• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.1.2. Subordinasi terhadap perempuan sebagai orangtua tunggal dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba

4.1.2.2. Subordinasi terhadap YS dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba

Informan peneliti yang kedua sama seperti informan pertama, yaitu orangtua tunggal karena kematian. Informan kedua yang bernama YS, kehilangan suami akibat penyakit jantung. Tertutupnya suami membuat YS terkejut akan kematian suaminya, komunikasi yang mereka jalin cukup lancar akan tetapi ada beberapa hal yang ditutupi oleh suami YS. Bukan hanya pengakuan YS tetapi saat peneliti melakukan wawancara singkat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan kecil sampingan, anak YS juga mengakui sifat ayahnya yang tertutup. YS baru mengetahui suaminya memiliki sakit jantung saat 4 bulan sebelum kepergian bapak samosir.

YS kehilangan suami tepat tanggal 1 mei 2007, hal itu memberi luka mendalam kepada keluarga samosir ini. Bapak samosir meninggalkan harta yang lumayan banyak agar YS dan anak-anak dapat melanjutkan hidup dengan baik. Hal ini ternyata bertolak belakang dengan keinginan bapak samosir. Hidup yang dijalani YS dan anak-anaknya berubah drastis, mereka sangat terpukul dengan kepergian kepala keluarga mereka. Banyak kejadian buruk yang menimpa keluarga samosir ini, dan semua berasal dari keluarga suami YS.

Tiga bulan setelah kematian bapak Samosir, rumah mereka di kunci oleh keluarga samosir. Alasan mereka karena itu rumah warisan,

akan tetapi kenyataannya suami YS lah yang berhak selaku anak laki-laki paling kecil. Mobil yang mereka miliki juga di ambil oleh keluaraga samosir, bukan hanya materi tetapi batin mereka pun tersiksa mengahadapi keluarga samosir. Anak YS yang kedua pernah bercerita kepada peneliti bahwa mereka tidak menyukai hidup mereka setelah kepergian ayahnya. Hidup mewah yang dulu mereka rasakan berubah menjadi hidup yang sangat susah, hal tersebut diungkapkan anak YS dengan perasaan yang sangat sedih.

Medan merupakan pilihan yang tempat untuk pindah dari daerah yang membuat hidup YS berubah menjadi gelap. Mereka pindah ke Medan tahun 2009 dan menetap di daerah Menteng. Akan tetapi YS tetap sering ke Merek untuk mengurus ladangnya disana dan menjual hasil panennya. Kenyataan yang sangat ironis memang, tetapi YS tetap tegar dan tidak ingin menikah lagi. Sakit yang dirasakan YS tidak membuat YS putus asa, YS menunjukkan bahwa ia bisa sendiri sebagai orangtua tunggal tanpa orang lain. Hal itu dibuktikan YS lewat anak-anaknya, YS merasa sangat bangga karena anaknya mendapat gelar sarjana. YS sangat bangga karena dia tidak dapat menyelesaikan kuliahnya karena keterbatasan biaya tetapi dia sanggup menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi.

YS merasa anak-anaknya adalah tujuan hidupnya, YS juga bersyukur karena memiliki anak-anak yang mengerti dengan keadaan mereka. Anak-anak YS sangat membenci keluarga ayahnya, dulu pendapat YS di keluarga samosir sangat di pertimbangkan sekalipun dia perempuan dan hanya sebagai istri. YS sangat dimanjakan oleh keluraga samosir sebelum kepergian suami. Hal inilah yang membuat anak YS begitu membenci keluarga ayahnya. Tetapi YS tetap mengajarkan bahwa tidak baik untuk membenci dan mengajarkan tentang bagaimana menghormati mereka. YS juga mengajarkan adat ke anak-anaknya, dimana “Dalihan Na Tolu” adalah inti dari masyarakat batak. YS tidak kebencian membuat anaknya tidak memiliki rasa hormat dan melupakan adat karena

kebencian. YS juga mengajarkan “Dalihan Na Tolu” agar anaknya mengetahui jati diri mereka.

YS mengaku awalnya tidak begitu paham tentang adat tetapi setelah ia menikah, ia lumayan mengetahui bagaimana adat batak toba. YS mulai bergaul dan mulai memahami sedikit demi sedikit, YS berinteraksi dengan kerabat-kerabatnya dan mulai rajin mengikuti acar-acara adat. Setelah suami YS meninggal, YS pun masih tetap menghadiri perkumpulan marga suaminya, begitu pula dengan acara-acara adat. YS beranggapan adat sangat dibutuhkan di kehidupan masyarakat Batak Toba. YS merasa banyak mendapat teman ketika menghadiri acara-acara adat, sehingga hidup yang dijalaninya tidak datar.Sekalipun keluarga dari suami tidak menganggap YS, YS tetap menunjukkan sikap baik. Sikap baik yang ditunjukkan bukan karena YS tidak membenci tapi YS mempraktekkan bagaimana menghormati keluarganya.

YS sangat paham dengan “Dalihan Na Tolu”, ketiga bagian dari “Dalihan Na Tolu” di paparkan dengan jelas. YS merasa bahwa “Dalihan Na Tolu” merupakan saran dalam berkomunikasi serta sarana untuk mendapatkan teman. Dengan mempertahankan sikap menghargainya lah yang membuat beberapa keluarga suami mulai merubah sikap menjadi baik kepada YS, sekalipun YS tetap menjaga jarak.

Orangtua tunggal merupakan julukan yang sudah melekat pada YS, hari-hari yang dijalani awalnya terasa berat tetapi YS mulai terbiasa dengan keadaannya. Menjadi seorang perempuan sebagai orangtua tunggal bukan hal yang mudah bagi YS, meskipun ia terbiasa tetap ada rasa sedih yang menyelimutinya. Kesedihan yang ia rasakan tidak membuat dia patah semangat akan tetapi dia berjuang menghadapi hidup yang sendiri. YS harus siap dengan hidupnya yang sendiri, biasanya ia berbagi dengan suami dan sekarang ia harus berfikir sendiri, menangis sendiri bahkan YS harus siap dengan peminggiran yang terjadi di lingkungannya maupun di adat Batak Toba.

YS mengaku menjadi orangtua tunggal dilingkungannya bukan hal yang mudah, tanggapan negatif sering tertuju kepadanya. Dia mengaku ketika menjadi “janda” cap negatif pasti melekat, hanya saja YS tidak begitu peduli dengan tanggapan orang di sekitarnya. Memang YS mengatakan bahwa lingkungannya merasa kasihan melihat hidup YS yang terus dihantui keluarga suami. Tetapi tetap saja jika dilihat dari status, YS merupakan “janda” yang otomatis orang beranggapan negatif. Tetapi beda halnya dengan lingkungan YS yang sekarang, YS tidak begitu terbuka dengan lingkungannya. YS merasa hidupnya jauh lebih nyaman ketika dia berada di Medan.

Toko pupuk YS ditutupnya dan memulai hidup baru di Medan, hal ini sudah membuat YS cukup aman dengan kondisinya yang sekarang. YS mengaku bahwa dia merasakan penyubordinasian di kalangannya. Bentuk-bentuk subordinasi yang ia rasakan yaitu dimana ia tidak di panggil keluarga suami karena YS merasa keluarga suami hanya menghormati ia ketika bapak samosir masih hidup. Kekuasaan berada di pihak keluarga suami, itulah yang dirasakan YS. Selain itu, YS mengungkapkan bahwa sewaktu suami masih hidup, abang ipar YS pernah meminta anak laki-laki YS karena mereka tidak memiliki anak laki-laki. Tetapi keluarga YS menolak, akhirnya anak terkecil YS tidak menjadi anak abang ipar YS. Hal ini dikarenakan tidak adanya pembawa keturunan, dengan sistem patrilineal yang dianut masyarakat batak maka keluarga tidak akan memiliki keturunan tanpa ada anak laki-laki meskipun memiliki anak perempuan.

YS merasa subordinasi yang dirasakan di tengah keluarga suami karena sikap tegasnya. Saat suami masih hidup YS tegas dengan keputusannya, jika ia maka akan tetap ia dan sebaliknya. Sikap keras dan tegas YS lah yang mungkin membuat keluarga besar Samosir tidak menyukainya dan jelas ditunjukkan saat bapak samosir sudah meninggal. YS mengaku memiliki alasan yang jelas, bahwa suaminya lah yang menghidupi keluarga besar samosir. Suami YS merupakan orang yang

sangat dermawan, peneliti juga mengakui karena peneliti pernah bertanya dengan tetangga YS di Merek. Peneliti menganggap cerita YS seutuhnya adalah kebenaran karena cerita YS sesuai dengan cerita beberapa tetangga YS di lingkungannya dulu. Bahkan banyak dari tetangga YS mengakui bahwa keluarga dari bapak samosir sangat gila dengan kekuasaan dan harta.

Subordinasi yang dia rasakan bukan hanya saat menjadi janda, bahkan saat belum menjadi janda YS sudah merasakan. Keturunan di adat batak tidak akan berhenti jika memiliki anak laki, pendapat anak laki-laki sangat di utamakan. Anak laki-laki-laki-laki terkecil biasanya mendapat rumah sementara anak laki pertama mendapat tanah. Jika memiliki anak laki-laki, maka keluarga pasti memiliki keturunan dan meneruskan marga ayah. Sistem patrilineal yang di anut masyrakat batak memberikan efek yang sangat kontras, dimana laki-laki lah yang harus dihormati. Tetapi beda halnya dengan “sinamot”, YS merasa sekalipun “sinamot” yang arti kasarnya dibeli tetap saja itu merupakan lambang terimakasih pihak laki-laki kepada pihak perempuan. YS memiliki persepsi bahwa “sinamot” memiliki arti yang baik untuk kalangan perempuan, bahwa perempuan tidak selamanya mendapat posisi nomor dua tetapi perempuan tetap di hargai. Perempuan dihargai karena “sinamot” dibicarakan kepada pihak keluarga perempuan.

Jika dilihat dari sudut pandang YS, maka filosofi “Dalihan Na Tolu” masih di terapkan dengan baik pada masyarakat batak toba. “somba marhula-hula”, dimana menghormati keluarga pihak istri, pihak laki-laki menghormati pihak istri melalui sinamot. Akan tetapi jika dilihat dari sudut pandang lain, YS merasa ada ketidakseimbangan antara filososi “Dalihan Na Tolu” dengan kenyataan, “hula-hula” sering menyalahgunakannya. Sebagai contoh, jika YS kesal dengan “hula-hula” maka YS hanya bisa diam dan tidak melawan. “hula-hula” beranggapan bahwa mereka segalanya, hal itulah yang membuat YS mau mengatakan tidak ketika ia tidak setuju dengan pendapat “hula-hula”. Tetapi dari sisi

lain, saat suami YS masih hidup itu tidak dipermasalahkan. “hula-hula” sering bertanya pendapat YS padahal YS masih memiliki suami, di adat batak suami lah yang dapat menentukan bukan istri. Menurut peneliti hal ini juga salah jika dilihat dari sudut pandang adat batak, karena seharusnya pendapat istri harus disampaikan lewat suami. Sikap inilah yang menurut peneliti akan menjadi boomerang bagi YS. YS terlena dengan keberadaannya yang sangat diperhitungan tetapi dari sisi lain mungkin keluarga samosir memiliki tujuan lain. Peneliti berpendapat demikian karena peneliti melihat pendapat orang sekitar tentang keluarga samosir. 4.1.2.3.Subordinasi terhadap SM dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada

masyarakat Batak Toba

SM adalah informan ke-3 karena cerai hidup, dua kali menjalani pernikahan dan keduanya gagal karena pihak ketiga.pernikahan pertama dengan AS tidak bertahan lama karena SM tidak setia sementara dengan suami kedua S lah yang tidak setia. Hal ini membuat SM sangat terpukul SM yang berwajah cantik ini merasa hidupnya tidak berarti bukan hanya itu saja ia merasa bahwa orang tuanya pun tidak begitu peduli dengan kehidupannya, SM tidak pernah diadati selama ia menikah karena yang pertama dia hamil diluar nikah, kejadian itu membuat malu pihak keluarga AS sehingga tidak diadati sementara dengan suami kedua tidak begitu jelas status pernikahannya. SM mengaku bahwa iya sudah menikah dengan suami kedua akan tetapi tidak dihadiri oleh kedua orangtuanya begitu pula dari pihak laki – laki. SM mengaku iya tidak begitu paham tentang adat iya hanya tau sekilas saja .

SM yang merupakan orangtua tunggal hanya memiliki tujuan yaitu membesarkan anaknya. Menurut SM hidup sebagai seorang janda merupakan hal yang sulit pandangan negatif selalu muncul dari orang sekitar, akan tetapi semenjak SM pindah ke Simpang Selayang dia begitu menjaga sikapnya. SM tidak pernah bersikap aneh-aneh apalagi dia menjadi orangtua tunggal karena bercerai. SM merasa dia harus bersikap layaknya seorang ibu, ia tidak mau hal yang sama terjadi pada anaknya. Memang sangat disayangkan SM gagal dengan suami pertamanya, SM merasa yang terjadi dalam hidupnya sekarang karena

kegagalan dimasa lalunya. Sikap egois yang ada didirinya membuat ia tidak berpikir jernih penyesalan tinggal penyesalan, itulah yang dirasakan SM.

SM menjalani hidup sebagai orangtua tunggal dengan tenang sekarang. SM jauh lebih dewasa setelah dua kali menjadi “janda”, ia merasa banyak pelajaran yang didapatnya selama menjalani hidup berkeluarga. SM memang tertekan dengan hari-hari yang dia jalani, suami keduanya telah menikah lagi. Sementara, suami pertamanya sampai saat ini belum menikah. Tentu dengan kenyataan yang ia terima, membuat SM sangat menyesal dengan jalan yang dipilihnya. S sering memberi uang untuk biaya ES yaitu anak perempuan SM, awalnya SM menolak tetapi SM sadar bahwa keperluan anaknya juga semakin banyak. Beda halnya dengan anak laki-laki SM. Anak pertama SM sangat tidak suka dengan keberadaannya, bukan hanya anak pertama tapi mertua laki-laki SM juga tidak menyukai SM. Mertuanya menilai SM tidak pantas menyelingkuhi AS karena AS sangat berjuang untuk hidup SM dan anaknya. Hal inilah yang membuat SM mungkin merasa sangat hancur, karena semua yang ia lakukan sudah terlambat.

SM sempat ingin menjadi TKW karena SM tidak tahu bagaimana hidupnya di masa yang akan datang. Dari kecil SM kurang diperhatikan orangtuanya, ibu yang bekerja sendiri sementara ayah yang hanya mabuk-mabukan membuat SM dan adiknya tersisih. SM tidak dapat melanjut ke jenjang kuliah, SM langsung bekerja setelah tamat SMA. Memang sangat disayangkan, tetapi SM merasa jika masalah tidak datang terus menerus makan SM tidak akan dapat berubah seperti saat sekarang. SM sangat mengakui bahwa dulunya dia seorang perempuan yang “liar”, kesana kesini mencari perhatian tetapi itu semua karena SM hanya ingin diperhatikan. Ibu suami SM yang pertama sangat menyukai SM tetapi beda halnya dengan kakak AS. Kakak AS sangat tidak menyukai SM, semua perlakuan yang tidak adil wajar SM dapatkan karena sikap egoisnya.

Adat merupakan hal terpenting, apalagi di lingkungan masyarakat batak. Tetapi SM sama sekali belum mengetahui adat secara keseluruhan atau secara mendalam dan menguasainya. SM mau belajar untuk tahu adat bahkan yang ia

tahu, diajarkan kembali ke anak perempuannya. Jika di lihat, tetap saja SM merasa ada subordinasi di adat Batak Toba. Dia merasakan bagaimana rasanya tersubordinasi. Anak laki-lakinya berada di keluarga suami sementara anak perempuannya tidak di anggap keluarga. Perempuan tidak begitu penting akan tetapi laki-laki penting bagi masyarakat batak. Saat menikah dengan AS, SM sering di ajak mertua perempuannya ke acara-acara adat.

SM melihat bahwa perempuan memang di nomor duakan, misalnya saja ketika perempuan bercerai dengan laki-laki dan perempuan menikah lagi dengan orang lain, makan pihak perempuan mengembalikan sinamotnya kepada pihak laki-laki. Sementara, jika laki-laki yang duluan menikah maka tidak ada yang perlu dikembalikan. Tetapi SM tidak merasakan itu semua karena pernikahan SM sendiri tidak di adati, sehingga tidak ada yang berhak mencampuri urusan SM dengan suaminya. Jika perempuan menjadi seorang “janda” dan mencoba berhubungan dengan laki-laki lain, perempuan tersebut akan di cap negatif. Sementara jika “duda” mendekati perempuan lain, maka orang akan beranggapan kalau laku-laki itu memang membutuhkan perempuan disampingnya.

Setelah menjadi “janda” SM merasa ia harus memulai lagi hidup dari awal. SM membesarkan anak, SM mengajarkan adat karena SM merasa jika kita tidak tahu adat maka kita tidak akan punya saudara. Sebagai orang bersuku batak tentu harus tau menjalin hubungan yang baik jika semarga ataupun tidak ketika bertatap muka. Bagi SM adat dapat menyatukan kita yang semarga tetapi tidak mengenal. Akan tetapi, saat SM di tanya mengenai “Dalihan Na Tolu”, SM tidak tahu tentang “Dalihan Na Tolu”. Dia memang merasa belum mengerti banyak hal tentang budayanya sendiri karena hidup yang dijalaninya sangat berat. SM hanya tahu jika dia tau menyambungkan marganya atau jika bertemu dengan teman semarga maka ia memiliki saudara bahkan jika ia berada di ujung dunia sekalipun. SM hanya “janda” cerai hidup karena masih berfikir pendek tanpa mengetahui jalan apa yang harus ia ambil dan dia tidak mau tetap di jalan yang sama, dia berusaha untuk merubah hidupnya.

4.1.2.4.Subordinasi terhadap MP dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada