• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistim Hubungan Dengan Transportasi Darat

Dalam dokumen DUMMY LAPORAN PENDAHULUAN RTBL LEITIMUR (Halaman 79-87)

BAB V RENCANA KERJA DAN ORGANISASI PROYEK

Peta 2.1 Peta Satuan Wilayah Perencanaan

D. Prasaran dan Sarana Angkutan Umum

4. Sistim Hubungan Dengan Transportasi Darat

Sistem hubungan di antara transportasi laut dan transportasi darat direncanakan meliputi: terminal angkutan darat di dalam pelabuhan dan jalan keluar-masuk pelabuhan dan pengembangan sistem hubungan di antara tranportasi laut dan transportasi darat diarahkan untuk terus ditingkatkan mutu dan daya tampungnya, termasuk prasarana dan sarana pendukungnya.

Di samping pengembangan prasarana dan sarana transportasi laut juga perlu ditingkatkan antara lain dengan :

a. Peningkatan kualitas sarana angkutan laut dengan mengoperasikan kapal-kapal berukuran besar dan tipe kapal LSE agar tingkat pelayanan menjadi lebih tinggi; b. Mengembangkan sistem jaringan prasarana dan sarana transportasi laut dalam

kaitan dengan evakuasi bila terjadi bencana alam.

Klasifikasi struktur jaringan dan prediksi kebutuhan jaringan pelayanan transportasi laut di Provinsi Maluku dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Jaringan Pelayaran Internasional, merupakan layanan angkutan laut antar negara dan hanya menyinggahi pelabuhan dengan status internasional saja, yaitu Pelabuhan Ambon, yang dilalui oleh ALKI. Kecenderungan angkutan laut internasional adalah menggunakan peti kemas, yang mempunyai kecenderungan pertumbuhan kontainer di Pelabuhan Ambon rata-rata sebesar 16%. Orientasi pelayaran internasional dari Provinsi Maluku (Pelabuhan Ambon) adalah Makassar dan Bitung;

b. Jaringan Pelayaran Nasional, merupakan layanan angkutan laut antar provinsi, dimana pelabuhan yang disinggahi hanya pelabuhan dengan status nasional dan internasional saja. Jaringan Pelayanan Nasional ini diharapkan dapat dilayani oleh PELNI dan perusahaan pelayaran nasional lainnya. Kota-kota yang dilalui Kapal Pelni adalah : Namlea, Ambon, Banda, Tual, Saumlaki dan Dobo, dengan rute :

i. Rute Barat – Timur (dari Makassar ke Papua), dilayani oleh KM Ciremai, Bukit Siguntang, Dorolanda, Kelimutu;

ii. Rute Selatan – Utara (dari Makassar ke Bitung), dilayani oleh Kapal Lambelu.

Dalam lingkup nasional layanan angkutan yang disediakan oleh PELNI menghubungkan Provinsi Maluku (Kota Ambon) dengan Provinsi-provinsi Maluku Utara (Ternate), Sulawesi utara (Bitung), Sulawesi Tenggara (Bau-bau), Sulawesi Selatan

(Makassar), Irian jaya (Sorong dan Fak-fak), Papua (Timika). Dalam lingkup provinsi PELNI membantu pelayaran regional melayani jalur-jalur:

i. Ambon – Namlea; ii. Ambon – Banda – Tual;

iii. Ambon – Saumlaki – Tual – Dobo.

Dalam konstelasi nasional, sebagian besar pergerakan transportasi dari wilayah Maluku ini terkait dengan pusat-pusat pemasaran di provinsi lain seperti Pelabuhan Ternate, Kendari, Surabaya, Jakarta, Medan, Ujung Pandang, Manado, dan Sorong.

Secara keseluruhan kebutuhan angkutan laut tidak hanya menjadi milik Kota Ambon tetapi juga mencakup wilayah Provinsi Maluku.

a. Jaringan Pelayaran Regional, merupakan layanan angkutan laut antar kabupaten dan antar gugus pulau, pelabuhan yang disinggahi merupakan pelabuhan regional dan nasional saja.

b. Permintaan transportasi laut untuk pelayaran regional relatif masih rendah, namun di pihak lain mempunyai lokasi menyebar. Oleh karena itu pelayanan angkutan pelayaran regional dipelopori oleh angkutan perintis yang disubsidi oleh Pemerintah agar menjangkau kebutuhan layanan sampai ke pulau-pulau kecil. c. Jaringan Pelayaran Lokal/Rakyat, merupakan layanan angkutan laut yang melayani

pelabuhan-pelabuhan lokal dan regional dan merupakan feeder bagi pelayanan regional, yang biasanya digunakan untuk mnengangkut hasil bumi dari satu pulau ke pulau lain, atau menyisir pantai khususnya untuk daerah atau pulau-pulau yang akses daratnya belum berkembang.

Maka arah pengembangan jaringan pelayanan transportasi laut masa yang akan datang di Kota Ambon yg mencakup juga Provinsi Maluku adalah :

a. Jaringan Pelayanan Internasional;

i. Peti Kemas : Bitung, Makasar, Surabaya, Jakarta, Darwin Singapura, Hongkong, Philipina, Jepang, Korea dan pelayaran internasional lainnya;

ii. Non Peti kemas : Bitung, Makasar, Surabaya, Jakarta, dan pelayaran langsung internasional.

b. Jaringan Pelayanan Nasional; a. PELNI :

• Ambon – Namlea – Wahai; • Ambon – Banda – Tual;

• Ambon – Saumlaki – Dobo; b. Non PELNI :

• Ambon – Namlea – Honipopu – Wahai – Bula; • Ambon – Masohi – Bandanaira – Tual – Dobo; • Ambon – Tual – Dobo – Saumlaki;

• Ambon – Tual – Benjina – Larat – Tepa – lelang – Wonrelli – Serwaru. Jangkauan pelayanan seluruh gugus pulau dengan kapasitas kapal 1.500 GT. Untuk mengintegrasikan angkutan laut dan angkutan darat maka rencana pelabuhan penyeberangan meliputi Lintasan penyeberangan segitiga Pulau Buru, Pulau Ambon dan Pulau Seram

5. Arah Pengembangan Jaringan Prasarana Transportasi Laut Masa Datang

Arah pengembangan jaringan prasarana transportasi laut di di Kota Ambon adalah sebagai berdasarkan fungsi dan statusnya adalah sebagai berikut :

a. Pintu Gerbang (Gateway Port) : pelabuhan Ambon (Pelabuhan Nasional),

berfungsi sebagai gateway port nasional dan internasional;

b. Kolektor (Trunk Port), selain sebagai pelabuhan pengumpul, juga berfungsi

sebagai gateway port nasional dan regional;

c. Pengumpan Regional (local Feeder port) : semua pelabuhan di Pusat

Pelayanan Gugus Pulau (PPGP) wilayah provinsi Maluku berfungsi sebagai pelabuhan pengumpan bagi pelabuhan pengumpul.

6. Angkutan Penyeberangan

Rencana penyeberangan di Kota Ambon mengadopsi rencana penyeberangan yang tertdapat dalam RTRW Provinsi Maluku. Dalam hal ini Kota Ambon termasuk dalam lintasan penyeberangan segitiga Pulau Buru, Pulau Ambon dan Pulau Seram.

C.1.3 Rencana Prasarana dan Sarana Transportasi Udara

Pengembangan sistem prasarana transportasi udara di Kota Ambon (mencakup juga wilayah Provinsi Maluku) diantaranya meliputi pemantapan kapasitas Bandara Pattimura Ambon dari pusat penyebaran tersier menjadi Pusat penyebaran sekunder pada tahun 2028. Bandara Pattimura melayani penerbangan ke kota-kota di Indonesia seperti Makassar, Sorong, Ternate hingga Surabaya, dan Jakarta dengan rata-rata penerbangan sekali dan

dua kali sehari. Selain itu juga melayani lingkup regional Provinsi Maluku, seperti Wahai, Langgur, Saumlaki, Kisar, Amahai, dan Namlea, dengan rata-rata penerbangan 2 (dua) kali per minggu.

Sistim jaringan trasportasi udara direncanakan meliputi :

1. Klasifikasi bandara direncanakan meliputi peningkatan kelas Bandara Pattimura pengembangan Bandara Pattimura diarahkan untuk memperkuat status Bandara Internasional, dengan fungsi sebagai pusat penyebaran skala pelayanan tersier dan penerbangan internasional.

2. Sarana pendukung dan radius pengamanan/ kawasan keselamatan penerbangan dalam pengembangannya akan terus ditingkatkan mutu dan pengendaliannya..

3. Jalur penerbangan dalam pengembangannya akan terus ditingkatkan kelayakan dan keselamatannya.

4. Sarana prasarana transportasi udara akan terus ditingkatkan kualitas dan pelaynannya sesuai kelas bandara.

C.2 Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Sistem jaringan prasarana lainnya yang mengintegrasikan dan memberikan layanan bagi fungsi kegiatan yang ada di wilayah kota meliputi : Sistem Jaringan Energi Listrik, Sistem Jaringan Sumber Daya Air, Sistem Jaringan Telekomunikasi dan Sistem infrastuktur perkotaan

C.2.1 Sistem Jaringan Energi Listrik

Energi listrik menjadi energi vital saat ini. Peranan listrik dalam kehidupan saat ini sudah semakin dominan. Saat ini kebutuhanan masyarakat terhadap listrik sangat tinggi, karena hampir semua aktifitas masyarakat membutuhkan listrik. Dari kegiatan dapur sampai kegiatan rekreasi (menonton tayangan televisi). Bagi kalangan industrI/pelaku dunia usaha, keberadaan energi listrik sangat penting, bahkan telah menjadi salah satu faktor produksi yang utama, utamanya bagi para pengusaha dalam skala mikro dan kecil. Lebih luas lagi penghambat utama kegiatan investasi di Indonesia adalah masalah buruknya infrastruktur (didalamnya termasuk ketersediaan listrik), keamanan dan perijinan. Upaya menjamin ketersediaan listrik yang diimbangi dengan perbaikan dan peningkatan infrastruktur lain, akan menjadikan faktor penarik bagi minat investor

berinvestasi di Kota Ambon. Peningkatan investasi berarti terjadi pertumbuhan ekonomi yang positif.

Kebutuhan listrik Kota Ambon saat ini dipenuhi oleh 2 buah pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berlokasi di Hative Kecil dan Poka. Keduanya dipisahkan oleh Teluk Ambon yang terkoneksi melalui kabel laut 20 KV. Kota Ambon belum seluruhnya dilayani oleh listrik sehingga masih ada yang menggunakan alternative energi lain dalam aktivitas kesehariannya, hal ini juga terlihat dari masih adanya daftar tunggu permintaan listrik yang tercatat di PT. PLN Wilayah IX Cabang Ambon.

Kekurangan pasokan ini dipastikan berasal dari beberapa faktor yang menghambat adalah mesin mengalami derating /penurunan efisiensi mesin (karena usia mesin yang sudah tua dan adanya kerusakan pada beberapa mesin), serta kualitas bahan bakar yang kurang baik. Kondisi ini membuat PT. PLN (Persero) terpaksa sering melakukan pemadaman bergilir, pada saat beban puncak (PLN). Di masa yang akan datang kondisi semacam ini tentunya akan sangat mengganggu masyarakat apabila PLN tidak meningkatkan kapasitas produksi listriknya, karena saat ini para pengusaha dalam kategori UMKM masih sangat menggantungkan kegiatan usahanya terhadap aliran listrik PLN. Faktor skala usaha mereka yang masih kecil (contohnya: warnet, salon, rumah makan) membuat mereka belum mempunyai kemampuan untuk menggunakan genset bagi kelancaran usahanya. Penggunaan genset akan menambah beban operasi yang akhirnya mengancam keberlangsungan usahanya.

Upaya untuk mengatasi krisis energi ini pun sebenarnya sudah dilakukan oleh PT. PLN (Persero) dengan merencanakan pembangunan PLTU berbahan bakar batubara, apalagi di masa yang akan datang yaitu di akhir tahun perencanaan 2029 diharapkan tingkat pelayanan sudah mencapai 100%, sehingga PLTU ini nantinya diharapkan menjadi tulang punggung penyediaan energi, tidak saja untuk Pulau Ambon, namun juga akan diinterkoneksikan dengan Pulau Seram.

Rencananya PLTU tersebut akan dibangun di sekitar Desa Waai Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Pemilihan PLTU batubara juga diharapkan akan memberikan kontribusi yang optimal terhadap kondisi keuangan perusahaan, karena dengan batubara maka biaya produksi listrik rendah. Proyek ini juga menjadi bagian dari Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW yang ditetapkan melalui Perpres No. 71 Tahun 2006, tentang penugasan kepada PT. PLN (Persero) untuk melakukan percepatan

pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara (PLN, 2008).

Jaringan listrik memiliki pola dan hirarki mulai dari Jaringan Tegangan Tinggi (JTT), yaitu kabel tegangan tinggi yang memiliki tegangan 70 - 150 KV diubah menjadi Jaringan Tegangan Menengah (JTM), yang memiliki tegangan 6 - 20 KV melalui gardu induk. Dari jaringan tegangan menengah diubah menjadi Jaringan Tegangan Rendah (JTR) melalui gardu transformasi, kemudian diubah menjadi jaringan pelayanan dengan tegangan 110 - 220 Volt.

Rencana sistem jaringan energi listrik di Kota Ambon meliputi : 1. Pembangkit Tenaga Listrik

Program pengembangan pembangkit tenaga listrik meliputi: a. Peningkatan mutu dan kapasitas PLTD yang sudah ada; dan

b. Pengembangan PLT surya, angin, biogas, ombak, arus, dan mikro hydro, di lokasi-lokasi yang akan ditentukan sesuai hasil studi kelayakannya.

2. Jaringan transmisi tenaga listrik

Program pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik meliputi:

a. Pembangunan gardu induk sebesar 70 KV di Kecamatan Teluk Ambon- Baguala dan Kecamatan Sirimau; dan

b. Peningkatan mutu dan kapasitas jaringan transmisi sesuai dengan kebutuhan jaringan di Kota Ambon dengan mengikuti pola jaringan yang sudah ada, maupun pengembangan jaringan yang baru.

C.2.2 Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Kota Ambon menggunakan sumber air baku yang berasal dari mata air yang ada di wilayah Kota Ambon. Untuk menjaga keberlanjutan penggunaan sumber air baku ini, maka perlu dilakukan pembatasan pola pemanfaatan daerah sekitar mata air yakni pada mata air Air Keluar Dusun Kusu-Kusu Sereh Desa Urimesing, Wainitu Kelurahan Wainitu, Air Besar Karang Panjang serta beberapa mata air di sekitarnya seperti Air Panas dan Wai Niwu Kelurahan Karang Panjang untuk melayani pusat kota, mata air Wai Pompa di Desa Halong, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, melayani Desa Halong dan Desa Hative Kecil. Daerah sekitar mata air yang dibatasi pemanfaatannya tersebut ditampilkan pada Peta Rencana Pengelolaan Jaringan Air Bersih. Pembatasan pola pemanfaatan kawasan sekitar

mata air ini berfungsi sebagai daerah konservasi guna menjaga kualitas dan kuantitas sumber air yang ada juga akan bermanfaat bagi upaya penyediaan ruang hijau.

Rencana sistem jaringan Sumber Daya Air meliputi : 1. Sistem jaringan air baku untuk air bersih

2. Sistem pengendalian banjir

Rencana pengembangan sistem jaringan air baku untuk air bersih meliputi: 1. Pengembangan sistem pemanfaatan potensi sumber air baku yang ada 2. Pengembangan sistem pengelolaan air baku untuk air bersih

Rencana pengembangan sistem pengendalian banjir meliputi : 1. Penghijauan wilayah sekitar DAS

2. Identifikasi kawasan-kawasan kota yang berpotensi banjir atau terjadinya genangan.

3. Normalisasi sungai .

C.2.4 Sistem jaringan Telekomunikasi

Sesuai dengan kecenderungan perkembangan kawasan yang akan terjadi, maka jaringan telepon perlu dikembangkan pada kawasan perencanaan untuk meningkatkan kualitas komunikasi. Kebutuhan total sambungan telepon di Kota Ambon untuk tahun 2029 memiliki rasio ideal 1 SST melayani 20 orang. Berdasarkan target ideal tersebut maka Kota Ambon pada Tahun 2028 memerlukan sekitar 24.346 SST. Sistem jaringan telepon diarahkan mengikuti pola rencana jaringan jalan, dengan pemasangan tiang-tiang penyangga pada bahu jalan atau sistem serat optik dengan kabel yang ditanam dalam tanah.

Rencana Sistem jaringan telekomunikasi meliputi : 1. Jaringan Teresterial

Program pengembangan jaringan teresterial diarahkan untuk pengembangan infrastruktur dasar telematika, berupa jaringan telepon fixed line, dan lokasi pusat otomatisasi telepon

2. Jaringan Satelit

Program pengembangan jaringan satelit meliputi:

a. pengembangan infrastruktur nir kabel berupa lokasi menara telekomunikasi (BTS)

Dengan banyaknya alternatif penyediaan jasa komunikasi, maka sebagian kebutuhan fasilitas komunikasi dapat diselenggarakan menggunakan jalur tanpa kabel (Wireless) yang dilakukan bekerjasama antara pemerintah kota dengan pihak penyedia jasa selular dalam penyediaan/ pembangunan BTS (Base Transceiver Station) atau Menara Transmisi jaringan selular. Pembangunan menara selular ini perlu memperhatikan tata letaknya terhadap ruang kota sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi penerbangan maupun estetika wilayah kota. Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi telah mengadakan pertemuan dengan Departemen Pekerjaan Umum, pemerintah daerah, operator dan vendor untuk persiapan peraturan mengenai BTS yang isinya mengenai alternatif jarak aman menara :

1. Untuk tinggi menara maksimal 45 meter, berjarak minimal 20 meter dari perumahan, 10 meter di tempat komersial, dan 5 meter bila di daerah industri.

2. Untuk menara di atas 45 meter, jarak dari bangunan perumahan minimal 30 meter, 15 meter untuk daerah komersial dan 10 meter untuk daerah industri.

3. Untuk ketinggian menara di atas 60 meter, jarak dari bangunan terdekat adalah 20 meter.

Sedangkan terkait dengan investasi pembangunan tower oleh pengusaha provider seluler diwilayah perencanaan dengan kondisi fisik kota Ambon yang tidak terlalu luas bagi pengembangan Kota maka dibutuhkan pengembangan BTS Terpadu (Mobile Virtual Network Operation/ MVNO) yang dapat memberikan manfaat berupa :

1. Untuk mengurangi tingginya permintaan lahan untuk pembangunan BTS sehingga dapat menghindari “hutan tower”

2. Menjaga keindahan dan estetika kota;

3. Hemat biaya investasi/ sewa, maka akan menekan biaya operasional di mana akhirnya masyarakat pulalah yang menikmati keuntungan (dari biaya operasional seluler yang kompetitif ini).

Penyebaran menara transmisi di kota Ambon lebih ditingkatkan terutama pada kawasan-kawasan yang jauh dari pusat kota agar seluruh operator seluler dapat berfungsi dengan baik. Sistem “wireless” juga dikembangkan untuk memudahkan jaringan komunikasi baik di pusat kota maupun di sentra-sentra kegiatan sehingga terbentuk “Ambon Cyber City”.

Dalam dokumen DUMMY LAPORAN PENDAHULUAN RTBL LEITIMUR (Halaman 79-87)