• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STATUS KEPEMILIKAN HAK CIPTA ARSITEKTUR

B. Status Kepemilikan Hak Cipta Arsitektur yang Dibuat

Kontrak-kontrak arsitektur di Indonesia sejauh ini belum terlalu

memperhatikan masalah Hak Cipta131, padahal Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)

mengatur mengenai permasalahan kepemilikan Hak Cipta dalam kontrak-kontrak Arsitektur pada pasal 31 Pedoman Hubungan Kerja Arsitek dan Pengguna jasa, sebagai berikut:

1. Hak Milik

a. Hak kepemilikan atas setiap dokumen Perencanaan Perancangan yang

telah dibuat oleh Arsitek, dalam setiap kondisi akan tetap berada pada Arsitek, termasuk setelah penyelesaian proyek atau setelah pemutusan hubungan kerja, ataupun bila perencanaan perancangan telah diselesaikan tersebut tidak direalisasikan.

131

b. Dokumen Perencanaan Perancangan tersebut baik sebagian maupun keseluruhan tidak diperkenankan digunakan oleh Pengguna Jasa untuk proyek lain ataupun ditambahkan pada proyek yang bersangkutan kecuali dengan suatu persetujuan tertulis dari Arsitek, dan dengan kesepakatan penambahan Imbalan Jasa atas penggunaan dokumen tersebut sesuai dengan Ketentuan Imbalan Jasa.

2. Hak Perwujudan Rancangan

a. Hak perwujudan adalah hak untuk merealisasikan/ mewujudkan suatu

rancangan arsitektur menjadi suatu karya arsitektur.

b. Pengguna Jasa mendapatkan hak perwujudan rancangan sebanyak 1 (satu)

kali setealh memenuhi kewajiban membayar imbalan jasa atas penugasan untuk pembuatan perencanaan perancangan arsitektur dan segala sesuatu yang menyangkut penugasan tersebut kepada arsitek.

c. Perwujudan ulang berdasarkan rancangan arsitektur dengan atau tanpa

perubahan apapun, wajib memberitahukan dan dengan persetujuan tertulis dari arsitek dan dengan imbalan jasa sesuai ketentuan Imbalan Jasa perwujudan ulang rancangan arsitektur yang berlaku.

3. Tanda Nama

Arsitek berhak untuk membubuhkan tanda nama atau tanda nama perencana perancang dengan syarat tata letak penempatan nama itu tidak merusak pandangan atau fungsi dari perwujudan karya arsitektur tersebut. 4. Hak Dokumentasi dan Hak Penggandaan

a. Arsitek memiliki hak dokumentasi/ membuat gambar-gambar/ foto-foto maupun rekaman dalam bentuk lainnya baik keadaan didalam maupun diluar bangunan hasil rancangannya.

b. Hanya Arsitek yang memiliki hak penggandaan atas gambar-gambar

perencanaan perancangan arsitektur yang dibuatnya.

Seharusnya, dengan adanya panduan Kepemilikan hak Cipta seperti Pasal 31 Pedoman Hubungan Kerja yang telah disebutkan diatas, hal-hal yang berkaitan dengan kepemilikan atas dokumen dan HKI-nya dicantumkan dalam kontrak antara arsitek dan pengguna Jasa/ Perusahaan Perencana tempatnya bekerja.

Kontrak arsitek dan Pengguna Jasa di negara lain lebih memerhatikan masalah

HKI, contohnya The American Institute of Architects (AIA) memberikan panduan

dengan menerbitkan sebuah buku mengenai kontrak-kontrak standar yang telah menjadi standar bagi industri selama lebih dari 100 tahun. Kontrak-kontrak ini mendefinisikan hubungan antara arsitek, Pengguna jasa, dan pembangun dalam aspek desain dan proyek konstruksi yang selama ini mereka biasanya mengatur hak-hak kepemilikan atas gambar dan denah. Panduan ini diterapkan oleh biro-biro arsitektur di Amerika. Sebagaimana yang dilakukan pada salah satu Biro Arsitek Amerika dalam kontrak kerjanya yang menyatakan bahwa hak atas dokumen, diantaranya gambar, perencanaan, dan pemanfaatannya, diserahkan pada Pengguna Jasa karena diharmoniskan dengan hukum yang berlaku. Tentunya penentuan Hak Cipta ini

berbeda-beda pada setiap kontrak, bergantung kepada siapa Pengguna Jasa, ataupun keinginan yang disepakati antara Arsitek dan Pengguna Jasa.132

Biro Arsitek Gallagher & dawsey di Amerika Serikat membuat kontrak

dengan aturan yang berbeda dengan biro arsitek sebelumnya. Didalam kontrak tersebut, yang dimaksud sebagai Pemegang Hak Cipta adalah firmanya. Namun, apakah yang disebut sebagai Pencipta adalah arsitek atau firma arsiteknya tidak dijelaskan secara lebih terperinci. Pada salah satu Biro Arsitek Australia, di dalam kontraknya tercantum pernyataan yang menegaskan bahwa Hak Cipta atas desain tetap dipegang oleh arsitek dan pengguna desain yang sama diharuskan memberitahu arsitek yang bersangkutan terlebih dahulu.133

Pada umumnya, arsitek maupun Biro Arsitek di Indonesia belum meng-aplikasikan pemetaan siapa Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta di dalam kontrak-kontraknya dengan Pengguna Jasa meskipun dalam Pedoman Hubungan kerja Arsitek dan Pengguna Jasa telah diberikan panduan.

Dapat disimpulkan berdasarkan UUHC 2002, ada 3 kemungkinan siapa yang dapat disebut sebagai Pencipta:

1. Pencipta adalah Arsitek:

a. dalam hal arsitek sebagai perancang dengan beberapa tenaga bantuan dibawah pengawasannya. (Pasal 7 UUHC 2002);

132

Belinda Rosalina,Op. Cit, hal. 88 133

b. dalam hal beberapa orang arsitek menciptakan suatu karya arsitektur, yang disebut Pencipta bisa bersama-sama (Pasal 1(2) UUHC 2002), atau arsitek yang memimpin atau mengawasi atau menghimpun penyelesaian seluruh Ciptaan. (Pasal6 UUHC 2002);

c. dalam hal jasa arsitek mendesain karya arsitektur berdasarkan pesanan seorang Pengguna Jasa (Pasal 8 (3) UUHC 2002), tetapi dengan persyaratan bahwa yang merancang karya arsitektur tersebut adalah arsiteknya;

d. dalam hal seorang arsitek bekerja pada sebuah perusahaan. (Pasal8 (3) UUHC 2002).

2. Pencipta adalah Arsitek dan Pengguna jasa:

dalam hal arsitek dan Pengguna Jasa bersama-sama berdasarkan keahliannya menciptakan suatu karya arsitektur (Pasal l (2) UUHC 2002).

3. Pencipta adalah Pengguna Jasa/ Pemilik Bangunan:

a. dalam hal Pengguna JasalPemilik Bangunan adalah orang yang memimpin, mengawasi atau menghimpun penyelesaian suatu Ciptaan karya arsitektur apabila Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri (Pasal 6 UUHC 2002);

b. dalam hal Pengguna Jasa/ Pemilik Bangunan adalah orang yang merancang dengan detail desain yang sudah ditentukannya, dan melakukan pimpinan dan pengawasan terhadap arsitek selaku yang mengerjakan (berperan hanya sebagai drafter) (Pasal 7 UUHC 2002).

Walaupun UUHC 2002 menyebutkan demikian, siapakah yang sebenarnya berhak disebut sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta pada suatu Arsitektur? Pertanyaan ini penting dijawab untuk menentukan pihak mana yang berhak memiliki Hak Cipta atas suatu arsitektur. Berdasarkan Ketentuan Umum Pasal l. (2) UUHC 2002, yang disebut sebagai Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Selama ini, karena istilah yang serupa antara arsitek dengan arsitektur, menimbulkan persepsi bahwa Pencipta pada suatu karya arsitektur sudah pasti arsitek. Namun, seperti yang dikatakan oleh Y.B. Mangunwijaya.134

. . . kepada arsitek orang datang dengan seperangkat permintaan dan pendiktean sesuka selera. Harus seperti gedung ini dari Amsterdam, minta jendela seperti di Hongkong, harus pakai tiang ini dari Yunani dan harus meniru bentuk-bentuk yang 'tidak kalah dengan' Singapura dan seterusnya. Bahkan, Arsitek dianggap lebih rendah daripada dukun, karena kepada dukun sekalipun orang tidak mendiktekan resep.

Kembali kepada definisi Pencipta berdasarkan UUHC 2002, apabila Pengguna Jasa merupakan penyumbang pikiran dan imajinasi dari Penciptaan suatu karya arsitektur, dan arsitek menyumbangkan kecekatan, keterampilan dan keahlian sehingga bentuk yang khas dan pribadi lebih mengarah ke Pengguna jasa, siapa yang dapat disebut sebagai Pencipta?

134

Pasal 7 UUHC 2002 mengatakan bahwa jika suatu Ciptaan dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang/ Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.

Hasil penafsiran Pasal 7 itu dapat memosisikan Pengguna Jasa sebagai Pencipta, tetapi apakah ini yang dimaknai sebagai konteks penciptaan? Kembali konseplabor atau 'kerja' sebagaimana ditentukan sebagai unsur penentu kepemilikan oleh John Locke, dalam hal ini harus dianalisis kembali.

Seperti yang diungkapkan dalam Pasal 1 (2) UUHC 2002 pada definisi Pencipta yakni pihak pencari inspirasi yang juga mampu berdasarkan imajinasinya itu (pikiran, kecekatan keterampilan, atau keahlian) menuangkannya dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Namun, Pasal ini tidak mewajibkan si Pencipta untuk memiliki kemampuan mewujudkannya sendiri untuk dapat disebut sebagai Pencipta. Seseorang yang merancang dapat disebut sebagai Pencipta sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7.

Makna rancangan adalah gagasan berupa gambar atau kata atau gabungan keduanya, yang akan diwujudkan dalam bentuk yang dikehendaki pemilik

rancangan.135 Penjelasan Pasal 7 UUHC 2002 juga menyebutkan, Oleh karena itu,

perancang disebut Pencipta, apabila rancangannya itu dikerjakan secara detail menurut desain yang sudah ditentukannya dan tidak sekadar gagasan atau ide saja136

135

Penjelasan Pasal 7 136

Yang dimaksud dengan di bawah pimpinan dan pengawasan adalah yang dilakukan dengan bimbingan, pengarahan ataupun koreksi dari orang yang memiliki rancangan tersebut.137

Begitu pun pada Pasal 8 (3) UUHC 2002: Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua belah pihak.

Definisi ini juga akan menimbulkan permasalahan apabila pemesan berperan cukup aktif sehingga dapat masuk dalam kategori merancang sebagaimana terdapat pada pasal 7 UUHC 2002. Polemik dapat terjadi bila tidak ada perjanjian mengenai siapa yang berhak disebut sebagai Pencipta dan pemegang Hak Cipta. Kemudian pertanyaannya adalah apakah orang yang sebenarnya mendirikan atau mengarahkan didirikannya bangunan adalah yang berhak disebut sebagai Pencipta

Menurut Ricketson dalam bukunyaIntelectual Property: Case, Materials and

Commentary, yang dikutip oleh Belinda Rosalina, pada kasus apapun sang arsitek atau perancang akan memegang Hak Cipta hanya atas plan dan gambarnya.138

Apalagi dalam proses pembangunan desain awal sering mengalami perubahan di lapangan karena penyesuaian dengan kondisi yang tidak terprediksi maupun perubahan kebutuhan. Suatu pemikiran yang unik dan masuk akal, tetapi kurang sesuai karena pada umumnya seorang arsitek juga ikut mengawasi pembangunan agar

137 Ibid 138

bangunannya sesuai dengan desainnya, sementara Pembangun biasanya hanya sebagai pelaksana.139

Menjawab pertanyaan mengenai siapa yang menjadi Pemegang Hak Cipta biasanya ditentukan berdasarkan Kontrak atau perjanjian antara arsitek dengan Pengguna Jasa atau arsitek dengan perusahaannya. Penentuan siapa Pemegang Hak Cipta berpengaruh pada masa berlaku Hak Cipta. Misalnya saja apabila Pemegang Hak Cipta adalah suatu badan hukum, jangka waktu perlindungannya berdasarkan Pasal 30 (3) UUHC 2002 adalah lima puluh (50) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Perjanjian tentang kepemilikan hak cipta yang menyatakan bahwa seluruh hasil cipta arsitek menjadi milik perusahaan harus dibuat agar jelas bahwa perusahaanlah pemiliknya, jika tidak maka hak ciptanya tetap ada pada arsitek.140

Karena dalam prakteknya perjanjian kepemilikan hak cipta arsitektur itu tidak pernah dibuat, namun hak ciptanya tetap ada pada perusahaan, maka arsitek ini sebagai pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan secara perdata selain tuntutan pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.141

C. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Arsitektur Dalam Suatu