Koperasi.

Rec. 13 Correspondent banking C ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi Penyedia Jasa Keuangan

(PJK) mewajibkan bank untuk memberikan pelayanan koresponden bank lintas negara untuk meminta informasi profil bank penerima dan/atau bank perantara, reputasi bank, tingkat program APU/PPT di suatu negara dan informasi terkait lainnya yang dibutuhkan.

▪ Telah diatur juga dalam Peraturan APU/PPT bagi Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk melaksanakan penilaian program APU/PPT dari bank penerima dan/atau bank perantara.

▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK melarang hubungan atau koresponden dengan shell banks. Pengertian mengenai shell

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

banks dalam Peraturan APU/PPT OJK telah sesuai dengan persyaratan FATF.

Rec.14 Money or value transfer services C ▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana diamandemen oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2011 mengenai Transfer Dana mewajibkan Penyedia Jasa Layanan Transfer Dana dan Nilai harus berlisensi.

▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011, Penyedia Layanan Transfer Dana Nilai dan agen-agen mereka harus merupakan entitas legal Indonesia dan mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia.

Rec. 15 New technologies LC ▪ Indonesia telah memiliki aturan mengenai penggunaan

teknologi baru, yaitu pasal 14 Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK, pasal 50 Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang Non bank, pasal 15 Peraturan Bappebti mengenai KYC bagi Pedagang Berjangka dan Peraturan Kementerian Koperasi dan UKM mengenai KYC bagi Koperasi dan juga Peraturan PPATK mengenai KYC bagi Penyedia Perposan. ▪ Masih terdapat kekurangan terhadap Rekomendasi 15, yaitu

Koperasi dan Penyedia Jasa Perposan belum diwajibkan untuk melakukan penilaian risiko terkait peluncuran dan penggunaan produk baru, praktik dan teknologi baru.

Rec. 16 Wire transfers LC ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK mewajibkan bank untuk

mendapatkan dan memverifikasi informasi pengirim dan penerima baik trasfer domestik maupun transfer lintas batas negara.

▪ Masih terdapat kekurangan dengan penyimpanan data bagi bank perantara untuk nasabah tidak tetap dan bank penerima. Selain itu, masih terdapat beberapa kekurangan dalam wire transfer dan rezim pemberian sanksi keuangan (targeted financial sanctions) yang mengatur penyedia perposan, walaupun sektor perposan tidak signifikan.

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

keuangan mengandalkan langkah-langkah CDD Pihak Ketiga. Tanggung jawab CDD tetap pada lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan diharuskan untuk memperoleh informasi CDD, memastikan bahwa pihak ketiga diawasi, dan dipantau dalam penerapan kepatuhan APU/PPT.

▪ Peraturan APU/PPT OJK dan Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang telah memenuhi rekomendasi 17.

Rec. 18 Internal controls and foreign branches and subsidiaries

LC ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK mewajibkan Lembaga Keuangan untuk mempunyai prosedur internal, termasuk penyaringan pegawai baru, program pelatihan dan tingkat kepatuhan dan audit.

▪ Dalam pasal 8-9 Peraturan APU/PPT OJK dijelaskan bahwa diperlukan untuk membentuk unit khusus atau menunjuk petugas, yaitu kepala unit dari tingkat eksekutif.

▪ Untuk lembaga keuangan lainnya, persyaratan kontrol internal diatur dalam pasal 8-10 Peraturan APU/PPT Bank Indonesia untuk Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang. Pasal 42-46 Peraturan Bappebti mengenai KYC bagi Pedagang Berjangka; Pasal 30-33 Peraturan PPATK mengenai KYC bagi Penyedia Jasa Perposan; dan Pasal 39-42 dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM mengenai KYC bagi Koperasi.

▪ Tidak ada persyaratan bagi koperasi dan penyedia jasa perposan untuk kelompok-kelompok keuangan sebagaimana koperasi dan penyedia jasa perposan tidak mempunyai cabang di luar negeri.

Rec. 19 Higher-risk countries LC ▪ Pasal 30 Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK dan

penjelasannya memasukkan daftar negara-negara yang berisiko tinggi yang ditetapkan oleh FATF dan OJK mengawasi lembaga keuangan untuk menerapkan EDD mengenai kategori nasabahnya.

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

▪ Telah ada mekanisme bahwa PPATK secara aktif menginformasikan semua lembaga keuangan mengenai kelemahan sistem APU/PPT negara lain yang diidentifikasi oleh FATF. PPATK menerbitkan Pernyataan Publik (Public Statement) FATF yang terbaru di website PPATK.

Rec. 20 Reporting of suspicious transaction C ▪ Dalam pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Anti Pencucian

Uang dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Pendanaan Terorisme mewajibkan Lembaga Keuangan untuk melaporkan transaksi mencurigakan terkait dengan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja.

▪ Lembaga keuangan diwajibkan untuk melaporkan semua jenis transaksi mencurigakan yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat (5) huruf a Undang-Undang Anti Pencucian Uang dan pasal 1 ayat (6) huruf a Undang-Undang Pemberantasan Pendanaan Terorisme yang tidak ada batasan jumlah untuk pelaporan.

▪ Dalam pasal 1 ayat (5) huruf c Undang-Undang Anti Pencucian Uang juga mewajibkan Lembaga Keuangan untuk melaporkan transaksi yang telah dilaksanakan ataupun dibatalkan.

▪ Peraturan APU/PPT OJK untuk PJK, pasal 42 ayat (6) menyatakan bahwa lembaga keuangan harus melaporkan calon nasabah, atau nasabah tidak tetap jika transaksi mereka dianggap mecurigakan.

▪ Peraturan APU/PPT Bank Indonesia untuk Pembayaran Non bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang, pasal 1, transaksi mencurigakan diartikan sebagaimana Undang-Undang Anti Pencucian Uang dan wajib untuk melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan berdasarkan pasal 55.

Rec. 21 Tipping-off and confidentiality LC ▪ Ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Anti

Pencucian Uang dan Undang-undang Anti Pendanaan Terorisme di Indonesia telah memuat bahwa Pihak Pelapor, pejabat, dan pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

pelaporan.

▪ Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Anti Pencucian Uang dan Undang-undang Anti Pendanaan Terorisme di Indonesia juga menyebutkan bahwa Direksi, Komisaris, pengurus, atau pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan ke pihak lainnya terkait laporan transaksi keuangan mencurigakan yang telah disampaikan kepada PPATK, kecuali kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur. Pelanggaran mengenai ketentuan ini juga telah diatur, yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence LC • Pada tahun 2017, seluruh LPP telah melakukan

penyempurnaan terhadap peraturan mengenai prinsip mengenali pengguna jasa, meliputi:

a. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Perencana Keuangan

b. Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain

c. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat

d. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah

e. Peraturan Kepala PPATK Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Pos.

f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2017 tentang PMPJ bagi Akuntan dan Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

KeuanganNomor 155/PMK.01/2017

g. Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penerapan Program APU PPT pada Pialang Berjangka

h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

156/PMK.06/2017 tentang PMPJ bagi Balai Lelang i. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan

j. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank

k. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris

• Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 06/Per/M.KUKM/V/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Koperasi yang Melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam

• Ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) telah sesuai dengan Rekomendasi FATF yang tertuang dalam Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pedoman Penerapan PMPJ bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.

• Peraturan Kepala PPATK terkait penerapan PMPJ bagi Profesi juga telah dituangkan, yang terdiri atas Advokat, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Penyelenggara Pos.

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

• Pasal 303 KUHP telah memuat ketentuan yang melarang permainan judi, termasuk kasino.

• Real estat, pedagang logam mulia, dan pedagang batu mulia telah dimasukan sebagai Pihak Pelapor dengan kategori sebagai PBJ dan dimuat dalam Undang-undang PPTPPU.

• Pengacara, notaris, dan akuntan telah menjadi bagian dari Pihak Pelapor dengan ketentuan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

• Indonesia telah mengatur penerapan Telaah Tuntas Terhadap Nasabah/Customer Due Diligence (CDD) terkait dengan Penyedia Barang dan Jasa (PBJ). Ketentuan itu mengatur mengenai kapan CDD dilakukan, identifikasi, dan verifikasi terkait legal persons dan legal arrangements, persyaratan beneficial ownership secara umum, pemantauan transaksi, dan pemutusan hubungan usaha dengan pengguna jasa.

• Ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang, Peraturan Kepala PPATK, Peraturan Menteri Hukum dan HAM, dan Peraturan Menteri Keuangan telah mengatur mengenai penyimpanan dan catatan dokumen mengenai identitas pelaku transaksi paling singkat 5 tahun sejak berakhirnya hubungan usaha dengan Pengguna Jasa tersebut.

• Ketentuan yang ada di Indonesia juga telah mengatur kepatuhan PBJ untuk mematuhi Rekomendasi 15 terkait New Technology dan diperkenankan untuk menggunakan jasa pihak ketiga terkait penerapan CDD.

• Indonesia sedang dalam proses menuju pengesahan Peraturan Presiden tentang Beneficial Ownership yang diharapkan bisa disahkan dalam waktu dekat.

Rec. 23 DNFBPs: Other measures LC • Pada tahun 2017, telah ditetapkan berbagai peraturan

mengenai kewajiban pelaporan dan PMPJ bagi Profesi, yaitu:

PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17

Nomor Rekomendasi

Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013)

Kondisi per 8

Februari 2018 Tindak Lanjut Tahun 2017

a. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015