• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK (PAK) DALAM MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN SISWA

B. Perkembangan Iman

3. Tahap-tahap Perkembangan Iman

Heryatno (2008: 80) mengutip pandangan James Fowler tentang tahap-tahap perkembangan iman di dalam dunia pendidikan. Iman adalah perjalanan seseorang mengenali jati dirinya di dalam realitas historis atau sejarah hidupnya, di dalam relasi dengan lingkungan, sesama, dan Tuhan. Fowler melihat iman sebagai proses kehidupan yang memuat visi dan nilai hidup yang menggerakkan seseorang untuk menanggapi realitas yang transenden. Iman merupakan relasi seseorang dengan hakikat yang terakhir. Fowler memahami iman sebagai kesatuan dari tiga elemen yaitu: kognitif (knowing/bealiving), emosi (trusting/feeling), dan moral/tindakan (doing). Ada enam tahap perkembangan iman menurut Fowler, yang meliputi tahap:

a. Iman intuitif-projektif (usia 2-6/7 tahun)

Fowler menyebutkan bahwa pada tahap ini anak mulai berbicara, menyebutkan kata demi kata dan tingkat kognitifnya bersifat egosentris, cepat berubah-ubah, suka berfantasi, imaginatif, dan Allah digambarkan berada dimana-mana dan jumlahnya banyak.

b. Imanmitis-literal(usia 7-12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai berpikir dan memasuki usia sekolah sehingga pemikirannya semakin berkembang. Ia dapat menghafal semua cerita dengan detail. Dengan bercerita ia menyatakan pengalaman sendiri. Ia bercerita dengan baik namun belum bisa menarik kesimpulan dari cerita tersebut.

c. Iman Sintesis-konvensional (usia 13-21)

Setelah mampu berpikir abstrak, remaja mulai membentuk ideologi (sistem kepercayaan) dan komitmen terhadap ideal-ideal tertentu. Di masa ini mereka

mulai mencari identitas diri dan menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan. Namun identitas mereka belum benar-benar terbentuk, sehingga mereka juga masih melihat orang lain (biasanya teman sebaya) untuk panduan moral. Iman mereka tidak dapat dipertanyakan dan sesuai dengan standar masyarakat. Tahap ini pada umumnya terdapat pada pengikut agama yang terorganisasi, sekitar 50 persen orang dewasa mungkin tidak akan melewati tahap ini.

d. Iman individual-reflektif (21-35, awal dewasa)

Mereka yang bisa mencapai tahap ini mulai memeriksa iman mereka dengan kritis dan memikirkan ulang kepercayaan mereka, terlepas dari otoritas eksternal dan norma kelompok. Pada tahap ini masalah orang muda umumnya terkait dengan pasangan hidup, sehingga perpindahan ke tahap ini bisa dipicu oleh perceraian, kematian seorang teman, atau peristiwa-peristiwa lainnya yang menimbulkan stres.

e. Iman konjungtif (30 tahun ke atas)

Pada usia paruh baya, orang jadi semakin menyadari batas-batas akalnya. Mereka memahami adanya paradoks dan kontradiksi dalam hidup, dan sering menghadapi konflik antara memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri dengan berkorban untuk orang lain. Ketika mulai mengantisipasi kematian, mereka dapat mencapai pemahaman dan penerimaan lebih dalam, yang diintegrasikan dengan iman yang mereka miliki sebelumnya.

f. Iman universal (usia 60-65 tahun ke atas)

Pada tahap ini terakhir yang jarang dapat dicapai ini, terdapat para pemimpin moral dan spiritual, seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, dan

Bunda Teresa, yang visi dan komitmennya terhadap kemanusiaan menyentuh begitu banyak orang. Mereka digerakkan oleh keinginan untuk “berpartisipasi dalam sebuah kekuatan yang menyatukan dan mengubah dunia”, namun tetap rendah hati, sederhana, dan manusiawi. Karena sering mengancam kekuasaan, mereka kerap menjadi martir dan meski mencintai kehidupan, mereka tidak terikat padanya.

4. Ruang Lingkup Perkembangan Iman a. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pengembangan iman anak. Dalam keluarga, anak mendapatkan pewartaan iman awal dan mengembangkan panggilan rohani mereka.

Lumen Gentium art 11 menyatakan bahwa:

Dalam Gereja-keluarga hendaknya orang tua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orang tua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing secara istimewa panggilan rohani (GE art 11).

Bahkan dalam Gereja-keluarga bukan hanya orangtua yang bertugas mewartakan Injil kepada anaknya, tetapi orangtua pun mendapat pewartaan dari anak mereka. Dengan demikian, ada pewartaan timbal balik dalam keluarga. Anak pun dilibatkan dalam pewartaan dalam keluarga. Dalam keluarga anak belajar untuk ikut ambil bagian dalam kehidupan doa bersama, dan bahkan mendapat kesempatan untuk memimpin doa keluarga, dalam keluarga anak dapat terlibat dalam upaya mendalami iman bersama, ketika anak mulai bertanya soal iman kepada orangtua mereka. Dalam keluarga, anak belajar terlibat dalam pelayanan

kasih bagi anggota-anggota keluarga yang lain, siap menolong bila ada anggota keluarga yang membutuhkan pertolongan. Dengan begitu, anak mulai terlibat dalam Gereja-Keluarga yang melambangkan kasih Allah kepada Gereja-Nya. Dalam keluarga pula, anak belajar ikut mendengar dan didengarkan pendapatnya, ikut menampilkan Gereja yang melibatkan dan mengembangkan.

Keluarga merupakan lingkungan yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak. Keluarga disebut sebagai pendidikan yang pertama dan utama, serta merupakan peletak fondasi dari karakter dan pendidikan setelahnya. Proses pendidikan bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam pergaulan dalam lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan. Keluarga memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan iman anak.

b. Sekolah

Noor Freswinda (1993:36) menyatakan subyek yang terpenting dalam lingkup sekolah adalah guru dan murid. Hubungan guru dan murid, antara murid dan murid, antara guru dan guru, aturan dan tatatertib yang dibuat dijiwai semangat Kristiani akan membantu murid dan guru untuk mengembangkan imannya.

Mengingat bahwa tugas orang tua dalam perkembangan iman anak amatlah berat maka, dibutuhkan lembaga lain agar dapat membantu mengembangkan iman anak secara maksimal, dalam hal ini adalah sekolah. Lembaga sekolah membantu orang tua dalam mengembangkan kemampuan intelektual, afeksi dan ketrampilan dengan sistem kerja yang terprogram.

Sekolah menyiapkan anak agar mempunyai bekal yang memadai dimasa mendatang. Sekolah adalah partner orang tua dalam mendidik anak. Secara khusus dalam sekolah Katolik pada hakekatnya membantu dan melengkapi tugas dan peran utama orang tua dalam mendampingi, membimbing anak-anak, baik dalam bidang intelektual, iman, maupun moral. Jadi sekolah mempunyai tanggungjawab besar bagi perkembangan iman anak.

Dalam buku ajaran pedoman Gereja tentang pendidikan Katolik dikatakan:

…sekolah harus mendorong murid melatih pikirannya melalui pemahaman yang dinamis guna mendapatkan kejelasan dan kekayaan akal. Sekolah harus mendorong murid mengupas arti pengalaman-pengalamannya dan kebenaran dari pengalaman itu. Tiap sekolah yang melalaikan kewajiban itu dan yang hanya menyampaikan kesimpulan-kesimpulan yang terjadi, sekolah tersebut menghambat perkembangan pribadi murid-muridnya (Sewaka. 1992: art 27).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PAK adalah pelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu menggumuli pengalaman hidupnya dan mampu menjadi manusia yang beriman. Pewartaan iman Kristiani menjadi pendorong pentingnya pelajaran agama di sekolah sebagai tempat pendidikan iman peserta didik agar memiliki dan hidup berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

c. Gereja

Adisusanto (2000: 1) menyatakan bahwa tugas Gereja sebagai pendidik iman terealisasi melalui katekese. Katekese menjadi sarana pendidikan iman. Katekese merupakan salah satu bentuk pewartaan Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makin mendalam dan agar mereka

makin terlibat dalam hidup menggereja dan masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.

Anak perlu tumbuh dalam iman. Gereja bertugas mendampingi anak agar langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, merayakannya dalam liturgi serta menghayatinya dalam hidup sehari-hari, sampai menjadi anggota Tubuh Kristus yang dewasa.

Hal ini ditegaskan dalam Gravissimum Educationis art 2 yaitu:

…….. supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah mereka terima; supaya mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:23), terutama dalam perayaan Liturgi; supaya mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai manusia baru dalam kebenaran dan kekudusan yang sejati (Ef 4:22-24) supaya dengan demikan mereka mencapai kedewasaan penuh, serta tingkat pertumbuhanyang sesuai dengan kepenuhan Kristus (Ef 4:13) dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik (GE art 2).

Maka dapat dijelaskan bahwa melalui pendampingan, anak dituntun untuk berkembang dalam iman sehingga menjadi anggota Gereja yang terlibat bagi pengembangan Tubuh Kristus.

C. Sumbangan PAKDalam Meningkatkan Perkembangan Iman Siswa SMP