• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TAFSIR AYAT-AYAT ḤIFẒ Al-DĪN PERSPEKTIF

B. Tafsir maqasidi Ḥifẓ al-Dīn

2. Tafsir Q.S al-Insān/76: 3

Pada masa sahabat, surah ini dikenal dengan surah hal ata

„ala insān. Al-Bukhari meriwayatkan pada bab Qira„ah fi al-fajr dalam kitab sahihnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Nabi membaca pada waktu fajar surah alif lam mim al-sajadah dan hal ata

„ala al-insān.27

26 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 2, 29

27 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 369

89

Dalam al-Itqan surah ini hanya disebutkan dengan satu nama yakni al-Insān, ketika menyebutkan daftar surah-surah makiyah dan madaniyah, dan tidak disebutkan nama lain28. Al-khafaji berkata surah ini dinamai surah

جاشملأا ةروس

karena terdapat lafaz

جاشملأا

yang tidak terdapat dalam surah lain. Al-Tabrasi menyebutkan nama surah ini adalah

راربلأا ةروس

karena di dalamnya menyebutkan nikmat-nikmat orang yang berbuat kebajikan, yang tidak terdapat dalam surah lain.

Dalam penetapan apakah surah ini makkiyah atau madaniyah, terdapat beberapa pendapat. Riwayat dari Ibn Abbas, dan Abi Talhah, Qatadah, dan Muqatil menyebutkan bahwa ayat ini merupakan bagian dari makkiyah. Riwayat tersebut merupakan perkataan Ibn Mas„ud karena demikianlah yang tersusun dalam mushaf. Imām Mujahid meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa surah ini merupakan madaniyah.

Riwayat ini merupakan perkataan Jabir bin Zaid dan diceritakan dari Qatadah juga. Hasan, Ikrimah, dan al-Kilabi berkata: bahwa surah ini madaniyah, kecuali ayat fāṣbir liḥukm rabbik wa lā tuṭ„i minhum āṡima aw kafūrā29

mereka juga tidak memastikan bahwa ayat ini diturunkan di Makkah, hingga surah al-Insān diturunkan di Madinah, ini merupakan pendapat yang garib.30

Dan yang lebih sahih adalah surah ini termasuk makkiyah, karena gaya bahasa dan maknanya berdasarkan pada gaya dan makna surah-surah makkiyah. Namun pada ayat wa yuṭ„imūn al-ṭa„ām ‟alā

28 Jalaludin al-suyūṭī, al-Itqān fī „ulum al-Qur‟an, (Dimasyqi, Muasasah al-Risalah nasirun: 2007) 35.

29 Q.s al-Insān/76: 24.

30 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 370

ḥubbihī miskīnā wa yatīmā wa asīrā31 merupakan ayat yang turun dalam kisah „Alī bin abī Ṭalib di Madinah yang memberi makan orang miskin di malam hari, anak yatim, dan orang yang ditawan.

Dan tidak ada orang Muslim yang ditawan di Makkah. Berdasarkan pada kata “asīrā” yang berarti peperangan. Atau riwayat yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Abi Dahdāh yang merupakan seorang Ansar.

Jabir bin Zaid menghitung surah ini turun pada urutan ke 98 berdasarkan urutan turunnya surah. Jabir berkata: surah ini turun setelah surah al-Rahmān dan sebelum surah al-Ṭalāq. Ini sesuai dengan pendapatnya bahwa surah ini madaniyah. Jika pendapat yang paling sahih adalah yang menyatakan surah ini makkiyah berdasarkan urutan surah dalam mushaf Ibn Mas„ud, maka surah ini berada pada nomor 30 atau 31 sebelum surah al-Qiyāmah dan yang sejenisnya berdasarkan urutan surah dalam mushaf Ibn Mas„ud.32

Abu Daud meriwayatkan pada bab tahzīb al-Qur‟ān min sunanihi, dari al-Qamah dan al-Aswad dari Ibn Mas„ud berkata: Nabi membaca dua surah yang semisal panjangnya, yaitu surah wa hal ata dan la uqsimu biyaum al-Qiyāmah dalam satu rakaat. Abu Daud berkata: ini berdasarkan susunan mushaf Ibn Mas„ud33

يَدَى اَّنِإ

Jalan hidayah merupakan representasi dari keadaan sang pemberi petunjuk. Sebagaimana makna kata hadaynāhu terambil dari kata

ويادى

31 Q.s. al- Insān/76: 7

32 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 370

33 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 370.

91

(hidāyah), yang berarti, memberi petunjuk yang disampaikan secara halus dan lemah lembut menuju yang di harapkan.34 Al-Sabīl merupakan jalan menuju sebuah kemanfaatan, berupa adanya akidah yang benar dan amal yang baik dengan perantara Rasul sehingga dengan sebab akidah dan amal tersebut seseorang akan mendapatkan keberuntungan yang besar, berupa nikmat keabadian di surga, dengan catatan harus patuh terhadap petunjuk yang maha menunjuki.

Hidayah diungkapkan dengan kata syukur, karena sesungguhnya rasa syukurlah yang paling cepat dirasakan oleh hati yang mendapat petunjuk. Dia menyadari bahwa sebelumnya dia bukanlah sesuatu yang dapat disebut-sebut, dan berkat kehendak Tuhan nya lah ia menjadi sesuatu yang berguna. Allah memberikannya indra dan pengetahuan, serta memberinya petunjuk jalan yang harus ia tempuh, kemudian Allah membiarkannya memilih. Rasa syukur merupakan hal yang pertama terbesit dalam hati orang mukmin, namun apabila tidak ada rasa sukur maka dia termasuk orang yang kafir, dengan ungkapan yang sangat mendalam yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah orang yang sangat ingkar.35

Manusia diumpamakan sebagai pejalan kaki yang kebingungan di tengah jalan, dan Allah sebagai pemberi petunjuk pada manusia, kemudian syariah agama diumpamakan sebagai jalan, dan kemenangan karena telah mengikuti petunjuk Allah di umpamakan dengan sampainya seseorang pada tujuannya. Menurut al-Qurtubi innā hadaināh al-sabīl adalah kami telah menjelaskan

34 Qurais Sihab, Tafsir Al-Misbah, v 14, 566

35 Sayyid Qutub, fī ẓilāl al-Qur‟ān, terj Aunur Rafiq dan Ahalih Tamhid, jil 12, (Jakarta: Rabbani Pres, 2004), 596.

baginya jalan petunjuk dan kesesatan, juga kebaikan dan keburukan, serta mengutus para Rasul, maka apakah ia beriman atau ingkar.

Imam Mujahid berkata: kami jelaskan padanya jalan menuju kecelakaan dan kebahagiaan, dan ia diperkenankan mengambil salah satu jalan yang ia kehendaki.36 Ini merupakan penegasan kembali konsep al-Hurriyah yang sudah dibicarakan dalam ayat sebelumnya.

Seruan ini menunjukkan bahwa Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar. Namun sebagian manusia lebih memilih mengikuti hawa nafsu kepada sesatnya keyakinan dan buruknya perilaku. Maka barang siapa yang membebaskan diri dari keyakinan yang sesat dan perilaku buruk, maka ia dikategorikan sebagai orang yang bersyukur, dan apabila tidak, maka ia termasuk orang yang kufur. Klasifikasi ini berdasarkan pada kondisi manusia pada masa-masa awal Islam, kemudian masa berikutnya muncullah orang-orang yang mencampur adukkan antara perbuatan baik dan buruk.37

Maka adapun makna ayat ini adalah: sesungguhnya kita telah menunjukkan jalan pada manusia ketika mereka dalam keadaan ragu terhadap dua sifat yakni orang yang bersyukur dan orang yang kufur.

Salah satu sifat tentang keraguan itu adalah perbandingan dengan keadaan yang membimbingnya ke sebuah jalan. Ini merupakan perbandingan yang lazim, yaitu setelah adanya penyampaian tentang petunjuk dan perenungan terhadap petunjuk itu. Jika setelah

36 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, jil 29, 674

37 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 375

93

perenungan itu memilih mengikuti petunjuk tersebut, maka ia adalah orang yang bersyukur, apabila tidak, maka ia adalah kufur.38