• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIRS INFEKSI

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 80-92)

PENYAKIT FOURNIERPENYAKIT FOURNIER PENYAKIT FOURNIER

SIRS INFEKSI

Bakteriemia Fungi Parst Vir Lain Trauma Pankreatitis Luka bakar Lain-lain

Gambar 3-4. Ranah Sindroma Sepsis. Sepsis merupakan sindroma respons inflamasi sistemik (SIRS yang disebabkan oleh infeksi.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis suatu urosepsis harus dibuktikan bahwa bakteri yang beredar

di dalam darah (kultur darah) sama dengan bakteri yang ada di dalam saluran kemih

(kultur urine).

Di samping itu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mencari sumber infeksi, dan

akibat dari kelainan-kelainan yang ditimbulkan pada berbagai organ. Segera dilakukan

pemeriksaan yang meliputi laboratorium, pencitraan dan pemeriksaan penunjang yang lain

Bab 3: Infeksi Sistem Urogenitalia 71

Tindakan

Penanganan urosepsis harus dilakukan secara komprehensif dan ditujukan terhadap: (1)

penanganan infeksi yang meliputi eradikasi kuman penyebab infeksi serta menghilangkan

sumber infeksi, (2) akibat dari infeksi yaitu SIRS, syok septik, atau disfungsi multiorgan, dan

(3) toksin atau mediator yang dikeluarkan oleh bakteri.

Terapi terhadap infeksi

Sebelum pemberian antibiotika, terlebih dahulu diambil contoh urine dan contoh darah

untuk pemeriksaan kultur guna mengetahui jenis kuman penyebab urosepsis, hal ini

bermanfaat jika pemberian antibiotika secara empirik tidak berhasil. Secara empirik

diberikan antobiotika yang sensitif terhadap bakteri gram negatif yaitu golongan

aminoglikosida (gentamisin, tobramisin atau amikasin), golongan ampisillin (yang

dikombinasi dengan asam klavulanat atau sulbaktam), cefalosporin generasi ketiga, atau

golongan fluoroquinolone.

Pada pemberian aminoglikosida harus diperhatikan keadaan faal ginjal, karena golongan

obat ini bersifat nefrotoksik. Selain itu pada urosepsis tidak jarang menimbulkan penyulit

gagal ginjal, sehingga pemberian aminoglikosida perlu dilakukan penyesuaian dosis.

Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan cara menurunkan dosis atau memperpanjang

interval pemberian obat.

Memperpanjang interval pemberian obat dilakukan sesuai dengan kaidah delapan (rule of

eight) untuk tobramisin dan gentamisin dan kaidah sembilan (rule of nine) untuk amikasin. Artinya adalah jika kadar kreatinin di dalam serum adalah 3, maka pemberian gentamisin

setiap 8 x 3 = 24 jam sekali, sedangkan jika diberikan amikasin setiap 9 x 3 =27 jam sekali

dengan dosis penuh. Pemberian antibiotika dilanjutkan hingga 3-4 hari setelah pasien bebas

Sumber-sumber infeksi secepatnya dihilangkan misalnya: pemakaian kateter uretra harus

diganti dengan yang baru atau dilakukan drainase suprapubik; abses-abses pada ginjal,

perirenal, pararenal dan abses prostat dilakukan drainase, dan pionefrosis/hidronefrosis yang

terinfeksi dilakukan diversi urine atau drainase nanah dengan nefrostomi.

Terapi suportif terhadap penyulit sepsis

Jenis terapi suportif yang diberikan tergantung pada organ yang mengalami gangguan serta

keadaan klinis pasien. Panduan singkat tentang pengelolaan gangguan organ akibat sepsis

ditunjukkan pada tabel 3-4. Kematian akibat sepsis biasanya disebabkan karena kegagalan

dalam memberikan terapi suportif terhadap disfungsi multiorgan. Disfungsi organ yang paling

sering menyebabkan kematian adalah gagal nafas (18%) dan gagal ginjal (15%), sedangkan

sisanya adalah kegagalan pada sistem kardiovaskuler, hematologi, metabolisme, dan

nerurologi.

Terapi terhadap toksin dan mediator yang dikeluarkan bakteri

Saat ini sedang dikembangkan terapi baru terhadap produk yang dihasilkan bakteri yang

memacu terjadinya rangkaian sepsis. Obat-obatan itu diantaranya adalah: antiendotoksin

berupa antibodi poliklonal dan monoklonal yang ditujukan terhadap lipid A, antibodi

monoklonal terhadap TNF, antagonis reseptor terhadap IL-1, antagonis reseptor terhadap

Bab 3: Infeksi Sistem Urogenitalia 73

Tabel 3-4. Terapi Suportif pada Urosepsis

Gangguan organ Tindakan spesifik

Hemodinamik (syok)

Ekspansi cairan dengan kristaloid (RL) 1000 mL dalam 15-20 menit dengan monitor tekanan vena sentral (CVP). Jika CVP < 14 cm H2O infus diteruskan dengan dosis pemeliharaan: 20-30 tetes/menit.

Pemberian obat vasoaktif (Dopamin) secara titrasi mulai dosis 2-5µg/kg/menit dengan monitor tekanan darah dan produksi urine. Dapat pula diberikan Dobutrex.

Ginjal (ATN)

Jika hidrasi cukup tetapi produksi urine masih kurang diberikan manitol i.v. 12,5 g dalam 5 menit atau Furosemid 240 mg hingga produksi urine 30-40 mL/jam.

Hemodialisis jika diperlukan.

Gagal jantung Kalau perlu digitalisasi (oleh ahli kardiologi)

Paru-paru Setelah pembebasan jalan nafas, dilakukan ventilasi dengan pemberian oksigen 5-8 L/menit, keseimbangan asam-basa dan elektrolit PaO2 dipertahankan 70-90 mm Hg dan PaCO2 32-40 mm Hg

Gangguan sistem pembekuan (DIC)

Pemberian Dextran sebanyak 1-2 Unit akan meningkatkan volume intravaskuler dan menurunkan viskositas darah. Perlu dipertimbangkan untuk pemberian heparin i.v. 1000-2000 U/4-6 jam

Keseimbangan

asam-basa/elektrolit

Koreksi asam basa dan elektrolit

4

4

4

4

Batu Saluran Kemih

Batu Saluran KemihBatu Saluran Kemih

Batu Saluran Kemih

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan zaman Mesir kuno.

Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi.

Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di

Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di

negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara-negara maju lebih

banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh

status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.

Di Amerika Serikat 5-10 % penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh

dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini

merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan

pembesaran prostat benigna.

Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubunganngya dengan gangguan aliran urine,

gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih

belum terungkap (idiopatik).

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal

dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di

Faktor intrinsik itu antara lain adalah:

1. Hereditair (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

2. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun

3. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih

yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt

(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air

yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4. Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak

duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

Teori proses pembentukan batu saluran kemih

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat

yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal

atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel,

obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli

neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik

Bab 4: Batu Saluran Kemih 77

(tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk

inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain

sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal

menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan

lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk

menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine,

konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus

alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan

oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;

sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu

infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis

pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang

memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat

mudah terbentuk dalam suasanya asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk

karena urine bersifat basa.

Penghambat pembentukan batu saluran kemih

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan juga oleh adanya

keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan inhibitor, yaitu zat-zat yang mampu

saluran kemih, yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses

pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi kristal.

Ion magnesium (Mg++) dikenal dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan

dengan oksalat, membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan

berikatan dengan kalsium (Ca++) untuk membentuk kalsium oksalat menurun. Demikian pula

sitrat jika berikatan dengan ion kalsium (Ca++) membentuk garam kalsium sitrat; sehingga

jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat ataupun fosfat berkurang. Hal ini

menyebabkan kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang.

Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan

cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat

retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm

Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang

berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran

kemih.

Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium

fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan

senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu sangat

penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70 – 80 % dari seluruh batu

saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau

Bab 4: Batu Saluran Kemih 79

Faktor terjadinya batu kalsium adalah:

1. Hiperkalsiuri: yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24

jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara

lain:

•••• Hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.

•••• Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal

•••• Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluri: adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari.

Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus

sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan

yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah: teh, kopi instan, minuman soft drink,

kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

3. Hiperurikosuria: adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi 850 mg/24

jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu/nidus untuk

terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari

makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme endogen.

4. Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium

sitrat, sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Hal ini

dimungkinkan karena ikatan kalsium sitrat lebih mudah larut daripada kalsium

oksalat. Oleh karena itu sitrat dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu

kalsium. Hipositraturi dapat terjadi pada: penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal

tubular acidosis, sindrom malabsobsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide

5. Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai

penghambat timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi

dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium

dengan oksalat. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus

(inflamatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.

Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan

oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan

pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine

menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan

karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) atau (Mg NH4 PO4. H2O) dan

karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation ( Ca++ Mg++ dan NH4 +) batu

jenis ini dikenal sebagai batu triple-phosphate.

Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah: Proteus spp, Klebsiella,

Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus. Meskipun E coli banyak

menimbulkan infeksi saluran kemih tetapi kuman ini bukan termasuk pemecah urea.

Batu asam urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75-80% batu

asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan campuran kalsium oksalat.

Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, penyakit

2 3 2 2 2) 2 (NH H O NH CO CO + +

Bab 4: Batu Saluran Kemih 81

mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak

mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat.

Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar

untuk mendapatkan penyakit ini.

Sumber asam urat berasal dari diet yang mengandung purin dan metabolisme endogen di

dalam tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam inosinat dirubah menjadi

hipoxantin. Dengan bantuan enzim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xanthin

yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada mamalia lain selain manusia dan dalmation,

mempunyai enzim urikase yang dapat merubah asam urat menjadi allantoin yang larut di

dalam air. Pada manusia karena tidak mempunyai enzim itu, asam urat diekskresikan ke

dalam urine dalam bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering berikatan dengan

natrium membentuk natrium urat. Natrium urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan

dengan asam urat bebas, sehingga tidak mungkin mengadakan kristalisasi di dalam urine.

Asam urat relatif tidak larut di dalam urine sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali

membentuk kristal asam urat, dan selanjutnya membentuk batu asam urat. Faktor yang

menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah (1) urine yang terlau asam (pH urine <6 ),

(2) volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 liter/hari) atau dehidrasi, dan (3) hiperurikosuri

atau kadar asam urat yang tinggi.

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga

membentuk batu staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. Tidak seperti batu jenis

kalsium yang bentuknya bergerigi, batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga

seringkali keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sehingga pada

pemeriksaan PIV tampak sebagai bayangan filling defect pada saluran kemih sehingga

atau bezoar jamur. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic

shadowing).

Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat setelah terapi, adalah: minum banyak,

alkalinisasi urine dengan mempertahankan pH di antara 6,5-7, dan menjaga jangan terjadi

hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya hiperurisemia. Setiap pagi pasien dianjurkan

untuk memeriksa pH urine dengan kertas nitrazin, dan dijaga supaya produksi urine tidak

kurang dari 1500-2000 mL setiap hari. Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara

berkala, dan jika terjadi hiperurisemia harus diterapi dengan obat-obatan inhibitor xanthin

oksidase, yaitu allopurinol.

Batu Jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang dijumpai. Batu

sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan dalam absorbsi sistin di

mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi

enzim xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi xanthin dan

xanthin menjadi asam urat. Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat

atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan

timbulnya batu silikat.

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 80-92)