BAB III METODE PENELITIAN
3.2 Populasi dan Sampel Penelitiaan
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan menggunakan teknik Systematic sampling. Teknik pengambilan sampel ini didasarkan pada urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut tertentu (Sugiono, 2017). Jumlah pasien rawat inap PGK pada tahun adalah sebesar 400 pasien yang akan di seleksi berdasarkan karakteristik populasi sehingga akan di peroleh N populasi. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan ukuran sampel yang di anjurkan oleh Fraenkel dan Wallen (untuk penelitian deskriptif sampel minimum adalah 100 sampel) sehingga akan diambil 100 sampel dari populasi tersebut dengan menggunakan teknik Systematic sampling (Fraenkel et al., 2011). Pemberian nomor urut pada populasi di tentukan berdasarkan rentang interval (k) menggunakan rumus:
Sehingga rentang interval yang diperoleh sebesar:
Dengan demikian sampel akan dipilih dengan rentang tiap 4 rekam medis sesuai dengan metode Systematic sampling.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel yang bersifat mandiri yang terdiri dari pola penggunaan obat pasien PGK di Rumah Sakit Umum Daerah Profesor Dr. W. Z. Johannes Kupang tahun 2018 yang meliputi jenis obat, jumlah obat, dan interaksi obat yang dibagi berdasarkan tingkat keparahannya (minor, sedang/moderate, dan mayor).
3.4 Definisi Operasional
a. Jenis obat adalah golongan obat yang diberikan pada pasien PGK berdasarkan Dipiro yang meliputi insulin, antidiabetes oral, antihipertensi, antihiperlipidemia, serta golongan obat lain untuk mengatasi komplikasi yang dialami pasien seperti anemia dan asidosis metabolik
b. Jumlah obat adalah total seluruh jenis obat yang diresepkan pada pasien PGK selama rawat inap baik itu obat untuk mengatasi penyakit penyerta ataupun untuk mengatasi komplikasi.
k = 𝑁𝑁
𝑛𝑛
N = Jumlah populasi n = Jumlah sampel
k =
400100
k = 4
3.5 Jalannya Penelitian
Gambar 3.1 Jalan nya Penelitian
3.6 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni-juli 2018 di Rumah Sakit Umum Daerah Profesor Dr. W. Z. Johannes Kupang uraian mengenai jadwal penelitian dirangkum dalam tabel 3.1
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Waktu Penelitian Agenda
1 Juli Minggu Ke I Dan Ke II Ujian Proposal Dan Perbaikan 2 Juli Minggu Ke III Dan Ke IV Pengurusan administrasi 3 Agustus Minggu Ke I Dan Ke II Pengumpulan data
4 Agustus Minggu III Dan IV Mengerjakan pembahasan dan kesimpulan
3.7 Analisis Hasil
3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik pencatatan dan dokumentasi pada kelompok Observasi Terstruktur. Penelitian ini menggunakan teknik observasi terstruktur karena observasi yang akan dilakukan telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya, dalam hal ini
Penarikan Kesimpulan Sampel = 100 (Fraenkel & Wallen)
Teknik systematic sampling Populasi (Seluruh data rekam medis PGK yang
dirawat inap di RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes tahun 2018) = 400 N
Analisis Data (jenis, jumlah, & interaksi obat)
Kriteria eksklusi
bahwa subjek dalam penelitian ini, yaitu seluruh data Rekam Medis pasien PGK yang memenuhi karakteristik populasi yang di pilih dengan menggunakan systematic sampling, lalu dilakukan analisis untuk melihat pola penggunaan obat dan interaksi obat.
3.7.2 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan lembar pengumpulan data khusus untuk mengambil sampel dari populasi. Data kemudian diolah dengan SPSS, data yang dianalisis berupa data demografi pasien, data pola penggunaan obat serta data interaksi obat yang di identifikasi dengan Drugs.com lalu dikelompokan berdasarkan tingkat keparahannya, dimana dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
52 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Pasien
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. W. Z. Johannes, Kupang pada bulan Juli-Agustus 2019. Data yang diambil adalah data rekam medis pasien yang di diagnosa Penyakit Ginjal Kronik (PGK) pada periode tahun 2018.
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 100 rekam medis yang dipilih dengan menggunakan systematic sampling adapun dari 100 sampel 16 sampel memenuhi kriteria eksklusi sehingga diperoleh 84 sampel. Berikut merupakan gambaran mengenai karakteristik pasien PGK di RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang.
4.1.1 Jenis Kelamin
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu pasien perempuan lebih banyak dari pada pasien laki-laki. Pasien perempuan berjumlah 55 orang (65,5%) sedangkan pasien laki-laki berjumlah 29 orang (34,5%) seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.1 Distribusi jenis kelamin pasien PGK 34,5%
65,5%
LAKI-LAKI PEREMPUAN
Distribusi jenis kelamin pasien PGK PERSENTASE (%)
Hasil ini didukung oleh beberapa studi yang dilakukan di dunia yang menunjukan bahwa insiden PGK lebih tinggi terjadi pada perempuan seperti yang dilakukan oleh USA NHANES Population (2007-2012), Aurora et al., (2013), Swedish National Study on Ageing And Care (2014) dan Maulidah (2015) yang masing-masing memberikan hasil perempuan (23,2%), laki-laki (17,7%); perempuan (50,2%), laki (49,8%); perempuan (23,2%), laki-laki (17,7%); perempuan (72,7%), dan laki-laki-laki-laki (27,3%). Namun beberapa penelitian lain juga menunjukan insiden PGK yang tinggi pada laki-laki seperti Middle and old-aged population of beijing (2008) perempuan (12,7%); laki-laki (13,3%), Olumuyiwa et al.,(2017) perempuan (33,3%);
laki-laki (66,7%) dan Pasangka et al.,(2017) perempuan (44,44%); laki-laki (55,56%). Goldberg & Krause (2016) mengemukakan bahwa prevalensi PGK cenderung lebih tinggi pada wanita akan tetapi perkembangan kerusakan ginjal dan resiko kematian cenderung lebih tinggi terjadi pada pria yang biasanya dikaitkan dengan gaya hidup yang buruk. Pengaruh jenis kelamin pada PGK masih kontorversial dan membutukan penelitian lebih jauh disamping itu Dipiro et al., (2009) memaparkan bahwa faktor penyebab terjadinya PGK antara lain faktor kerentanan, faktor inisiasi dan faktor progresi, yang mana faktor kerentanan merupakan faktor resiko terjadinya PGK yang meliputih usia, status ras, pendidikan, berkurangnya massa ginjal, riwayat keluarga dan berat bayi lahir rendah sedangkan jenis kelamin bukan merupakan faktor resiko penyebab terjadinya PGK.
4.1.2 Usia
Klasifikasi usia sampel dalam penelitian ini didasarkan pada klasifikasi usia menurut Depkes RI tahun 2009 yang terbagi menjadi 3 golongan usia yaitu masa lansia awal (46-55 tahun), masa lansia ahkir (56-65 tahun) dan masa manula ((56-65 tahun keatas). Berikut merupakan distribusi usia pasien PGK di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes tahun 2018.
Gambar 4.2 Distribusi Usia pasien PGK
Rentang usia paling tinggi yang diproleh dalam penelitian ini adalah 46-55 tahun yaitu sebanyak 57 orang atau sebesar 67,9%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pasangka et al., (2017), yang menunjukan prevalensi terbesar pasien PGK adalah di atas 45 tahun.
Usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya PGK yang mana menurut Dipiro et al., (2009) seiring bertambahnya usia seseorang akan menjadi rentan terkena PGK hal ini terkait dengan penurunan nilai GFR sekitar 8ml/menit/1,73m2, perubahan ini dimulai sejak umur 40 tahun.
Semakin bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya fungsi ginjal dan berhubungan dengan penurunan kecepatan ekskresi glomerulus serta memburuknya fungsi tubulus (Levey, 2002). Berkembang nya PGK pada wanita akan mempercepat resiko terjadinya menopause dini (46-48 tahun) yang biasanya terjadi 5 tahun lebih cepat dari pada usia menopause seharus nya (Ahmed, 2017). Mekanisme menopause dini pada pasien PGK masih belum diketahui dengan pasti akan tetapi ada dugaan bahwa terjadi sejumlah besar perubahan hormonal akibat berkurangnya sekresi gonado trophin releasing hormom oleh hipotalamus sehingga akan menyebabkan hilangnya rangsangan pada hipofisis anterior. Hilangnya rangsangan ini akan menyebabkan berkurangnya sekresi FSH dan LH sehingga menyebabkan
67,9
20,2
11,9
Lansia awal (46-55 tahun)Lansia ahkir (56-65 tahun) Manula (65 tahun ketas) Distribusi Usia Pasien PGK
PERSENTASE (%)
terjadinya penurunan sekresi estrogen dan anovulasi. Pada pasien PGK juga akan terjadi hiperprolaktinemia sebagai hasil dari peningkatan produksi hipofisis yang meningkat karena efek resisten terhadap hambatan dopamine serta penurunan ekskresi ginjal (Ahmed, 2017). Estorgen memiliki fungsi renoprotektif melalui reseptor estrogen ER α dan ER β. Reseptor ER α banyak terdapat pada ginjal kusus nya pada sel mesangial, sel endotel dan otot polos pembulu darah ginjal. Estrogen mempengaruhi ginjal melalui proses sintesis dan aktivasi sejumlah sitokin serta aktivasi renin angiotensin, serta berperan dalam transduksi sinyal β yang mempengaruhi regulasi gen dan metabolisme matriks extra seluler. Defisiensi estrogen dapat mempercepat progress glomerulosklerosis serta disfungsi ginjal yang disebabkan akibat hipertensi intra glomerular kondisi menopause dini pada pasien PGK akan semakin memperburuk kondisi ginjal (Ahmed & Ramesh., 2016).
4.1.3 Lama Perawatan atau Length of Stay (Los)
Pasien PGK di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes menjalani rawat inap dengan waktu yang bervariasi. Sebanyak 60 pasien (71,4%) menjalani rawat inap selama 1-5 hari, 15 pasien (17,9%) menjalani rawat inap selam 6-10 hari, dan sebanyak 5 pasien (6,0%) menjalani rawat inap selama 11-15 hari.
Jangka waktu rawat inap pasien terlama adalah selama 1bulan (>20 hari), namun kebanyakan subjek penelitian menjalani perawatan selama 1-5 hari.
Seperti yang terlihat pada gambar 4.3 dibawah ini.
Gambar 4.3 Lama Rawat Inap Pasien PGK 71,4
17,9
6 3,6 1,2
1-5 hari 6-10 hari 11-15 hari 16-20 hari 1 bulan (>20 ) Persentase Lama Rawat Inap Pasien PGK
PERSENTASE (%)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fina et al., 2011 di RSUD Dr.
Moewardi menunjukan persentase pasien PGK dengan lama perawatan < 7 hari lebih tinggi yaitu sebesar (59,15%) dibandingkan pasien dengan lama rawat inap > 7 hari yaitu sebesar (40,85%). Rata-rata pasien di RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes hanya menerima perawatan selama 1-5 hari. Hal ini berkaitan dengan alasan pasien meninggalkan rumah sakit yaitu sebanyak 45 (53,6%) pasien dinyatakan pulang dalam kondisi membaik.
Pasien PGK di RSUD Prof. Dr.W.Z. Johannes juga memiliki lama perawatan hingga lebih dari 10 hari yang dapat disebabkan karena pasien PGK menderita komplikasi lain seperti anemia sehingga pasien memerlukan perawatan intensif dan memakan waktu lebih lama.
Anemia merupakan komplikasi PGK yang sering terjadi, bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi PGK lainnya dan hampir semua pasien penyakit ginjal tahap akhir mengalami anemia. Anemia sendiri juga dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas secara bermakna dari PGK. Rendahnya hemoglobin pada saat masuk rumah sakit diprediksi akan berpengaruh pada tingginya lama perawatan pasien dan anemia pada pasien PGK juga dapat meningkatkan risiko masuk rumah sakit kembali (Mcdougal et al., 2008). Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu sebesar 53 (27%) pasien memiliki penyakit penyerta anemia disamping itu adanya interaksi obat dapat mempengaruhi tujuan terapi yang diinginkan pada pasien sehingga akan memperlama waktu rawat inap pasien di rumah sakit (Cipolle et al., 2012).
Dalam penelitia ini diperoleh data status pasien PGK saat meninggalkan rumah sakit seperti yang ditunjukan pada gambar 4.4
Gambar 4.4 Status Pasien PGK Saat Meninggalkan Rumah Sakit
4.1.4 Diagnosa Pasien
Diagnosa yang ditemukan didalam penelitian ini tidak hanya PGK saja tetapi disertai dengan diagnosa penyakit penyerta. Kebanyakan pasien dalam penelitian ini memiliki 2 penyakit penyerta atau lebih. Pasien dengan 1-4 penyakit penyerta sebesar 64 pasien (76,2%), pasien dengan penyakit penyerta sebanyak 5-8 penyakit sebesar 16 pasien (19,0%) ada juga pasien PGK tanpa keterangan penyakit penyerta yaitu pasien PGK yang diagnosa penyakit penyertanya tidak ditemukan pada catatan rekam medik sebesar 4 pasien (4,8%) seperti yang tercantum pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.5 Penyakit Penyerta Pasien PGK 17,9
53,6
1,2
27,4
sembuh diijinkan pulang
membaik diijinkan pulang
meninggal dunia tanpa keterangan Status Pasien PGK Saat Meninggalkan Rumah Sakit
PERSENTASE (%)
4,8
76,2
19
PGK Tanpa keterangan Penyakit
1-4 penyakit penyerta 5-8 Penyakit penyerta Persentase Penyakit Penyerta Pada Pasien PGK
Persentase (%)
Penyakit penyerta yang paling banyak di derita oleh pasien PGK di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes adalah anemia sebesar (27%), hipertensi sebesar (23%) dan dyspnea sebesar 7% seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Diagnosis Yang Menyertai Pasien PGK
Diagnosis Jumlah Persentase (%)
Hipertensi 46 23
Hidronefrosis Bilateral 1 1
Hepatitis Kronis 2 1
Decompensatio Cordis 1 1
Ca Cervix 1 1
Asites 2 1
Hhf 1 1
Penyakit Jantung Koroner 1 1
Herpes Zooster 1 1
Diare 1 1
Diabetes Miletus 4 2
Sindrom Uremia 1 1
Infeksi Saluran Kemih 1 1
Abdominan Discomfort 1 1
General Weakness 1 1
Anemia merupakan penyakit penyerta yang paling banyak diderita oleh pasien PGK dalam penelitian ini yaitu sebesar 53 orang pasien (27%).
Pasien PGK dapat mengalami anemia dikarenakan adanya pengurangan massa nefron sehingga ginjal tidak mampu memproduksi erytropoetin yaitu suatu hormon endogen yang berperan dalam pembentukan sel darah merah (Dipiro et al., 2009). Erytropoetin merupakan hormon yang berfungsi merangsang produksi sel darah merah dimana 90% erytropoetin dihasilkan oleh sel-sel progenitor ginjal yang apabila tubuh kehilangan hormon ini dalam jumlah yang banyak maka akan menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi sel darah merah sehingga dapat menyebabkan terjadinya anemia. Penatalaksanaan terapi untuk anemia adalah dengan pemberian suplemen besi, asam folat, maupun transfusi darah (Levey., 2002).
Penyakit penyerta kedua yang paling banyak diderita oleh pasien PGK dalam penelitian ini yaitu hipertensi sebanyak 46 pasien (23%).
Hipertensi merupakan faktor inisiasi atau suatu faktor penyebab terjadinya PGK di seluruh dunia menurut data Indonesian renal registry (2017).
Hipertensi menempati posisi pertama etiologi penyebab PGK sebesar 36%.
Hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi yang mengarah pada pengembangan hipertensi intraglomerular, keadaan ini dapat dimediasi oleh angiotensin II yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dalam kapiler glomerulus dan secara langsung meningkatkan fraksi filtrasi sehingga akan merusak ukuran pada permeabilitas barier glomerulus. Selain itu hipertensi dapat pula terjadi sebagai kompilkasi PGK karena kondisi PGK juga memberikan pengaruh terhadap adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan adanya retensi natrium yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah intravaskular dan menyebabkan peningkatan tekanan darah (Dipiro et al., 2009).
Penyakit penyerta ketiga yang paling banyak diderita oleh pasien PGK dalam penelitian ini yaitu dyspnea sebanyak 14 orang pasien (7%).
Menurut Parshal et al., (2012) dyspnea biasa dikenal dengan sesak napas
atau ketidak nyamanan saat bernapas dan juga sesak dada (merasa tidak cukup udara untuk dihirup). Dyspnea merupakan gejala yang paling sering terjadi pada pasien PGK. Sebuah studi observasional telah mengungkapkan bahwa prevalensi dyspnea pada pasien penyakit ginjal kronik tahap akhir sebesar 60%. Salerno et al., (2016) mengemukakan bahwa dypsnea pada pasien PGK disebabkan oleh berbagai faktor seperti kongesti paru akibat berkurangnya tekanan onkolitik paru-paru yang dipicu oleh hipoalbuminemia dan uremia, hipertensi paru yang terjadi akibat rusak nya pembulu darah paru-paru dan disfungsi sel endotel akibat microembolism udara terkait hemodialisa, dan anemia yang memicu kekurangan oksigen dalam darah dan akan menyebabkan penurunan tekanan parsial vena, berkurangnya tekanan parsial vena akan menyebabkan terbuka nya pirau arteri-vena pada paru-paru sehingga menurunkan suplai oksigen pada arteri yang kemudian akan merangsang kemoreseptor karotis. Rangsangan ini akan mengirimkan sinyal ke batang otak sehingga akan muncul sensasi sesak napas yang kemudian dikenal dengan dyspnea.
4.2 Pola Penggunaan Obat 4.2.1 Jenis Obat
Jenis obat dalam penelitian ini adalah golongan obat yang diberikan pada pasien PGK untuk mengatasi penyakit penyerta maupun komplikasi yang mana dalam penelitian ini terdapat 18 jenis obat seperti yang tertera pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Distribusi Jenis Obat Yang Diberikan Pada Pasien PGK
Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Kardiovaskuler Dan
Analgesik Anti Inflamasi 21 4
Anti Hemolitik 3 1
Obat Saluran Pernapasan 10 2
Anti Diabetes 5 1
Sebagaimana telah dipaparkan oleh Dipiro et al (2009) bahwa terapi farmakologis PGK berfokus pada pengobatan penyakit penyerta yang diderita oleh pasien PGK atau dengan kata lain penyakit PGK tidak memiliki lini terapi khusus. Penyakit-penyakit tersebut timbul akibat adanya manifestasi klinis dari PGK. Obat-obatan kardiovaskuler dan antihipertensi merupakan obat yang paling sering digunakan pada pasien PGK dengan persentase sebesar 44%. Seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa hipertensi dapat bertindak sebagai faktor resiko penyebab terjadinya PGK
dan dapat pula bertindak sebagai keadaan yang timbul karena adanya PGK.
Kondisi PGK memberikan pengaruh terhadap adanya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh retensi natrium sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah intravaskular, kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian obat-obatan ini bertujuan untuk mengontrol tekanan darah pasien PGK (Dipiro et al., 2009).
Obat-obatan kardiovaskular yang paling sering diberikan adalah Calcium Channel Blocker (26%), diuretik (19%) dan Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (15%) seperti ditunjukan pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.6 Distribusi Obat-Obatan Kardiovaskuler Dan Antihipertensi Pada Pasien PGK
Keterangan: ARB: Angiotensin Reseptor Blocker, NO=Nitrit oxide, HRI= HMGCO A Reduktase Inhibior, BB=Beta Blocker, ACEI=Angiotensin-Converting -Enzyme Inhibitor, CCB=Calcium Channel Blocker, AHKS=Antihipertensi Kerja Sentral
Suplemen menempati urutan kedua pada penggunaan obat dalam penelitian ini yang terdiri dari asam folat sebesar 38% (diberikan kepada 55 pasien) pemberian pemberian asam folat pada pasien anemia dengan PGK dapat dikombinasi juga dengan pemberian Pocket Red Cell, preparat besi, serta multi vitamin, dengan disesuaikan pada kondisi anemia yang diderita pasien. Kondisi anemia pada pasien PGK harus segera diatasi karena penurunan suplai oksigen ke jaringan akan menyebabkan hipertensi dan left ventricular hipertrofi yang merupakan salah satu penyebab kematian pada pasien PGK. Anemia juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesadaran hal ini dikarenakan hemoglobin yang berfungsi untuk membawa
9% 9%
Distribusi Obat-obatan Kardiovaskuler Dan Antihipertensi Pada Pasien PGK
PERSENTASE
oksigen kejaringan jumlanya menurun sehingga menyebabkan suplai oksigen keotak ikut berkurang dan menyebabkan penurunan kesadaran pasien (Hidayat et al., 2010).
Suplemen selanjutnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah suplemen kalsium yang diberikan pada 54 pasien (40%). Tujuan pemberian kalsium adalah untuk mengatasi kondisi hiperfosfatemia yang timbul akibat defisiensi kalsium pada pasien PGK. Keseimbangan antara fosfat dan kalsium didalam tubuh dimediasi oleh hormon paratyroid, pada pasien dengan PGK akan terjadi ketidak mampuan ginjal dalam mengeliminasi fosfat sehingga akan menyebabkan hiperfosfatemia yang kemudian menyebabkan penurunana konsentrasi kalsium dalam tubuh secara timbal balik, berkurang nya hormon paratyroid akan menyebabkan stimulasi hormon paratyroid oleh kelenjar paratyroid, hormon paratyroid kemudian akan berupaya untuk menormalkan kalsium dengan cara meningkatkan mobilisasi kalsium pada tulang sehingga akan menyebabkan terjadinya gangguan tulang dan mineral pada pasien PGK. Kalsium asetat dan kalsium karbonat termasuk dalam golongan fosfat binding agent yang bekerja dengan cara mengikat fosfor dari makanan dalam saluran cernah sehingga membentuk kompleks almunium-magnesium atau magnesium fosfat yang bersifat tidak larut sehingga tidak dapat diserap dan akan dikeluarkan melalui feses (Dipiro et al., 2009). Distribusi suplemen yang diberikan pada pasien PGK ditunjukan pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.7 Distribusi Suplemen Pada Pasien PGK
Obat gastrointestinal atau saluran cerna menempati urutan ketiga sebagai obat terbanyak yang diberikan kepada pasien PGK di RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes yaitu di berikan kepada 69 pasien (12%) obat saluran cernah yang sering digunakan adalah obat-obatan untuk mengatasi mual-muntah pada pasien PGK. Manifestasi klinis pada pasien PGK salah satunya adalah asidosis metabolik asidosis metabolik memiliki salah satu tanda yaitu mual muntah. Obat-obatan saluran cernah yang diberikan berperan dalam mengatasi mual muntah dengan menghambat produksi asam lambung yang berlebih.
Gambar 4.8 distribusi obat-obatan saluran cerna pada pasien PGK
Keterangan: PPI=pompa proton inhibitor, PML=Pelindung Mukosa Lambung, NABIK=Natrium bikarbonat
40%
4%
41%
1% 4% 10%
Distribusi Suplemen Pada Pasien PGK
PERSENTASE
40%
13%
26%
9% 9%
1% 1%
Distribusi Obat-obatan Saluran Cerna Pada Pasien PGK
PERSENTASE
4.2.2 Jumlah Obat
Jumlah Obat dalam penelitian ini didefinisikan sebagai total seluruh jenis obat yang diresepkan pada pasien PGK selama menjalani rawat inap baik itu obat untuk mengatasi penyakit penyerta maupun untuk mengatasi komplikasi. Pasien PGK selama menjalani rawat inap dalam penelitian ini paling sedikit menerima 1-3 jenis obat sementara jumlah obat yang paling banyak diterima oleh pasien PGK yaitu 7 jenis obat, adapun obat yang diterima oleh pasien PGK meliputi rute intravena, oral, subkutan, topikal dan rektal. Jumlah jenis obat yang diterima pasien PGK selama rawat inap dapat dilihat pada gambar 4.9 dibawah ini
Gambar 4.9 Jumlah Jenis Obat Yang Diberikan Pada Pasien PGK
Dengan rata-rata jumlah obat yang dikonsumsi pasien selama rawat inap adalah 3 pasien (4,8%) menerima 16-20 obat, 22 pasien (22,6%) menerima 9-12 obat, 47 pasien (57,1%) menerima 5-8 obat serta sebanyak 12 pasien (14,3%) menerima 1-4 obat. Seperti terlihat pada gambar 4.10 dibawah ini.
67,9%
31,0%
1,2%
1-3 jenis obat 4-6 jenis obat 7 jenis obat Jumlah Jenis Obat Yang DI Berikan Pada Pasien PGK
PERSENTASE
Gambar 4.10 Jumlah Obat Yang Di Konsumsi Pasien PGK Selama Rawat Inap
Jumlah obat yang dikonsumsi oleh pasien PGK di RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes sangat beragam dan hal tersebut dipengaruhi oleh penyakit lain yang diderita oleh pasien PGK. Selain itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian obat pada pasien di antaranya yaitu pertimbangan manfaat dan resiko, penggunaan obat yang paling dikenal dan teruji secara klinis, penyesuaian obat dengan kebutuhan individu, penyesuaian dosis obat secara individual dan pemilihan cara pemberian obat yang paling aman (Junaidi, 2012). Dengan begitu meskipun pasien memiliki kesamaan jumlah dan jenis penyakit penyerta dapat menerima terapi yang berbeda. Karena dalam sebuah terapi kondisi individu pasien menjadi pertimbangan dalam pemilihan obat.
4.3 Analisis Potensi Interaksi Obat
Analisis interaksi obat dilakukan dengan penelusuran pada bank data Drugs.com yang mana data interaksi obat potensial pada pasien PGK di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes akan dikelompokan berdasarkan tingkat keparahannya yaitu minor, sedang/moderate dan mayor. Potensi interaksi obat yang ditemukan pada pengobatan pasien dengan PGK di RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes sebanyak 72 pasien (85,7%), sementara pada 12 pasien (14,3%) tidak ditemukan adanya kejadian interaksi obat. (Dapat dilihat pada lampiran), berikut adalah gambaran mengenai pasien yang memiliki interaksi obat.
14,3
57,1
22,6
4,8 1,2
1-4 OBAT 5-8 OBAT 9-12 OBAT 16-20 OBAT 25 OBAT Jumlah Obat Yang Di Konsumsi Pasien PGK Selama Rawat Inap
PERSENTASE
Gambar 4.11 Gambaran Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien PGK
Sebanyak 40 pasien (55,6%) dalam penelitian ini mengalami 1-3 interaksi obat, 13 pasien (18,06%) mengalami 4-6 interaksi obat, 8 pasien (11,11%) mengalami 7-9 interaksi obat, 6 pasien (8,33%) mengalami 10-12 interaksi obat, 1 pasien (1,39%) mengalami 13 interaksi obat serta 4 pasien
Sebanyak 40 pasien (55,6%) dalam penelitian ini mengalami 1-3 interaksi obat, 13 pasien (18,06%) mengalami 4-6 interaksi obat, 8 pasien (11,11%) mengalami 7-9 interaksi obat, 6 pasien (8,33%) mengalami 10-12 interaksi obat, 1 pasien (1,39%) mengalami 13 interaksi obat serta 4 pasien