• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKANAN TERHADAP TATAGUNA LAHAN

Dalam dokumen BUKU II IKPLHD KAB.DHARMASRAYA 2016 (Halaman 48-58)

ANALISIS PRESSURE, STATE, DAN RESPONSE ISU LINGKUNGAN HIDUP

3.1. TATAGUNA LAHAN

3.1.1. TEKANAN TERHADAP TATAGUNA LAHAN

Tekanan (pressure) yang menjadi penyebab berubahnya kondisi tataguna lahan di Kabupaten Dharmasraya sebagian besar disebabkan oleh perubahan lahan dari tutupan alaminya menjadi penggunaan budi daya bahkan menjadi lahan kritis diantaranya:

a Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama;

Penggunaan lahan di Kabupaten Dharmasraya digunakan pada sektor non pertanian, sawah, lahan kering, perkebunan, hutan dan badan air. Berdasarkan data dari WWF Indonesia yang merupakan hasil interpretasi Citra Landsat 8 OLI. Penggunaan lahan utama yang paling dominan adalah untuk perkebunan dengan luas 191.653 Ha, kemudian hutan dengan luas 57.288 Ha, lahan kering dengan

luas 30.148 Ha, non pertanian dengan luas 14.665 Ha, lahan sawah 5.048 Ha, dan badan air dengan luas 2.314 Ha. Secara persentase penggunaan lahan tertinggi yakni sector perkebunan terdiri dari perkebunan karet dan kelapa sawit mencapai 63,6 % dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Dharmasraya, dan penggunaan lahan terendah adalah badan air yakni mencapai 0,8% dari luas wilayah Kabupaten Dharmasraya.

Gambar 3.1.1.

Persentase Penggunaan Lahan Utama pada Kabupaten Dharmasraya

Sumber: Olahan Tabel-2. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Jika dilihat tren perubahannya untuk lahan perkebunan dari tahun 2013 ke tahun 2015 mengalami peningkatan tetapi selanjutnya pada tahun 2016 mengalami penurunan jumlahnya begitupun untuk tren perubahan penggunaan untuk lahan kering. Sedangkan untuk penggunaan lahan hutan dan non pertanian relatif menurun jumlah luasannya dari tahun 2013 ke tahun 2014 dan selanjutnya selatif stabil, sedangkan untuk luasan sawah dan badan air relative stabil.

Gambar 3.1.2. Tren Perubahan Penggunaan Lahan Utama

Sumber: Olahan Tabel-2B. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Tetapi setelah dilakukan analisa lebih mendalam, dari tren data penggunaan lahan tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 ternyata data tahun 2015 mengalami deviasi yang cukup tinggi.

Gambar 3.1.3.

Total Luasan Wilayah Kabupaten Dharmsaraya Berdasarkan Data Base Pengolahan GIS untuk Penggunaan Lahan

Berdasarkan evaluasi ternyata ada perbedaan data base GIS peta administratif yang digunakan dalam analisa data melalui GIS. Pada tahun 2015 berdasarkan peta administratif GIS luasan lahan di Kabupaten Dharmasraya mencapai 382.600 Ha padaha idealnya adalah 301 ribu Ha. sedangkan berdasarkan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya Tahun 2011-2031 adalah 302.599 Ha.

Dari sisi tutupan lahan dimana definisinya adalah kondisi lahan yang masih memiliki tutupan baik perkebunan maupun hutan pada kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan, gambaran informasi ini diambil dari interpretasi Citra Landsat 8 OLI Tahun 2014, Tahun 2015, Tahun 2016 overlay dengan Fungsi Hutan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-11/2013 dan Status Hutan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Dharmasraya Nomor 10 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Dharmasaya Tahun 2011 – 2031 terlihat pada gambar berikut:

Gambar 3.1.4.

Perubahan Tutupan Lahan pada Kawasan dan Luar Kawasan Hutan

Sumber: Olahan Tabel-2C. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Berdasarkan olahan data oleh WWF tersebut, tutupan lahan pada kawasan hutan meningkat pada tahun 2016, tapi hal ini tidak dapat dinilai baik, mungkin beberapa tahun sebelumnya berdasarkan pencitraan satelit adalah lahan kawasan

hutan yang terbuka tetapi saat ini telah beralih fungsi menjadi perkebunan homogen.

Dari sisi pertanian, berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Dharmasraya tahun 2016, ternyata pada tahun 2016 terjadi penurunan luasan lahan pertanian sawah baik irigasi maupun non irigasi pada Kabupaten Dharmasraya merupakan salah satu wilayah rencana pengembangan pertanian lumbung padi nasional, sebab pada Kabupaten Dharmasraya terdapat Bendungan Sungai Batanghari yang direncanakan dapat memenuhi kebutuhan sawah untuk lebih dari 14 ribu hektar sawak pada Kabupaten Dharmasraya. Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura tersebut sawah di Kabupaten Dharmasraya pada tahun 2016 hanya mencapai 6.400 hektar.

Gambar 3.1.5.

Luasan Sawah pada Kabupaten Dharmasraya

Sumber: Olahan Tabel-2D. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.

b Luas Perubahan Penggunaan Lahan;

Pada Tabel 11 Lampiran Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016, yang menggabungkan data dari WWF Indonesia, 2016, Badan Pusat Statistik Kabupaten Dharmasraya melalui Dharmasraya Dalam Angka, 2016, dan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Dharmasraya, 2016 diperoleh gambaran perubahan penggunaan lahan sebagai berikut :

Gambar 3.1.6.

Perubahan Luasan Penggunaan Lahan

Sumber: Olahan Tabel-11. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Sama seperti yang diuraikan sebelumnya, ternyata luasan lahan perkebunan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni diperkirakan hal ini bukan disebabkan oleh berkurangnya antusiasme masyarakat pada komoditi karet dan kelapa sawit tetapi disebabkan beberapa perusahaan perkebunan besar dan masyarakat sedang dalam tahap replanting atau peremajaan kembali perkebunannya. Sedangkan untuk penggunaan lahan lainnya seperti sawah, hutan, lading, da pertanian lahan kering relatif stabil tidak mengalami perubah yang significant.

c Jenis Pemanfaatan Lahan;

Gambaran tentang pemanfaatan lahan akan diuraikan disini adalah pemanfaatan lahan skala usaha (Tabel 12 Lampiran Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hiudp Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016). Data yang berhasil dihimpun hanya data yang berasal dari Izin Pertambangan dan Izin Perkebunan skala usaha dan/atau kegiatan. Berikut ini gambaran pemanfaatn

lahan berdasarkan Tabel 12 Lampiran Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya Tahun 2016.

Tabel 3.1.1.

Jenis Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Dharmasraya

No Jenis Pemanfaatan

Lahan

Jumlah Skala

Usaha Luas (Ha) Keterangan

1 Pertambangan 0 Besar 0

2 Menengah

752,73 Data UKL/UPL DinasLingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya

6 Kecil

18,00 Data UKL/UPL DinasLingkungan Hidup Kabupaten Dharmasraya

0 Rakyat 0

2 Perkebunan 6 Besar

71.375,69 Data PerubahanPeruntukan Kawasan Hutan untuk Perkebunan

0 Menengah 0 0 Kecil 0 0 Rakyat 0 3 Pertanian 0 Besar 0 0 Menengah 0 0 Kecil 0 0 Rakyat 0 4 Pemanfaatan

Hutan 00 MenengahBesar 00

0 Kecil 0

0 Rakyat 0

5 Perindustrian 0 Besar 0

7 Menengah 0

0 Kecil 0

591 Rakyat 0 SIPD Koperindag

Sumber: Olahan Tabel-12. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Untuk pertambangan batubara sampai dengan saat ini hanya tinggal 2 (dua) IUP Produksi Batu Bara yakni IUP Produksi Batubara PT Sinamarinda Lintas Sumatera dan IUP Produksi Batubara KUD Sinamar Sakato. Sedangkan untuk perkebunan pada Kabupaten Dharmasraya terdapat 5 Izin Usaha Perkebunan dan 1 Izin Hutan Tanaman Industri. Untuk industri kecil berdasarkan data dari Dinas Koperindag Kabupaten Dharmasraya terdapat 591 usaha skala kecil.

d Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian Untuk kegiatan pertambangan dimana pada akhir tahun 2016 ini Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Dharmasraya dilakukan perubahan Organisasi Perangkat Daerah disebabkan TUPOKSI Pertambangan berdasarkan Undang-Undang 24 Tahun 2014 tidak lagi menjadi TUPOKSI kabupaten/kota sehingga dilakukan rasionalisasi OPD. Untuk itu data Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian berdasarkan data pada Dokumen Lingkungan Kegiatan dan Data pada Laporan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan dan/atau Usaha.

Tabel 3.1.2.

Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

No Jenis Bahan

Galian PerusahaanNama Luas IjinUsaha Penambangan (Ha) Luas Areal (Ha) Produksi (Ton/Tahun) 1 Batu Bara KUD Sinamar

Sakato 197,33 - 75.457,43

2 Batu Bara Sinamar Lintas

Sumatera (SLN) 555,40 - 55.035,46 3 Batuan (Sirtukil) Ridwan R 3,00 - 5.851,00 4 Batuan (Sirtukil) Asrida 2,00 - 2.000,00

5 Batuan (Sirtukil) Arjuna 4,00 - 280,00

6 Batuan (Sirtukil) H. Abdul Haris

Tuanku Sati 3,00 - 1.750,00

7 Batuan (Sirtukil) Syahrial Salam 3,00 - 600,00 8 Batuan (Sirtukil) Amrizal Dt Rajo

Medan 3,00 - 4.700,00

Sumber: Olahan Tabel-12. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Ada 2 (dua) jenis kegiatan pertambangan yang berjalan secara legal pada Kabupaten Dharmasraya yakni pertambangan batubara dan pertambangan batuan sirtukil, sedangkan pertambangan emas yang kerap beroperasi pada anak-anak sungai dan lokasi yang terpencil adalah pertambangan emas tanpa izin (illegal).

Ada komoditi jenis mineral mangan pada bagian timur wilayah Kabupaten Dharmasraya tetapi sampai saat ini kegiatan penambangan terbuka yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Timpeh tersebut belum ditetapkan pemerintah

sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga belum dapat diterbitkan Izin Pertambangan Emas Rakyat (IPR) mineral mangan.

Aktifitas pertambangan yang paling berdampak terhadap kerusakan lingkungan adalah aktifitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang beroperasi pada Kabupaten Dharmasraya. permasalahan ini adalah permasalahan yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan tetapi telah banyak terjadi pengurangan aktifitas disebabkan telah makin berkurangnya lokasi yang memiliki potensi kandungan emas.

Secara kronologisnya, sejarah penambangan emas pada Kabupaten Dharmasraya sejak dari nenek moyang dahulu tetapi aktifitasnya menggunakan peralatan sederhana yakni mendulang. Pada tahun 1998, perkembangan penambangan emas rakyat mulai berubah teknologi dengan menggunakan peralatan relative modern yakni menggunakan mesin sedot yakni dompeng. Keadaan ini mulai berkembang dengan munculnya investor dan tenaga kerja dariluar yakni dari Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan sehingga masyarakat local lebih banyak sebagai penyedia lahan bagi aktitas tersebut.

Keadaan ini terus berlangsung skala ekoregion yakni mulai dari hulu Sungai Batanghari yakni Propinsi Sumatera Barat (Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya) dan Propinsi Jambi (Kabupaten Tebo dan Kabupaten Bungo). Permasalahan ini telah pernah diselesaikan secara nasional bahkan pernah masuk dalam Indonesia Lawyer Club dimana Bupati Kabupaten Solok Selatan memaparkan masalah ini tetapi belum ada solusi yang terintegrasi dari pemerintah.

Gambaran aktifitas PETI pada Kabupaten Dharmasraya terbagi pada 2 (dua) aktifitas yaitu terjadi pada badan air yakni menggunakan kapal yang dilengkapi dengan mesin penyedot. Kegiatan penambangan emas menggunakan kapal ini terjadi pada beberapa titik pada alur Sungai Batanghari pada Kabupaten Dharmasraya. Selanjutnya adalah aktifitas PETI dengan menggunakan mesin dompeng yakni dengan melakukan peyemprotan dinding sungai dan bantaran sungai kemudian dilakukan penyedotan dan dialirkan pada pemisahan secara fisik berdasarkan berat jenis pada filter/karpet. Aktifitas dompeng ini dominan terjadi pada anak-anak Sungai Batanghari yakni Sungai Palangko, Sungai Nyunyo,

Sungai Piruko, Sungai Koto Balai (secara adminsitratif pada bagian barat wilayah Kabupaten Dharmasraya).

Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi Sumatera Barat maupun Pemerintah Kabupaten Dharmasraya yakni berupaya melakukan tindakan pengendalian yakni dengan pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui penataan dan koordinasi terpadu stakesholder. Penataan PETI terkendala bahwa lokasi potensi kandungan emas tidak berhasil diakomodir oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga Izin Pertambangan Rakyatnya tidak dapat diterbitkan. Sedangkan koordinasi dengan stakesholder telah dilakukan baik oleh Kementerian Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera dengan membentuk Sekretariat Bersama DAS Batanghari dan penyusunan masterplan pengelolaan Sungai Batanghari, dari Pemerintah Propinsi Sumatera Barat melalui Sekretariat Bersama DAS Batanghari yakni Kabupaten Solok, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Dharmasraya. Untuk hal yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dharmasraya adalah membuat Tim Pemberatasan PETI yang dikoordinir oleh Dinas ESDM Kabupaten Dharmasraya yang melibatkan stakesholder terkait mulai dari Kepolisian, Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, dan Pemerintah Nagari setempat.

Terjadi beberapa perubahan aktifitas PETI dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini, penurunan drastic aktifitas PETI berupa kapal pada Sungai Batanghari dan aktifitas PETI dompeng pada anak-anak sungai. Hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan lahan yang semakin sempit dan didukung oleh tindakan dari apparat penegak hukum yang semakin tegas. Tindakan tegas dari aparat penegak hukum (Kepolisian Daerah Resort Kabupaten Dharmasraya) ini disebabkan oleh pada tahun 2013 terjadi penyanderaan Kepala Polisi Resort Kabupaten Dharmasraya oleh masyarakat pelaku PETI. Drama penyanderaan ini berakhir dengan tindakan tegas oleh aparat kepolisian yang didukung oleh Brimob dari Kota Padang Panjang yang didatangkan untuk menangani permasalahan ini. Sejak kejadian tersebut aparat penegak hukum kepolisian lebih bertidak tegas dalam melakukan pemberantasan PETI.

Kec. IX Koto

Kcc. Koto Besar Kcc. Timpeh

Kec. Asam Jujuhan Kec. Pulau Punjung

Kec. Koto Baru Kec. Sitiung

Kec. Tiumang

Kec. Koto Salak Kec. Padang Laweh

Kec. Sungai Rumbai Kab. Solok

Kab. Sijunjung

Kab. Solok Selatan

102°0'0"E 102°0'0"E 101°30'0"E 101°30'0"E 101°0'0"E 101°0'0"E 1°0 '0"S 1° 0'0" S 1°3 0'0 "S 1°3 0'0" S 750000 750000 800000 800000 98 50 00 0 98 50 00 0 99 00 00 0 99 00 00 0

PETA PENGGUNAAN LAHAN

Dalam dokumen BUKU II IKPLHD KAB.DHARMASRAYA 2016 (Halaman 48-58)