• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TAFSIR AYAT-AYAT ḤIFẒ Al-DĪN PERSPEKTIF

B. Tafsir maqasidi Ḥifẓ al-Dīn

3. Tafsir Q.S al-Kāfirūn/109: 6

Dalam al-kasysyāf dan al-Itqan surah ini dan surah qul hu allāh ahad (al-Ikhlās) disebut dengan nama

يَّتشقشقلما

karena kedua surah ini sama-sama mengandung arti kebebasan dari syirik. Qasyqasya berarti hilangnya penyakit (penyembuh). Sa‟dullah yang dikenal dengan Sa‟di dari Jamal, seorang Qari, menyebutkan bahwa Kāfirūn dinamai dengan sūrah

al-„ibādah, dan dalam kitab Basāir żawī al-Tamyīz karya Fairu zābādi dinamai surah al-dīn.39

Surah al-Kāfirūn menurut Ibn „Aṭiyah dan Ibn Kaṣir sebagaimana disebutkan oleh Ibn „Āsyūr merupakan surah makkiyah.

Namun dalam riwayat al-Zubair tergolong surah madaniyah. Surah al-Kāfirūn adalah surah yang turun pada urutan ke-18 setelah surah al-Mā„ūn, dan sebelum surah al-fīl, dan terdiri dari enam ayat.40 Surah ini turun di Mekkah sebelum Nabi Hijrah ke Madinah

Sebab turunnya surah al-Kāfirūn ini adalah dalam peristiwa sebagaimana yang diceritakan al-wāhidī dalam kitab asbāb al-nuzūl dan Ibnu Ishāq dalam kitab al-sīrah bahwa Nabi Saw sedang tawaf di ka'bah, lalu Al-Aswad bin Muṭālib bin Asad, Walīd bin al-Mugīrah, Umayyah bin Khalaf, Al-„Āsh bin Wāil menemui Nabi.

Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh di tengah kaumnya.

Mereka berkata: "Wahai Muhammad marilah, kami akan menyembah yang tuhan kamu selama satu tahun, dan kamu menyembah apa yang

38 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 29, 377

39 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 30, 579

40 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 30, 580

kami sembah selama satu tahun, kita akan bersekutu dalam segala urusan. Jika ternyata Tuhan yang kau sembah lebih baik dari yang kami sembah maka kami akan mengikutimu, namun jika yang kami sembah lebih baik dari yang kamu sembah, maka kamu harus mengikuti kami."41 Nabi bersabda: "saya tidak akan menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya." Maka turunlah surat al-Kāfirūn lengkap satu surat. Lalu Rasul pergi ke masjidil haram dan masjid itu penuh dengan orang Quraisy, lalu Nabi membacakan surat itu kepada mereka dan mereka menjadi putus asa seketika itu. (Mereka menawari/membujuk Nabi karena mereka melihat ada keinginan dari diri Nabi agar mereka beriman, jadi mereka menggunakan kesempatan itu untuk mengenalkan Nabi kepada Tuhan mereka yaitu berhala-berhala yang mereka sembah).42

Dari Ibnu „Abbās mengatakan bahwa, mereka putus asa, lalu menyakiti Nabi dan para sahabat. Dari sinilah dapat diketahui tujuan yang terkandung dalam surat ini bahwa keputusasaan orang kafir agar mereka dan kaum muslimin bisa bersepakat dalam kekufuran dengan kata yang afirmatif tentang sesuatu yang sedang terjadi atau yang

41 Dalam riwayat lain sebagaimana dari Imam at-Tabrani dan ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas dikatakan bahwa orang-orang Quraisy mengiming-imingi Nabi Muhammad dengan harta berlimpah sehingga menjadi orang terkaya di Makkah, serta memberinya wanita mana saja yang beliau inginkan.

Mereka berkata, “semua itu untukmu Muhammad, asalkan engkau berhenti menghina Tuhan-Tuhan kami, dan berhenti mengucapkan kata-kata buruk terhadap mereka. Tetapi jika engkau keberatan, bagaimana jika engkau menyembah Tuhan kami selama satu tahun saja.” Mendengar tawaran orang-orang Quraisy, Rasulullah lalu menjawab, “saya akan menunggu hingga Allah memberikan jawabannya”.

Maka turunlah surah al-Kafirun dan Q.s az-Zumar: 64. Jalaluddin al-Suyuti, Asbabun Nuzul: sebab turunnya ayat Al-Qur‟an (Jakarta: Gema Insani, 2008) 645.

42 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 30, 580

95

akan terjadi, dan tujuan lainnya adalah penegasan bahwa agama islam tidak akan bercampur dengan agama syirik lainnya.

مُكُنيِد مُكَل ِنيِد َِلَِو

٢

“kami rela terhadap apa yang ada di sisi kami, dan kamupun rela terhadap apa yang ada di sisi kamu”.43 Kalian akan mendapatkan balasan, dan aku juga akan mendapatkan balasanku.44 Sangat jelas bahwa dalam ayat ini toleransi atau yang disebut samahah sangat ditekankan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa samahah adalah toleransi yang sangat terpuji, sehinga dengan sifat ini seseorang mampu memposisikan segala sesuatu dengan seimbang.

Lebih dari itu, samahah merupakan bagian penting dari tempat tumbuhnya sifat-sifat mulia lainnya.

Ayat ini diturunkan sebelum adanya perintah untuk berjihad, dan setelah diturunkannya kewajiban untuk berjihad, maka ayat ini secara otomatis telah di nasakh. Bahkan menurut imam al-Qurṭubī beberapa ulama menyatakan seluruh isi dari surah ini telah di nasakh, namun beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa tidak ada satu ayat pun dari surah ini yang di nasakh oleh ayat manapun, karena surah ini hanya berisi penegasan/keterangan, bukan ayat perintah ataupun ayat larangan, namun sayangnya dalam tafsir ini tidak disebutkan ulama yang menyatakan ayat ini di nasakh ataupun ulama yang menyatakan ayat ini tidak di nasakh.45

43 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 30, 584

44 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, jil 20, 838

45 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, jil 20, 838

Fakhrudin al-Razi dalam tafsir Ibn Āsyūr mengatakan bahwa, kebiasaan manusia seringkali menjadikan ayat ini sebagai legitimasi ketika tidak ingin melakukan sesuatu. Namun hal ini bukanlah hal yang diperkenankan, karena Allah menurunkan Al-Qur‟an tidak hanya sebagai percontohan saja, melainkan untuk direnungkan, dan kemudian diamalkan. Pernyataan ini menurut Ibn Āsyūr kurang pas, karena menjadikannya contoh bukan berarti menghalangi untuk mengamalkannya, sehingga secara logika seseorang tidak akan menjadikan ayat sebagai contoh kecuali ayat tersebut sudah dipahami secara sempurna, dan ia siap menindak lanjutinya.

Dalam dua kalimat Lakum dīnukum dan waly dīn, menggunakan susunan musnid mendahului musnad ilaih dengan tujuan untuk membatasi musnad ilaih hanya kepada musnid. Yaitu bahwa agamamu hanyalah bagian dari realitas alam semesta, dan bagiku tidak akan lebih dari itu. Begitupun agamaku hanya bagian realitas alam semesta yang tidak akan lebih dari itu dalam pandanganmu.46 Didahulukannya kata lakum dan lī berfungsi menggambarkan kekhususan, artinya masing-masing agama biarlah berdiri sendiri dan tidak perlu dicampur adukkan, tidak perlu lah mengajak kami menyembah Tuhan kalian selama satu tahun, agar kalian menyembah Allah. Dīn yang dalam ayat ini berarti agama, bukan berarti Nabi diperintahkan untuk mengakui kebenaran anutan/agama mereka.47

46 Ibn Āsyūr, al-Tahrīr wa al-Tanwīr juz 30, 585

47 Qurais Sihab, Tafsir Al-Misbah, v 15, 685

97

Lakum dīnukum waly dīn merupakan suatu pembatasan, yakni menarik batas secara tegas dalam hal akidah dan keyakinan agama.

Ada dua pesan yang dapat di ambil dari ayat ini. Pertama: pernyataan negasi/penyangkalan atau konsensus dalam perkara-perkara akidah dan ibadah antara muslim dan nonmuslim, yakni penegasian atas percampuran akidah dan ibadah antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Kedua: pernyataan afirmatif dan penghargaan terhadap agama-agama dan kepercayaan yang ada, membiarkan dan melindungi masing-masing pemeluk agama berjalan dengan keyakinan dan ritualnya sendiri tanpa adanya paksaan.48

Saya di sini dan kamu di sana, tidak ada seberangan, tidak ada jembatan dan tidak ada jalan. Pemisahan yang jelas dan menyeluruh, ciri khas yang jelas dan detail. Pemisahan ini sangat diperlukan untuk menjelaskan rambu-rambu perbedaan yang mendasar yang tidak memungkinkan adanya sesuatu yang dijadikan sebagai titik pertemuan di antara tauhid dan kemusyrikan.

Maka kamu akan mendapatkan ganjaran menurut agamamu, dan aku juga akan mendapat ganjaran menurut agamaku, dan sebab penyebutan agama atas agama yang mereka jalankan, karena mereka mempercayainya dan menjalankannya.49 Bagi kamu khusus agama kamu, agama itu tidak akan menyentuhku sedikit pun, kamu bebas mengamalkannya sesuai dengan kepercayaanmu, dan bagiku juga khusus agamaku, aku juga memperoleh kebebasan untuk

48 https://ibtimes.id/hifz-al-din-melindungi-hak-dan-kebebasan-beragama/

di akses 31-03-2021

49 Al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi, jil 20, 839

melaksanakannya, dan kamu tidak akan disentuh sedikitpun olehnya.50

Al-Dīn dalam ayat ini menurut Ibn Āsyūr adalah, keyakinan dan dominasi, dan itu sudah diketahui secara umum. Keyakinan merupakan sesuatu yang diyakini oleh seseorang lalu melaksanakan yang diperintahkannya. Oleh karena itu dinamakan al-Dīn karena asal maknanya adalah pengamalan dan balasan.51

Mayoritas ulama membaca Dīn tanpa huruf ya setelah huruf nun, hal ini bertujuan untuk meringangkan bacaan, dan keberadaan ya ditandai dengan tetapnya harkat kasrah pada nun. Ya‟quf membacanya tanpa membuang ya baik dalam keadaan al-waṣal maupun al-waqaf. Dalam mushaf Al-Qur‟an, kalimat tersebut ditulis tanpa huruf ya berdasarkan hafalan para Ḥafiẓ, sebab tetapnya huruf ya seperti bacaan Ya‟quf hanya akan memberatkan al-kasrah dimana adanya ya, mengharuskan kasrah itu dibaca panjang, maka dengan tidak adanya ya bukan berarti ya tidak ada dalam lafaz tersebut.

Dalam ayat 6 ini merupakan pengakuan dan penegasan secara timbal balik, bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. Dengan demikian masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memutlak kan pendapat kepada orang lain juga tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.

Sebagaimana dijelaskan oleh M Qurais Sihab dalam menambahkan penjelasannya dengan ayat Q.s. Sabā‟/34: 24-26. Dalam ayat ini menurut tafsir al-Misbah, dikatakan bahwa Nabi tidak diperintahkan menyatakan apa yang ada dalam keyakinannya tentang kemutlakan

50 Qurais Sihab, Tafsir Al-Misbah, v 15, 684

51 Sayyid Qutub, fī ẓilāl al-Qur‟ān, jil 13 648

99

kebenaran ajaran Islam, tetapi justru sebaliknya. Kandungan ayat tersebut bagaikan menyatakan: mungkin kami yang benar, mungkin pula kamu, mungkin kami yang salah, mungkin pula kamu. Kita serahkan saja sama Tuhan untuk memutuskannya.52