TRAUMA URETRAUMA URE
TRAUMA URETRATRATRATRA
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra
posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda
klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.
Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik
akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis
menyebabkan ruptura uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan
atau straddle injury dapat menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau
businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false
route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans-uretra dapat menimbulkan cedera
uretra iatrogenik.
Gambaran klinis
Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretram, yaitu
terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma.
Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urine bercampur darah.
Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urine. Pada keadaan ini
tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter
dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.
Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui uretra,
Ruptura Uretra Posterior
Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang
mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis,
menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan
pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di
kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta
buli-buli akan terangkat ke kranial (Gambar 6-4).
Klasifikasi
Melalui gambaran uretrogram (Gambar 6-5), Colapinto dan McCollum (1976) membagi
derajat cedera uretra dalam 3 jenis:
1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Foto
uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang 2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan diafragma
urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.
3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum
Gambar 6-4. Ruptura uretra pars bulbo-membranasea, tampak adanya ruptur ligamnetum pubo-prostatikum dan hematoma perivesika yang menyebabkan buli-buli dan prostat terdorong ke kranial
Bab 7: Inkontinensia Urine 129
Diagnosis
Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok
karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan.
Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa: (1)
perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur didapatkan
adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada pemeriksaan
uretrografi retrograd mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi kontras pada pars
prostato-membranasea (Gambar 6-5).
Gambar 6-5. Derajat rupture uretra posterior menurut Colapinto McCollum.
A. Colapinto I
B. Colapinto II
C. Colapinto III A. Colapinto I
Tindakan
Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen dan
fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya di
bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra. Tindakan yang
berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis
dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler di sekitarnya.
Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan
inkontinensia.
Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi
urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realigment
yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi.
Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan.
Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter uretra dipertahankan
selama 14 hari.
Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca trauma
dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga tindakan
rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.
Penyulit
Penyulit yang terjadi pada ruptura uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh,
disfungsi ereksi, dan inkontinensia urine. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30% kasus
disebabkan karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria.
Inkontinensia urine lebih jarang terjadi, yaitu 2-4% yang disebabkan karena kerusakan
Bab 7: Inkontinensia Urine 131
Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat diatasi
dengan uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura ini
biasanya tidak memerlukan tindakan uretroplasti ulangan.
Ruptura Uretra Anterior
Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury
(cedera selangkangan) yaitu uretra tercepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis
kerusakan uretra yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, ruptur parsial, atau ruptur total
dinding uretra.
Patologi
Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum
bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles.
Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra
tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada
penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan darah hanya dibatasi oleh
fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh
karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly
hematoma atau hematoma kupu-kupu (Gambar 6-6).
Diagnosis
Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika
terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau
hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.
Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya
ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi kontras
Gambar 6-6 A. Cedera selangkangan menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. B. Lapisan yang membungkus uretra mulai dari korpus spongiosum (k.s), fasia Buck (fB), dan fasia Colles (fC). C dan D. Robekan uretra dengan fasia Buck masih utuh menyebabkan hematom terbatas pada penis (h.p) E dan F Robekan fasia Buck menyebabkan hematom meluas sampai ke skrotum sebagai hematom kupu-kupu (h.k).
Tindakan
Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat
menimbulkan penyulit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 - 6 bulan perlu
dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan ekstravasasi
ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sistostomi
Bab 7: Inkontinensia Urine 133
uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul striktura uretra.
Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse.
Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang
luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi
uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.