III. METODE PENELITIAN
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.4.4 Tahap Kegiatan dalam Penelitian
Rincian tahap kegiatan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengkaji Kebijakan Pembangunan Kabupaten Pelalawan.
Pemerintah Kabupaten Pelalawan telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2006 – 2010 yang telah ditetapkan melalui Keputusan Bupati Pelalawan Nomor 50 Tahun 2006 dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 19 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai pendelegasian sistem perencanaan pembangunan pada era otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembangunan tidak lagi dikendalikan secara ketat dari pusat namun sudah diserahkan kepada daerah (kabupaten/kota) dalam otonomi daerah yang seluas-luasnya. Permasalahan sebagaimana dituangkan dalam RPJM Kabupaten Pelalawan belum optimal dalam memanfaatkan sumberdaya, khususnya yang berasal dari sumberdaya kelautan. Berdasatkan kebijakan tersebut akan diteliti potensi sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten pelalawan.
2. Mengkaji Isu Pokok Pembangunan Wilayah Pesisir.
Merupakan pokok-pokok permasalahan yang harus dicermati. Isu pokok dirumuskan atas dasar pemahaman yang kritis dan auditis terhadap struktur permasalahan latar belakang. Pemahaman kritis ini menyangkut pemahaman terhadap masalah-masalah pengembangan wilayah pesisir yang ada, kecenderungan perkembangan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal serta sikap antisipatif terhadap peluang dan tantangan pengembangan wilayah yang perlu dilakukan. Dari pemahaman isu pokok ini diharapkan dapat tercermin faktor kritis yang harus dicermati dalam upaya pengembangan wilayah.
Terhadap kondisi tersebut dilakukan analisis deskriptif terhadap potensi usaha pengelolaan perikanan sebagai potensi strategis yang belum optimal dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir. Berdasarkan analisa usaha terhadap pengelolaan perikanan di wilayah pesisir akan mendapatkan gambaran kuantitatif terhadap pilihan aktifitas yang
akan dikembangkan lebih lanjut pada usaha perikanan tangkap, budidaya dan pascapanen.
3. Mengkaji Potensi Basis Ekonomi pada Wilayah Pesisir.
Namun dalam melihat pertumbuhan wilayah pesisir ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut merupakan barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja, yang meningkatkan ekonomi regional dengan meningkatnya permintaan dari luar wilayah, maka sektor basis akan berkembang. Selanjutnya dapat dianalisis dengan metode pengukuran tidak langsung dengan Locational Question (LQ).
LQ merupakan metode analisis pendugaan tingkat aktifitas yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Blakely dalam Panuju, D. et al., (2005) menyatakan bahwa LQ merupakan suatu teknis analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu shift share analysis sebagai analisis pilihan dalam melihat karakteristik wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan aspek-aspek utama wilayah seperti fisik dasar, ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana serta kelembagaan. Gambaran rona wilayah ini disajikan secara deskriptif, tabulasi dan grafis berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey dan pengamatan lapangan. Untuk mendapatkan gambaran lengkap dan menyeluruh mengenai karakteristik wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan yang akan di kembangkan, dalam rona wilayah ini ditampilkan data dan informasi yang berkaitan dengan parameter-parameter eksternal yang diduga akan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah. Namun masing-masing rona wilayah dalam bentuk makro dan mikro untuk mengidentifikasi sumber atau kemampuan pertumbuhan wilayah, sekaligus untuk menduga kebijakan wilayah ketenagakerjaan (Tervo dan Akko, 1982 dalam Budharsono, 2001).
Namun demikian dalam penelitian ini analisis LQ akan melengkapi analisis MCDM, karena LQ secara operasional sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan pada penelitian dengan menggunakan analisis LQ karena: (1) kondisi wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan
geografisnya relatif seragam, (2) pola aktifitasnya juga bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.
4. Merekomendasikan Rancangan Program Strategi Pengembangan Wilayah Pesisir.
Pendekatan MCDM telah banyak digunakan, dikembangkan dan dapat diakomodasi bagi berbagai kriteria yang dihadapi, namun relevan dalam pengambilan keputusan tanpa perlu konversi ke unit-unit pengukuran dan proses normalisasi. Secara umum struktur MCDM sama dengan AHP dimana bobot suatu altematif yang harus diambil, disusun berdasarkan matrik.
Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), mengelompokan MCDM ke dalam dua kategori, yaitu: multiple atribut decision making (MADM), dan
multiple objective dicision making (MODM). lstilah MADM dipakai apabila pilihan altematif berukuran kecil (5-20 altenatif), sedangkan MODM dipakai apabila berhadapan dengan pilihan altematif yang lebih besar dari MADM. MADM sering dipertukarkan dengan MCDM, sementara itu, pada literatur lain secara terminologi sering juga digunakan istilah multiple criteria analysis (MCA), atau multi criteria evaluation (MCE).
Bidang analisis multi criteria memerlukan sejumlah pendekatan untuk menghitung kriteria yang banyak guna membentuk struktur pendukung proses pengambilan keputusan. Penggunaan teknik MCDM pada beberapa bidang ditentukan oleh beberapa faktor, yakni; (i) teknik MCDM mempunyai kemampuan dalam menangani jenis data yang bervariasi (kuantitatif, kualitatif dan campuran) dan pengukuran yang intangible; (ii) teknik MCDM dapat mengakomodasi perbedaan yang diinginkan dalam penentuan kriteria; (iii) skema bobot yang bervariasi untuk suatu prioritas atau pandangan dari stakeholder yang berbeda, dapat diterapkan dalam MCDM; (iv) tidak membutuhkan penentuan nilai ambang seperti pada operasi overlay sehingga kehilangan informasi yang dihasilkan, tidak terjadi akibat penurunan skala dari variabel yang countinue pada skala nominal; dan (v) prosedur analisis atau agregasi dalam teknik MCDM relatif sederhana (Jankowski, 1994); (Carter, 1991; Jasen and Rieveld, 1990 dalam
proses (AHP) dimana bobot suatu alternatif dengan kriteria yang harus diambil disusun berdasarkan matrik. Teknik yang bertujuan mengakomodasi proses seleksi yang melibatkan kriteria (multi objective) dalam mengkalkulasi pemrasaran diantara kriteria konflik yang terjadi. Bidang analisis ini memerlukan sejumlah pendekatan dengan menghitung banyak kriteria untuk membentuk struktur yang mendukung proses pengambilan keputusan. Beberapa software yang dirancang untuk mendukung analisis ini diantaranya adalah PRIME (Preference Ratios in Multiattribute Evaluation).
Salo dan Hamalainen (2001), menyatakan bahwa PRIME merupakan alat atau metode yang digunakan untuk melakukan analisa atribut. Di dalam PRIME proses pemunculan pilihan dan sintesa berdasarkan pada: (i) konversi dari perbandingan kemungkinan perbandingan pertimbangan yang kurang tepat atau kurang jelas ke dalam suatu model pilihan yang spesifik, (ii) penggunaan struktur dominasi dan kaidah pengambilan keputusan dalam merekomendasikan suatu kebijakan, (iii) proses permunculan dilakukan dalam sebuah rangkaian kerja. Proses akan berlanjut pada tahap alternatif pilihan teridentifikasi dan akan berhenti jika pengambilan kebijakan direkomendasi dengan nilai alternatif tertinggi.
Metode PRIME berdasarkam pada perbandingan rasio tingkat kepentingan dari atribut. Permunculan berdasarkan pada perbandingan dari perbedaan pendapat/pilihan tentang pasangan konsekuensi. Perbandingan seperti ini mungkin ditetapkan baik sebagai titik taksiran atau sebagai interval yang mengharuskan batasan linier dari skor atribut tunggal pada suatu alternatif.
Beberapa teknik yang telah dibangun untuk mengurangi masalah proses pemunculan model pilihan seperti HOPIE (Weber dalam Salo dan Hamalainen, 2001) yang menerima perbandingan holistik dan pemisahan stateman pilihan serta menggunakan program linear untuk mensintesanya ke dalam hasil dominasi, MCRID (Moskowitz, Preckel and Yang dalam Salo dan Hamalainen, 2001) menggunakan nilai interval dengan alternatif-alternatif dari atribut, PAIRS (Salo and Hamalainen, 1992 dalam Salo and Hamalainen, 2001) memproses statement
memelihara konsistensi model pilihan. Terdapat 3 (tiga) perbedaan antara PRIME dengan AHP, SMART, MCRID dan PAIRS, yaitu:
1. Perbandingan rasio secara jelas dihubungkan kepada alternatif interval nilai suatu atribut, dengan begitu masalah yang timbul akibat dugaan yang samar dapat dihindari.
2. PRIME mampu menangani pertimbangan pilihan secara holistik yang mana konsekuensi-konsekuensi dibandingkan antar atribut pada semua tingkatan pohon nilai (value tree).
3. Rekomendasi keputusan/kebijakan dalam PRIME dilengkapi dengan informasi mengenai jumlah non-optimasi (possible loss of value).
Menurut Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), secara umum pelaksanaan teknik MCDM dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) penentuan/penetapan alternatif, (2) penentuan nilai/skor masing-masing kriteria, dan (3) prioritas pembuatan keputusan (decision making preferences). Alternatif yang ditetapkan merupakan pilihan-pilihan yang relevan., seterusnya dari alternatif yang telah ditetapkan, disusun kriteria-kriteria yang mempengaruhi alternatif pilihan. Masing-masing kriteria yang telah disusun diberi nilai. Nilai dapat berupa kuantitatif, kualitatif maupun campuran. Proses normalisasi nilai dari masing- masing kriteria dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar linier dan non-linier. Sedangkan prioritas pembuatan keputusan dapat diformulasikan dari kriteria yang diambil, dengan membentuk nilai sendiri (maksimum atau minimum) atau sesuai dengan tingkat keinginan. Proses pemberian nilai menggunakan fungsi agregasi tunggal atau ganda yang menghasilkan satu atau beberapa buah solusi.