• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.1.2. Subordinasi terhadap perempuan sebagai orangtua tunggal dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba

4.1.2.4. Subordinasi terhadap MP dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba

Informan peneliti yang keempat ini berinisial MP, ibu satu orang anak ini tidak pernah memiliki suami. MP hamil diluar nikah saat dia duduk di bangku SMA, MP mengalami hari-hari tersulitnya saat mengandung US. Keluarga TS tidak mau bertanggung jawab dengan kandungan MP. Kejadian itu berlangsung saat MP masih tinggal di Sidikalang, tetapi setelah kejadian itu MP pindah ke Medan dan tinggal disini sampai sekarang. Cita-cita MP berubah menjadi mimpi buruk, hari-hari yang dijalani MP sangat berat. MP yang sekrang berprofesi sebagai tukang cuci merasa bahwa dirinya tidak berarti lagi setelah kejadian itu.

MP memulai hidup di Medan dengan tinggal bersama ibu tirinya, dukungan ibu tirinya membuat MP merasa bahwa ia masih berarti. MP mencoba hidup baru, dia melahirkan anaknya di tahun 1990 dan mulai bekerja sebagai tukang cuci. MP merasa menjadi ibu tanpa memiliki suami merupakan hal sulit yang harus dijalaninya. Bahkan, anak semata wayangnya pun tidak mengerti dengan perasaan MP. MP begitu membenci laki-laki yang menghamilinya. Kepolosan dengan arti cinta membuat MP tidak merasakan cinta lagi di hidupnya.

Awalnya MP tidak ingin menceritakan pahit hidup yang dijalaninya, bahkan dia tidak ingin orang tahu tentang hidupnya. Tetapi akhirnya MP mau juga menceritakan tentang hidupnya dan keberadaannya yang sekarang kepada peneliti. MP mengaku dia sempat tidak menyukai anaknya, anaknya begitu mirip dengan ayahnya dan anak yang dibesarkannya dengan susah payah ternyata bandal. Akan tetapi, anak tetaplah anak. Ibu tetap sayang dengan anaknya sendiri, MP menjalani hidupnya yang kacau dan lama kelamaan menjadi membaik. Keluarga MP awalnya marah besar dengan sikap MP yang mempermalukan keluarga, bahkan MP sempat tidak di anggap oleh keluarganya. Penderitaan yang dirasakan MP membuat kealuarganya berubah pikiran. Akhirnya MP

diterima kembali di keluarga karena keluarga MP sadar MP butuh pertolongan dan MP sangat tertekan dengan keadaannya.

MP dari awal sudah menjadi orangtua tunggal, dia tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang suami. MP tidak pernah merasakan bertukar pendapat dengan suami, menyatukan dua keluarga bahkan tidak merasakan bagaimana “sinamot” didiskusikan oleh kedua belah pihak. TS sempat ingin bertanggung jawab tetapi pada saat keluarga MP percaya, TS melarikan diri dan tidak tahu keberadaannya. MP hanya pernah bertemu keluarga TS di Sidikalang tetapi keluarga TS tidak peduli dengan keadaan MP. Bahkan keluarga TS tidak peduli dengan US yang dimana darah keluaraga TS mengalir di tubuh US.

TS baru diketahui kebenarannya setelah beberapa tahun kemudian, TS sudah memiliki seorang istri. Hal ini tentu membuat MP semakin terpukul walaupun demikian MP harus melihat kedepan. Saat berpapasan dengan keluarga TS pun MP merasa campur aduk, karena kepergian TS bukan karena kemauannya sendiri melainkan keinginan ibu TS. Akibat lepas tanggung jawab TS, ayah MP mulai sakit-sakitan. Ayah MP yang menjabat sebagai camat merasa tidak punya muka berhadapan dengan orang lain karena aib keluarga mereka. Sekalipun demikian, keluarga TS sampai sekarang bersikap sinis ketika berpapasan dengan MP.

Profesi MP sebagai tukang cuci membuat US tidak dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. US hanya disekolahkan sampai lulus SMA, setelah itu US bekerja sebagai karyawan di RSUP Adam Malik. US membersihkan toilet rumah sakit setiap harinya, itu bukan pekerjaan yang mudah untuk US. Banyak resiko ketika menjadi office girl di rumah sakit, berbagai jenis penyakit ada didalamnya dan US harus menerima apapun resikonya. MP sedih karena tidak dapat hidup layaknya memiliki keluarga yang utuh. MP sangat menyesali seluruh perbuatannya di masa lalu, bukan hanya dia yang menanggung penderitaan tetapi anak satu-satunya juga harus merasakan perbuatan MP.

MP tidak pernah bercerita terus terang dengan kesalahannya, MP tidak ingin anaknya merasa malu dengan sikap ibunya. Tetapi walaupun demikian, US mengetahui kisah suram ibunya sekalipun masih abu-abu. MP mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan TS setelah kejadian itu, jadi MP tidak pernah membahas tentang perkembangan US. Memang sangat disayangkan karena sikap keluarga TS, US tidak dapat merasakan keluarga yang utuh. Sikap US yang gampang untuk tebar pesona ke laki-laki saat remaja awalnya MP hanya menganggap itu hal yang biasa. Tetapi sikap tersebut terbawa-bawa sampai dia dewasa saat ini, MP merasa itu karena salahnya. MP bekerja dari pagi sampai malam dan tidak punya waktu untuk anak, Bahkan MP pernah bekerja di salah satu kafe di daerah pasar 8. Pekerjaan itu dia lakukan karena kebutuhan hidup dan harus menghidupi anaknya. MP menegaskan bahwa menjadi seorang ibu tanpa pernah memiliki suami jauh lebih menyakitkan di banding pernah memiliki suami.

Rasa malu, ketakutan, rasa tidak dianggap menjadi tekanan tersendiri bagi MP. Bukan hanya tertekan dari diri sendiri bahkan rasa tertekan itu pun berasal dari lingkungannya. Saat MP ketahuan hamil di luar nikah, MP tersingkir dari keluarga dan dari lingkungannya. MP merasa sangat tersingkir dari lingkungannya, MP meanggap dirinya seorang janda sekalipun ia tidak menikah. Menjadi seorang janda bukan hal yang sepele, mungkin orang merasa biasa saja tapi tekanan yang dirasakan MP luar biasa. MP merasa ketika menjadi janda, orang lain akan menganggap kita murahan. MP memang pernah pacaran beberapa kali karena MP juga membutuhkan sosok pria dihidupnya.

MP dimarginalkan oleh lingkungan pada awalnya, tetapi waktupun berlalu dan US sudah besar, sehingga MP tidak begitu disingkirkan oleh masyarakat. Begitu juga dengan bentuk subordinasi yang dia jalani, pendapat MP sekarang di dengar sekalipun karena pendapat orangtua. Dulu MP merasa tidak berharga bahkan di lingkungannya, semua dikarenakan MP tidak memiliki suami. Menurut MP jika seorang

perempuan tidak memiliki suami, maka perempuan itu tidak berharga. Suami merupakan sosok yang membuat perempuan berharga karena ada yang melindungi kita dan ada yang menghargai kita. MP mengatakan bahwa hal itu merupakan penomorduaan di kalangan masyrakat batak. Tanpa suami, kita tidaklah berharga selain itu kita sebagai perempuan selalu berada di dapur. Menurut MP itu juga merupakan bentuk subordinasi dimana posisi laki-laki lebih tinggi di banding perempuan.

Subordinasi bukan hanya ada di dalam adat, bahkan “Dalihan Na Tolu” sendiri pun bertolak belakang dengan sikap masyarakat Batak Toba. MP menjelaskan dan memberikan satu contoh, dimana abang ipar MP baru meninggal. Abang ipar MP bersuku melayu dan masuk ke suku batak, dia tidak memiliki kerabat karena tidak pandai bergaul. Sehingga saat meninggal yang seharusnya abang MP adalah “hula-hula” menjadi “boru” karena tidak ada yang menjadi “boru”. Hal ini bertolak belakang dengan “Dalihan Na Tolu”, dimana “hula-hula” yang seharusnya di hormati tetapi menjadi “boru”. MP mengaku bahwa jika suku batak tidak mengetahui bagaimana adat suku batak maka itu adalah hal yang memalukan.

Adat dalam masyrakat Batak Toba sangat dibutuhkan, bukan hanya sekedar menjalin kekerabatan tetapi agar hidup kita tidak sia-sia. MP memberikan satu contoh, jika kita ke pasar ingin membeli sayur dan penjualnya semarga dengan kita makan penjual akan mengurangi harga tersebut. Hal tersebut dipaparkan dalam “Dalihan Na Tolu” yaitu “manat mardongan tubu”. Sehingga, “Dalihan Na Tolu” tidak dapat terlepas di kehidupan orang batak. MP menegaskan bahwa adat lah yang membentuk sistem kekerabatan pada masyarakat batak. Tetapi menurut MP tidak semua orang yang tahu adat memperlakukan hal yang sama. MP memiliki seorang majikan yang bermarga Sinaga, seharusnya jika di dalam adat pihak Sinaga menghormati MP karena anak MP bermarga Sinaga. Tetapi majikannya tidak memperlakukan dia sesuai dengan adat, majikannya memperlakukan dia layaknya seorang bos dan bawahannya. Tetapi MP

menjelaskan kembali, itu semua jika di lihat dari sudut pandang tentang adat. MP menjelaskan jika ditanya mengenai adat, banyak yang bisa di ambil sisi negatif dibanding kebenarannya, tetapi itu semua kembali ke masing-masing pribadinya.

4.1.2.5.Subordinasi terhadap LM dalam filosofi Dalihan Na Tolu pada