• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Hukum Administrasi Yang Dilakukan Notaris

BAB IV UPAYA HUKUM ADMINISTRASI YANG DILAKUKAN

B. Upaya Hukum Administrasi Yang Dilakukan Notaris

Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

Jika upaya hukum notaris yang dijatuhkan sanksi perdata, maka seluruh upaya hukum seperti yang diajarkan oleh Hukum Acara Perdata adalah menjadi upaya hukumnya, maka upaya hukum yang dapat dilakukan oleh notaris terhadap pelanggaran atas pasal-pasal tersebut di paragraf sebelumnya adalah dengan

86 H. L. A Hart, Konsep Hukum (The Concept Of Law), cetakan Ke-Empat (Bandung:

Nusamedia, 2011), hal 28.

melakukan berbagai upaya banding administratsi yang hidup dilingkungan masyarakat notaris dan sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris.

Dapat digambarkan secara singkat perihal banding administrasi yang hidup dilingkungan notaris terkait pelanggaran terhadap pasal-pasal yang mana disebutkan oleh pasal 85 UUJN yang mengandung sanksi administratif. Dugaan awal tentang pelanggaran notaris dengan ancaman sanksi administrasi tentu datangnya dari masyarakat kepada MPD.

Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten atau Kota yang mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggota nya. Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali, MPD dibantu oleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam rapat MPD. Menurut Pasal 70 UUJN Majelis Pengawas Daerah salah satunya berwenang Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris.

Kemudian jika laporan masyarakat setelah diperiksa MPD dan mendengarkan pembelaan dari notaris yang bersangkutan, dipandang perlu dijatuhkan sanksi teguran baik lisan maupun tulisan, maka Majelis Pengawas Daerah Notaris juga memiliki menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.87

87 PERMENKUMHAM Nomor : M. 02. 08. 10 Tahun 2004

Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi yang mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggota nya. Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Majelis Pengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali, MPW dibantu oleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam rapat MPW. Jika hasil pemeriksaan oleh MPD dipandang perlu diberikan teguran baik lisan maupun tulisan, maka MPW akan memberikan putusannya. Dalam pasal 73 ayat (1) huruf e MPW hanya bisa memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis dan sanksi seperti ini menurut pasal 73 ayat (2) bersifat final. Setelah memeriksa dan mendengarkan pembelaan notaris tersebut namun pelanggaran yang dilakukan dipandang MPW perlu sanksi yang lebih berat berupa pemberhentian sementara, maka MPW dapat mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan, atau pemberhentian dengan tidak hormat.

Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara yang mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggota nya. Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali, MPP dibantu oleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam rapat MPP.

MPP memiliki wewenang menurut pasal 77 huruf (a) yaitu berupa menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. Sementara MPP juga memiiliki kewenangan yang diatur dalam pasal yang sama huruf (c) untuk

memberikan sanksi pemberhentian sementara. Karena ini adalah tingkat banding maka MPP melakukan pemeriksaan terhadap berkas perkara ketika di MPW apakah ada hal yang salah dengan berkas tersebut. Namun untuk melakukan pemberhentian tidak hormat MPP hanya bisa mengajukan usulan ke Menteri. Maka keputusan untuk pemberhentian secara tidak hormat terhadap notaris finalnya adalah preogratif menteri.88

Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat dapat menjatuhkan sanksi administrasi terhadap notaris sesuai dengan kewenangannya. Baik teguran lisan dan teguran tertulis dari Majelis Pengawas Wilayah, dan sanksi pemberhentian sementara jabatannya oleh Majelis Pengawas Pusat.

MPW hanya dapat menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan dan tertulis, dan sanksi seperti ini bersifat final (Pasal 73 ayat (1) huruf e dan ayat (2) UUJN. MPP hanya dapat menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara saja (pasal 77 huruf c UUJN). Dengan demikian sanksi seperti tersebut merupakan kewenangan MPW dan MPD.

Kewenangan untuk menjatuhkan sanski tertentu hanya ada pada MPW dan MPP berdasarkan UUJN, tapi disisi lain Majelis Pemeriksa (wilayah dan pusat) berwenang juga menjatuhkan sanksi administrasi sebagaimana tersebut di atas.

Menurut Pasal 33 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

88http://idehukum. blogspot. co. id/2012/05/upaya-hukum-bagi-notaris-2. html diakses pada tanggal 05 September 2016

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, bahwa notaris yang diatuhkan sanksi oleh Majelis Pemeriksa Wilayah dapat mengajuhkan banding ke MPP, dan putusan Majelis Pemeriksa Pusat final dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali putusan tentang pengusulan pemberian sanski bereupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri (Pasal 35 ayat (2) Peraturan Meneteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004). Putusan Majelis Pemeriksa Pusat tersebut dilaporkan kepada MPP untuk diteruskan kepada Menteri (Pasal 35 ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004).

Pengaturan sanksi administratif ini terjadi disinkronisasi antara pengaturan sanksi administratif yang tercantum dalam UUJN dengan Peraturan Meneteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, tersebut dari segi kewenangan, menurut Pasal 73 ayat [1] huruf e dan ayat [2] UUJN kewenangan MPW hanya dapat menjatuhkan sanski teguran lisan dan terguran tertulis, dan sanski seperti ini bersifat final, artinya tidak ada upaya hukum lain dan MPP hanya dapat memberikan sanksi pemberhentian sementara dari jabatannya (Pasal 77 huruf c UUJN), dengan demikian penjatuhan sanksi seperti tersebut di atas hanya ada pada MPW dan MPP, tapi ternyata Pasal 31 ayat [1] dan [2] Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, disebutkan pula bahwa Majelis Pemeriksa (Wilayah dan Pusat) dari hasil pemeriksaan dapat menjatuhkan sanksi berupa:89

89Bentuk-bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada Notaris dilihat dari PERMENKUMHAM Nomor : M. 02. 08. 10 Tahun 2004

a. Teguran lisan;

b. Teguran tertulis;

c. Pemberhentian sementara;

d. Pemberhetian dengan hormat;

e. Pemberhetian dengan tidak hormat.

Dengan demikian Majelis Pemeriksa dapat menjatuhkan sanksi yang lebih luas dibandingkan dengan sanksi yang dapat dijatuhkan oleh MPW dan MPP kepada notaris, sehingga ada 2 (dua) intansi yang dapat menjatuhkan sanksi90 terhadap Notaris, yaitu MPW dan MPP serta Majelis Pemeriksa Wilayah dan Majelis Pemeriksa Pusat. Subtansi Peraturan Meneteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, seperti tersebut di atas tidaklah tepat untuk dilaksanakan, karena mencampuradukan kewenangan MPW dan Majelis Pemeriksa Wilayah serta Majelis Pemeriksa Pusat dalam menajlanakan sanksi, sehingga yang tepat harus dijadikan pedoman adalah aturan hukum yang lebih tinggi yaitu UUJN.

Instansi utama untuk menjatuhkan sanksi terhadap notaris yaitu Majelis Pengawas Notaris, sedangkan tim pemeriksa merupakan bagian internal yang dibuat oleh Majleis Pengawas dengan kewenangan tertentu yang tetap berada dalam kendali Majelis Pengawas. Oleh karena itu Majelis Pemeriksa hanya berwenang untuk

90Yang dimaksud dengan “sanksi” ialah akibat sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi sosial) atas sesuatu perbuatan. E. Utrecht di sadur Moh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan Ke-Sebelasas ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1983), hal 8.

menerima laporan yang diterima dari masyarakat atau dari sesama notaris, melakukan pemeriksaan dan persidangan secara terbuka, dan jika menurut hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa terbukti bahwa notaris yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan tugas dan jabatan notaris, maka kemudian Majelis Pemeriksa melaporkannya kepada Majelis Pengawasan, dan disertai dengan usulan untuk menjatuhkan sanksi-sanksi tertentu. Selanjutnya Majelis Pengawas akan memutuskan sanksi yang dijatuhkan kepada notaris yang bersangkutan. Sanksi yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas tersebut, notaris diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan kepada Majelis Pengawas yang menjatuhkan sanksi kepadanya, jika tidak puas dapat mengajukan banding kepada instansi Majelis Pengawas yang lebih tinggi, dan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara, jika putusan Majelis Pengawas tetap tidak memuaskan notaris yang bersangkutan.

Dalam tataran yang ideal, bahwa seharusnya semua jejang Majelis Pengawas, mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi, berupa teguran lisan dan teguran tertulis dan pemberhetian sementara, dan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhetian tidak hormat. Konsekwensi atas bahwa Majelis Pengawas Notaris merupakan Pejabat Tata Usaha Negara yang menjalankan fungsi administrasi Negara, bersesuaian dengan prinsip hukum administrasi Negara yaitu mengatur hunbungan antara Negara91dengan para warga92Negaranya atau mengatur kepentingan umum.93

91Dimaksud pada bagian ini adalah termasuk Majelis Pengawas Notaris selaku pelaksana fungsi tata usaha Negara.

92Dimaksud disini adalah termasuk para Notaris.

Semua bentuk sanksi tersebut dan jika tidak puas dapat mengajukan kepada instansi yang lebih tinggi dalam hal ini MPW dan seterusnya ke MPP, jika semua prosedur ini telah dipenuhi tetap tidak memuaskan notaris yang bersangkutan, maka Notaris dapat mengajukan gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat putusan MPP. Hanya dalam hal ini harus ditentukan sepanjang pemeriksaan di pengadilan Tata Usaha Negara berjalan untuk sementara waktu Notaris tidak dapat menjalankan tugasnya selaku notaris sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pengaturan sanksi yang dijatuhkan Majelis Pengawas Notaris tidak ada peluang untuk melakukan upaya hukum seperti tersebut di atas. Jika kesempatan seperti tidak diatur atau tidak ada, maka upaya hukum tersebut dapat ditempuh dengan gugatan langsung ke pengadilan Tata Usaha Negara.

C. Alasan-Alasan Pembenar Bagi Notaris Yang Dapat Dijadikan Dasar