PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN
TESIS
Oleh
SUCITA LESTARI N 097032124/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUCITA LESTARI N 097032124/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
Nama Mahasiswa : Sucita Lestari N Nomor Induk Mahasiswa : 0970321124
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal Lulus : 6 Agustus 2012
(Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi) Anggota
Telah diuji
Pada tanggal : 6 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Habibah H. Nst, Sp. PD, K.Psi Anggota : 1. Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi
PERNYATAAN
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2012
ABSTRAK
Stroke dapat menimbulkan akibat yang bervariasi pada penderitanya. Pada kasus stroke berat dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) kemungkinan dapat terjadi stroke berulang. Risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke 45-61% dan terjadinya stroke berulang 25-37%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus stroke tahun 2009 menjadi 363 kasus stroke tahun 2010. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial berperan dalam menjaga perilaku penderita pasca stroke dengan memberi dukungan dalam bentuk informasi, penilaian, instrumental dan emosional.
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan rancangan kasus kontrol (case control) yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien pasca stroke yang rawat jalan lebih dari 5 tahun di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang terdiri dari 40 orang kelompok kasus (stroke berulang) dan kelompok kontrol (tidak berulang). Responden pada penelitian adalah keluarga yang mendampingi pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian melalui uji Chi Square memperlihatkan ada pengaruh dukungan informasi dengan p=0,032 dan OR=4,846 (95%CI:1,882-12,482), dukungan penilaian dengan p=0,001 dan OR=3,370 (95%CI:1,070-10,613) dengan kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi medan Tahun 2011. Nilai OR>1 menunjukkan bahwa variabel dukungan informasi dan dukungan penilaian merupakan faktor risiko terjadinya stroke berulang.
Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik berganda dapat disimpulkan bahwa dukungan penilaian merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang dengan nilai β=1,521.
Pihak rumah sakit diharapkan dapat membuat media informasi tentang penyakit stroke, menyelenggarakan seminar tentang stroke dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan/perguruan tinggi secara berkesinambungan. Dokter dan perawat juga perlu memperhatikan psikologis penderita begitu juga dengan pihak keluarga. Untuk tahap jangka panjang diharapkan pihak Dinas Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit dapat memfasilitasi perkumpulan khusus (klub stroke) bagi penderita stroke di Kota Medan.
ABSTRACT
Stroke can result in various effect to its sufferers. Severe stroke can cause mortality while mild stroke does not cause mortality but it can result in recurrent strokes. The death risks in last 5 year after stroke are 45-61% and the risks of secondary stroke are 25-37%. In year 2010 there was increasing stroke cases at Dr. Pirngadi General Hospital Medan from 298 cases in 2009 to 363 cases in 2010. Family as the source of social support in maintening the behaviour of post- stroke sufferers provided support in the forms of information, evaluation, instrument and emotion.
The purpose of this observational analytical study with case-control design was to analyze the influence of social support of family on the incident of recurrent stroke at Dr Pirngadi General Hospital Medan in 2011. The population of this study was the post-stroke patients who have become the out-patients for 5 (five) years at Dr Pirngadi General Hospital Medan. The samples for this study were 80 respondents consisting of the family accompanying the stroke patients who met the criteria of inclusion in which 40 of them belonged to the case group (recurrent stroke) and the other 40 patients belonged to the control group (not recurrent). The data for this study were obtained through structured/questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of Chi-square test showed that there was a influence between information support (p-0.032 and OR=4.846, 95%CI:1.882-12.482), evaluation support (p=0.001 and OR=3.370, 95%CI:1.070-10.613) with the incident of recurrent stroke at Dr Pirngadi General Hospital Medan in 2011. The value of OR>1 showed that the variable of information support and evaluation support were the risk factor of the incident of recurrent stroke.
Based on the result of multiple logistic regression tests showed that evaluation support was the dominant variable influencing the incident of recurrent strokes with β = 1.521.
It is expected that the management of the hospital can make an information media about stroke and cooperate with educational institution/university to continuosly organize a seminar on stroke. The doctors, nurses and patients’ families also need to pay attention to the patients’ psychological condition. For the long term, the Medan Municipal Health Service is expected to cooperate with the hospitals to facilitate a special club for the stroke sufferers in the City of Medan.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat kesehatan yang selalu diberikanNya penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga
terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis dalam menyusun tesis ini telah mendapat bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghormatan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD, K.Psi selaku ketua komisi
pembimbing dan Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi selaku anggota komisi
pembimbing yang penuh perhatian dan dukungan dalam membimbing,
mengarahkan dan memberikan waktu luang untuk membimbing penulis mulai
dari tahap awal penyusunan tesis hingga selesai.
6. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H dan Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc
sebagai komisi penguji yang banyak memberikan saran dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, terutama Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M yang selalu memberi
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
8. dr. Dewi F. Syahnan, Sp. T.H.T selaku Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan dan
dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S selaku Ka. SMF Neurologi beserta staf yang telah
mengijinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di Poli Stroke RSUD
dr. Pirngadi Medan.
9. Keluarga besar penulis terutama Ayahanda Suriandi, Ibunda Ermita, S.Sos, Ibuk
Gusnimar dan Adinda Ales yang selalu mendoakan dan memberi semangat
kepada penulis agar cepat menyelesaikan pendidikan S2 serta teristimewa untuk
10. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah menjadi
sahabat dan selalu bersedia mendengarkan keluh kesah bagi penulis terutama
bagi Kk Jasmi, Kk Endam, Bg Hamid, Ozie dan teman-teman yang lain yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Ibarat pepatah “ Tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan tesis ini masih ada keterbatasan dan kekurangan. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
tesis ini sehingga menjadi lebih baik dan diharapkan bisa bermanfaat bagi semua
pihak.
Medan, Oktober 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Sucita Lestari N, lahir pada tanggal 24 Desember 1986 di Kota Bukittinggi,
Propinsi Sumatera Barat, anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan
Ayahanda Suriandi dan Ibunda Ermita, S.Sos.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 01 Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi dan selesai tahun 1998, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 5 Bukittinggi dan selesai tahun 2001,
Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 4 Bukittinggi dan selesai tahun 2004,
kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
(FKM-USU) dan selesai tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di
Program Studi S2 IKM dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di
Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2009 hingga saat
ini.
Mulai bekerja sebagai dosen tidak tetap di Akademi Kebidanan Delima
Yayasan Bina Semai Insani tahun 2010, kemudian mulai tahun 2011 diangkat
menjadi dosen tetap di STIKes Helvetia Medan dan sekaligus bekerja sebagai Staf
DAFTAR ISI
1.5. Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Stroke ... 11
2.1.1. Definisi Stroke ... 11
2.1.2. Klasifikasi Stroke ... 12
2.1.3. Faktor Risiko Stroke ... 13
2.2. Perilaku Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Stroke ... 17
2.2.1. Perilaku Kesehatan ... 17
2.2.2. Upaya Pencegahan Stroke ... 20
2.3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga ... 24
2.3.1. Definisi Keluarga ... 24
2.3.2. Fungsi dan Tugas Kesehatan Keluarga ... 26
2.3.3. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga ... 30
2.3.4. Sumber Dukungan Keluarga ... 34
2.3.5. Dukungan Sosial Keluarga terhadap Penderita Stroke ... 35
2.4. Landasan Teori ... 43
2.5. Kerangka Konsep ... 45
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46
3.1. Jenis Penelitian ... 46
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 47
3.2.2. Waktu Penelitian ... 47
3.3.1. Populasi ... 47
3.3.2. Sampel ... 48
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51
3.4.1. Jenis Data ... 51
3.4.2. Pengumpulan Data ... 51
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53
3.4.4. Normalitas Data ... 54
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 55
3.5.1. Variabel ... 55
3.5.2. Definisi Operasional ... 55
3.6. Metode Pengukuran ... 56
3.6.1. Pengukuran Variabel Independent ... 57
3.6.2. Pengukuran Variabel Antara ... 59
3.6.3. Pengukuran Variabel dependent ... 60
3.7. Metode Analisis Data ... 61
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63
4.1. Gambaran Umum RSUD dr. Pirngadi Medan ... 63
4.2. Analisis Univariat ... 66
4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 66
4.2.2. Distribusi Frekuensi Karakterisik Penderita Stroke ... 68
4.3. Analisis Bivariat ... 70
4.3.1. Pengaruh Pencegahan Stroke terhadap Kejadian Stroke Berulang ... 71
4.3.2. Pengaruh Dukungan Informasional dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 71
4.3.3. Pengaruh Dukungan Penilaian dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 72
4.3.4. Pengaruh Dukungan Instrumental dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 73
4.3.5. Pengaruh Dukungan Emosional dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 74
4.4. Analisis Multivariat ... 74
BAB 5. PEMBAHASAN ... 77
5.1. Dukungan Sosial Keluarga pada Penderita Stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 77
5.2. Pencegahan Stroke Berulang pada Penderita Stroke Rawat Jalan di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 78
5.3. Pengaruh Dukungan Informasional Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 84
5.5. Pengaruh Dukungan Instrumental Keluarga terhadap Kejadian
Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 88
5.6. Pengaruh Dukungan Emosional Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 91
5.7. Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 96
5.8. Keterbatasan dan Kelemahan dalam Penelitian ... 97
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
6.1. Kesimpulan ... 100
6.2. Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 103
DAFTAR TABEL
No. JUDUL Halaman
2.1. Faktor Risiko Stroke ... 13
2.2. Skala Rankin Untuk Kecacatan Stroke ... 37
3.1. Blue Print Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga (Friedman, 1998 &
Nursalam, 2006) ... 52
3.2. Blue Print Kuesioner Pencegahan Stroke Berulang (Sutrisno, 2007 &
Pinzon, 2010) ... 53
4.1. Distribusi Jenis Ketenagaan di RSUD dr. Pirngadi Medan ... 64
4.2. Karakteristik Responden/Keluarga Penderita Stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 66
4.3. Karakteristik Penderita Stroke yang Rawat Jalan di RSUD dr. Pirngadi
Medan Tahun 2011 ... 68
4.4. Pengaruh Pencegahan Stroke terhadap Kejadian Stroke Berulang
di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 71
4.5. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Kejadian Stroke Berulang
di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 71
4.6. Pengaruh Dukungan Penilaian terhadap Kejadian Stroke Berulang
di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 72
4.7. Pengaruh Dukungan Instrumental terhadap Kejadian Stroke Berulang
di RSUD dr, Pirngadi Medan Tahun2011 ... 73
4.8. Pengaruh Dukungan Emosional terhadap Kejadian Stroke Berulang
di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 74
DAFTAR GAMBAR
No. JUDUL Halaman
2.1. Kerangka Konsep ... 45
DAFTAR LAMPIRAN
No. JUDUL Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 108
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 116
3. Output Kasus ... 121
4. Output Kontrol ... 129
5. Uji Normalitas ... 137
6. Uji Bivariat ... 138
7. Uji Multivariat... 147
8. Master Data Kasus & Kontrol... 149
9. Surat Izin Penelitian ... 159
ABSTRAK
Stroke dapat menimbulkan akibat yang bervariasi pada penderitanya. Pada kasus stroke berat dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) kemungkinan dapat terjadi stroke berulang. Risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke 45-61% dan terjadinya stroke berulang 25-37%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus stroke tahun 2009 menjadi 363 kasus stroke tahun 2010. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial berperan dalam menjaga perilaku penderita pasca stroke dengan memberi dukungan dalam bentuk informasi, penilaian, instrumental dan emosional.
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan rancangan kasus kontrol (case control) yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien pasca stroke yang rawat jalan lebih dari 5 tahun di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang terdiri dari 40 orang kelompok kasus (stroke berulang) dan kelompok kontrol (tidak berulang). Responden pada penelitian adalah keluarga yang mendampingi pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian melalui uji Chi Square memperlihatkan ada pengaruh dukungan informasi dengan p=0,032 dan OR=4,846 (95%CI:1,882-12,482), dukungan penilaian dengan p=0,001 dan OR=3,370 (95%CI:1,070-10,613) dengan kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi medan Tahun 2011. Nilai OR>1 menunjukkan bahwa variabel dukungan informasi dan dukungan penilaian merupakan faktor risiko terjadinya stroke berulang.
Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik berganda dapat disimpulkan bahwa dukungan penilaian merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang dengan nilai β=1,521.
Pihak rumah sakit diharapkan dapat membuat media informasi tentang penyakit stroke, menyelenggarakan seminar tentang stroke dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan/perguruan tinggi secara berkesinambungan. Dokter dan perawat juga perlu memperhatikan psikologis penderita begitu juga dengan pihak keluarga. Untuk tahap jangka panjang diharapkan pihak Dinas Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit dapat memfasilitasi perkumpulan khusus (klub stroke) bagi penderita stroke di Kota Medan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu masalah besar di bidang kesehatan masyarakat,
baik di negara maju maupun di negara berkembang. World Health Organization
(WHO) mendefinisikan stroke sebagai terjadinya gejala klinis yang cepat berupa
gangguan fungsi serebral dengan symptom yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih tanpa adanya kausa yang jelas selain yang berasal dari sistem vaskuler. Dari
seluruh kondisi kronis, stroke dianggap sebagai kelainan yang paling menyebabkan
ketidakberdayaan (disabling) (Suwantara, 2004).
Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit
pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit
tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama penyebab
kematian setelah jantung dan kanker. Setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus
stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000
kasus lainnya berupa serangan stroke berulang (Sutrisno, 2007). Davenport, R &
Dennis, M (2000) juga mengungkapkan bahwa 10-16% penderita stroke memiliki
risiko untuk mengalami serangan ulang dan risiko kematian akibat stroke dua kali
Di Indonesia, stroke juga menempati posisi ketiga setelah penyakit jantung
dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan
bahwa 63,52% per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir
terkena stroke, sedangkan jumlah orang yang meninggal dunia akibat stroke
diperkirakan 125.000 jiwa per tahun (Sutrisno, 2007).
Menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS
Pemerintah di seluruh Indonesia. Dari data epidemiologi di Indonesia diketahui
bahwa beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia kurang lebih
50% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit saraf adalah pasien stroke
dan kurang lebih 5 persennya meninggal karena stroke (Grehenson, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Situmorang (2010) di RSUD dr. Pirngadi Medan
diketahui bahwa dari 298 orang penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 2009,
114 orang diantaranya meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 38,25%.
Penderita stroke yang meninggal tersebut 63% akibat serangan stroke pertama dan
37% lagi akibat stroke berulang (pernah mengalami stroke sebelumnya). Berdasarkan
faktor risiko stroke yang dialami oleh penderita stroke tersebut diketahui tertinggi
(55,3%) karena menderita hipertensi dan terendah (0,9%) karena hiperkolesterol.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan diketahui bahwa pada tahun 2010
terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus
Harian Online Sumut Pos Maret 2010, terdapat 10-20 pasien stroke yang datang
berobat ke RSU dr. Pirngadi setiap harinya. Pada kasus stroke, akibat yang dialami
oleh pasien dapat bervariasi. Pada kasus stroke berat dapat terjadi kematian,
sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) dapat terjadi beberapa kemungkinan
seperti stroke berulang, dementia dan depresi. Stroke berulang merupakan suatu hal
yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan
meningkatkan biaya perawatan.
Pinzon & Asanti (2010) mengungkapkan bahwa serangan stroke berulang
umum dijumpai. Serangan stroke berulang lebih berakibat fatal daripada serangan
stroke yang pertama. Pinzon & Asanti (2010) mengutip beberapa hasil penelitian
tentang stroke berulang antara lain; penelitian Xu tahun 2007 memperlihatkan bahwa
serangan stroke berulang pada tahun pertama dijumpai pada 11,2% kasus, penelitian
lain oleh Leira tahun 2004 pada 1.266 pasien stroke menunjukkan bahwa serangan
stroke berulang pada tiga bulan pertama adalah sebanyak 4,9%, pengamatan Hardi,
tahun 2005 selama 5 tahun pasca serangan stroke, serangan stroke berulang dijumpai
pada 32% kasus. Hal ini berarti sepertiga pasien stroke akan mengalami serangan
stroke dalam 5 tahun pasca serangan stroke pertama.
Selanjutnya Siswanto (2005) juga mengungkapkan bahwa diperkirakan 25%
orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang
dalam kurun waktu 5 tahun. Hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa
terjadinya risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke adalah 45-61% dan terjadinya
kurun waktu 4 tahun pada pria 42% dan wanita 24%. Makmur, T, Anwar, Y, dkk
(2002) mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi
pada usia 60-69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%) dengan
faktor risiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).
Berdasarkan hasil penelitian Siswanto (2005) dengan menggunakan
rancangan penelitian kasus kontrol diketahui terdapat 4 faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian stroke berulang yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg (OR=
7,04), kadar gula darah >200 mg/dl (OR= 5,56), kelainan jantung (OR= 4,62) dan
ketidakteraturan berobat (OR= 4,39). Untuk itu disarankan agar pasien pasca stroke
untuk melakukan pengobatan secara rutin dan informasi tentang faktor-faktor risiko
stroke berulang serta pengendaliannya penting untuk diberikan. Apabila tidak ada
upaya penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada
tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat. Oleh karena itu upaya global
yang bertaraf Internasional perlu dilakukan untuk melawan ancaman stroke yang
mendunia (Hernowo, 2007). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan upaya pencegahan sekunder dengan mengendalikan faktor-faktor risiko
stroke berulang dan upaya ini sangat berkaitan dengan perilaku kesehatan pasien
pasca stroke.
Penderita pasca terserang stroke harusnya menjalani 2 proses penyembuhan
utama. Pertama adalah penyembuhan dengan obat-obatan di rumah sakit. Kontrol
yang ketat harus dilakukan untuk menjaga agar kadar kolesterol jahat (LDL) dapat
makanan yang dapat memicu terjadinya serangan stroke berulang seperti junk food
dan garam (dapat memicu hipertensi). Proses penyembuhan kedua adalah
fisiotherapy, yaitu latihan otot-otot untuk mengembalikan fungsi otot dan fungsi
komunikasi agar mendekati kondisi semula. Fisioterapi dilakukan bersama instruktur
fisioterapi, dan pasien harus taat pada latihan yang dilakukan. Jika fisioterapi ini tidak
dijalani dengan sungguh-sungguh, maka dapat terjadi kelumpuhan permanen pada
anggota tubuh yang pernah mengalami kelumpuhan.
Kesembuhan pada penderita stroke sangat bervariasi. Ada yang bisa sembuh
sempurna (100 %), ada pula yang cuma 50 % saja. Kesembuhan ini tergantung dari
parah atau tidaknya serangan stroke, kondisi tubuh penderita, ketaatan penderita
dalam menjalani proses penyembuhan, ketekunan dan semangat penderita untuk
sembuh, serta dukungan dan pengertian dari seluruh anggota keluarga penderita.
Menurut survei nasional Gallop dalam Friedman (1998), menyatakan bahwa saat
berhubungan dengan masalah kesehatan, kebanyakan individu mendapatkan lebih
banyak bantuan dari keluarga mereka daripada pihak lainnya, bahkan petugas
kesehatan sekalipun, sehingga keluarga harus mampu memodifikasi perannya serta
mampu beradaptasi dengan status kesehatan keluarga yang didapat.
Pada kenyataannya dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga tersebut
tidaklah mudah karena keluarga kadang merasa malu dan berpandangan bahwa stroke
merupakan penyakit yang merepotkan. Seringkali ditemui bahwa penderita stroke
yang dapat pulih kembali menderita depresi hebat karena keluarga mereka tidak mau
sikap tidak menerima keadaan penderita, perlakuan kasar karena harus membersihkan
kotoran penderita, menyerahkan penderita kepada suster yang juga memperlakukan
penderita dengan kasar, dan sebagainya). Hal ini yang harus dihindarkan jika ada
anggota keluarga yang menderita serangan stroke. Oleh karena itu, penerimaan
keluarga terhadap penderita stroke sangat penting. Makin besar keterlibatan keluarga,
makin besar pula peluang penderita untuk sembuh (Sutrisno, 2007).
Terkait dengan permasalahan tersebut, teori Snehandu B. Kar menyebutkan
ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu; niat
seseorang untuk bertindak, dukungan sosial, ada tidaknya informasi, otonomi pribadi
untuk bertindak, dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak (Notoatmodjo,
2007). Dari teori tersebut dapat diketahui bahwa dukungan sosial merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku kesehatan, dalam hal ini
dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan yang bersumber dari keluarga
sehingga disebut sebagai dukungan sosial keluarga.
Menurut Friedman dalam Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga adalah
sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Caplan
dalam Friedman (1998) mengungkapkan bahwa bentuk dukungan sosial yang
diberikan keluarga dapat berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental dan dukungan emosional.
Lebih lanjut Keliat (1996) menjelaskan bahwa keluarga memiliki peran sistem
pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat-sakit
pertimbangan, bantuan nasehat, atau bahkan tempat untuk mengeluh. Selain itu dapat
juga berupa perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi,
pemberian penghargaan atau bentuk penilaian yang berupa pujian dari keluarga.
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan dukungan
sosial keluarga kepada penderita stroke. Penelitian Astuti (2010) tentang hubungan
antara dukungan keluarga dengan kestabilan emosi pada penderita pasca stroke di
RSUD UNDATA di Surakarta menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang
sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan kestabilan emosi pada penderita
stroke. Semakin tinggi dukungan keluarga yang diperoleh penderita stroke maka akan
semakin tinggi kestabilan emosi, begitu pula sebaliknya.
Penelitian Natalia (2010) tentang hubungan antara dukungan keluarga dalam
latihan fisik dengan derajat kekuatan otot pasien pasca stroke iskemik di RS
Dirgahayu Samarinda menunjukkan adanya korelasi antara dukungan keluarga dan
tingkat kekuatan otot pasien pasca stroke iskemik. Perawat atau pemberi perawatan
dianjurkan untuk melibatkan keluarga sebagai dukungan dalam latihan fisik.
Penelitian Wurtiningsih (2010) tentang dukungan keluarga pada pasien stroke
di ruang B1 Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang menyimpulkan bahwa keluarga sudah
memberikan dukungan informasional tentang penyakit stroke pada pasien,
memberikan perhatian sebagai bentuk dukungan emosional, dukungan instrumental
dilakukan dengan cara membantu pasien melakukan latihan rentang gerak sendi,
memberikan makan melalui selang, membantu mengontrol obat jika habis dan
Penelitian Lindawati (2009) tentang hubungan dukungan keluarga dengan
kejadian depresi pasien pasca serangan stroke di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. M.
Djamil Padang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara dukungan
emosional dan dukungan penghargaan dengan kejadian depresi pasca serangan
stroke.
Penelitian Wulandari dalam Elfita (2009) berikut ini lebih menggambarkan
bagaimana keluarga melakukan perawatan pada penderita pasca stroke di rumah,
namun masih terdapat beberapa sikap dan tindakan keluarga yang bertolak belakang
dalam memberikan dukungan yaitu; pada umumnya keluarga telah memahami
bagaimana cara memberikan perawatan kepada penderita stroke karena mereka telah
mendapatkan penjelasan pada saat di rumah sakit, tetapi tidak semua program
perawatan penderita pasca stroke didukung oleh keluarga. Hal ini dapat dilihat dari
sikap keluarga yang tetap memperbolehkan penderita minum kopi dan merokok.
Selain itu, keluarga sudah menyetujui untuk melakukan latihan pada unit-unit
fisioterapi, tetapi tidak melakukan action untuk membawa penderita ke unit
fisioterapi. Keluarga memahami bagaimana melakukan latihan rentang gerak dan
sendi pada penderita, tetapi keluarga tidak memberikan latihan secara rutin.
Kemudian keluarga berpendapat bahwa pemberian obat antihipertensi tidak perlu
diberikan secara rutin. Di sisi lain, keluarga sangat mendukung pemberian diet rendah
garam pada penderita.
Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga
stroke dapat dimodifikasi dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Dalam
kehidupan pasien sehari-hari di lingkungan keluarga, anggota keluarga seharusnya
memperhatikan bagaimana perilaku pasien terhadap pencegahan stroke, sehingga
tidak menimbulkan kerugian yaitu dengan pengobatan teratur, olahraga teratur, tidak
merokok, tidak minum alkohol, diet garam atau lemak dan memeriksakan anggota
keluarga yang sakit.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui
dan menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke
berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitiannya adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap
kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial
keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun
2011.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan bagi RSUD dr. Pirngadi Medan dalam upaya
promosi kesehatan dengan memberi informasi kepada keluarga penderita
stroke tentang pentingnya dukungan sosial keluarga dalam upaya pencegahan
terjadinya stroke berulang.
1.5.2. Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi dokter, perawat maupun terapis tentang
pentingnya informasi bagi keluarga tentang pentingnya dukungan sosial
keluarga dalam upaya pencegahan terjadinya stroke berulang.
1.5.3. Keluarga
Dapat menambah pengetahuan keluarga tentang pentingnya dukungan sosial
keluarga dalam upaya pencegahan kejadian stroke berulang.
1.5.4. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dapat memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan penelitian
selanjutnya yang terkait dengan dukungan sosial keluarga dalam upaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stroke
2.1.1. Definisi Stroke
Menurut Sofwan (2010), stroke dalam bahasa Inggris berarti “pukulan”. Ada banyak sekali terminologi dan definisi stroke. Salah satunya, stroke adalah sindrom
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut,
disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologi dan bukan sebagai akibat tumor,
trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, G, dkk, 2009).
Pinzon & Asanti (2010) mendefinisikan stroke sebagai defisit (gangguan)
fungsi sistem syaraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak. Gangguan peredaran otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah
otak atau pecahnya pembuluhnya darah di otak.
WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal
maupun global (menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah di otak yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih (Sutrisno, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan aliran suplai darah ke
otak yang terjadi secara mendadak yang dapat menimbulkan kecacatan menetap atau
2.1.2. Klasifikasi Stroke
Menurut Michel dalam Pinzon & Asanti (2010), secara patologi ada dua
macam stroke, yaitu stroke sumbatan (stroke iskemik) dan stroke perdarahan (stroke
hemoragik). Stroke sumbatan terjadi ketika pembuluh darah ke otak mengalami
sumbatan. Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang menuju
ke otak.
Untuk lebih jelasnya pembagian stroke sebagai berikut (Sofyan, 2010) :
1) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya pembuluh darah
dalam otak yang pecah sehingga darah yang keluar dari pembuluh darah tersebut
dipaksa masuk ke dalam jaringan otak, kemudian merusak sel-sel otak di daerah
tertentu, sehingga pada akhirnya bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi
dengan baik. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua tipe yaitu (1) Perdarahan
Subaraknoid (PSA); dan (2) Perdarahan Intraserebral (PIS).
2) Stroke iskemik
Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya hambatan atau
sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang
diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energy dan
oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan
tidak berfungsi lagi. Stroke iskemik dibagi menjadi beberapa tipe menurut
lakunar (terjadi di pembuluh darah yang kecil) dan emboli serebral (terjadi
karena adanya gumpalan darah/bekuan darah).
2.1.3. Faktor Risiko Stroke
Seseorang menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke. Faktor risiko
stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor
risiko yang dapat diubah.
Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke
Faktor yang Tidak Dapat Diubah Faktor yang Dapat Diubah
Usia tua Hipertensi
Jenis kelamin laki-laki Diabetes Melitus
Ras Dislipidemia
Riwayat keluarga Merokok
Riwayat stroke sebelumnya Obesitas
Sumber : Pinzon & Asanti, 2010
Untuk lebih jelasnya faktor-faktor risiko stroke tersebut diuraikan sebagai
berikut (Wahyu, 2009) dan (Pinzon&Asanti, 2010) :
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a.1. Usia
Meskipun stroke dapat menyerang segala usia, diketahui bahwa mereka yang
berusia lanjut lebih berisiko terserang penyakit yang berpotensi mematikan
dan menimbulkan kecacatan tetap. Setelah mencapai usia 55 tahun, risiko
stroke meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 10 tahun. Dua pertiga
kasus stroke diidap oleh mereka yang berusia 65 tahun. Hal yang serupa juga
akan semakin mudah terserang stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia,
namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.
a.2. Jenis Kelamin
Stroke lebih banyak dijumpai pada laki-laki. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa laki-laki berisiko terserang stroke dibandingkan wanita.
Namun, kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita
dibandingkan laki-laki karena umumnya wanita terserang stroke pada usia
yang lebih tua. Pinzon & Asanti (2010) juga mengatakan bahwa laki-laki
lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka
kejadian faktor risiko stroke (hipertensi) pada laki-laki.
a.3. Riwayat Keluarga
Faktor genetik di dalam keluarga juga merupakan faktor risiko stroke.
Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi diketahui dapat
diturunkan secara genetik dari seseorang kepada keturunannya. Hertzberg,
dkk dalam Pinzon & Asanti (200) mengungkapkan bahwa risiko stroke
meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan
riwayat keluarga stroke lebih cenderung menderita diabetes dan hipertensi.
Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan kejadian stroke pada
keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya faktor risiko stroke.
a.4. Ras atau Etnis
Insidensi dan kematian akibat stroke di Amerika Serikat lebih tinggi pada
Indonesia pengaruh perbedaan faktor ras terhadap stroke tidak diketahui
dengan pasti. Pinzon & Asanti (2010) mengatakan bahwa kejadian stroke
pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukasoid.
b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah
b.1. Hipertensi
Pada kondisi tertentu, tekanan darah dapat meningkat melebihi batas normal.
Kondisi ini dikenal sebagai hipertensi. Hipertensi yang berlangsung dalam
jangka waktu lama dan tidak diobati dapat berisiko menimbulkan berbagai
penyakit, seperti kegagalan jantung kongestif, kelainan saraf mata, gagal
ginjal maupun stroke (Wahyu, 2009).
Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari
140/90 mmHg atau lebih dari 135/85 mmHg pada individu yang mengalami
gagal jantung, insufisiensi ginjal, atau diabetes mellitus. Hipertensi
meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada factor risiko
lainnya (Pinzon&Asanti, 2010).
b.2. Merokok
Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan
risiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu
peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan
penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko
stroke sampai dua kali lipat. Ada hubungan yang linier antara jumlah batang
dalam Pinzon&Asanti (2010), risiko stroke akan bertambah 1,5 kali setiap
penambahan 10 batang rokok per hari.
b.3. Penyakit jantung
Jenis penyakit atau kelainan jantung yang meningkatkan risiko stroke adalah
aritmia jantung. Aritmia merupakan kelainan yang ditandai oleh detak jantung
yang tidak teratur. Kelainan detak jantung ini berpotensi menimbulkan suatu
bekuan sel trombosit (tromboemboli), yang dapat bermigrasi dari jantung dan
menyumbat arteri di otak, menimbulkan stroke tipe iskemik tromboemboli.
b.4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkatkan faktor risiko terjadinya
stroke. Hal ini disebabkan oleh penyakit metabolisme ini mengakibatkan
terjadinya kerusakan dinding arteri, baik yang berukuran besar
(makroangiopati) maupun kecil (mikroangiopati). Dinding arteri yang
mengalami kerusakan ini akan menjadi lokasi penimbunan lemak, sel-sel
trombosit, kolesterol, dan terjadi penebalan lapisan otot polos di dinding
arteri. Kondisi ini disebut sebagai aterotrombotik.
b.5. Dislipidemia
Kolesterol dibentuk di dalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu
kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL disebut sebagai
“kolesterol jahat”, yang membawa kolesterol dari hati ke dalam sel. Jumlah
kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan kolesterol di
(pengerasan dinding pembuluh darah arteri). Proses atherosclerosis akan
menimbulkan komplikasi pada organ target (jantung, otak, dan ginjal). Proses
tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena stroke (Pinzon&Asanti,
2010).
b.6. Obesitas
Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi untuk
menderita stroke. Penelitian Oki, dkk (2006) menyimpulkan bahwa seseorang
dengan indeks massa tubuh ≥ 30 memiliki risiko stroke 2,46 kali disbanding
yang memiliki indeks massa tubuh < 30 (Pinzon&Asanti, 2010).
Berbagai faktor risiko stroke harus dikenali dan diobati pada saat pasien
masuk RS. Pengendalian faktor risiko mutlak diperlukan untuk mencegah serangan
stroke ulang. Hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok, dan faktor lain harus
dikenali dan dicari penanganannya.
2.2. Perilaku Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Stroke 2.2.1. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Secara lebih rinci perilaku kesehatan itu mencakup ; (1) perilaku seseorang
perilaku terhadap makanan (nutrition behavior); dan (4) perilaku terhadap lingkungan
kesehatan (environmental health behavior).
Dari empat cakupan perilaku kesehatan tersebut di atas, perilaku yang terkait
dengan penelitian ini adalah perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Orang
yang sakit akan menyebabkan perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di
dalam lingkungan keluarga. Jelasnya, orang yang sakit memasuki posisi baru menurut
suatu peranan yang baru pula. Peranan baru bagi orang sakit (pasien) harus mendapat
pengakuan dan dukungan dari anggota masyarakat dan anggota keluarga yang sehat
secara wajar. Sebab dengan sakitnya salah satu anggota keluarga atau anggota
masyarakat maka akan ada lowongan posisi yang berarti juga mekanisme sistem di
dalam keluarga atau masyarakat tersebut akan terganggu (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Becker (1979) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), perilaku
sakit ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap
sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit, pengobatan penyakit, dan
usaha-usaha untuk mencegah penyakit (Maulana, 2009). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa usaha pencegahan penyakit merupakan salah bentuk dari perilaku
kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat faktor-faktor yang memengaruhi
perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain
dijelaskan dari Teori Lawrence Green (1980), Snehandu B.Kar (1983) dan WHO
a. Teori Lawrence Green
Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :
a.1. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan sebagainya.
a.2. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
a.3. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat
perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami/istri, orang tua
tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.
b. Teori Snehandu B. Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari :
b.1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior intention).
b.2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).
b.3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessibility of information).
b.4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau
b.5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
c. Teori WHO
Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :
c.1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
c.2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
c.3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak
atau sedikitnya pengalaman seseorang.
c.4. Nilai (value).
Dari ketiga teori perilaku kesehatan tersebut, teori Snehandu B. Kar jelas
menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan
seseorang adalah adanya dukungan sosial (social-support) dari masyarakat sekitar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan orang terdekat yang
dapat memberi dukungan pada penderita pasca stroke.
2.2.2. Upaya Pencegahan Stroke
Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkatan pencegahan penyakit dari
Leavel & Clark, yaitu :
1) Peningkatan kesehatan.
2) Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu.
4) Pembatasan kecacatan.
5) Pemulihan kesehatan.
Peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus terhadap
penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit
(pre-patogenesis), dan disebut dengan pencegahan primer. Penegakan diagnosa secara dini
dan pengobatan yang cepat dan tepat, pembatasan kecacatan dan pemulihan
kesehatan adalah usaha-usaha yang dilakukan pada waktu sakit (patogenesis).
Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat disebut dengan
pencegahan sekunder (seconder prevention), sedangkan pembatasan kecacatan dan
pemulihan kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention) (Effendy,
1998).
Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat.
Kebiasaan hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran :
1) Hentikan merokok,
2) Hentikan kebiasaan minum alkohol,
3) Periksa kadar kolesterol,
4) Periksa dan kontrol penyakit diabetes,
5) Berolahraga secara teratur,
6) Kontrol konsumsi garam,
7) Hindari stres dan depresi,
Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :
1) Hipertensi
Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke.
Menurut Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan
darah untuk pencegahan stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk
pengukuran di rumah).
2) Diabetes
Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya
<130/80mmHg. Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap
kadar glukosa dan dianjurkan mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi
komplikasi vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association, target untuk
kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam
setelah makan.
3) Kolesterol
Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0
mmol/L harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan
statin. Hal ini dilakukan sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.
Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :
1) Merokok
Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal
ini dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti
2) Alkohol
Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi
konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1
minggu untuk pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak
sama untuk semua orang sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.
3) Obesitas
Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai BMI
18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk
pria. Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah
dan sayur dianjurkan.
4) Aktivitas fisik
Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60
menit seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat
mengurangi faktor risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian
stroke (APSS, 2007 dan AHA, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko stroke
yang dipunyai harus ditanggulangi dengan baik, karena penanganan yang tepat dari
faktor risiko tersebut sangat penting untuk prevensi sekunder. Pada kelompok risiko
tinggi, setelah terjadi serangan stroke seharusnya menjadi target penanganan secara
2.3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga 2.3.1. Definisi Keluarga
Banyak ahli mendefinisikan tentang keluarga sesuai dengan perkembangan
sosial di masyarakat, akan tetapi dari berbagai macam definisi tersebut ada satu
kesatuan yang dapat diambil kesimpulan. Berikut ini akan dikemukakan definisi
keluarga menurut beberapa ahli (Setyowati dan Murwani, 2008).
1) Duvall dan Logan (1986) menguraikan definisi keluarga adalah “Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga”.
2) Bailon dan Maglaya (1978) mendefinisikan sebagai berikut: “Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu
dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan
serta mempertahakan suatu budaya”.
3) Spredley dan Allender (1996), keluarga adalah satu atau lebih individu yang
tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan
dalam interaksi sosial, peran, dan tugas.
4) BKKBN (1992), keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu
dan anaknya.
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diiikat oleh hubungan perkawinan
atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik.
4) Mempunyai tujuan antara lain ; menciptakan dan mempertahankan budaya,
serta meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Tipe-tipe keluarga secara umum yang dikemukakan untuk mempermudah
pemahaman terhadap literature tentang keluarga (Friedman, 1998):
1) Keluarga inti (conjugal) yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua, atau
pemberi nafkah, terdiri dari suami, istri,dan anak, anak kandung, anak adopsi
atau keduanya.
2) Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang di dalamnya
seseorang dilahirkan.
3) Keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang- orang yang berhubungan oleh
darah yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yang salah satu
teman keluarga inti, termasuk sanak keluarga kakek/nenek, tante, paman, dan
sepupu.
Berdasarkan beberapa definisi keluarga di atas dapat disimpulkan bahwa
orientasi yang berkumpul sebagai keluarga besar dimana salah satunya pernah
terserang stroke dan masih mengikuti program rawat jalan di rumah sakit.
2.3.2. Fungsi dan Tugas Kesehatan Keluarga a. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau
sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga
menurut Friedman dalam Setiawati & Dermawan (2005) yaitu:
a.1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari
keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami setiap anggota keluarga baik
senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan
kasih sayang.
a.2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku
yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga
memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal
budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu
berperan dalam masyarakat.
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin
pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan cara
memelihara dan merawat anggota keluarga serta menngenali kondisi sakit tiap
anggota keluarga.
a.4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,
papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari
sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan
penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
a.5. Fungsi biologis
Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk
memelihara dan membesarkan anak dan kelanjutan generasi selanjutnya.
a.6. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan
rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
a.7. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan,
keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan
Dari uraian tentang fungsi-fungsi keluarga tersebut dapat diketahui bahwa
keluarga memiliki peranan penting dalam membantu anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan termasuk anggota keluarga setelah terserang stroke
karena mereka membutuhkan perhatian baik secara moril maupun materil. Keluarga
dapat menjalankan berbagai fungsi-fungsi keluarga seperti fungsi afektif, perawatan
kesehatan, ekonomi dan psikologis.
b. Tugas Kesehatan Keluarga
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di
bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman dalam Setiadi (2008)
membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:
b.1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung
menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya
perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan
seberapa besar perubahannya.
b.2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan
b.3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan
melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan
untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak
terjadi.
b.4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
b.5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
(pemanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada).
Menurut Effendy (1998) pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas
pokok sebagai berikut :
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing.
4) Sosialisasi antar anggota keluarga.
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
Berdasarkan uraian tugas-tugas keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa
keluarga bertanggung jawab atas kondisi kesehatan anggota keluarganya, apalagi jika
anggota keluarga menderita stroke. Stroke termasuk penyakit yang berat karena
membuat penderitanya bergantung pada orang lain karena ketidakberdayaan yang
disebabkan penyakit tersebut. Keluarga hendaknya mengetahui penyakit yang diderita
anggota keluarga, agar bisa mengambil tindakan segera untuk menghindari
keterlambatan pertolongan dan mengurangi tingkat keparahannya.
2.3.3. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan
kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk
menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Sarafino (1990)
mengatakan bahwa kebutuhan, kemampuan, dan sumber dukungan mengalami
perubahan sepanjang kehidupan seseorang. Keluarga merupakan lingkungan pertama
yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya.
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dengan
dukungan sosial sebagai koping keluarga. Baik dukungan-dukungan sosial keluarga
yang eksternal maupun internal terbukti bermanfaat. Friedman (1998) menjelaskan
bahwa dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan; sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap
Friedman (1998) juga menjelaskan bahwa dukungan sosial keluarga mengacu
kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak
digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung
selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).
Menurut Taylor (1995), dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat
diberikan kepada keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana
membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.
Menurut Caplan dalam Friedman (1998) dukungan sosial memiliki beberapa
fungsi dukungan yaitu:
1) Dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian
saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.
2) Dukungan penilaian keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator
indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan,
perhatian.
3) Dukungan instrumental keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis
dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan
minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
4) Dukungan emosional keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Menurut Nursalam (2006) yang mengutip dari House dalam Depkes (2002)
membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial menjadi:
1) Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan.
2) Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang lain itu,
dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan
perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang itu kurang
mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).
3) Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberi pinjaman uang kepada
orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada
orang yang tidak punya pekerjaan.
4) Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta
petunjuk.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan sosial
keluarga pada penderita pasca stroke sangat bermanfaat dalam pengendalian diri
tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada diri penderita akibat
penyakit stroke. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun
bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman.
Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian tentang dukungan sosial keluarga
pada anggota keluarga yang menderita penyakit tertentu. Hasil penelitian Sebayang
(2011) mengungkapkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu sumber
penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan
seseorang. Dalam penelitiannya tersebut diungkapkan bahwa dukungan sosial
keluarga memiliki hubungan dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia
paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (p= 0,028 ρ =-0,388). Oleh karena itu, disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan
pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia
paranoid dengan baik di rumah.
Hasil penelitian lainnya oleh Sundari (2011) menunjukkan bahwa hampir
seluruh responden (85%) dukungan sosialnya baik dan hampir seluruhnya (85%) juga
memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam menjalani terapi hemodialisis. Dari hasil
uji didapat nilai ρ< 0,05 maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan klien gagal ginjal kronik dalam
menjalani terapi hemodialisis di ruang hemodialisa Siloam Hospitals Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa semakin baik dukungan keluarga