• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Deskripsi Data

5) Maksud Penutur

4.2.5 Menimbulkan Konflik

4.2.5.2 Subkategori Menolak Cuplikan tuturan 53 (E7) Cuplikan tuturan 53 (E7)

MT : “Ayo ngewangi bapak!”

P : “Gak mau!”

MT : “ Koe nek ra ngewangi bapak, trus sopo seng arep biayani”

(Konteks E7: Tuturan ini terjadi di rumah. Penutur menolak ajakan ayahnya untuk membantu pekerjaannya. MT merasa tersinggung dengan ucapan penutur kemudian memarahinya.)

Cuplikan tuturan 54 (E8)

MT : “Tipine dipindah, Mas?”

P : “Wegah!”

MT : (Berlari mencari orang tua dan minta untuk digendong).

(Konteks E8: Tuturan ini terjadi di ruang keluarga. Penutur dan MT sedang asik menonton salah satu acara televisi. MT merasa bahwa ia tidak menyukai acara televisi yang sedang mereka tonton. MT menyuruh penutur untuk mengganti channel/acara televisi tersebut. Penutur menolak perintah dari MT karena ia menyukai acara televisi tersebut. Terdapat orang ketiga yang nantinya memarahi penutur karena tindakannya terhadap MT.)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik menimbulkan konflik subkategori menolak adalah berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan linguistik tersebut sebagai berikut.

Tuturan E7 : Gak mau!

Tuturan E8 : Wegah! (Tidak mau!) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E7 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur menolak ajakan MT dengan cara spontan. Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara ketus. MT merasa penutur tidak patuh terhadapnya dan kemudian memarahinya.

Tuturan E8 : Penutur tidak mau mengalah dengan MT. Penutur menjawab suruhan MT dengan spontan sambil mempertahankan remote TV-nya dari MT. Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara ketus. MT tidak terima dan memanggil MT 2 (bapaknya), dan MT 2 memarahi penutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E7 : Tuturan E7 mempunyai intonasi seru. Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan keras pada kalimat Gak mau. Diksi: bahasa nonstandar (bahasa tidak baku) dan bahasa populer.

Tuturan E8 : Tuturan E8 mempunyai intonasi seru. Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan keras pada kata Wegah. Diksi: bahasa nonstandar (bahasa Jawa).

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E7 : Tuturan ini terjadi di rumah. Penutur laki-laki berusia 16 tahun, anak dari MT. MT laki-laki, ayah dari penutur. Penutur menolak ajakan ayahnya untuk membantu pekerjaannya. MT merasa tersinggung dengan ucapan penutur kemudian memarahinya. Tujuan penutur adalah menolak ajakan ayahnya untuk membantunya bekerja. Tindak verbal penutur adalah tindak komisif. Tindak perlokusi MT memarahi penutur.

Tuturan E8 : Tuturan ini terjadi di ruang keluarga. Penutur laki-laki berusia 6 tahun, kakak. MT laki-laki berusia 3 tahun, adik. Penutur dan MT sedang asik menonton salah satu acara televisi. MT merasa bahwa ia tidak menyukai acara televisi yang sedang mereka tonton. MT menyuruh penutur untuk

mengganti channel/acara televisi tersebut. Penutur menolak perintah dari MT karena ia menyukai acara televisi tersebut. Terdapat orang ketiga yang nantinya memarahi penutur karena tindakannya terhadap MT. Tujuan penutur adalah menolak suruhan MT untuk mengganti channel/acara di televisi. Tidak verbal penutur adalah tindak komisif. Tindak perlokusi MT pergi mencari orang ketiga (ayah), kemudian orang ketiga memarahi penutur.

5) Maksud Penutur

Tuturan E7 : penutur memiliki maksud menolak. Tuturan E8 : penutur memiliki maksud menolak. 4.2.5.3 Subkategori Menyinggung

Cuplikan tuturan 47 (E1)

MT : “Haduh, Bu. Dino iki ra oleh opo-opo, Bu.”

P : “Itu kan tanggungjawab suami.”

MT : “Wolha kurang ajar.”

(Konteks E1: Tuturan ini terjadi di rumah. Tuturan ini terjadi saat penutur dan MT sedang bercakap-cakap. Penutur tidak memperhatikan keadaan MT saat menyampaikan tuturannya. MT sedang dalam keadaan letih sepulang dari bekerja.)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik menimbulkan konflik subkategori menyinggung adalah berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan linguistik tersebut sebagai berikut.

Tuturan E1 : Itu kan tanggungjawab suami. 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E1 : Penutur berbicara dengan suaminya. Penutur berbicara tanpa berpikir (ngelantur/ ceplas-ceplos). Penutur berbicara dengan cara ketus. MT menanggapi tuturan penutur dengan kata-kata kasar sehingga menimbulkan konflik.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E1 : Tuturan E1 mempunyai intonasi berita. Partikel: kan. Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan keras pada frasa itu kan dan pada kata

suami. Diksi: bahasa populer.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E1 : Tuturan ini terjadi di rumah. Penutur perempuan, istri dari MT. MT laki-laki berusia 43 tahun, suami dari penutur. Tuturan ini terjadi saat penutur dan MT sedang bercakap-cakap. Penutur tidak memperhatikan keadaan MT saat menyampaikan tuturannya. MT sedang dalam keadaan letih sepulang dari bekerja. Tujuan penutur adalah menegaskan bahwa mencari nafkah merupakan tanggung jawab MT. Tindak verbal penutur adalah tindak representatif. Tindak perlokusi MT tidak terima dengan tuturan penutur, sehingga MT menanggapi tuturan penutur dengan kata-kata kasar.

5) Maksud Penutur

Tuturan E1 : penutur memiliki maksud kecewa. 4.2.5.4 Subkategori Mengumpat

Cuplikan tuturan 48 (E2)

MT : “Itu kan tanggungjawab suami.”

P : “Wo lha kurang ajar! Asu cenan.”

MT : “Huuusss... Omongane, Pak.”

(Konteks E2: Tuturan terjadi di halaman rumah. Tuturan ini terjadi saat penutur dan MT sedang bercakap-cakap. Penutur menanggapi tuturan MT yang kurang berkenan bagi penutur. Penutur sedang dalam keadaan letih sepulang kerja.)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik menimbulkan konflik subkategori mengumpat adalah berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan linguistik tersebut sebagai berikut.

Tuturan E2 : Wo lha kurang ajar! Asu cenan. (Wolha kurang aja!

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E2 : Penutur berbicara kasar kepada istrinya. Penutur berbicara tanpa berpikir (ceplas-ceplos). Penutur menyampaikan tuturannya dengan suara keras. MT merasa tidak terima dengan tuturan penutur sehingga MT memberi peringatan kepada penutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E2 : Tuturan E2 mempunyai intonasi perintah. Penutur berbicara dengan nada tinggi. Tekanan keras pada frasa kurang ajar dan pada frasa asu

cenan. Diksi: bahasa nonstandar (bahasa Jawa).

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E2 : Tuturan terjadi di halaman rumah. Penutur laki-laki berusia 43 tahun, suami. MT perempuan, istri dari penutur. Tuturan ini terjadi saat penutur dan MT sedang bercakap-cakap. Penutur menanggapi tuturan MT yang kurang berkenan bagi penutur. Penutur sedang dalam keadaan letih sepulang kerja. Tujuan penutur adalah tidak terima dan menanggapi tuturan MT yang kurang berkenan di hati penutur. Tindak verbal penutur adalah tindak ekspresif. Tindak perlokusi MT menanggapi tuturan penutur dengan peringatan.

5) Maksud Penutur

Tuturan E2 : penutur memiliki maksud kesal. 4.2.5.5 Subkategori Menegur

Cuplikan tuturan 49 (E3)

P : “Mbog le noto kayu ora teng jlempah. Nanti kalo ada tamu,

nanti kalo ada orang lewat. Wong omah yo neng pinggir

dalan.”

MT : “Karang nggone yo koyo ngene, rakyo sesok!”

P : “Welha...malah nesu.”

(Konteks E3: Tuturan terjadi di halaman rumah pada sore hari. Terdapat rumah kayu di samping rumah. Penutur menasihati MT untuk merapikan tatanan kayunya, karena rumah kayunya berada di samping rumah, sekaligus di pinggir jalan. Tuturan terjadi pada saat MT sedang merapikan kayu dan penutur sedang duduk-duduk di depan rumah.)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Wujud ketidaksantunan linguistik menimbulkan konflik subkategori menegur adalah berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan linguistik tersebut sebagai berikut.

Tuturan E3 : Mbog le noto kayu ora teng jlempah. Nanti kalo ada tamu, nanti kalo ada orang lewat. Wong omah yo neng pinggir dalan. (Menata kayunya jangan acak-acakan. Nanti kalau

ada tamu, nanti kalau ada orang lewat. Rumah juga di pinggir jalan.)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E3 : Penutur berbicara kepada istrinya. Penutur menyampaikan tuturannya dengan cara sinis. Tuturan penutur sangat sembrono karena tidak melihat apa yang dilakukan MT dan apa yang dilakukan penutur. MT merasa dirinya disalahkan, sedangkan penutur tidak melakukan apa-apa melainkan hanya duduk santai. MT menyanggah tuturan penutur sehingga terjadi adu mulut.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E3 : Tuturan E3 mempunyai intonasi berita. Partikel: yo. Penutur berbicara dengan nada sedang. Tekanan lunak pada kalimat Mbog le noto kayu

ora teng lempah. Diksi: bahasa nonstandar (bahasa Jawa) dan bahasa populer.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E3 : Tuturan terjadi di halaman rumah pada sore hari. Penutur laki-laki, suami. MT perempuan, istri. Terdapat rumah kayu di samping rumah. Penutur menasihati MT untuk merapikan tatanan kayunya, karena rumah kayunya berada di samping rumah, sekaligus di pinggir jalan. Tuturan terjadi pada saat MT sedang merapikan kayu dan penutur sedang duduk-duduk di depan rumah. Tujuan penutur adalah menyindir sekaligus menasihati MT untuk merapikan tatanan kayunya. Tindak verbal penutur adalah tindak direktif. Tindak perlokusi MT adalah tetap melanjutkan merapikan kayunya sambil menanggapi tuturan dari penutur dengan sanggahan.

5) Maksud Penutur

4.2.5.6 Subkategori Mengancam