• Tidak ada hasil yang ditemukan

Yajña Jâtaka

Dalam dokumen Bhatara Hyang Buddha Sakyamuni (Halaman 109-118)

(Kisah Tentang Kurban)

Mereka yang berhati baik tak dapat dirayu oleh ajakan orang jahat. Memahami hal ini, berusahalah untuk memurnikan hati.

Jauh di jaman dahulu, berkat buah kebajikan kehidupannya yang lampau, Bodhisattva terlahir kembali sebagai seorang raja. Seluruh raja kecil tunduk di hadapannya, sehingga ia memerintah dalam kedamaian, karena tak perlu lagi menaklukan baik dirinya sendiri maupun orang lain. Kekuasaan kerajaannya telah diketahui oleh masyarakat luas, dan hubungannya dengan negara lain adalah perdamaian serta kesejajaran. Negerinya benar-benar bebas dari segala bentuk kekacauan, gangguan, ataupun bencana alam, seluruh rakyatnya menjalankan perintahnya tanpa ragu.

Setelah menaklukan musuh utama satu-satunya, yaitu indriawinya sendiri, dan juga setelah benar-benar tak terikat terhadap hasil usaha-usahanya, raja telah menjadi sumber utama bagi

kebahagiaan rakyatnya. Di mana hal itu telah dilakukannya dengan sepenuh hati. Bagaikan seorang Muni sejati, ia menjadikan Dharma sebagai tujuan setiap kegiatannya. Ia juga paham bahwa sifat manusia adalah berkeinginan mencapai ketinggian, dan itulah tujuan khususnya dalam melaksanakan tugas-tugas keagamaannya. Dengan maksud membawa keselamatan bagi rakyatnya, ia menjalankan amal dana, sila, mengembangkan kesabaran, serta berusaha demi kebajikan semua makhluk. Dengan raut wajah yang cerah sebagaimana hatinya, di mata rakyatnya ia tampak bagai perwujudan Dharma.

Meskipun memiliki pelindung yang sedemikian baiknya, pada suatu tahun terjadilah bencana kekeringan di negeri sang raja, disebabkan baik oleh kelalaian penduduknya, maupun kealpaan para dewa yang bertugas menurunkan hujan. Yakin bahwa beberapa kelalaian dirinya serta rakyatnyalah yang menjadi penyebab bencana ini, dan memikul tanggung jawab kesulitan rakyatnya, di mana kesejahteraan mereka menjadi tujuan serta perhatian utamanya, raja mengumpulkan para tetua, yang di kenal pengetahuannya terhadap persoalan agama dan meminta nasihat dari mereka.

Dengan dipimpin oleh seorang brahmana pandita dan menteri kerajaan, para tetua memberi tahu raja bahwa ia harus melakukan korban besar. “Baginda harus mempersembahkan banyak binatang,” Ujar mereka kepada raja. “Persembahan seperti itu pasti akan mendatangkan hujan yang kita harapkan.” Akan tetapi sifat belas kasih sang raja menghalanginya melakukan penyembelihan seperti itu. Tak sependapat, namun tak ingin mengecewakan hati para tetua dengan kata-kata kasar penolakan, raja mengalihkan pembicaraan pada urusan yang lain. Sehingga persoalan agama lain yang di bicarakan kemudian tersebut, para tetua, tak juga memahami betapa dalamnya belas kasih raja, sehingga kembali dengan gigih mendesak raja untuk melaksanakan korban.

“Anda selalu merasa tak puas dalam menjalankan tugas-tugas kerajaan,” ujar mereka. “Anda sangat mahir serta terampil dalam mempertimbangkan aturan baik agama maupun umum, segala yang telah Anda kerjakan, Anda lakukan demi kebajikan rakyat. Bagaimana bisa orang yang begitu berhati-hati dalam memperhatikan hal-hal tersebut, menjadi tak peduli, bahkan enggan, ketika tiba saatnya untuk mengadakan kurban yang sangat dibutuhkan, yang menjadi sekop bagi keagungan negara?

“Bahkan para raja lain dengan penuh hormat mengindahkan kata-katamu. Seolah sebagai pengikutmu, mereka yakin bahwa dengan mengikutimu akan menjamin keberhasilannya. Kini telah tiba saatnya: Pahala terbesar kurban ini akan memberimu keagungan tiada tara! Engkau melaksanakan upacara, kemurahan hatimu tiada terukur, pengendalian diri sepenuh hati, telah mempersiapkanmu untuk menjalankan tugas ini. Veda menguraikan tentang upacara kurban, karenanya bayarlah hutangmu terhadap para dewa! Jika para dewa merasa puas oleh pengurbanan yang tanpa kesalahan dan dilaksanakan dengan tepat, mereka akan menganugrahimu hujan yang lebat, sebagai imbalannya.

“Pikirkan kesejahteraan rakyat serta dirimu sendiri. Pikirkan kemasyhuranmu. Pikirkanlah hal-hal tersebut, pasti engkau akan bersedia melaksanakan kurban yang diperlukan.”

Raja merenung: “Aku sebenarnya telah dibantu dengan buruk oleh para penasihat seperti itu. Aku tak bisa menuruti nasihat mereka dan akan tetap mengikuti Dharma dengan sepenuh hati; Aku akan membuat kesalahan terhadap semua yang telah mempercayaiku. Sesungguhnya, mereka yang menyatakan diri sebagai pelindung sejati diantara umat manusia, malah mereka yang melakukan begitu banyak kejahatan, semua atas nama agama. Celakalah siapa pun yang mengikuti jalan seperti itu, karena akan berakhir

dipersimpangan jalan, dikelilingi oleh kejahatan yang ingin mereka hindari!

“Apakah hubungan antara perbuatan baik dengan pembunuhan binatang menurut mereka? Bagaimana bisa para dewa, ataupun mereka yang berada dialam dewa mendapat kesenangan dalam perbuatan penyembelihan? Orang-orang itu berkata bahwa binatang yang dibunuh dalam upacara kurban akan langsung pergi ke surga, dipercepat perjalanannya oleh doa-doa mereka yang membunuhnya. Dengan jalan ini, menurut mereka, upacaranya telah dilaksanakan sesuai peraturan. Sesungguhnya hal ini benar-benar kebohongan. Bagaimana mungkin seseorang dapat memetik pahala perbuatan yang dilakukan oleh orang lain? Binatang dibunuh diatas altar bukan karena ia berpantang berbuat jahat, atau ia memusatkan diri menjalankan kebajikan dengan mati sebagai kurban.

“Bila benar bahwa kurban yang dibunuh dalam upacara kurban mendapat kebahagiaan surga seketika, mengapa bukan para brahmana yang ada dimana-mana mengurbankan dirinya sendiri? Tentulah tidak demikian kenyataannya. Lalu siapa yang menghiraukan pendapat seperti itu sebagai sesuatu yang benar?

“Karena bagi para dewa, amrthalah yang mereka makan, dihidangkan kepadanya oleh para bidadari yang cantik-cantik, yang tiada terlukiskan dalam rupa serta rasa, dalam kemewahan serta kekuatan. Akankah mereka meninggalkan makanan seperti itu, demi untuk mencicipi usus beberapa binatang malang?

“Sekaranglah saatnya untuk berbuat.” Demikianlah, setelah membuat hatinya seperti apa yang akan ia lakukan, raja berpura-pura setuju melaksanakan anjuran untuk berkurban.

“Aku telah dibantu dengan baik dan sangat bersyukur memiliki para penasehat seperti kalian,” Ucapya kepada mereka. “Kalian semua telah begitu peduli pada kebahagiaan serta keselamatanku! Aku akan mulai melaksanakan kurban pada saatnya, dengan mengurbankan seribu orang manusia. Harap kalian para punggawa semua, mempersiapkannya. Tentukan dimana lokasi yang tepat untuk mendirikan bangunan tempat berkurban, pelajari perbintangan serta pergerakan bulan, pada hari yang berbeda, bahkan juga jamnya, pilih saat yang sangat menguntungkan untuk membunuh semua kurban kita, sehingga dengan demikian apa yang kita harapkan akan dapat terkabul.”

Bermaksud untuk mengelak, pemimpin para pendeta menjawab: “Raja Agung, agar dapat terlaksana, Anda harus melakukan pembersihan seperlunya setiap kali satu kurban telah dilaksanakan. Bahkan, jika seribu kurban tersebut diketahui oleh semua orang suatu ketika, rakyat Anda mungkin akan murka.”

Seluruh brahmana lainya dengan bersemangat mendukung pendapat tersebut. Sebaliknya raja menjawab: “Jangan khawatirkan kemarahan rakyat. Aku akan berhati-hati untuk menghindari masalah apa pun.”

Raja menyelenggarakan sebuah pertemuan dengan para perwakilan baik dari kota-kota maupun desa-desa, ia berkata: “Sudah menjadi kehendakku untuk mengadakan kurban seribu orang penduduk. Tetapi kurbanya haruslah seperti binatang. Hanya mereka yang melakukan kesalahan berat yang akan dijadikan kurban, aku tak mau menggunakan siapapun kecuali yang demikian. Dengan pengumuman ini, aku memberi kalian peringatan yang adil: sejak hari ini, siapapun yang melanggar batas kebajikan, menjadi noda bagi keluarga serta bahaya bagi negara, secepatnya akan dibawa ke hadapanku dan dipersiapkan sebagai kurban. Untuk

menyebarluaskan pengumuman ini, sekarang aku mengirim utusan yang bermata awas, jujur, serta cermat, untuk melaporkan tingkah laku kalian langsung kepadaku.”

Pemimpin anggota pertemuan dengan mengangkat tangan diatas kepalanya lalu menghormat, menjawab: “Segala yang telah Baginda lakukan demi kebahagiaan rakyatmu. Bagaimana mungkin kami menentang kehendakmu, Oh Pemimpin Manusia? Perbuatanmu bahkan dipuji oleh Dewa Brahma. Engkau yang menegakkan kebajikan adalah pemimpin tertinggi bagi kami. Mengingat tak ada yang membuatmu merasa puas kecuali kebahagiaan serta kesejahteraan kami, apa yang membuatmu senang tentunya juga membuat kami gembira.”

Sehingga, diseluruh kota serta desa-desa disekelilingnya, raja mengirim pengawas yang memperhatikan serta menangkap setiap pelaku kejahatan. Di mana-mana, setiap hari pengumanan dilakukan dengan memukul beduk, agar semua mendengar dengan jelas: “Raja, sebagai penjaga keamanan, menjanjikan keamanan dan kebebasan bagi semua yang berprilaku baik serta bersusila.

“Dimana kekeringan telah memporak-porandakan negeri kita. Dengan maksud untuk membantu rakyat, sebuah pengurbanan seribu orang harus dilakukan. Karenanya, siapapun yang mengabaikan perintah kerajaan kita, siapa pun yang senang berbuat salah, sudah pasti, dengan dipaksa oleh perbuatannya sendiri, akan dijadikan kurban dalam upacara pengurbanan. Saat tubuhnya diikatkan ke tempat pengurbanan, semua orang harus menyaksikan penderitaannya yang menyedihkan, penderitaannya terbakar.”

Mendengar pengumuman tersebut serta menyaksikan suruhan raja dari hari ke hari, segera membuat penduduk negeri meninggalkan segala keterikatan mereka terhadap perbuatan salah.

Seluruh penduduk mulai bersungguh-sungguh dalam memperhatikan ajaran-ajaran kebajikan dan berusaha mengendalikan diri mereka, sehingga setiap muncul kesempatan untuk membenci atau bermusuhan diusahakan dengan gigih untuk dihindari, dan setiap bentuk pertengkaran atau pertentangan diselesaikan dengan saling mengasihi serta menghargai.

Anak-anak menghormati orang tua serta guru. Ramah, berbudi, sopan dan juga pada umumnya senang berdana serta berkehendak baik, para pengawas utusan raja, yang tak berkurang semakin menguatkan rakyat dalam berupaya agar tidak lepas dari perbuatan baik. Rasa takut mati telah membangunkan kesadaran akan hidup yang akan datang; rasa takut menodai kehormatan keluarga mereka, telah menghidupkan keinginan untuk terus menjaga nama baik mereka. Untuk membersihkan hati, mereka melakukannya dengan meneguhkan rasa malunya, hingga akhirnya mereka semua segera dihiasi dengan kebajikan yang tanpa cela.

Menyaksikan perkembangan pada cara hidup rakyatnya tersebut dari para utusannya, raja merasa gembira, dan memperlihatkan rasa bahagianya yang besar kepada mereka yang membawakan kabar baik kepadanya. Kepada menterinya raja berkata:

“Melindungi rakyatku sudah menjadi tujuan utamaku. Sekarang, dengan membersihkan kehidupan mereka dan menyucikan prilaku hidup mereka, rakyatku telah membuat dirinya layak untuk menerima pengurbanan besar. Kini kehendak utamaku akan diumumkan: Biarlah siapa pun yang menginginkan bahan bakar kebahagiaannya, dengan menerima harta, mendapatkan yang diinginkannya dari tanganku. Dengan cara inilah kurban yang sesungguhnya akan diadakan, bencana kesulitan dan kemiskinan akan dapat dilenyapkan dari seluruh negeri.

“Dengan bantuan kalian, aku akan melindungi rakyat. Aku tak dapat membiarkan kemiskinan mereka; itu telah membakar hatiku seperti amukan api.”

Para menteri, melaksanakan perintah raja, mendirikan balai dana diseluruh desa, kota serta pasar, dan juga disemua tempat persinggahan dijalan. Siang malam semua orang miskin diberi apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya kemiskinan lenyap, rakyat kini hidup makmur, mengenakan busana bagus serta perhiasan permata, seolah-olah pada hari perayaan. Kemasyhuran raja dipuji-puji oleh mereka yang pernah miskin, menyebar kesegala penjuru, bagaikan tepung sari teratai yang menyebar meliputi wilayah luas, terbawa oleh riak kecil telaga.

Sejalan dengan kebijaksanaan raja, seluruh rakyat kini telah mendasari kehidupan mereka dengan kebajikan, sehingga kekuatan kejahatan terusir jauh. Musim berganti sebagaimana mestinya, menakjubkan setiap orang keteraturannya. Bumi menghasilkan segala jenis makanan yang berlimpah-limpah. Air jernih kebiruan, teratai memenuhi tempat-tempat penampungan air, tumbuhan obat tumbuh dengan kemanjuran lebih hebat dari sebelumnya. Wabah serta bencana telah berlalu; hujan datang tepat pada waktunya, bintang-bintang bergerak dijalur yang membawa keberuntungan. Karena segala unsur seimbang, tak ada mara bahaya yang akan ditemui dimanapun, tak ada rasa takut baik dirumah mapun di manapun.

Rakyat negeri tersebut benar-benar menikmati masa Kertayuga yang menakjubkan, berkat kebajikan yang mereka laksanakan, mengendalikan diri, berbudi, dan rendah hati yang terus di jalankan tanpa kendur. Kekuatan pengurbanan raja, dilaksanakan sesuai dengan aturan perundangan, telah mengakhiri penderitaan kemiskinan. Negara diwarnai oleh perkembangan serta masyarakat

yang bahagia. Rakyat tiada lelah memuji-muji kebajikan sang raja. Sehingga ketenarannya semakin meluas ke segala penjuru.

Pada suatu hari seorang pejabat negara yang hatinya begitu bahagia atas apa yang terjadi berkata kepada raja: “Dengan selalu memperhatikan keperluan rakyatmu, baik yang besar maupun kecil, juga diantara keduanya, kebijaksanaan Baginda berkembang semakin agung, melampaui para pertapa manapun. Sebagai pahala dari kurban yang telah anda langsungkan dengan cara yang sangat benar, bebas dari kekejaman penyembelihan binatang, anda telah memastikan kebahagiaan rakyat anda, dalam hidup saat ini maupun yang akan datang.

“Hari-hari kekeringan dan kemiskinan telah berlalu; segala penderitaan telah diatasi. Perlukah kukatakan lagi? Rakyat anda benar-benar bahagia dan dipuncak keberuntungan mereka. Bagaikan bulan, engkau benar-benar bebas dari cacat cela. Engkau bersinar dengan cahaya murni yang terang; engkau bersinar karena kekuatan sila, mengagumkan karena prakarsamu itu. Tindakan Baginda sebagai pemimpin negara serta pemimpin agama terbukti tanpa cacat.

“Keagunganmu bahkan melampaui Shakra, Raja Seratus Pengurbanan. Kurban yang ditujukan bagi suatu tujuan, adalah sesuatu yang benar-benar keliru, akan mengakibatkan penderitaan bagi makhluk hidup. Sedangkan kurban yang anda lakukan, menjadi kenangan bagi keagunganmu, yang dilaksanakan sepenuhnya sejalan dengan keadilan jiwa dan pantangan anda untuk menyakiti makhluk lain. Bahagialah rakyat yang memilikimu sebagai pelindung! Tak ada ayah yang lebih baik lagi dalam menjaga anak-anaknya.”

Pejabat kerajaan yang lain juga memuji sang raja: “Mereka yang berkuasa serta kaya biasanya hanya menjalankan kemurahan hati

jika terdapat imbalan yang diharapkan. Kebajikan mereka akibat dari keinginannya untuk menerima balasan atau mendapatkan tempat disurga. Namun kebajikan kemurahan hati dan juga sila yang telah Anda tunjukkan, timbul semata-mata demi kebajikan makhluk lain. Hal yang seperti ini hanya terjadi pada orang bijak serta baik.”

Dari kisah ini orang dapat melihat bagaimana mereka yang batinnya murni, tak dapat dinodai oleh orang yang jahat. Memahami akan hal ini, berusahalah untuk menjadi murni. Ini juga merupakan ajaran yang sangat membantu bagi para putri raja, kepada mereka dapat disampaikan: “Siapapun yang mengharapkan rakyatnya baik dan berusaha demi kesejahteraan mereka, akan membawa kebebasan, keagungan, serta kebahagiaan. Inilah tanggung jawab utama seorang raja. Bahkan, seorang pangeran yang berjuang demi kemakmuran, sebaiknya berbuat sesuai dengan Dharma, mengingat bahwa tingkah laku rakyatnya merupakan sumber kemakmuran yang sesungguhnya.”

Ini juga dapat dinyatakan: “Membunuh binatang tak akan pernah dapat membawa kebahagiaan. Sebaliknya, kemurahan hati, pantangan, pengendalian diri, dan semacamnya memiliki kekuatan tersebut. Untuk itulah, mereka yang mengidamkan kebahagiaan harus mencurahkan dirinya pada kebajikan seperti itu.” Kisah ini agar juga disampaikan ketika mengungkapkan keagungan Sang Tathagata, untuk menunjukkan bagaimana Sang Bhagavan, dalam seluruh kehidupannya yang lampau mencurahkan dirinya untuk berusaha membawa kebajikan bagi semua makhluk.

Dalam dokumen Bhatara Hyang Buddha Sakyamuni (Halaman 109-118)

Dokumen terkait