• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salim bin Abdullah dan Hajjaj bin Yusuf

Dalam dokumen FA_HKT_MEI_2015.indb 1 13/05/ :27:31 (Halaman 59-63)

Salim tidak hanya mirip dengan kakeknya, al-Faruq Umar bin al-Khathab, baik fisik dan kezuhudan terhadap dunia yang fana, namun juga dalam keberaniannya menyampaikan kalimat yang benar meski berisiko besar.

Salim bin Abdullah pernah menemui Gubernur Hajjaj bin Yusuf untuk memberitahukan kebutuhan kaum muslimin. Hajjaj menyambutnya dengan ramah, mempersilakannya duduk di dekatnya, dan memuliakan Salim secara berlebihan. Selang beberapa saat, beberapa orang dibawa untuk menghadap Hajjaj, rambut mereka kusut, debu menempel di badan mereka, wajah mereka pun pucat; semua dalam keadaan di belenggu, terikat. Hajjaj menoleh kepada Salim bin Abdullah seraya menjelaskan: “Mereka adalah pemberontak, pelaku kerusakan di muka bumi. Orang-orang ini menghalalkan darah yang Allah haramkan.”

Gubernur kemudian menyerahkan pedangnya kepada Salim sambil menunjuk kepada salah seorang dari mereka, dan berkata: “Pergilah menuju dia, lalu tebaslah lehernya!”

Salim menerima pedang dari tangan Hajjaj lantas berjalan mendekati orang yang dimaksud. Suasana pun menjadi tegang, seluruh mata tertuju pada Salim, memperhatikan apa yang akan dilakukannya. Tepat di hadapan orang itu Salim berhenti, lalu terjadilah dialog berikut.

“Apakah Anda muslim?” Salim membuka pembicaraan. “Ya, saya muslim. Tapi apa perlunya Anda bertanya demikian? Lakukan saja apa yang diperintahkan kepada Anda!”

“Sudah saya katakan bahwa saya ini muslim. Kenapa Anda masih bertanya demikian? Adakah orang muslim yang tidak shalat Subuh?” Si terdakwa menjawab dengan nada tinggi.

“Maksud saya, apakah Anda shalat Subuh hari ini?”

“Semoga Allah memberi Anda hidayah. Sudah saya tegaskan, saya selalu shalat Subuh. Silakan Anda memenuhi perintah orang zalim itu, agar dia tidak murka kepada Anda.”

Salim bin Abdullah berbalik menghadap Hajjaj, lalu dia melemparkan pedang yang digenggamnya seraya menyatakan: “Orang ini mengaku sebagai muslim, dan berkata bahwa hari ini dia shalat Subuh. Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang

shalat Subuh, maka dia berada dalam perlindungan Allah .”

maka saya tidak akan membunuh seseorang yang berada dalam perlindungan-Nya!”

Hajjaj marah mendengarnya, dan dia menyangkal ucapan itu: “Kami akan membunuhnya bukan karena dia tidak shalat, tetapi karena dia terlibat pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan.”

Salim menanggapi: “Bukankah masih ada orang lain yang lebih berhak daripada saya dan engkau untuk menuntut darah Utsman bin Affan?”

Kali ini, Hajjaj terdiam seribu bahasa.

Seseorang yang menyaksikan kejadian itu pergi ke Madinah dan menceritakan semua yang dilihatnya tentang Salim kepada ayahnya, Abdullah bin Umar . Ibnu Umar tidak sabar ketika mendengarkan penuturan orang ini, sehingga dia pun bertanya dengan nada sedikit mendesak: “Lalu apa yang dilakukan Salim?” Orang itu pun menjelaskan sikap Salim secara rinci.

Alangkah gembiranya Abdullah bin Umar mengetahui hal itu. Maka beliau berkata: “Cerdas, cerdas. Bijak, bijak!”

Sewaktu kekhalifahan beralih dari Sulaiman bin Abdul Malik ke Umar bin Abdul Aziz, Khalifah baru ini pun segera mengirim surat kepada Salim bin Abdullah:

Sesungguhnya Allah sedang menguji saya dengan

diamanati mengurus permasalahan umat tanpa diminta atau dimusyawarahkan terlebih dahulu. Maka saya memohon pertolongan Allah agar membimbing saya dalam menjalankan amanat yang berat ini. Jika surat ini sampai ke tangan engkau, saya minta agar Anda mengirimkan kepada saya buku-buku tentang Umar bin al-Khathab, ihwal perilaku dan keputusan beliau selama menjabat sebagai khalifah. Saya ingin sekali mengikuti jejak beliau, meniti jalan mengikuti jalan beliau.

Semoga Allah menolong saya mewujudkannya. Wassalâm.

Salim bin Abdullah membaca surat tersebut, lalu dikirimlah surat balasannya:

Telah sampai kepadaku surat Anda yang berisi curahan hati

tentang ujian Allah kepada Anda berupa kewajiban

mengurus kaum muslimin tanpa Anda minta dan tanpa ada musyawarah sebelumnya. Karena itulah Anda berharap

bisa menjalaninya sebagaimana Umar bin al-Khathab. Ketahuilah, kini Anda tidak hidup pada zaman Umar. Orang-orang yang mendampingi Anda pun bukan seperti orang-orang yang mendampingi kakekku. Tetapi yakinlah,

bila Anda mempunyai niat tulus untuk berbuat kebaikan, niscaya Allah akan membantu Anda mewujudkannya.

Allah akan memilihkan pejabat-pejabat yang baik untuk mendampingi Anda. Sungguh hal ini akan datang di luar

perhitungan Anda, sebab pertolongan Allah kepada para hamba-Nya itu didasarkan pada niatnya. Bila niat Anda kurang ikhlas, maka akan berkuranglah pertolongan-Nya. Bila nafsu Anda mengajak kepada sesuatu

yang tidak diridhai Allah, maka ingatlah apa yang dialami mendiang para penguasa yang mendahului Anda.

Perhatikanlah mata mereka yang sebelumnya digunakan untuk melihat kenikmatan, perut mereka yang sebelumnya kenyang

dengan syahwat, sekarang semua itu hancur menjadi tanah. Bayangkanlah andai jenazah mereka diletakkan di samping rumah, tidak dimasukkan ke liang lahad. Tentulah kita akan berteriak dan merasa tak nyaman karena mencium bau busuk.

Wassalâmu ‘alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh.

Salim bin Abdullah bin Umar bin al-Khathab mengisi setiap detik kehidupannya dengan ketakwaan penuh, menapaki jalan hidayah. Salim berpaling dari kesenangan dunia dan menjauhi berbagai godaan syahwat, juga menyibukkan diri dengan amal yang diridhai Allah .

Salim makan dengan lauk yang sederhana, mengenakan pakaian dari bahan yang murah, bergabung dengan tentara kaum muslimin sebagai mujahid berperang melawan tentara Romawi, dan selalu membantu menyelesaikan masalah kaum muslimin. Rasa sayangnya kepada umat dan masyarakat seperti sayangnya seorang ibu kepada anaknya.19

19 Lihat Shuwarun min Hayâti at-Tâbi’în” (hlm. 383-387) dan buku terjemahannya yang berjudul Jejak para Tabi’in (hlm. 323-326).

FAEDAH DAN HIKMAH

Dalam dokumen FA_HKT_MEI_2015.indb 1 13/05/ :27:31 (Halaman 59-63)