• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTITIS AKUT SISTITIS AKUT SISTITIS AKUT

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 65-71)

SISTITIS AKUT SISTITIS AKUT

SISTITIS AKUT

Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh

infeksi oleh bakteria. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E coli,

Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus aureus yang masuk ke buli-buli terutama melalui

uretra. Sistitis akut mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada diabetes

mellitus atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama.

Wanita lebih sering mengalami serangan sistitis daripada pria karena uretra wanita lebih

pendek daripada pria. Disamping itu getah cairan prostat pada pria mempunyai sifat

bakterisidal sehingga relatif tahan terhadap infeksi saluran kemih. Diperkirakan bahwa paling

sedikit 10-20% wanita pernah mengalami serangan sistitis selama hidupnya dan kurang lebih

5% dalam satu tahun pernah mengalami serangan ini.

Inflamasi pada buli-buli juga dapat disebabkan oleh bahan kimia, seperti pada detergent

yang dicampurkan ke dalam air untuk rendam duduk, deodorant yang disemprot kan pada

vulva, atau obat-obatan yang dimasukkan intravesika untuk terapi kanker buli-buli

(siklofosfamid).

Gambaran klinis

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritrema), edema,

mengeluarkan isinya; hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan

menyebabkan rasa sakit/nyeri di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah

berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih

sebelah atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi

umum yang menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan adanya

penjalaran infeksi ke saluran kemih sebelah atas.

Pemeriksaan urine berwarna keruh, berbau dan pada urinalisis terdapat piuria, hematuria,

dan bakteriuria. Kultur urine sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi.

Jika sistitis sering mengalami kekambuhan perlu difikirkan adanya kelainan lain pada

buli-buli (keganasan, urolitiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau

sistoskopi.

Terapi

Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis tunggal atau

jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, dipilih antimikroba yang

masih cukup sensitif terhadap kuman E coli, antara lain: nitrofurantoin,

trimetoprim-sulfametoksazol, atau ampisillin. Kadang-kadang diperlukan obat-obatan golongan

antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah hiperiritabilitas buli-buli dan

fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih.

PROSTATITIS

PROSTATITIS PROSTATITIS

PROSTATITIS

Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri

maupun non bakteri. Untuk menentukan penyebab suatu prostatitis, diambil sample (contoh)

urine dan getah kelenjar prostat melalui uji 4 tabung sesuai yang dilakukan oleh Meares

Bab 3: Infeksi Sistem Urogenitalia 57

Uji 4 tabung itu terdiri atas: (1) 10 cc pertama adalah contoh urine yang dikemihkan

pertama kali (VB1) yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa uretra, (2) urine porsi

tengah (VB2) yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa kandung kemih, (3) getah

prostat yang dikeluarkan melalui masase prostat atau expressed prostatic secretion (EPS)

yang dimakudkan untuk menilai keadaan kelenjar prostat, dan (4) terakhir adalah urine yang

dikemihkan setelah masase prostat. Keempat contoh itu dianalisis secara mikroskopik dan

dilakukan kultur untuk mencari kuman penyebab infeksi.

Klasifikasi

National Institute of Health memperkenalkan klasifikasi prostititis dalam 4 kategori yaitu

1. Kategori I yaitu protatitis bakteriel akut

2. Kategori II yaitu prostatitis bakteriel kronis

3. Kategori III prostatitis non bakteriel kronis atau sindroma pelvik kronis. Pada

kategori ini terdapat keluhan nyeri dan perasaan tidak nyaman di daerah pelvis

yang telah berlangsung paling sedikit 3 bulan. Kategori ini dibedakan dalam 2

subkategori, yaitu subkategori IIIA yaitu sindroma pelvik kronis dengan inflamasi,

dan kategori IIIB adalah sindroma pelvik non inflamasi.

4. Kategori IV yaitu prostatitis inflamasi asimtomatik

Prostatitis bakteriel akut (kategori I)

Bakteri masuk ke dalam kelenjar prostat diduga melalui beberapa cara, antara lain: (1)

ascending dari uretra, (2) refluks urine yang terinfeksi ke dalam duktus prostatikus, (3)

langsung atau secara limfogen dari organ yang berada di sekitarnya (rektum) yang mengalami

infeksi, dan (4) penyebaran secara hematogen.

Gambaran klinis

Pasien yang menderita prostatitis bakteriel akut tampak sakit, demam, menggigil, rasa sakit

colok dubur, prostat teraba membengkak, hangat, dan nyeri. Pada keadaan ini tidak

diperbolehkan melakukan masase prostat untuk mengeluarkan getah kelenjar prostat karena

dapat menimbulkan rasa sakit dan akan memacu terjadinya bakteriemia. Jika tidak ditangani

dengan baik keadaan ini dapat menjadi abses prostat atau menimbulkan urosepsis.

Kuman penyebab infeksi yang paling sering adalah kuman E.coli, Proteous, Klebsella,

Pseudomonas spp., Enterobacter, dan Serratia spp.

Terapi

Dipilih antibiotika yang sensitif terhadap kuman penyebab infeksi dan kalau perlu pasien

harus menjalani perawatan di rumah sakit guna pemberian obat secara parenteral. Antibiotika

yang dipilih adalah dari golongan fluroquinolone, trimetoprim-sulfametoksazol, dan golongan

aminoglikosida. Setelah keadaan membaik antibiotika per oral diteruskan hingga 30 hari.

Jika terjadi gangguan miksi sehingga menimbulkan retensi urine sebaiknya dilakukan

pemasangan kateter suprapubik karena dalam keadaan ini tindakan pemasangan kateter

transuretra kadang-kadang sulit dan akan menambah rasa nyeri.

Prostatitis bakteriel kronis (kategori II)

Prostatitis bakteriel kronis terjadi karena adanya infeksi saluran kemih yang sering

kambuh. Gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah disuri, urgensi, frekuensi, nyeri

perineal, dan kadang-kadang nyeri pada saat ejakulasi atau hematospermi. Pada pemeriksaan

colok dubur mungkin teraba krepitasi yang merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat.

Uji 4 tabung tampak pada EPS dan VB3 didapatkan kuman yang lebih banyak daripada

VB1 dan VB2; di samping itu pada pemeriksaan mikrokopik pada EPS tampak oval fat body.

Terapi

Pada prostatitis bakteriel akut, hampir semua antibiotika dapat menembus barier

plasma-epitelium dan masuk ke dalam sel-sel kelenjar prostat, tetapi pada infeksi kronis tidak banyak

Bab 3: Infeksi Sistem Urogenitalia 59

adalah trimetoprim-sulfametoksasol, doksisiklin, minosiklin, karbenisilin, dan

fluoroquinolone.

Antimikroba diberikan dalam jangka lama hingga pemeriksaan kultur ulangan tidak

menunjukkan adanya kuman

Prostatitis non bakteriel (kategori III)

Prostatitis non bakteriel adalah reaksi inflamasi kelenjar prostat yang belum diketahui

penyebabnya. Sesuai dengan klasifikasi dari NIH, kategori III dibagi menjadi 2 subkategori,

yaitu subkategori IIIA dan IIIB. Pada subkategori IIIA tidak tampak adanya kelainan

pemeriksan fisis dan pada uji 4 tabung tidak didapatkan pertumbuhan kuman; hanya saja pada

EPS terlihat banyak leukosit dan bentukan oval fat body. Beberapa penulis menduga bahwa

inflamasi ini disebabkan karena infeksi dari Ureaplasma urealitikum atau Chlamidia

trachomatis sehingga mereka memberikan antibiotika yang sensitif terhadap kuman itu, antara

lain minosiklin, doksisiklin, atau eritromisin selama 2-4 minggu.

Pada subkategori IIIB yang dulu dikenal dengan nama prostatodinia terdapat nyeri pada

pelvis yang tidak berhubungan dengan keluhan miksi dan sering terjadi pada usia 20-45

tahun. Pada uji 4 tabung tidak didapatkan adanya bakteri penyebab infeksi maupun sel-sel

penanda proses inflamasi. Diduga kelainan ini ada hubungannya dengan faktor stress.

Pemberian obat-obatan simtomatik berupa obat penghambat adrenergik alfa dapat mengurangi

keluhan miksi.

Prostatitis inflamasi asimtomatik (kategori IV)

Secara klinis pasien tidak menunjukkan adanya keluhan maupun tanda dari suatu

prostatitis. Adanya proses inflamasi pada prostat diketahui dari spesimen yang kemungkinan

didapat dari cairan semen pada saat analisis semen dan jaringan prostat yang didapatkan pada

gejala seperti pada kategori ini tidak memerlukan terapi, tetapi didapatkannya sel-sel

inflamasi pada analisis semen seorang pria yang mandul perlu mendapatkan terapi antibiotika.

EPIDIDIMITIS

EPIDIDIMITIS EPIDIDIMITIS

EPIDIDIMITIS

Epididimitis adalah reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi inflamasi ini

dapat terjadi secara akut atau kronis. Dengan pengobatan yang tepat penyakit ini dapat

sembuh sempurna, tetapi jika tidak ditangani dengan baik dapat menular ke testis sehingga

menimbulkan orkitis, abses pada testis, nyeri kronis pada skrotum yang berkepanjangan, dan

infertilitas.

Patogenesis

Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli, prostat,

atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididimis. Dapat pula terjadi refluks urine

melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke

epididimitis seperti pada penyebaran kuman tuberkulosis.

Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (<35 tahun) yang tersering adalah

Chlamidia trachomatis atau Neiserria gonorhoika, sedangkan pada anak-anak dan orang tua

yang tersering adalah E.coli atau Ureoplasma ureolitikum.

Gambaran Klinis

Epididimitis akuta adalah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan dengan

torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak

pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri

dirasakan hingga ke pinggang.

Peneriksaan menunjukkan pembengkakan pada hemiskrotum dan kadang kala pada palpasi

sulit untuk memisahkan antara epididimis dengan testis. Mungkin disertai dengan hidrokel

Bab 3: Infeksi Sistem Urogenitalia 61

Reaksi inflamasi dan pembengkakkan dapat menjalar ke funikulus spermatikus pada

daerah inguinal. Gejala klinis epididimitis akut sulit dibedakan dengan torsio testis yang

sering terjadi pada usia 10 - 20 tahun. Pada epididimitis akut jika dilakukan elevasi

(pengangkatan) testis, nyeri akan berkurang; hal ini berbeda dengan pada torsio testis.

Pemeriksaan urinalisis dan darah lengkap dapat membuktikan adanya proses inflamasi.

Pemeriksaan dengan ultrasonografi Doppller dan stetoskop Doppller dapat mendeteksi

peningkatan aliran darah di daerah epididimis.

Terapi

Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada pasien yang berusia

dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman penyebabnya adalah Chlamidia trachomatis atau

Neiseria gonorhoica, antibiotika yang dipilih adalah amoksisillin dengan disertai probenesid,

atau ceftriakson yang diberikan secara intravena. Selanjutnya diteruskan dengan pemberian

doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari. Tidak kalah pentingnya adalah

pengobatan terhadap pasangannya.

Sebagai terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri dianjurkan memakai celana ketat

agar testis terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, atau pemberian anestesi

lokal/topikal. Untuk mengurangi pembengkakkan dapat dikompres dengan es.

Pemberian terapi di atas akan meghilangkan keluhan nyeri dalam beberapa hari, akan

tetapi pembengkakan baru sembuh setelah 4-6 minggu, dan indurasi pada epididimis akan

bertahan sampai beberapa bulan.

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 65-71)