• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUMMY LAPORAN PENDAHULUAN RTBL LEITIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DUMMY LAPORAN PENDAHULUAN RTBL LEITIMUR"

Copied!
332
0
0

Teks penuh

(1)

2014

PENYUSUNAN RENCANA TATA BANGUNAN

DAN LINGKUNGAN (RTBL) KAWASAN

TELUK AMBON KECAMATAN LEITIMUR

SELATAN KOTA AMBON PROVINSI

MALUKU

DIREKTORAT PENATAAN RUANG WILAYAH NASIONAL

DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PERENCANA DAN PENGAWAS PEMBANGUNAN BTN Kebun Cengkeh Blok A – 26

(2)

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya dokumen LAPORAN PENDAHULUAN sebagai dokumen awal bagi kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangungan dan Lingkungan Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon Provinsi Maluku.

LAPORAN PENDAHULUAN ini secara umum merupakan sebuah laporan awal dari keseluruhan rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan selama kurang lebih 8 (delapan bulan) pekerjaan, di mana di dalam dokumen ini kurang lebih berisikan mengenai

PENDAHULUAN, di mana di dalamnya dibahas mengenai latar belakang, kedudukan dokumen RTBL sebagai intermezzo awal kegiatan, maksud tujuan dan sasaran kegiatan, ruang lingkup pekerjaan hingga tahapan penyusunan dokumen RTBL dan landasan hukum yang dijadikan sebagai acuan.

TINJAUAN KEBIJAKAN, di mana di dalamnya berisikan mengenai teori dan panduan peraturan zonasi yang diadopsi untuk pengembangan RTBL kawasan dan juga beberapa tinjauan kebijakan daerah meliputi RPJP Kota Ambon Tahun 2006-2026, RPJM Kota Ambon Tahun 2011-2016, RTRW Kota Ambon Tahun 2011-2031 serta dokumen Bantek RDTR Kecamatan Leitimur Selatan Tahun 2008.

PENDEKATAN DAN METODOLOGI, di mana di dalamnya berisikan adopsi dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

GAMBARAN UMUM KAWASAN PERENCANAAN, di mana di dalamnya berisikan mengenai sekilas gambaran umum Kota Ambon, Kecamatan Leitimur Selatan, serta deliniasi wilayah perencanaan.

(3)

PENUTUP DAN LAMPIRAN-LAMPIRAN, merupakan sebuah bab pelengkap yang berisikan mengenai penutup kegiatan Penyusunan LAPORAN PENDAHULUAN dari keseluruhan rangkaian kegiatan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon Provinsi Maluku.

Dalam penyusunan LAPORAN PENDAHULUAN ini, pihak konsultan menyadari kemungkinan masih adanya kekurangan dan kesalahan, untuk itu pihak konsultan mengharapkan adanya kritik dan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak terkait sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi kegiatan selanjutnya (yaitu penyusunan LAPORAN ANTARA dan PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR) sebagai keseluruhan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan.

Pada akhirnya tim konsultan mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian pekerjaan ini

Ambon, Juni 2014

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Pengertian Dan Kedudukan RTBL ... I-2 1.2.1 Pengertian RTBL ... I-2 1.2.2 Kedudukan RTBL ... I-3 1.3 Maksud, Tujuan Dan Sasaran Rtbl ... I-10

1.3.1 Maksud Penyusunan RTBL ... I-10 1.3.2 Tujuan Dan Sasaran RTBL ... I-10 1.4 Lingkup Dan Bahasan Studi ... I-11 1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan ... I-11 1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah ... I-17 1.5 Tahapan Penyusunan Rtbl ... I-17 1.6 Landasan Hukum Dan Perundangan ... I-19 1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN ... I-20

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1 Teori Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) ... II-1 2.1.1 Tujuan Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation) ... II-1 2.1.1 Kedudukan Peraturan Pemanfaatan Ruang ... II-2 2.1.3 Materi Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation) ... II-2 2.1.3.1 Norma dan Tipologi Zona ... II-3 2.1.3.2 Kriteria Zona ... II-9 2.1.3.3 Pemanfaatan ... II-13 2.1.3.4 Pengendalian ... II-14 2.1.3.5 Tugas Dan Wewenang ... II-14 2.1.4 Review Penyusunan Sistem Tata Guna Lahan Sebagai

Instrumen Zoning Regulation ... II-15 2.1.4.1 Sistem Guna Lahan Menurut Peraturan Pemerintah

No. 47 Tahun 1997 tetang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ... II-15 2.1.4.2 Sistem Guna Lahan Menurut Keputusan Presiden

No. 32 Tahun 1990 tentang

(5)

2.2.3 Rencana Program Jangka Menengah (RPJM)

Kota Ambon 2011 -2016 ... II-30 2.2.4 RTRW Kota Ambon Tahun 2011-2031

(Perda No 24 Tahun 2012) ... II-31 2.2.4.1 Rencana Struktur Kota ... II-31 2.2.4.2 Rencana Pola Ruang ... II-73 2.2.4.3 Rencana Kawasan Strategis ... II-106 2.2.5 RDTRK Kecamatan Leitimur Tahun 2008 (Bantek)... II-114 2.2.5.1 Rencana Struktur Pelayanan Kegiatan ... II-115 2.2.5.2 Rencana Sistem Jaringan Pergerakan ... II-117 2.2.5.3 Rencana Sistem Jaringan Utilitas ... II-122 2.2.5.4 Rencana Blok Pemanfaatan Ruang ... II-125

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1 Pendekatan ... III-1 3.2 Metodologi ... III-4 3.2.1 Ketentuan Umum ... III-4 3.2.2 Program Bangunan Dan Lingkungan ... III-11 3.2.3 Rencana Umum Dan Panduan Rancangan ... III-18 3.2.4 Rencana Investasi ... III-57 3.2.5 Ketentuan Pengendalian Rencana ... III-59 3.2.6 Pedoman Pengendalian Pelaksanaan ... III-61 3.2.7 Pembinaan Pelaksanaan ... III-65

BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN PERENCANAAN

(6)

4.1.8.2 Banjir dan Longsoran Tanah ... IV-18 4.1.8.3 Tsunami ... IV-19 4.1.9 Kondisi Fisik Buatan ... IV-20 4.1.9.1 Penggunaan Lahan dan Pola Permukiman ... IV-20 4.1.9.2 Prasarana dan Sarana ... IV-24 4.1.9.3 Sirkulasi dan Transportasi ... IV-27 4.1.9.4 Penyebaran Fasilitas Sosial Ekonomi dan Bangunan

Pengaman Pantai ... IV-29 4.1.10 Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat ... IV-29 4.1.11 Sosial Budaya dan Kependudukan ... IV-31 4.1.12 Ekonomi Perkotaan ... IV-34 4.2 Profil Kecamatan Leitimur Selatan ... IV-35 4.2.1 Wilayah Administrasi ... IV-35 4.2.2 Luas Kawasan Leitimur Selatan ... IV-39 4.2.3 Topografi ... IV-39 4.2.4 Kependudukan ... IV-40 4.3 Deliniasi WIlayah Perencanaan ... IV-40 4.3.1 Tinjauan Wilayah Perencanaan ... IV-43 4.3.2 Potensi dan Permasalahan Wilayah Perencanaan ... IV-62

4.3.2.1 Pengaruh Pola Ruang dan Kebijakan

Tata Ruang Wilayah ... IV-62 4.3.2.2 Kondisi Kawasan Lindung ... IV-64 4.3.2.3 Kondisi Kawasan Budidaya ... IV-68 4.3.2.4 Kondisi Sistem Sarana Prasarana ... IV-68 4.3.2.5 Kondisi Sistem Pergerakan... IV-70 4.3.2.6 Kondisi Rawan Bencana Alam ... IV-72 4.3.2.7 Simpulan Awal ... IV-72

BAB V RENCANA KERJA DAN ORGANISASI PROYEK

5.1 RENCANA KERJA ... V-1 5.1.1 Waktu Pelaksanaan Kegiatan ... V-1 5.1.2 Tahapan Kegiatan ... V-1 5.1.3 Keluaran Pekerjaan ... V-8 5.1.4 Rencana Penyelesaian Pekerjaan ... V-10 5.2 TENAGA AHLI ... V-13 5.2.1 Susunan Tenaga Ahli ... V-13 5.2.2 Waktu Penugasan Tenaga Ahli ... V-16

(7)

Tabel 2.1 Zona Dasar Dan Tujuan Penetapannya ... II-3 Tabel 2.2Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan PP N0. 47 Tahun 1997

Tentang RTRWN ... II-16 Tabel 2.3 Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Keppres No. 32

Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ... II-17 Tabel 2.4 Hirarki Pemanfaatan Lahan (Kabupaten Bandung) ... II-17 Tabel 2.5 Hirarki Pemanfaatan Lahan (Singapore) ... II-19 Tabel 2.6 Dua Belas Jenis Guna Lahan Di Jepang ... II-23 Tabel 2.7 Jumlah PKN, PKW dan PKSN seluruh Indonesia ... II-26 Tabel 2.8 Rencana Struktur Kota Ambon ... II-31 Tabel 2.9 Perbedaan Sistem Pembuangan Air Limbah ... II-66 Tabel 2.10 Rencana Pola Ruang Kota Ambon ... II-73 Tabel 2.11 Arahan Vegetasi Berdasarkan RTH ... II-86 Tabel 2.12 Rencana Kawasan Strategis Kota Ambon ... II-106 Tabel 2.13 Kawasan Andalan Provinsi Maluku ... II-107 Tabel 2.14 Pembagian Fungsi Kawasan Leitimur Selatan ... II-115

(8)

Gambar 2.1 Kedudukan Zoning Regulation Dalam Pemanfaatan Ruang ... II-2 Gambar 2.2 Peta Rencana Sistem Perkotaan Nasional... II-26 Gambar 2.3 Desain Sistem Pengelolaan Sampah ... II-60 Gambar 2.4 Sistem Drainase Pusat Kota Ambon ... II-63 Gambar 2.5 Penampang Jaringan Drainase ... II-63 Gambar 2.6 Desain Septic Tank Komunal ... II-67 Gambar 2.7 Pola Trayek Angkutan Umum ... II-121 Gambar 2.8 Pola Terminal... II-122

Gambar 3.1 Kedudukan RTBL Dalam Pengendalian Bangunan dan Gedung ... III-8 Gambar 3.2 Struktur dan Sistematika RTBL... III-10

(9)
(10)

1.1 LATAR BELAKANG

Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah kegiatan yang bertujuan mengendalikan pemanfaatan ruang dan menciptakan lingkungan yang tertata, berkelanjutan, berkualitas serta menambah vitalitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Oleh karenanya penyusunan dokumen RTBL, selain sebagai pemenuhan aspek legal-formal, yaitu sebagai produk pengaturan pemanfaatan ruang serta penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan terpilih, juga sebagai dokumen panduan/pengendali pembangunan dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan kawasan terpilih supaya memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingskungan yang berkelanjutan meliputi: pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan, peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik, perwujudan pelindungan lingkungan, serta peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.

(11)

dengan tidak mengorbankan aset kota, melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan terbangun, sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota hijau juga dapat dipahami sebagai kota yang ramah lingkungan berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan.

RTBL adalah sebuah produk pengaturan yang disusun diharapkan dapat mensinergikan seluruh perencanaan yang ada di suatu kawasan sehingga dapat mendukung dan memberikan kontribusi terhadap terwujudnya kota hijau yang berkelanjutan.

RTBL adalah juga merupakan upaya konservasi kawasan berskala lingkungan dalam dokumen yang disusun sesuai Pedoman RTBL (Permen PU No. 06/PRT/M/2007). Upaya tersebut diharapkan tercapai dengan fokus pada penciptaan ide-ide kreatif sebagai target hijau kawasan yang:

1. Menciptakan suasana kondusif dalam rangka pembangunan bangunan gedung hijau;

2. Fokus pada desain lingkungan yang dapat menghemat penggunaan sumber daya tak terbarukan/fossil fuel; dan

3. Pendetilan tata cara pelaksanaan di tingkat basis masyarakat untuk mencapai target sasaran ‘hijau’di wilayahnya.

1.2 PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN RTBL 1.2.1 Pengertian RTBL

Berikut ini akan dijelaskan beberapa pengertian yang terkait dengan penyusunan RTBL yang bersumber dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, yaitu :

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

(12)

4. Perencanaan kota adalah kegiatan penyusunan rencana-rencana kota maupun kegiatan peninjauan kembali atas rencana kota yang telah ada untuk disesuaikan dengan kondisi dan situasi kebutuhan pengembangan kota untuk masa tertentu. 5. Strategi pengembangan adalah langkah-langkah sistematis penataan bangunan

dan lingkungan serta pengelolaan kawasan yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan/penataan kawasan yang telah ditetapkan.

6. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang meliputi struktur dan pola ruang wilayah, serta kriteria dan pola pengelolaan kawasan wilayah.

7. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.

8. Peran masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela di dalam proses perumusan kebijakan dan pelaksanaan keputusan dan/atau kebijakan yang berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pada setiap tahap kegiatan pembangunan (perencanaan, desain, implementasi, dan evaluasi).

1.2.2 Kedudukan RTBL

Dalam pelaksanaan, sesuai kompleksitas permasalahan kawasannya, RTBL juga dapat berupa :

• Rencana aksi/kegiatan komunitas (community-action plan/CAP);

• Rencana penataan lingkungan (neighbourhood-development plan/NDP), • Panduan rancang kota (urban-design guidelines/UDGL).

(13)

a) Kedudukan RTBL – Rencana Tindak ( MP dan DED) RTBL merupakan panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan. Sedangkan rencana tindak merupakan bentuk rencana implementasi fisik dari sub kawasan RTBL. Di dalam rencana tindak dibedakan menjadi beberapa program, yaitu:

• Penataan Kawasan Ruang Terbuka Hijau • Revitalisasi Kawasan

• Penataan Permukiman Tradisional dan Bersejarah

• Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK)

(14)

Sedangkan area perencanaannya, lokasi DED merupakan bagian dari area perencanaan Master Plan. Area perencanaan Master Plan merupakan bagian dari area perencanaan RTBL seperti diagram berikut ini

b) Luasan Area Perencanaan

RTBL (Permen PU 06/2007)

Rencana Tindak (Permen PU 18/2011)

Master Plan Kawasan DED

Kawasan perencanaan mencakup suatu lingkungan/kawasan dengan luas 5-60 hektar (Ha) dengan ketentuan sebagai berikut

1. kota metropolitan dengan luasan minimal 5 Ha

2. kota besar/sedang dengan luasan 15-60 Ha

3. kota kecil/desa dengan luasan 30-60 Ha

1. kawasan dengan

kompleksitan permasalahan sedang dengan luasan < 20 Ha

2. Kawasan dengan

kompleksitas permasalahan rendah dengan luasan 20-5- Ha

Luas kawasan < 20 Ha RTBL

KAWASAN

Rencana Tindak

1. Penataan Ruang Terbuka Hijau 2. Revitalisasi Kawasan

3. Penataan Permukiman Tradisional dan Bersejarah 4. Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran (RISPK)

Master Plan

Kawasan DED (Detailed Engineering Design)

Deliniasi Wilayah Perencanaan RTBL

Deliniasi Area Perencanaan Master Plan

(15)

c) Tipe Lokasi

d) Materi Pokok Pengaturan

(16)

e) Model Penanganan Kawasan

c. RTH dalam bentuk

taman atap bangunan

e. RTH Ruang Pejalan

Kaki

f. RTH di bawah Jalan

Layang

g. RTH Fungsi Tertentu

(sempadan Rel KA, Tegangan Tinggi, Sungai dan Pantai, Air Baku/ Mata Air, Pemakaman)

1. Rencana Revitalisasi berdasarkan RTBL

6. Draft Surat Keputusan / SK Kepala Daerah

f) Pemilihan kawasan RTBL1 adalah sebagai berikut: • Sumber dan Acuan yang digunakan

o Sumber langsung adalah individu yang mewakili pemerintah pusat maupun

daerah yang memiliki otoritas untuk menentukan pembangunan suatu wilayah, terutama jika kwasan tersebut membutuhkan penanganan dalam jangka waktu yang mendesak.

o Acuan merupakan sumber tidak langsung dan merupakan rencana

(17)

• RTRW Nasional, RTRW Pulau

• RTRW Provinsi, RTR Kawasan Strategis Provinsi

• RTRW Kabupaten/Kota, RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)

• Rencana Pembangunan Tahunan di Daerah (RPJM, RPIJM, dokumen Musrembang, dll)

• Skala Prioritas

Untuk kejelasan dan dasar pemilihan, setiap kawasan yang diusulkan sebaiknya memenuhi beberapa kriteria yang dianalisis dengan memperhatikan kriteria berikut ini;

o Ekonomi (masyarakat maupun vitalitas kawasan) o Keamanan

o Kemasyarakatan

o Densitas penduduk dan bangunan o Peruntukan lahan

o Kondisi bangunan eksisting o Sistem sirkulasi dan aksesibilitas

o Kualitas dan kuantitas ruang publik dan ruang terbuka hijau o Kualitas Lingkungan

o Komponen sektor ke-PU-an

• Sumber Pendanaan

o Sumber pendanaan untuk pelaksanaan penyusunan RTBL secara ideal

difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

o Keterbatasan dana pelaksanaan akan didukung oleh sumber penerimaan lain

seperti:

• Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) • Investasi swasta/masyarakat

g) Usulan lokasi Kawasan RTBL dibawa ke forum focussed group discussion (FGD) untuk menentukan lokasi kawasan terpilih dan disepakati delineasi area perencanaan RTBL, Master Plan dan lokasi DED.

(18)

RTBL

(Permen PU 06/2007)

Rencana Tindak (Permen PU 18/2011)

Master Plan Kawasan DED

1. Rencana Umum

d. Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung

e. Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau

f. Tata Kualitas

Lingkungan

g. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan 2. Panduang Rancangan

a. Panduang Rancangan

Tiap Blok Pengembangan

b. Simulasi Rancangan Tiga Dimensional

b. rencana desain tapak (kawasan) Rencana akses, sirkulasi dan jalur penghbung

c. Rencana struktur

Kawasan

d. Rencana tata bangunan (figure ground plan, rencana bentuk ruang kawasan, rencana tipologi bangunan)

e. Rencana ruang terbuka dan tata hijau

f. Rencana tata kualitas lingkungan meliputi identitas lingkungan, orientasi lingkungan, wajah jalan

g. rencana prasarana dan utilitas lingkungan

h. rencana tata letak sarana kawasan

2. Panduan desain (design guidelines), merupakan penjelasan lebih rinci atas rencana umum, berupa arahan bentuk, dimensi, gubahan massa, perletakan dari komponen perlengkapan kawasan yang dibutuhkan

1. Konsep Rancangan 2. Pra Rancangan 3. Pengembangan Desain 4. Rancangan Gambar Detail Prasarana dan Sarana yang dapat diwujudkan melalui DED

a. Pembangunan/peningkatan jalan lingkungan, dengan lebar jalan maksimal 3 meter b. Pembangunan/Peningkatan ruang terbuka publik (Plaza) beserta sarana/prasarana

e. Pembangunan kios pedagang semi permanen Daerah) dan/atau masuk ke dalam Daftar Bangunan Cagar Budaya, sesuai dengan peryaratan pelestarian bangunan

h. Taman Kota atau Taman

Bermain beserta kelengkapan sarana dan

prasarananya seperti lapangan olah raga badan air,

ram aksesibilitas, trek jogging, pedestrian ways, sitting group, wc umum, lampu taman, rumah pompa dll

i) Skala Peta

RTBL (Permen PU 06/2007) Rencana Tindak (Permen PU 18/2011)

1 : 1000 1 : 500 1 : 100

(19)

1.3 MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN RTBL 1.3.1 Maksud Penyusunan RTBL

Maksud dari penyusunan dokumen RTBL adalah sebagai dokumen panduan umum yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan tata bangunan dan lingkungan dari suatu kawasan tertentu baik di perkotaan maupun di perdesaan.

1.3.2 Tujuan Dan Sasaran RTBL

Tujuan Penyusunan RTBL ini adalah terarahnya penyelenggaraan penataan bangunan

dan lingkungan di kawasan Teluk Ambon, Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagaimana diamanatkan oleh UURI No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung sebagai dokumen pengendali dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan yang tertentu sehingga memenuhi kriteria perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal dengan memperhatikan konteks lingkungannya, meliputi:

1. Pemenuhan persyaratan tata bangunan dan lingkungan;

2. Peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik;

3. Perwujudan pelindungan lingkungan, serta; 4. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.

Sedangkan Sasaran Penyusunan RTBL sendiri antara lain adalah

1. Tersusunnya Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon, Kec. Leitimur Selatan sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut;

(20)

1.4 LINGKUP DAN BAHASAN STUDI 1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan

Berikut adalah ruang lingkup kegiatan terkait dengan Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku sesuai dengan kerangka acuan kerja yang telah disepakati bersama

a. Rapat Koordinasi Awal (Kick off Meeting) Kegiatan Penyusunan RTBL di Provinsi

Segera setelah proses kontrak antara Pejabat Pembuat Komitmen dengan pihak penyedia jasa konsultan RTBL selesai, akan diadakan rapat awal untuk koordinasi sebelum memulai pekerjaan penyusunan RTBL di Provinsi. Rapat akan diselenggarakan oleh PPK Pembinaan Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Maluku Pada rapat tersebut akan disampaikan hal-hal sebagai berikut:

- Penjelasan lingkup tugas konsultan penyusunan RTBL; - Penjelasan tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan; - Penjelasan deliniasi kawasan studi;

- Jadwal penyampaian dan pembahasan laporan; - Perkenalan tenaga ahli Tim Penyedia Jasa; dan

- Penjelasan sistem koordinasi antara penyedia jasa dengan tim teknis yang terdiri dari unsur Pemerintah Pusat, Satker PBL Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.

b. Penyusunan Laporan Pendahuluan

(21)

c. Pelaksanaan Survey oleh Tim Konsultan (Penyusunan peta delineasi, peta 1:1.000 dengan Status 6 bulan terakhir )

Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera melaksanakan survey lokasi sesuai dengan rencana survey yang telah ditetapkan pada pembahasan Laporan Pendahuluan. Dalam pelaksanaan survey tim konsultan diharapkan dapat mengidentifikasi deliniasi kawasan studi dengan potensi-potensi yang ada dan rencana umum blok pengembangan dan panduan rancang bangun di dalam lokasi kawasan RTBL .

d. Pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I)

Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan yaitu setelah dilaksanakan Survey, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan mengundang tim teknis Provinsi , Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal / Praktisi terkait bidangnya serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal . Dalam Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL menyampaikan hasil survey awal lokasi untuk dapat dikonfirmasi oleh pihak terkait serta mengidentifikasi sebanyak-banyaknya aspirasi daerah terkait keterpaduan pembangunan di lokasi studi dari masing-masing pihak pemangku kepentingan di daerah yang akan diselaraskan menggunakan perangkat berupa Dokumen RTBL.

Di akhir pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) wajib disusun Berita Acara FGD-I yang ditandatangani bersama oleh peserta yang memuat kesepakatan bersama sebagai berikut:

- Pengesahan deliniasi kawasan studi oleh pihak berwenang Pemerintah Kabupaten/Kota;

- Identifikasi potensi dan permasalahan lokal kawasan serta penetapan visi dan misi pada kawasan RTBL;

(22)

- Draft Sistematika Dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);

- Draft materi RTBL pada bab ‘Program Bangunan dan Lingkungan’ dan bab ‘Rencana Umum dan Panduan Rancangan; dan

- Berita Acara FGD-I harus diberikan kepada Tim Teknis Pusat dan Provinsi.

e. Penyusunan Laporan Antara

Segera setelah dilaksanakannya survey lokasi dan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I), tim tenaga ahli konsultan RTBL segera menyusun Laporan Antara serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Antara yang setidaknya memuat materi hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I).

f. Rapat Pembahasan Laporan Antara

Sesuai dengan jadwal dan agenda yang telah disepakati, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Laporan Antara dengan mengundang tim teknis Provinsi dan Pusat , Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal / Praktisi terkait bidangnya), serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya, unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta unsur asosiasi/komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal.

Pembahasan Laporan Antara diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan pengundang Rapat Pembahasan Laporan dari Pemerintah Kabupaten/Kota (Walikota / Bupati / Sekda Kabupaten/Kota). Dalam rapat pembahasan Laporan Antara tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL menyampaikan hasil pelaksanaan survey dan hasil pembahasan serta kesepakatan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) dalam bentuk Laporan Antara.

(23)

dilaksanakannya pembahasan Laporan Antara di daerah, tim tenaga ahli konsultan segera memperbaiki substansi materi sesuai dengan catatan, usulan, masukan terkait di Satker PBL Provinsi untuk mendapat persetujuan.

g. Pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II)

Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim tenaga ahli konsultan RTBL segera mengagendakan dan menyelenggarakan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II) di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan mengundang tim teknis Provinsi, Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal / Praktisi terkait bidangnya serta unsur Pemerintah Daerah termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat local.

Dalam Focus Group Discussion Kedua (FGD-II) tersebut tim konsultan menyampaikan hasil pekerjaan sementara sebagai berikut:

- Rancangan Laporan Draft Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:

i. Program Bangunan dan Lingkungan; ii. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; iii. Rencana Investasi;

iv. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan v. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

- Draft Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi dan Lembar Asistensi Draft Peraturan tersebut dengan SKPD terkait (meliputi tanggal, hal – hal yang memerlukan perbaikan, ttd yang memberikan asistensi).

(24)

h. Penyusunan Laporan Draft Akhir

Setelah pelaksanaan Focus Group Discussion Kedua (FGD-II), tim tenaga ahli konsultan segera menyusun dan melakukan perbaikan masukan-masukan yang disebutkan di dalam Berita Acara FGD-II dan segera menyusun Laporan Draft Akhir serta bahan tayangan yang akan disampaikan pada Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir yang memuat materi, sebagai berikut:

- Laporan Draft Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:

i. Program Bangunan dan Lingkungan; ii. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; iii. Rencana Investasi;

iv. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan v. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

- Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi yang telah diperbaiki sesuai dengan Hasil FGD-II dengan melampirkan Lembar Asistensi Draft Peraturan tersebut dengan SKPD (Bagian Hukum dan Dinas terkait), meliputi tanggal, hal – hal yang memerlukan perbaikan, tindak lanjut perbaikan dan ttd yang memberi persetujuan perbaikan telah diterima.

i. Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir

Pembahasan Laporan Draft Akhir diselenggarakan di tingkat Kabupaten/Kota pada lokasi kawasan studi RTBL dengan pengundang Rapat Pembahasan Laporan dari Pemerintah Kabupaten/Kota (Walikota / Bupati / Sekda Kabupaten/Kota). Adapun yang diundang adalah tim teknis Provinsi dan Pusat , Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait dan/atau Perguruan Tinggi Lokal / Praktisi terkait bidangnya), serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota termasuk diantaranya Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas terkait lainnya, unsur kecamatan dan kelurahan, unsur masyarakat umum serta unsur asosiasi/komunitas masyarakat yang terkait dengan studi RTBL di tingkat lokal.

(25)

Dokumen RTBL, dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penetapan RTBL pada Kawasan Studi di hadapan kepala daerah (Bupati/Walikota) beserta jajarannya. Adapun hasil dari paparan ini ialah pernyataan tertulis “disetujui” atau “disetujui dengan catatan” keseluruhan dokumen tersebut oleh kepala daerah (Bupati/Walikota) yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan Draft Akhir dan ditandatangani bersama oleh kepala daerah (Bupati/Walikota), Tim Teknis Pusat dan Provinsi serta Tim Tenaga Ahli Konsultan RTBL dan diserahkan ke Tim Teknis Pusat dan Provinsi. Serta perlu diterbitkan surat pernyataan segera akan disahkan menjadi Peraturan Bupati/Walikota dalam Tahun 2014.

j. Penyempurnaan Laporan Draft Akhir

Segera setelah pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Draft Akhir, tim tenaga ahli konsultan segera bekerja menyempurnakan seluruh dokumen penyusunan RTBL berdasarkan catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama pada saat dilaksanakannya rapat pembahasan Laporan Draft Akhir.

k. Pelaksanaan Rapat Pembahasan Laporan Akhir

Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim Penyedia Jasa segera mengagendakan dan menyelenggarakan Rapat Pembahasan Laporan Akhir di Pusat dengan mengundang seluruh tim teknis Provinsi dan Pusat dan Narasumber Provinsi (berasal dari SKPD Terkait). Rapat Pembahasan Laporan Akhir diadakan di tingkat pusat dengan agenda finalisasi keseluruhan dokumen produk penyusunan RTBL, sebagai berikut

- Laporan Akhir mencakup materi dokumen RTBL sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Menteri No. 6 tahun 2007 tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yaitu:

i. Program Bangunan dan Lingkungan; ii. Rencana Umum dan Panduan Rancangan; iii. Rencana Investasi;

iv. Ketentuan Pengendalian Rencana; dan v. Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

(26)

Di akhir rapat pembahasan laporan akhir disusun Berita Acara Pembahasan Laporan Akhir yang memuat catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama dengan tim teknis terkait penyempurnaan keseluruhan dokumen tersebut diatas dan diserahkan ke Tim Teknis Provinsi dan Pusat.

l. Proses Legalisasi/Penandatanganan Produk Dokumen RTBL

Setelah seluruh catatan, usulan, masukan dan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Laporan Akhir ditindaklanjuti oleh tim tenaga ahli konsultan, seluruh dokumen produk penyusunan RTBL tersebut diatas segera disampaikan ke Pemerintah Daerah untuk mendapat legalisasi dalam bentuk penandatanganan oleh pihak-pihak terkait sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Apabila proses penandatanganan membutuhkan waktu lebih dan diperkirakan akan selesai melebihi Tahun Anggaran 2014, maka tim tenaga ahli konsultan RTBL diminta untuk membuat Berita Acara Serah Terima Dokumen RTBL yang ditandatangani oleh unsur pihak Pemerintah Daerah yang berwenang. Berita Acara Serah Terima Dokumen ini digunakan sebagai bukti telah selesainya serangkaian proses penyusunan RTBL yang telah menghasilkan keseluruhan produk RTBL yang telah diterima oleh pihak Pemerintah Daerah

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah

Output dari kegiatan ini adalah tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada Kawasan Teluk Ambon, Kec. Leitimur Selatan sesuai dengan Pedoman Penyusunan RTBL yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007, yang dapat digunakan sebagai panduan dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan lingkungan di kawasan tersebut. Sedangkan deliniasi ruang lingkup area penerapannya adalah wilayah jazirah Teluk Ambon yang terdapat di Kecamatan Leitimur Selatan.

1.5 TAHAPAN PENYUSUNAN RTBL

(27)

• Melakukan penyusunan program kerja (alur pikir dan jadwal) dan penyusunan

instrumen pendataan dan analisis.

• Mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan, peraturan, standar, pedoman dan

kriteria serta landasan teori tentang penataan bangunan dan lingkungan.

• Mengkaji peraturan daerah dan dokumen perencanaan daerah terkait dengan penataan bangunan dan lingkungan, diantaranya adalah Rencana Tata Ruang, Peraturan Daerah Bangunan Gedung, Dokumen/Rencana Penataan Kawasan terkait, rencana pembangunan infrastruktur dan bangunan di sekitar lokasi perencanaan, dll.

• Mengkaji lokasi perencanaan (delineasi) kawasan dalam konteks penataan

bangunan dan lingkungan sekitarnya sesuai dengan seluruh dokumen rencana tata ruang yang tersedia.

• Melakukan kegiatan pendataan, analisis kawasan dan wilayah perencanaan, dan penyusunan konsep sesuai dengan Uraian Kegiatan. Setiap pengadaan data dan informasi harus diupayakan oleh Pelaksana (Konsultan Perencana), namun sepanjang tersedia, Instansi Teknis terkait di Provinsi dan Kabupaten dapat mendukung pengadaan data dimaksud terutama bagi data dan informasi yang tersedia dalam jangkauan kewenangan. Untuk setiap data diharapkan terdapat lebih dari 1 (satu) alternatif atau referensi data, sedangkan yang bersifat peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diperoleh secara lengkap dan mutakhir. • Materi pokok penyusunan RTBL sebagai berikut (mengacu pada arahan Pedoman

Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) :

o Program Bangunan dan Lingkungan; o Rencana Umum dan Panduan Rancangan; o Rencana Investasi;

o Ketentuan Pengendalian Rencana; o Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

• Menyusun Konsep Keputusan Bupati dan/atau Peraturan Daerah tentang

Pemberlakuan Dokumen RTBL Kawasan yang dimaksud. Secara garis besar tahapan kegiatan yang akan dilakukan antara lain:

• Penetapan strategi dan program pencapaian sasaran kegiatan;

(28)

dan Provinsi, serta peraturan perundang-undangan yang bersifat nasional yang berkaitan dengan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan di daerah; • Pengolahan data dan pengembangan alternatif konsep pola pikir dan struktur materi

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan serta penyusunan Rancangan/Konsep Peraturan Bupati dan/atau Peraturan Daerahnya;

• Pembahasan di tingkat Kota dan Provinsi bersama dengan Tim Teknis dan instansi

teknis terkait;

• Pembahasan bersama dengan Tim Teknis Penataan Bangunan dan Lingkungan; • Pembahasan dalam bentuk Diskusi, yang melibatkan seluruh pelaku pembangunan

penataan bangunan dan lingkungan, baik dari Sektor Pemerintah (Daerah/SKPD terkait) maupun Sektor Dunia Usaha, Asosiasi Profesi dan Akademisi. Tahap ini akan dilaksanakan setelah proses/tahap pembahasan sebelumnya telah dapat diselesaikan.

1.6 LANDASAN HUKUM DAN PERUNDANGAN

Penyusunan RTBL pada dasarnya bertitik tolak atau mengacu kepada peraturan perundangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat penyusunan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku ini disusun. Peraturan dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya; 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Bencana

4. Undang-undang RI No. 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang; 5. Undang-undang RI No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung;

6. Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup;

7. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah;

(29)

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 11. Peraturan Menteri PU Nomor 29/PRT/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis

Bangunan Gedung;

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di KawasanPerkotaan;

13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/.2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan;

14. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 03/SE/M/2009 tentang Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

16. Peraturan Menteri PU Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan;

17. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;

18. Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor 01/SE/DC/2009 perihal Modul Sosialisasi Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

19. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi; dan

20. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung pada Kabupaten/Walikota tempat lokasi studi.

1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Untuk mencapai maksud dan tujuan dari penyusunan buku laporan pendahuluan dari penyusunan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku ini secara sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(30)

pembahasan dari penyusunan dokumen rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku

.

Bab II TINJAUAN KEBIJAKAN

Pada bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka terkait penyusunan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan juga tinjauan kebijakan yang mendukung rencana kegiatan Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku, dimana kebijakan tersebut meliputi RTRW Kota Ambon dan RDTR Kecamatan Leitimur Selatan

BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai pendekatan dan metodologi yang digunakan di dalam keseluruhan penyusunan dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku.

BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN PERENCANAAN

Pada bab ini menjelaskan tentang gambaran umum kawasan perencanaan yang meliputi delineasi kawasan perencanaan, fungsi dan kedudukan kawasan dalam lingkup makro, isu perkembangan, kondisi fisik lingkungan dan kondisi kawasan dan wilayah perencanaan yang meliputi perkembangan sosial-kependudukan, aspek legal konsolidasi lahan perencanaan, struktur peruntukan lahan, kondisi intensitas lahan, kondisi tata massa bangunan, kondisi sirkulasi dan jalur penghubung, daya dukung prasarana dan fasilitas lingkungan

BAB V RENCANA KERJA DAN ORGANISASI PROYEK

Pada bab ini berisikan mengenai rencana penyelesaian pekerjaan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Teluk Ambon Kecamatan Leitimur Selatan Provinsi Maluku, meliputi organisasi dan tata laksana pekerjaan, serta sistematika keseluruan pelaporan.

(31)

2.1 TEORI PERATURAN ZONASI (ZONING REGULATION)

Penyusunan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang suatu kawasan baik kawasan budidaya - salah satunya adalah kawasan pariwisata - maupun kawasan lindung, dilakukan berdasarkan suatu aturan yang diterjemahkan dalam bentuk zoning regulation (UU No. 26 Tahun 2007). Penetapan zoning regulation di dimaksudkan untuk membantu memastikan bahwa penggunaan lahan pada kawasan fungsional tersebut berada pada tempat yang benar dan tersedia ruang yang cukup untuk setiap jenis pengembangan atau penggunaan lahan termasuk semua kegiatan penunjangnya yang telah ditetapkan.

2.1.1 Tujuan Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation)

Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengatur keseimbangan keserasian pemanfaatan ruang dan menentukan program tindak operasional pemanfaatan ruang atas suatu satuan ruang;

2. Melindungi kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat; 3. Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan;

(32)

2.1.1 Kedudukan Peraturan Pemanfaatan Ruang

Kedudukan aturan pola pemanfaatan ruang dalam penataan ruang diuraikan dalam diagram alir pada berikut ini.

Gambar 2. 1 Kedudukan Zoning Regulation Dalam Pemanfaatan Ruang

2.1.3 Materi Peraturan Pemanfaatan Ruang (Zoning Regulation)

Materi Aturan Pola Pemanfaatan Ruang ditetapkan berdasarkan kondisi kawasan perkotaan yang direncanakan. Semakin besar dan semakin kompleks kondisi suatu kawasan fungsional, semakin beragam jenis-jenis zona yang harus diatur. Pedoman ini meliputi Aturan Pola Pemanaatan Ruang (Zoning Regulation), yang terdiri dari pengaturan zona dasar (kawasan fungsional) sebagai berikut :

• Kawasan permukiman,

• Kawasan perdagangan dan jasa, • Kawasan industri, dan

• Kawasan ruang terbuka.

Kawasan-kawasan tersebut dibagi atas beberapa Zona. Jenis zona tergantung kepada kompleksitas kegiatan pembangunan kawasan yang bersangkutan. Semakin beragam jenis kegiatan pada suatu kawasan, maka kategori zona akan semakin banyak.

Penetapan kawasan mengidentifikasi penggunaan-penggunaan yang diperbolehkan atas kepemilikan lahan dan peraturan-peraturan yang berlaku atasnya. Tujuannya adalah untuk membantu memastikan bahwa penggunaan lahan dalam kawasan ditempatkan pada

RTRW Kota

Peraturan Zonasi

(33)

tempat yang benar dan bahwa tersedia ruang yang cukup untuk setiap jenis pengembangan yang ditetapkan. Penetapan kawasan-kawasan dimaksudkan untuk :

a. mengatur penggunaan lahan pada setiap kawasan;

b. mengurangi dampak negatif dan penggunaan lahan tersebut; c. untuk mengatur kepadatan dan intensitas zona;

d. untuk mengatur ukuran (luas dan tinggi) bangunan; dan

e. untuk mengklasifikasikan, mengatur, dan mengarahkan hubungan antara penggunaan lahan dengan bangunan.

Tabel 2. 1 Zona Dasar Dan Tujuan Penetapannya

Zona Dasar Tujuan Penetapan

Kawasan Permukiman

• Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan kepadatan yang bervariasi di seluruh wilayah kota;

• Mengakomodasi bermacam tipe hunian dalam rangka mendorong penyediaan hunian bagi semua lapisan masyarakat;

• Merefleksikan poa-pola pengembangan yang diingini masyarakat pada lingkungan hunian yang ada dan untuk masa yang akan datang.

Kawasan Perdagangan

• Menyediakan lahan untuk menampung tenaga keja, pertokoan, jasa, dan jasa rekreasi, dan pelayanan masyarakat;

• Menyediakan peraturan-peraturan yang jelas pada kawasan Perdagangan dan Jasa, meliputi: dimensi, intensitas, dan disain dalam merefleksikan berbagai macam pola pengembangan yang diinginkan masyarakat.

Kawasan Industri

• Menyediakan ruangan bagi kegiatan-kegiatan industri dan manufaktur dalam upaya meningkatkan keseimbangan antara penggunaan lahan secara ekonomis dan mendorong pertumbuhan lapangan kerja;

• Memberikan kemudahan dalam fleksibilitas bagi industri baru dan redevelopment proyek-proyek industri;

• Menjamin pembangunan industri yang berkualitas tinggi, dan melindungi penggunaan industri serta membatasi penggunaan non industri.

Kawasan Ruang Terbuka

• Zona yang ditujukan untuk mempertahankan/ melindungi lahan untuk ruang rekreasi di luar bangunan, sarana pendidikan, dan untuk dinikmati nilai-nilai keindahan visualnya;

• Preservasi dan perlindungan lahan yang secara lingkungan hidup rawan / sensitif;

• Diberlakukan pada lahan yang penggunaan utamanya adalah taman atau ruang terbuka, atau lahan perorangan yang pembangunannya harus dibatasi untuk menerapkan kebjakan ruang terbuka, serta melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan publik.

Sumber : Pedoman Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang

2.1.3.1 Norma dan Tipologi Zona

(34)

dari masing-masing pemanfaatan lahan. Kaidah-kaidah zona yang akan dijelaskan berikut ini merupakan zona-zona yang umumnya terdapat di suatu kawasan seperti permukiman perdagangan dan jasa, industri dan RTH. Penetapan zona-zona khusus akan di tentukan lebih lanjut pada penyusunan Zoning Regulation.

Kawasan Permukiman

Kawasan permukiman adalah kawasan yang berfungsi sebagal lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Selain berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian untuk mengembangkan kehidupan dan penghidupan keluarga, permukiman juga merupakan tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermasyarakat dalam lingkungan terbatas.

Oleh karenanya, Kawasan Permukiman sebagai tempat bermukim dan berlindung harus memenuhi norma-norma lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Selain itu kawasan permukiman harus bebas dan gangguan: suara, kotoran, udara, bau, dan sebagainya. Kawasan ini juga harus dapat menunjang berlangsungnya proses sosialisasi dan nilal budaya yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, dan juga harus aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerja. Dalam kawasan permukiman diperlukan sarana-sarana lain yaitu sarana pendidikan, kesehatan, penibadatan, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain yang tidak dapat dipisahkan dan kehidupan penduduk.

Kawasan permukiman antara lain meliputi Zona Perumahan Taman, Zona Perumahan Renggang, Zona Perumahan Deret, dan Zona Perumahan Susun, dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Zona Perumahan Taman

 Rumah tinggal dengan pekarangan luas, dimaksudkan agar pengembangan perumahan berkepadatan rendah sebagaimana yang ditetapkan dalam rencana kota dapat dipertahankan.

 KDB rendah (5 - 20%).

1. Zona Perumahan Renggang

(35)

jenis bangunan perumahan serta mengupayakan peningkatan kualitas lingkungan hunian, karakter, dan suasana kehidupannya.

 KDB menengah (20 - 50%).

2. Zona Perumahan Deret

 Perumahan unit tunggal tipe gandeng atau deret dalam perpetakan kecil dengan akses jalan lingkungan;

 Zona ini merupakan peluang transisi antara lingkungan perumahan unit tunggal dengan lingkungan perumahan susun kepadatan tinggi.

 KDB sangat tinggi (> 75%).

3. Zona Perumahan Susun

 Perumahan unit tunggal banyak dengan kepadatan yang bervariasi;

 Setiap zona perumahan susun dimaksudkan menetapkan kriteria pembangunan yang mengkonsolidasi tipe-tipe bangunan spesifik, dan menjawab masalah-masalah lokasi yang berkenaan dengan rencana penggunaan lahan di sekitamya.

Kawasan Perdagangan dan Jasa

Kawasan perdagangan dan jasa, merupakan kawasan yang diharapkan mampu mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya dan memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Oleh karenanya, kawasan ini harus memiliki aksesibilitas yang baik ke lokasi perumahan.

Untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjung, kawasan perdagangan dan jasa harus memenuhi norma lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, dan ‘menarik’ serta menguntungkan. Oleh karenanya, peraturan pembangunan pada kawasan ini harus memenuhi syarat-syarat dimensi, intensitas, dan desain yang diharapkan akan dapat menarik sebanyak mungkin pengunjung. Kecukupan sarana dan prasarana terutama air, buangan sebanyak mungkin pengunjung. Kecukupan sarana dan prasarana terutama air, buangan limbah, jaringan jalan merupakan hal lain yang cukup mendukung kegiatan perdagangan dan jasa.

Kawasan Perdagangan dan Jasa antara lain meliputi Zona Bangunan Pemerintah, Zona Bangunan Perkantoran, Zona Bangunan Pertokoan, dan Zona Sentra, dengan spesifikasi sebagai berikut :

(36)

 menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara terbatas, terutama untuk kepentingan pelayanan kepada warga kota maupun untuk kepentingan nasional dan internasional.

2. Zona Bangunan Perkantoran

 Perkantoran menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara terbatas, penggunaan kegiatan ritel hanya sebagai penunjang dan diijinkan pembangunan hunian;

 Perkantoran menyediakan area untuk menampung tenaga kerja secara terbatas, penggunaan kegiatan ritel hanya sebagai penunjang dan diijinkan pembangunan hunian dengan intensitas sedang sampai tinggi;

 Zona ini dimaksudkan untuk diaplikasikan pada pusat-pusat kegiatan yang besar atau pada kawasan-kawasan khusus dimana kegiatan-kegiatan komersial serba ada tidak dikehendaki.

3. Zona Bangunan Pertokoan

 Zona Pertokoan dapat berisi pembangunan hunian yang berorientasi pada kegiatan perdagangan (ruko) dan kedekatannya ke tempat-tempat kerja (apartemen);

 Penggunaan industri/manufaktur terbatas dalam intensitas menengah dalam skala kecil sampai sedang.

4. Zona Komersial Sentra

 Sentra lokal dan tersier, yang disediakan untuk kegiatan perbelanjaan dan jasa lokal, terdiri dari toko-toko ritel dan perusahaan-perusahaan jasa pribadi dengan pilihan yang luas, yang memenuhi kebutuhan yang sering berulang. Kegiatan ini memerlukan lokasi yang nyaman berdekatan dengan semua lingkungan perumahan, relatif tidak menimbulkan pengaruh yang tidak dikehendaki bagi lingkungan-lingkungan perumahan yang berdekatan. Dengan demikian zona ini sangat tersebar di seluruh kota;

(37)

Kawasan Industri

Kawasan industri merupakan kawasan produktif yang diharapkan akan dapat memberikan nilai tambah pada satu kawasan perkotaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada kawasan ini adalah aksesibilitas bagi tenaga kerja dan bahan baku, serta untuk memasarkan barang jadi. Oleh karenanya kedekatan dengan jaringan jalan dan pelabuhan merupakan hal yang penting. Selain itu perlu diperhatikan pula dampak kegiatan industri terhadap lingkungan. Sebagai kawasan produktif, kecukupan sarana dan prasarana terutama air, buangan limbah, jaringan jalan merupakan hal lain yang cukup mendukung kegiatan produksi.

Kawasan Industri antara lain meliputi Zona Industri Taman, Zona Industri Ringan, Zona Industri Berat, dan Zona Industri Perpetakan Kecil, dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Zona Industri Taman

 Menyediakan ruang untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi tinggi dan kegiatan taman bisnis;

 Standar pembangunan properti pada zona ini dimaksudkan untuk membentuk lingkungan menyerupai kampus yang ditata secara komprehensif dengan lansekap yang mendasar. Pembatasan-pembatasan pada penggunaan yang diijinkan dan tata informasi ditetapkan untuk mengurangi pengaruh komersial.

2. Zona Industri Ringan

 Menyediakan berbagai kegiatan manufaktur dan distribusi yang luas;

 Standar pembangunan properti pada zona ini dimaksudkan untuk mendorong pembangunan industri yang sesuai dengan menyediakan lingkungan yang menarik, bebas dan dampak yang tidak dikehendaki yang dihubungkan dengan penggunaan beberapa industri berat;

 Zona industri ringan dimaksudkan untuk mengijinkan berbagai penggunaan termasuk penggunaan bukan industri dalam beberapa tempat. Contoh : industri yang bersifat padat karya seperti industri sepatu di Cibaduyut, Bandung; industri tas di Tajur, Bogor; industri gula di Klaten.

3. Zona Industri Berat

(38)

 Zona industri berat dimaksudkan untuk meningkatkan penggunaan lahan industri secara efisien dengan standar pembangunan minimal, menyediakan pengamanan terhadap properti yang bersebelahan dan masyarakat pada umumnya;

 Zona ini juga membatasi penggunaan-penggunaan bukan industri yang telah ada agar supaya dapat menyediakan lahan yang mencukupi bagi penggunaan industri dalam skala besar.

4. Zona Industri Perpetakan Kecil

 Menyediakan ruang bagi kegiatan industri skala kecil di dalam area perkotaan;

 Zona Industri Perpetakan Kecil mengijinkan penggunaan-penggunaan industri dan bukan industri secara luas untuk meningkatkan kemampuan ekonomi dan skala lingkungan hunian dalam pembangunan;

 Peraturan pembangunan properti pada zona industri perpetakan kecil dimaksudkan untuk mengakomodasi pembangunan industri kecil dan menengah dan kegiatan komersial dengan pengurangan persyaratan luas perpetakan, lansekap, dan parkir.

Kawasan Ruang Terbuka

Kawasan ruang terbuka memiliki norma sesuai dengan fungsi utamanya yaitu mempertahankan/melindungi lingkungan hidup, yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sebagai kawasan ruang terbuka, kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk rekreasi.

Kawasan ruang terbuka antara lain meliputi: Zona Ruang Terbuka Hijau Lindung, Zona Ruang Terbuka Hijau Binaan, dan Zona Ruang Terbuka Tata Air, dengan spesifikasi sebagai berikut :

1. Zona Ruang Terbuka Hijau Lindung

 Ditujukan untuk melindungi sumber alami dan budaya serta lahan rawan lingkungan;

 Penggunaan yang diijinkan pada zona ini dibatasi hanya pada penggunaan yang dapat membantu melestarikan karakter alami lahan.

2. Zona Ruang Terbuka Hijau Binaan

(39)

3. Zona Ruang Terbuka Tata Air

 Ditujukan untuk mengendalikan pembangunan di dalam daerah genangan banjir untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan publik serta mengurangi bahaya yang diakibatkan banjir pada area yang dildentifikasikan sebagai areal pengendalian banjir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah;

 Zona ini dimaksudkan untuk melestarikan karakter alami pada daerah genangan banjir dengan maksud mengurangi pengeluaran dana publik untuk biaya proyek pengendalian banjir dan melindungi fungsi dan nilai daerah pengendalian/genangan banjir dalam hubungannya dengan pelestarian atau pengisian kembali air tanah, kualitas air, penjinakan aliran banjir, upaya perlindungan satwa-satwa liar dan habitat.

2.1.3.2 Kriteria Zona

Pentetapan fungsi pemanfaatan lahan juga tidak terlepas dari kriteria-kriteria lahan yang ada. Kriteria-kriteria penetapan pemanfaatan lahan tersebut adalah sebagai berikut.

Kawasan Permukiman

Untuk menunjang fungsinya sebagai tempat bermukim dan berlindung yang sehat, aman, serasi, dan teratur, kriteria yang harus dipenuhi kawasan permukiman meliputi : Persyaratan Dasar, meliputi :

Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan. Aksesibilitas dalam kenyataannya berwujud ketersediaan jalan dan transportasi;

Kompatibilitas, yaltu keserasian dan keterpaduan antar kawasan yang menjadi lingkungannya;

Fleksibliltas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik/pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana;

Ekologi, yaitu keterpaduan antara tatanan kegiatan alam yang mewadahinya.

Kriteria Teknis, yaitu kriteria yang berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan

lingkungan perumahan, serta keandalan prasarana dan sarana pendukungnya. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi adalah :

(40)

air, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian faktor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya. Untuk membentuk satu kawasan permukiman yang sehat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Setiap kawasan permukiman harus memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat dan menjalankan kegiatan sehari-hari secara layak;

 Kepadatan bangunan dalam satu kawasan permukiman maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi oleh utilitas umum yang memadai. Didalam kawasan permukiman tersebut terdapat bangunan rumah dan persil tanah termasuk juga unsur pengikat berupa fasilitas lingkungan;

 Kawasan permukiman harus bebas dan pencemaran air, pencemaran udara, kebisingan, baik yang berasal dan sumber daya buatan atau dan sumber daya alam (gas beracun, sumber air beracun, dan sebagainya);

 Menjamin tercapainya tingkat kualitas lingkungan hidup yang sehat bagi pembinaan individu dan masyarakat penghuni.

 Persyaratan keadaan prasarana dan sarana lingkungan yang harus memenuhi standar efisiensi, efektivitas, dan kontinuitas pelayanan. Fasilitas dan utilitas lingkungan permukiman merupakan dua hal penting untuk mendukung kesehatan lingkungan permukiman. Syarat masing-masing fasilitas dan utilitas pada setiap kawasan permukiman harus dilengkapi dengan :

 Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI;

 Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup sehingga lingkungan permukiman bebas dan genangan. Saluran pembuangan air hujan harus drencanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup;

 Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah 60 liter/orang/hari, dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hani;

 Sistem pembuangan sampah yang aman.

Kriteria Ekologis, adalah kriteria yang berkaitan dengan keserasian dan

(41)

Kawasan Perdagangan dan Jasa

Sebagai satu kawasan yang diharapkan mendatangkan keuntungan bagi pemiliknya maupun mendatangkan nilai tambah pada kawasan perkotaan, kriteria yang harus dipenuhi oleh kawasan perdagangan dan jasa meliputi:

 Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;

 Lokasi yang strategis dan kemudahan pencapaian dan seuruh penjuru kota, dapat dilengkapi dengan sarana antara lain : tempat parkir umum, bank/ATM, pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan sarana penunjang kegiatan komersial dan kegiatan pengunjung.

 Peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani.

Kawasan Industri

Kriteria penggunaan kawasan industri meliputi ketentuan tentang penggunaan lahan dan ketentuan mengenai sarana dan prasarana yang harus dibangun.

Berdasarkan Keppres 53 tahun 1989 tentang Kawasan Industri, ketentuan penggunaan lahan untuk kawasan industri adalah :

o Lahan untuk industri 70% o Lahan untuk jaringan jalan 10% o Lahan untuk jaringan utilitas 5% o Lahan untuk fasilitas umum 5% o Lahan untuk ruang terbuka hijau 10%

Selain itu terdapat ketentuan mengenai prasarana yang wajib dibangun o!eh perusahaan kawasan industri, yaitu :

 Jaringan jalan dalam kawasan industri :

 Jalan kelas satu, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 8 meter;

 Jalan kelas dua, satu jalur dengan dua arah, lebar perkerasan minimum 7 meter;

 Jalan kelas tiga, lebar perkerasan minimum 4 meter.

 Saluran pembuangan air hujan (drainase) yang bermuara pada saluran pembuangan;

 Instalasi penyediaan air bersih termasuk saluran distribusi ke kapling industri;

 Instalasi penyediaan dan jaringan distribusi tenaga listrik;

(42)

 Instalasi pengolahan limbah industri, termasuk saluran pengumpulannya (kecuali industri yang berada dalam kawasan industri);

 Penerangan jalan pada setiap lajur jalan;

 Unit perkantoran perusahaan kawasan industri;

 Unit pemadam kebakaran;

Perusahaan industri juga dapat menyediakan prasarana dan sarana penunjang lainnya seperti :

 Perumahan Karyawan;

 Kantin;

 Poliklinik;

 Sarana ibadah;

 Rumah penginapan sementara (mess transito);

 Pusat kesegaran jasmani (fitness centre);

 Halte angkutan urnum;

 Areal penampungan sementara limbah padat;

 Pagar kawasan industri;

 Pencadangan tanah untuk perkantoran, bank, pos dan pelayanan telekomunikasi, serta pos keamanan.

Kawasan Ruang Terbuka

Sebagai kawasan ruang terbuka yang tidak boleh dibangun, kawasan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Ruang Terbuka Hijau Lindung

 Kemiringan lereng di atas 40%;

 Untuk jenis tanah peka terhadap erosi, yaitu Regosol, Litosol, Orgosol, dan Renzina, kemiringan lereng di atas 15%;

 Wilayah pasokan/resapan air dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan air laut;

 Dapat merupakan kawasan sempadan sungai/kawasan sempadan situ/kawasan sempadan mata air dengan ketentuan sebagai berikut:

(43)

 Kawasan sempadan situ adalah dataran sepanjang tepian situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ antara 50 — 100 meter dan titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan ini mempunyal manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian situ.

2. Ruang Terbuka Hijau Binaan

 Mempunyai fungsi utama sebagai taman, tempat main anak-anak, dan lapangan olah raga, serta untuk memberikan kesegaran pada kota (cahaya dan udara segar), dan netralisasi polusi udara sebagai paru-paru kota;

 Lokasi dan kebutuhannya disesuaikan dengan satuan lingkungan perumahan/kegiatan yang dilayani;

 Lokasinya diusahakan sedemikian rupa sehingga dapat menjadi faktor pengikat.

3. Ruang Terbuka Tata Air

 Memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

 Memiliki curah-hujan > 2000 mm/th dan per metabilitas tanah > 27,7 mm/jam

2.1.3.3 Pemanfaatan

Aturan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan fungsional digunakan sebagai Instrumen pengendali pembangunan, pedoman penyusunan rencana operasional, dan sebagai panduan teknis pengembangan lahan di kawasan tersebut.

Ketentuan-ketentuan dalam Aturan Pola Pemanfaatan Ruang :

 Kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan

 Keseimbangan, keserasian peruntukan tanah

 Perlindungan kesehatan, keamanan, dan ketertiban

 Kesejahteraan masyarakat

 Pencegah kesemrawutan

 Penyediaan pelayanan umum

(44)

2.1.3.4 Pengendalian

Yang dimaksud dengan pengendalian ialah kegiatan mengatur kesesuaian antara dokumen rencana dengan pemanfaatan ruang yang terealisasikan. Kegiatan pengendalian tersebut meliputi :

Pemantauan, yaitu pemantauan terhadap pemanfaatan/penggunaan kawasan, fungsi, kawasan, sarana dan prasarana, serta kesesuaian terhadap peraturan pembangunan yang telah ditetapkan.

Evaluasi dan Peninjauan Kembali, dilakukan dalam rangka mengkoordinir perubahan-perubahan yang terus terjadi, sehingga Aturan Pola Pemanfaatan Ruang yang telah disusun tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

Penertiban, dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi, pembatalan ijin pembangunan, penundaan pembangunan, dan/atau penerapan persyaratan-persyaratan teknis.

 Peninjauan kembali

2.1.3.5 Tugas Dan Wewenang

Kewenangan penyusunan dan penetapan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang sama dengan prosedur penyusunan rencana tata ruang suatu kawasan fungsional. Penyusunan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang memerlukan keterlibatan banyak pihak dengan kepentingan yang bisa sama, tumpang tindih, atau bahkan bertentangan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dibentuk suatu Tim Penyusun Aturan Pola Pemanfaatan Ruang yang terdiri dari dinas/badan/instansi yang terkait dengan pengaturan tanah serta bangunan dan infarstruktur.

Tim tersebut dikoodinasikan oleh Bappeda/Dinas Tata Kota/Dinas Cipta Karya/Dinas lain serupa sebagai koordinator. Sedangkan anggota tim adalah dinas/badan/instansi/lain maupun BUMD yang terkait langsung dengan pelaksanaan pembangunan fisik kawasan.

Sedangkan untuk penetapan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh Bupati/Walikota dengan persetujuan DPRD. Proses pengesahan Aturan Pola Pemanfaatan Ruang adalah sebagai berikut :

(45)

 Rancangan pearturan daerah ini kemudian dibahas antara DPRD dengan Pemerintah Kota dengan mencari masukan dari instansi/dinas terkait dan dari unsur masyarakat.

 Perbaikan akhir dari rancangan peraturan daerah kemudian ditetapkan sebagai peraturan daerah.

Peran serta masyarakat dalam penyusunan hingga pengendalian kegiatan. Aturan pola pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut :

 Penyusunan: berperan dalam menyediakan data/informasi dan pemberian masukan/saran dan pendapat dalam perumusan aturan pola pemanfaatan ruang.

 Pemanfaatan: menggunakan aturan pola pemanfaatan ruang dalam penyelenggaraan pembangunan.

 Pengendalian: berpartisipasi dalam pengawasan kegiatan pembangunan agar sesuai dengan aturan pola pemanfaatan ruang.

2.1.4 Review Penyusunan Sistem Tata Guna Lahan Sebagai Instrumen Zoning

Regulation

Penyusunan sistem guna lahan merupakan salah satu instrumen yang mutlak diperlukan dalam penyusunan zoning regulation. Penyusunan sistem guna lahan ini merupakan dasar dalam mengembangkan ketentuan-ketentuan yang akan dibuat dalam membentuk guna lahan yang hendak direncanakan. Di dalam penyusunan sistem guna lahan yang hendak direncanakan, sebelumnya diperlukan suatu tinjauan mengenai sistem guna lahan yang sudah ada baik berdasarkan peraturan yang dibuat maupun rencana-rencana yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

2.1.4.1 Sistem Guna Lahan Menurut Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tetang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

(46)

Tabel 2. 2Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan PP N0. 47 Tahun 1997 Tentang RTRWN

Klasifikasi Pemanfaatan Tanah

Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3

Kawasan kawasan sekitar mata air

kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota

Kawasan suaka alam cagar alam suaka margasatwa

Kawasan pelestarian alam

taman nasional taman hutan raya taman wisata alam Kawasan cagar budaya -

Kawasan rawan bencana alam

kawasan rawan letusan gunung berapi. gempa bumi,

tanah longsor,

gelombang pasang dan banjir

Kawasan lindung lainnya.

taman buru; cagar biosfir;

kawasan perlindungan plasma nutfah; kawasan pengungsian satwa;

kawasan pantai berhutan bakau.

Budidaya

kawasan hutan produksi.

kawasan hutan produksi terbatas; kawasan hutan produksi tetap; kawasan hutan yang dapat dikonversi kawasan hutan rakyat. -

kawasan pertanian.

kawasan pertanian lahan basah; kawasan pertanian lahan kering; kawasan tanaman tahunan/perkebunan; kawasan peternakan;

kawasan perikanan

kawasan pertambangan.

golongan bahan galian startegis, golongan bahan galian vital,

golongan bahan galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan di atas.

kawasan peruntukan industri. tergantung penetapan oleh daerah kawasan pariwisata.

kawasan permukiman.

2.1.4.2 Sistem Guna Lahan Menurut Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

(47)

hujan dan kepekaan tanah untuk menetapkan kawasan hutan lindung dan resapan air tanah; serta kondisi geologi, geografi, daerah banjir, data pantai dan sungai untuk menetapkan kawasan bergambut, kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana. Klasifikasi pemanfaatan lahan menurut Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dapat dilihat pada tebel berikut ini.

Tabel 2. 3 Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Klasifikasi Pemanfaatan Tanah

Hierarki 1 Hierarki 2 Hierarki 3

Kawasan Lindung

kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya kawasan sekitar mata air

Kawasan suaka alam dan cagar budaya

Suaka alam

Suaka alam laut dan perairan lainnya Kawasan pantai berhutan bakau

Taman nasional, Taman hutan raya dan taman wisata alam

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

Kawasan rawan bencana alam

kawasan rawan letusan gunung berapi. gempa bumi,

tanah longsor

2.1.4.3 Contoh Aplikasi Sistem Guna Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Bandung)

Sistem guna lahan di Kabupaten Bandung disusun berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi. Sistem guna lahan ini disusun sebagai dasar Izin Peruntukkan dan Penggunaan Tanah serta Peraturan Daerah Kabupaten Bandung untuk Ijin Perubahan Penggunaan Lahan. Pembagian guna lahan tersebut terdiri atas klasifikasi pemanfaatan lahan sebagai berikut.

Tabel 2. 4 Hirarki Pemanfaatan Lahan (Kabupaten Bandung)

(48)

Klasifikasi Pemanfaatan Tanah estate/luas lahan lebih dari 2000 m2)

Permukiman perkotaan

Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan 200- 2000 m2) Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan 120- 200 m2) Perumahan kepadatan sangat rendah rumah mewah/real estate/luas lahan kurang dari 120 m2)

Terminal, parkir, stasiun KA, prasarana umum

Pertambangan

Gambar

Gambar 2. 1  Kedudukan Zoning Regulation Dalam Pemanfaatan Ruang
Tabel 2. 1 Zona Dasar Dan Tujuan Penetapannya
Tabel 2. 3 Hirarki Pemanfaatan Lahan Berdasarkan Keppres No. 32 Tahun 1990
Tabel 2. 6 Dua Belas Jenis Guna Lahan Di Jepang
+7

Referensi

Dokumen terkait