BAB III PULAU LOMBOK,
TENTANG IKRAR TALAK DI LUAR PENGADILAN DI LOMBOK
B. Pandangan Tuan Guru terhadap Paktek Ikrar Talak di luar Pengadilan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa banyak di kalangan
9. TGH. Zainal Arifin Munir
Zainal Arifin Munir merupakan pengasuh yayasan Pondok Pesantren Munirul Arifin (Yanmu) NW Praya Lombok Tengah. Pondok Pesantren ini berafiliasi dengan ormas Nahdlatul Wathan yang merupakan ormas keagamaan terbesar di pulau Lombok. Sistem pendidikan dan pengajarannya pun hampir sama dengan pondok pesantren NW lainnya yang menitikberatkan pada pemahaman keagamaan berdasarkan kitab-kitab klasik mazhab Syafi‟i.
Di samping sebagai pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Munirul Arifin Nahdlatul Wathan (Yanmu NW), ia juga aktif sebagai dosen Fakultas Syari„ah UIN Mataram. Ia cukup lama menimba ilmu di Makkah al-Mukarramah, sejak muda hingga perguruan tinggi. Ia menyelesaikan S2 di al-Aqidah Jakarta dan baru saja menyelesaikan kuliah S3 pada Pascasarjana UII Yogyakarta dalam bidang hukum Islam dengan judul penelitian “Pemikiran Hukum Maulana Syaikh TGKH.
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tentang Kewarisan Islam” tahun 2018.80
Di antara karyanya yang lain berjudul “Revitalisasi Manajemen Wakaf Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat”, Jurnal de Jure.
Membahas perceraian di luar Pengadilan, menurutnya, harus memperhatikan dua hal, yaitu perceraian dari segi hukum Islam dan perceraian
79 Ibid. 80
Zainal Arifin Munir, “Pemikiran Hukum Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid tentang Kewarisan Islam” (Disertasi – Pascasarjana UII Yogyakarta, 2018).
168
menurut hukum positif.81 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
jo PP No. 9 tahun 1975, jo Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, kesemuanya mengarahkan talak harus dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan: Ayat (1) “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Ayat (2) “Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri”.
Pasal 18 PP No. 9 tahun 1975 menyebutkan; “Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan”. Demikian halnya dalam Bab XVI pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyatakan “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.
Dalam hukum Islam, ikrar talak itu sah tanpa diikrarkan di hadapan siapa pun. Ikrar talak itu jatuh jika diucapkan. Menurutnya, tidak ada penjelasan dalam fiqh bahwa ucapan ikrar talak harus di hadapan hakim di Pengadilan Agama. Hukum fiqh menjelaskan bahwa ikrar talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada isterinya, jatuh saat itu juga walaupun tidak ada orang yang menyaksikannya. Namun sebagai warga negara yang taat akan aturan hukum,
169
maka dia wajib melaporkan atau mengikrarkannya di hadapan hakim di Pengadilan Agama. Dengan kata lain, ikrar talak itu harus dicatat agar tertib administrasi.82
Menurutnya, apa yang ditetapkan oleh pemerintah itu memang kewajiban, di mana setiap warga negara harus mengikrarkan talak di depan hakim di Pengadilan Agama, tapi bukan berarti ketika sang suami mengikrarkan talak di luar Pengadilan Agama itu tidak sah. Ia mengqiyaskan logika itu, seperti wajibnya menggunakan fasilitas atau pakaian yang suci ketika melakukan sholat. Sholat itu tetap sah sekalipun ia menggunakan pakaian yang haram, pakaian yang dirampas, sajadah yang dicuri.
Jadi, kalau dikaitkan dengan ikrar talak, maka ikrar talak itu tetap jatuh atau sah hukumnya tapi dia berkewajiban mencatatkan atau mengikrarkannya di hadapan hakim Pengadilan Agama sebagai bentuk kepatuhan pada aturan hukum
positif yang berlaku dalam rangka memenuhi tertib adminstrasi.83 Pendapat
demikian merujuk pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan;
ْب ِنَْحَّْرلا ِدْبَع ْنَع ٍدَّمَُمُ َنْبِا ِنِْعَ ي ِزْيِزَعْلا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ُِّبَِنْعَقْلَا اَنَ ثَّدَح
ٍحاَبَر ِبَِأ ِنْب ِءاَطَع ْنَع ٍبْيِبَح ِن
َكِّنلا ٌّدَج َّنُُلُْزَىَو ٌّدَج َّنُىُّدَج ٌثَلاَث : َلاَق ملعص ِللها َلْوُسَر َّنأ َةَرْ يَرُى ِبَِا ْنَع ٍكِلاَم ِنْبا ِنَع
ُحا
ُةَعْجَّرلاَو ُقَلاَّطلاَو
Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius:
nikah, talak, dan rujuk.( HR. Abu Da>wud).84
Ketiga hal tersebut jika diucapkan secara serius ataupun tidak serius, baik dicatatkan di Pengadilan maupun tidak, maka dianggap hal yang serius. Dalam hal
82 Ibid. 83 Ibid. 84
170
ini, ucapan yang tidak serius saja menyebabkan jatuh talaknya apalagi yang serius. Keseriusan itu baik dibuktikan dengan catatan di hadapan sidang Pengadilan Agama ataupun dicatat di luar Pengadilan Agama, maka talaknya tetap jatuh atau dia main-main mengucapkan ikrar talak di luar Pengadilan, maka ucapan yang demikian juga menyebabkan jatuhnya talak.
Lebih jauh, Munir mengungkapkan bahwa akan menjadi masalah yang cukup pelik, jika ikrar talak yang dijatuhkan di depan hakim Pengadilan Agama saja yang sah, karena masyarakat Lombok sudah terbiasa dengan pola lama yang sudah berjalan secara turun temurun. Sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Lombok bahwa talak yang dijatuhkan hanya dengan sekedar ucapan, baik dicatatkan di Pengadilan Agama ataupun tidak, tetap dianggap jatuh talaknya.
Tradisi seperti ini tentu saja dipengaruhi oleh ajaran atau didikan ustad, Tuan Guru yang sudah berlangsung lama bahkan sebelum UU No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) itu ada. Ustad dan Tuan Guru memberikan pengajian kepada santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab kuning klasik yang bermazhab Syafi‟i, seperti Fath} al-Qari>b karangan Muh}ammad b. Qa>sim b. Muh}ammad al-Gha>zi> b. al-Ghara>bili Abu> Abdillah Syamsuddin, Fath} al-Mu‘i>n karangan Ima>m Zaynuddin al-Maliba>ri>, Fath} al-Wahha>b karangan Ima>m Zakariyya al-Ans}a>ri>, dan lain-lain.
Masyarakat Lombok, menurutnya juga, wataknya tidak bisa dirubah dengan cara yang cepat. Butuh waktu untuk merubah pola pikir masyarakat, karena perubahan itu dinamis. Sebagaimana masyarakat lainnya, suatu saat nanti akan ada perubahan. Sebagai contoh, persoalan pernikahan. Saat ini, masyarakat
171
Lombok sudah mulai sadar bahwa pernikahan itu harus dicatatkan dihadapan petugas pencatat nikah di KUA. Ia berharap suatu saat nanti, masyarakat Lombok akan menyadari begitu pentingnya pencatatan ikrar talak. Namun demikian, jika ada pertanyaan umat mengenai talak di luar Pengadilan, maka ia akan menjawab bahwa talak tersebut jatuh karena berdasarkan pendapat yang tertera pada
kitab-kitab yang menjadi rujukan. 85
Aturan ikrar talak harus di Pengadilan Agama, bagi masyarakat Lombok bisa saja diterima, namun menurutnya, membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan pemahaman dan penyadaran kepada mereka karena talak di luar Pengadilan Agama sudah berlangsung lama. Namun demikian, sekali lagi, kesadaran itu akan muncul di tengah-tengah masyarakat jika ada sanksi hukum yang tegas, sebagaimana yang berlaku pada pencatatan perkawinan. Sehingga saat ini, sudah jarang sekali masyarakat Lombok yang berani menikah tanpa dicatatkan sekalipun di pelosok desa.