BAB II KERANGKA TEORI
2.1.2 Tujuan Pelatihan
Menurut Masram (2015: 111) Tujuan utama pelatihan pada intinya adalah:
1. Memperbaiki kinerja
2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi 3. Mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru supaya menjadi kompeten
dalam pekerjaan.
4. Membantu memecahkan permasalahan organisasional 5. Mempersiapkan karyawan untuk promosi
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi 7. Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi 2.1.3 Manfaat Pelatihan
Melalui pelatihan ini banyak manfaat yang diperoleh baik bagi individu maupun bagi perusahaan. Bagi individu sendiri yaitu dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, keahlian serta pengalaman individu. Serta juga ketika karyawan tersebut mengikuti pelatihan juga dapat meningkatkan kepercayaan diri karyawan serta juga dapat membantu menyelesaikan masalah dan dapat membuat keputusan yang efektif dan efisien. Sedangkan manfaat bagi perusahaan sendiri yakni dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan, dapat meningkatkan kualitas
kinerja dari karyawannya dan dapat mengembangkan perusahaan (Nurhayati dan Atmaja, 2021).
Simamora (Priansa, 2018:179) menyatakan bahwa manfaat dari pelatihan adalah:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas
2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan pegawai untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima
3. Menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan baik antara organisasi dan pegawai, maupun di antara pegawai yang ada di organisasi
4. Memenuhi persyaratan-persyaratan perencanaan SDM yang ada
5. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja yang terjadi di dalam organisasi
6. Membantu pegawai dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka di dalam organisasi.
2.1.4 Metode Pelatihan
Menurut Priansa (2018: 192), ada beberapa metode yang digunakan dalam pelatihan kinerja karyawan yaitu:
1. Praktik kerja langsung (on the job training)
Sistem ini memberikan tugas kepada pimpinan langsung pegawai untuk melatih pegawainya. Keberhasilan pelatihan sangat bergantung kepada kemampuan pemimpin langsung pegawai untuk memberikan pelatihan bagi pegawainya. Metode pelatihan ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Formal
Pimpinan langsung pegawai menunjuk seorang pegawai senior untuk melaksanakan pekerjaan. Selanjutnya, peserta pelatihan melakukan pekerjaan seperti apa yang dilakukan oleh pegawai senior.
b. Informal
Pimpinan langsung meminta peserta pelatihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan, kemudian ia disuruh untuk mempraktikkannya. Kelebihan metode ini adalah bahwa peserta pelatihan terlibat langsung dalam pekerjaan operasional sehari-hari, sedangkan keburukannya adalah kegiatannya sering tidak teratur (tidak sistematis) dan kurang efektif, terutama jika instruktur maupun yang ditunjuk untuk memberikan pelatihan kurang berpengalaman.
2. Off The Job Training
Pelatihan ini dilaksanakan ketika karyawan sedang tidak bekerja dengan tujuan agar terpusat pada pelatihan dan memahami materi yang diberikan oleh trainer. Trainer pada pelatihan ini didatangkan dari luar organisasi atau para peserta mengikuti pelatihan diluar dan didalam organisasi.
3. Simulasi
Simulasi merupakan peniruan dari karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia nyata sedemikian rupa, sehingga peserta pelatihan dapat merealisasikan dalam keadaan sebenarnya. Apabila peserta pelatihan kembali ke tempat pekerjaannya, maka ia akan mampu melaksanakan pekerjaan yang telah disimulasikan tersebut. Pelatih dalam metode simulasi ini bukanlah berasal
dari pimpinan pegawai langsung, melainkan pelatih khusus (trainer specialist).
4. Kursus keahlian (Specialist Course)
Merupakan bentuk pelatihan pegawai yang lebih mirip pendidikan. Kursus biasanya diadakan untuk memenuhi minat pegawai dalam berbagai bidang pengetahuan tertentu atau bidang lain di luar bidang pekerjaannya, misalnya kursus bahasa inggris, akuntansi, manajemen, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Kursus-kursus tersebut biasanya dibuat dalam bentuk pembelajaran, dimana para peserta pelatihan dapat belajar sendiri dan menyesuaikan kecepatan belajarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Jika sebelum adanya pandemi pelatihan dapat dilakukan dengan secara langsung dan tatap muka dan peserta yang mengikuti pelatihan tersebut biasanya tidak sedikit. Namun pada masa pandemi seperti ini jika pelatihan dilakukan dengan secara tatap muka langsung maka harus menerapkan protokol kesehatan yang sudah berlaku yaitu dengan menerapkan 3M seperti mencuci tangan, menggunakan masker, dan selalu menjaga jarak sekitar 1-2 meter, dan peserta yang mengikuti pelatihan pun akan dibatasi. Hal itu pun dapat dilakukan jika daerah diadakan pelatihan tersebut tidak memasuki zona merah dan peserta yang akan mengikuti pelatihan tersebut harus dites terlebih dahulu sehingga tidak ada indikasi virus di lingkungan tersebut. Menurut Choiriyah dan Riyanto (Yumna et al, 2020), pelatihan juga dapat dilakukan dengan media online dengan memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti:
1. E-Learning
E-Learning adalah sebuah pelatihan dengan memanfaatkan berbagai teknologi pelatihan yang baru seperti pelatihan yang berbasis web dan CD-ROM. E-Learning mengacu kepada penggunaan teknologi jaringan yang ditujukan untuk merancang, memberikan, memilih, mengelola, dan untuk memperluas pembelajaran dengan menggunakan internet yang bisa digunakan dimana saja dan kapan saja selama koneksi internet tersebut tersedia.
2. Aplikasi Zoom dan Google Meet
Aplikasi Zoom dan google meet merupakan sebuah layanan konferensi video dengan menggunakan jaringan atau akses internet yang digunakan untuk bertemu dengan orang lain dengan bertatap muka yang mana orang tersebut berada pada tempat berbeda dengan secara virtual, yang biasanya dilakukan dengan menggunakan video atau audio saja, dan pertemuan yang dilakukan tersebut dapat direkam sehingga bisa dilihat untuk nanti atau dibagikan kepada orang lain (Mustopa et al, 2020).
2.1.5 Penilaian Pelaksanaan Program Pelatihan
Pelaksanaan suatu program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri para peserta pelatihan tersebut terjadi suatu proses transformasi. Proses transformasi tersebut dapat dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal, yaitu:
1. Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas,
2. Perubahan perilaku yang tercermin dalam sikap, disiplin, dan etos kerja.
Untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian untuk mengukur berhasil tidaknya yang dinilai tidak hanya dari segi teknis saja
tetapi juga dari segi perilaku. Menurut Siagian (2019: 202) penilaian harus diselenggarakan secara sistematik yang berarti mengambil langkah-langkah berikut:
1. Penentuan kriteria evaluasi ditetapkan bahkan sebelum suatu program pelatihan diselenggarakan dengan tolak ukur yang jelas berkaitan dengan peningkatan kemampuan dan produktivitas kerja dalam posisi atau jabatan sekarang maupun dalam rangka mempersiapkan para pekerja menerima tugas pekerjaan baru di masa depan.
2. Penyelenggaraan suatu tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan dan kemampuan para pekerja sekarang guna memperoleh informasi tentang program pelatihan dan pengembangan yang tepat diselenggarakan.
3. Pelaksanaan ujian pasca pelatihan dan pengembangan untuk melihat apakah memang terjadi transformasi tersebut tercermin dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing pegawai.
4. Tindak lanjut yang berkesinambungan. Salah satu tolak ukur penting dalam menilai berhasil tidaknya suatu program pelatihan ialah apabila transformasi yang diharapkan memang terjadi untuk kurun waktu yang cukup panjang di masa depan, tidak hanya segera setelah program tersebut selesai diselenggarakan. Hal ini sangat penting mendapat perhatian karena memang benar bahwa hasil suatu program pelatihan tidak selalu terlihat dengan segera.
2.2 Pengembangan
2.2.1 Definisi Pengembangan
Priansa, (2018: 146), menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia (HR development) dapat dipahami sebagai penyiapan individu pegawai untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi di dalam organisasi. Pengembangan biasanya berhubungan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk menunaikan pekerjaan yang lebih baik.
Menurut Mangkuprawira (Masram dan Mu’ah, 2015: 56), pengembangan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kinerja karyawan. Kasmir (2018: 140) menjelaskan bahwa pengembangan karyawan adalah suatu proses untuk menyegarkan, mengembangkan, dan meningkatkan, kemampuan, keterampilan, bakat, minat dan perilaku karyawan.
2.2.2 Manfaat Pengembangan
Menurut Siagian (2019: 184), pengalaman dan penelitian menunjukkan adanya paling sedikit sepuluh manfaat pengembangan bagi karyawan suatu organisasi, yaitu:
1. Membantu para pegawai membuat keputusan dengan baik
2. Meningkatkan kemampuan para pekerja menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi
3. Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi dalam diri para pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya
4. Timbulnya dorongan dalam diri pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya
5. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri
6. Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para pegawai dalam rangka pertumbuhan masing masing secara teknikal dan intelektual
7. Meningkatkan kepuasan kerja
8. Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang 9. Semakin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri
10. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
2.2.3 Tujuan Pengembangan
Masram (2015:109), menyebutkan beberapa tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas kerja.
2. Mencapai efisiensi.
3. Meminimalisir kerusakan.
4. Mengurangi kecelakaan.
5. Meningkatkan pelayanan.
6. Memelihara moral pegawai.
7. Meningkatan peluang karir.
8. Meningkatkan kemampuan konseptual.
9. Meningkatkan kepemimpinan.
10. Peningkatan balas jasa.
11. Peningkatan pelayanan kepada konsumen.
2.2.4 Metode Pengembangan
Metode yang paling penting dalam pengembangan SDM diantaranya ialah metode pendidikan (education) dan metode pelatihan (training). Setiap perusahan atau organisasi yang ingin berkembang selalu memperhatikan pelatihan dan pendidikan bagi karyawannya. Pendidikan diberikan bagi karyawan manajerial, sedangkan pelatihan diberikan kepada karyawan operasional (Suwatno dan Priansa, 2016: 112).
1. Metode Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi pengembangan sumber daya manusia. Output pendidikan dapat dilihat dari adanya perubahan tingkah laku. Hal tersebut mengandung arti bahwa pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mengubah tingkah laku pegawai. Tujuan pendidikan ialah penambahan pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan, dan sebagainya yang diharapkan memiliki sasaran pada periode tertentu. Metode pendidikan biasanya sebagai metode pengembangan untuk pegawai manajerial. Tenaga manajerial adalah mereka yang mempunyai wewenang terhadap orang lain. Metode-metode yang digunakan berbeda dengan metode-metode untuk pegawai operasional. Hal ini disebabkan oleh karakteristik kepribadian untuk para manajer berbeda dengan pegawai operasional.
2. Metode Pelatihan (Training)
Metode pelatihan dipilih berdasarkan analisa kebutuhan yang berasal dari kepentingan organisasi dan kebutuhan pegawai. Hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan adalah menyangkut waktu pelaksanaan, biaya, jumlah
peserta, tingkat pendidikan latar belakang pegawai, dan berbagai hal lainnya yang terkait dengan pegawai. Pelatihan pada dasarnya dipandang sebagai penerapan kecakapan dan keterampilan kerja, oleh karenanya pelatihan terfokus pada mempelajari bagaimana melaksanakan tugas-tugas khusus dalam waktu tertentu. Pelatihan merupakan suatu fungsi yang terus-menerus yang disesuaikan dengan ruang lingkup pekerjaan pegawai.
2.2.5 Prinsip Pengembangan
Prinsip pengembangan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas dan kemampuan kerja karyawan, namun hal tersebut dapat dikatakan berhasil apabila sudah diprogram. Program pengembangan memuat adanya sasaran, kebijaksanaan, prosedur, anggaran, peserta, kurikulum dan waktu pelaksanaan.
Tujuan akhir dari proses pengembangan itu adalah peningkatan efektivitas masing-masing karyawan pada jabatannya. Program pengembangan sebaiknya diinformasikan secara transparan atau terbuka kepada semua karyawan agar setiap karyawan mempersiapkan dirinya masing-masing apabila suatu ketika mereka mendapat program pengembangan. Menurut Suwatno dan Priansa (2016: 108), prinsip-prinsip yang berguna bagi pengembangan karyawan, antara lain:
1. Motivasi
Motivasi ini timbul dari dorongan diri sendiri (internal) maupun golongan dari luar (eksternal), seperti kesejahteraan karyawan terjamin, gaji akan meningkat, dan lain sebagainya, pengembangan harus ada hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai oleh masing-masing karyawan, seperti uang, kedudukan dan lain sebagainya.
2. Laporan Kemajuan
Hasil pengembangan dapat dijadikan sebagai informasi bagi perbandingan antara karyawan sebelum mendapat pengembangan dan sesudah mendapat pengembangan. Perbandingan itu bisa bersifat positif dan negatif, artinya pengembangan karyawan tersebut bisa meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi kerja karyawan, seberapa besar peningkatan itu ataukah sebaliknya.
3. Latihan
Seorang karyawan dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan yang baru, untuk itu diperlukan suatu program pengembangan yang diatur secara cermat dan tepat agar karyawan yang mendapat pengembangan dapat dipraktikkan dalam pekerjaannya. Pengembangan karyawan yang lebih efektif adalah dengan latihan yang dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki karyawan.
4. Perbedaan-perbedaan individu
Perbedaan individu harus dijadikan suatu pegangan dalam melaksanakan program pengembangan, perbedaan ini bukan perbedaan jenis kelamin, status sosial, ekonomi tetapi perbedaan tingkat kecerdasan dan bakat karyawan maka dari itu pengembangan yang paling efektif ialah dengan menyesuaikan kemampuan individual para peserta program.
2.2.6 Penilaian Program Pengembangan
Menurut Suwatno dan Priansa (2016: 116) tolak ukur yang dapat dipergunakan untuk mengukur hasil pengembangan sumber daya manusia di antaranya:
1. Perubahan Kinerja
Tujuan terpenting dari pengembangan adalah perbaikan dari kinerja yang saat ini dihasilkan. Perubahan dari hasil pekerjaan merupakan salah satu petunjuk dari efektivitas program pengembangan yang dilakukan.
2. Perubahan Kepribadian dan Tingkah Laku
Cara yang dijadikan tolak ukur dalam metode pengembangan ialah mengukur-perubahan dalam tingkah laku dari para karyawannya secara berkala akan membantu pemimpin dalam membandingkan kepribadian dan perilaku karyawan.
3. Ujian
Kadang-kadang suatu ujian diadakan setelah beberapa tahap atau pada akhir program. Pengukuran dilakukan mengenai tingkat sampai dimana pengetahuan yang telah diperoleh karyawan.
4. Penilaian Oleh Peserta Pengembangan
Karyawan yang mengikuti program pengembangan dapat diminta untuk menilai program pengembangan yang dilakukan perusahaan. Pada pengukuran ini, sikap-sikap dan pendapat karyawan sangatlah penting, karena hal ini mencerminkan sampai sejauh mana tingkat perubahan yang diperoleh karyawan setelah mengikuti pengembangan.
Menurut Masram (2015: 114) indikator pengukuran keberhasilan pengembangan atau tolak ukur metode pengembangan adalah sebagai berikut:
1. Prestasi Kerja karyawan 2. Kedisiplinan karyawan 3. Absensi karyawan
4. Tingkat kerusakan produksi, dan mesin-mesin 5. Tingkat kecelakaan karyawan
6. Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga, dan waktu 7. Tingkah upah insentif karyawan.
2.3 Kinerja Karyawan
2.3.1 Definisi Kinerja Karyawan
Kinerja dalam bahasa Inggris disebut dengan job performance atau actual performance atau level of performance yang merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja bukan merupakan karakteristik individu, seperti bakat, atau kemampuan, namun merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam mengemban tugas dan pekerjaan yang berasal dari organisasi (Sumardjo dan Priansa, 2018: 193).
Menurut Rivai dan Basri (Masram dan Mu’ah, 2015: 116) kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut Bangun (Sumardjo dan Priansa, 2018: 193) kinerja (Performance) adalah hasil pekerjaan seseorang yang dicapai berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (Job requirement). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga dengan standar pekerjaan (Job standar).
Mathis dan Jackson (Sumardjo dan Priansa, 2018: 193) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang apa yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pegawai dalam mengemban pekerjaannya. Rivai dan Sagala (Sumardjo dan Priansa, 2018: 193) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi.
2.3.2 Kriteria-Kriteria Kinerja Karyawan
Schuler dan Jackson (Sumardjo dan Priansa, 2018: 194) menyatakan bahwa terdapat tiga kriteria yang berhubungan dengan kinerja sebagai berikut:
1. Sifat
Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi seseorang karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan sifat sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.
2. Perilaku
Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal pegawai. Sebagai contoh apakah pegawainya ramah atau menyenangkan.
3. Hasil
Kriteria berkenaan dengan hasil semakin populer dengan makin ditekannya produktivitas dan daya saing internasional. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja karyawan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai menurut Mathis dan Jackson (Sumardjo dan Priansa, 2018: 195) adalah:
1. Kemampuan Individual
Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis.
2. Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Tingkat keterampilan merupakan cerminan dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang dilakukan.
3. Lingkungan Organisasional
Organisasi dalam lingkungannya menyediakan fasilitas bagi pegawai meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi, dan manajemen.
2.3.4 Pengukuran Kinerja Pegawai
Kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan organisasi dan mempertimbangkan pegawai yang dinilai. Mondy et al (Sumardjo dan Priansa, 2018: 199) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi:
1. Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work)
Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu.
2. Kualitas Pekerjaan (Quality of Work)
Kualitas pekerjaan berhubungan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan di dalam menangani tugas-tugas yang ada di dalam organisasi.
3. Kemandirian (Dependability)
Kemandirian berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dan meminimalisir bantuan orang lain.
4. Inisiatif (Initiative)
Inisiatif berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berpikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.
5. Adaptabilitas (Adaptability)
Adaptabilitas berkenaan dengan kemampuan untuk beradaptasi, mempertimbangkan kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah kebutuhan dan kondisi-kondisi.
6. Kerjasama (Cooperation)
Kerjasama berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
2.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Kasmir (2018: 197) menyebutkan bahwa bagi perusahaan penilaian kinerja memiliki beberapa tujuan antara lain:
1. Untuk memperbaiki kualitas pekerjaan 2. Keputusan penempatan
3. Perencanaan dan pengembangan karir
4. Kebutuhan latihan dan pengembangan 5. Penyesuaian kompensasi
6. Inventori kompetensi pegawai 7. Kesempatan kerja adil
8. Komunikasi efektif antara atasan dan bawahan 9. Budaya kerja
10. Menerapkan sanksi
2.3.6 Indikator Penilaian Prestasi Kinerja
Menurut Kasmir (2018: 208), Untuk mengukur kinerja karyawan dapat digunakan beberapa indikator mengenai kriteria kinerja, yaitu:
1. Kualitas (Mutu)
Kualitas merupakan suatu tingkatan dimana proses atau hasil dari penyelesaian suatu kegiatan mendekati titik kesempurnaan. Makin sempurna suatu produk, maka kinerja makin baik, demikian pula sebaliknya jika kualitas pekerjaan yang dihasilkan rendah maka kinerjanya juga rendah.
2. Kuantitas (Jumlah)
Kuantitas merupakan produksi yang dihasilkan dapat ditunjukkan dalam bentuk satuan mata uang, jumlah unit, atau jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. Pencapaian kuantitas yang diharapkan adalah jumlah yang sesuai dengan target atau melebihi dari target yang telah ditetapkan.
3. Jangka Waktu
Jenis pekerjaan tertentu diberikan batas waktu dalam menyelesaikan tugasnya.
Semakin cepat suatu pekerjaan terselesaikan, maka semakin baik kinerjanya
demikian pula sebaliknya makin lambat penyelesaian suatu pekerjaan, maka kinerjanya menjadi kurang baik.
4. Penekanan Biaya
Biaya yang dikeluarkan untuk setiap aktivitas perusahaan sudah dianggarkan sebelum aktivitas dijalankan. Artinya dengan biaya yang sudah dianggarkan tersebut merupakan sebagai acuan agar tidak melebihi dari yang sudah dianggarkan. Jika pengeluaran biaya melebihi anggaran yang telah ditetapkan maka akan terjadi pemborosan, sehingga kinerjanya dianggap kurang baik, demikian pula sebaliknya.
5. Pengawasan
Suatu pekerjaan tanpa dilakukan pengawasan akan mempengaruhi kinerja seseorang. Tanpa adanya pengawasan maka hasil kerja sudah dapat dipastikan akan memberikan hasil yang tidak baik bahkan lebih buruk dari yang diperkirakan.
6. Hubungan antar Karyawan
Penilaian kinerja sering kali dikaitkan dengan kerjasama atau kerukunan antar karyawan dan antar pimpinan. Hubungan antar perseorangan akan menciptakan suasana yang nyaman dan kerjasama yang memungkinkan satu sama lain saling mendukung untuk menghasilkan aktivitas pekerjaan yang lebih baik. Hubungan antar karyawan ini merupakan perilaku kerja yang dihasilkan seorang karyawan.
2.3.7 Penilaian Pencapaian Target Key Performance Indicators (KPI)
Menurut Budiarto (2017: 39), Key performance indicators (KPI) adalah perangkat pengukuran yang membantu manajemen memahami apa yang dilakukan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Alasan utama manajemen melacak dan menyusun laporan KPI adalah untuk memastikan bahwa tujuan tertentu dapat dicapai dan untuk mengetahui batas kemampuan yang dimiliki oleh setiap pegawai. Berikut ini adalah kriteria pengukuran KPI yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan:
1. Menentukan tujuan yang ingin diukur 2. Penentuan jangka pengukuran KPI
3. Menentukan nilai numerik untuk kategori kisaran 2.4 Pandemi Covid-19
Corona virus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Corona virus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019, kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (Covid-19).
Covid-19 disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar coronavirus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis virusnya. Gejalanya mirip dengan SARS, namun angka kematian
SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding Covid-19 (kurang dari 5%), walaupun jumlah kasus Covid-19 jauh lebih banyak dibanding SARS. Covid-19 juga memiliki penyebaran yang lebih luas dan cepat ke beberapa negara dibanding SARS.
Gejala umum berupa demam 38OC batuk kering, dan sesak napas. Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita Covid-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Seperti penyakit pernapasan lainnya, Covid-19 dapat menyebabkan gejala ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam. Sekitar 80% kasus dapat pulih tanpa perlu
Gejala umum berupa demam 38OC batuk kering, dan sesak napas. Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita Covid-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Seperti penyakit pernapasan lainnya, Covid-19 dapat menyebabkan gejala ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan, batuk, dan demam. Sekitar 80% kasus dapat pulih tanpa perlu