• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRAUMA URETRA TRA TRA TRA

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 137-143)

TRAUMA URETRAUMA URE

TRAUMA URETRATRATRATRA

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra

posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda

klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.

Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenik

akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis

menyebabkan ruptura uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan

atau straddle injury dapat menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau

businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false

route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans-uretra dapat menimbulkan cedera

uretra iatrogenik.

Gambaran klinis

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretram, yaitu

terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma.

Perdarahan per-uretram ini harus dibedakan dengan hematuria yaitu urine bercampur darah.

Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urine. Pada keadaan ini

tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter

dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.

Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui uretra,

Ruptura Uretra Posterior

Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang

mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis,

menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan

pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di

kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta

buli-buli akan terangkat ke kranial (Gambar 6-4).

Klasifikasi

Melalui gambaran uretrogram (Gambar 6-5), Colapinto dan McCollum (1976) membagi

derajat cedera uretra dalam 3 jenis:

1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Foto

uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang 2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato-membranasea, sedangkan diafragma

urogenitalia masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.

3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga di bawah diafragma urogenitalia sampai ke perineum

Gambar 6-4. Ruptura uretra pars bulbo-membranasea, tampak adanya ruptur ligamnetum pubo-prostatikum dan hematoma perivesika yang menyebabkan buli-buli dan prostat terdorong ke kranial

Bab 7: Inkontinensia Urine 129

Diagnosis

Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok

karena terdapat fraktur pelvis/cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan.

Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa: (1)

perdarahan per-uretram, (2) retensi urine, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur didapatkan

adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada pemeriksaan

uretrografi retrograd mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi kontras pada pars

prostato-membranasea (Gambar 6-5).

Gambar 6-5. Derajat rupture uretra posterior menurut Colapinto McCollum.

A. Colapinto I

B. Colapinto II

C. Colapinto III A. Colapinto I

Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain (abdomen dan

fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena itu sebaiknya di

bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra. Tindakan yang

berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada kavum pelvis

dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler di sekitarnya.

Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan

inkontinensia.

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi

urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realigment

yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi.

Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan.

Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter uretra dipertahankan

selama 14 hari.

Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan pasca trauma

dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan matang sehingga tindakan

rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.

Penyulit

Penyulit yang terjadi pada ruptura uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh,

disfungsi ereksi, dan inkontinensia urine. Disfungsi ereksi terjadi pada 13-30% kasus

disebabkan karena kerusakan saraf parasimpatik atau terjadinya insufisiensi arteria.

Inkontinensia urine lebih jarang terjadi, yaitu 2-4% yang disebabkan karena kerusakan

Bab 7: Inkontinensia Urine 131

Setelah rekonstruksi uretra seringkali masih timbul striktura (12-15%) yang dapat diatasi

dengan uretrotomia interna (sachse). Meskipun masih bisa kambuh kembali, striktura ini

biasanya tidak memerlukan tindakan uretroplasti ulangan.

Ruptura Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury

(cedera selangkangan) yaitu uretra tercepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis

kerusakan uretra yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, ruptur parsial, atau ruptur total

dinding uretra.

Patologi

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum

bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles.

Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra

tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada

penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan darah hanya dibatasi oleh

fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh

karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly

hematoma atau hematoma kupu-kupu (Gambar 6-6).

Diagnosis

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika

terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau

hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.

Pemeriksaan uretrografi retrograd pada kontusio uretra tidak menunjukkan adanya

ekstravasasi kontras, sedangkan pada ruptur uretra menunjukkan adanya ekstravasasi kontras

Gambar 6-6 A. Cedera selangkangan menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. B. Lapisan yang membungkus uretra mulai dari korpus spongiosum (k.s), fasia Buck (fB), dan fasia Colles (fC). C dan D. Robekan uretra dengan fasia Buck masih utuh menyebabkan hematom terbatas pada penis (h.p) E dan F Robekan fasia Buck menyebabkan hematom meluas sampai ke skrotum sebagai hematom kupu-kupu (h.k).

Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat

menimbulkan penyulit striktura uretra di kemudian hari, maka setelah 4 - 6 bulan perlu

dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada ruptur uretra parsial dengan ekstravasasi

ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter sistostomi

Bab 7: Inkontinensia Urine 133

uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul striktura uretra.

Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse.

Tidak jarang ruptur uretra anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang

luas sehingga diperlukan debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi

uretra dilakukan setelah luka menjadi lebih baik.

Dalam dokumen Dasar Dasar Urologi (Halaman 137-143)