• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh

SUCITA LESTARI N 097032124/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUCITA LESTARI N 097032124/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

Nama Mahasiswa : Sucita Lestari N Nomor Induk Mahasiswa : 0970321124

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 6 Agustus 2012

(Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi) Anggota

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 6 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Habibah H. Nst, Sp. PD, K.Psi Anggota : 1. Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Stroke dapat menimbulkan akibat yang bervariasi pada penderitanya. Pada kasus stroke berat dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) kemungkinan dapat terjadi stroke berulang. Risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke 45-61% dan terjadinya stroke berulang 25-37%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus stroke tahun 2009 menjadi 363 kasus stroke tahun 2010. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial berperan dalam menjaga perilaku penderita pasca stroke dengan memberi dukungan dalam bentuk informasi, penilaian, instrumental dan emosional.

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan rancangan kasus kontrol (case control) yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien pasca stroke yang rawat jalan lebih dari 5 tahun di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang terdiri dari 40 orang kelompok kasus (stroke berulang) dan kelompok kontrol (tidak berulang). Responden pada penelitian adalah keluarga yang mendampingi pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian melalui uji Chi Square memperlihatkan ada pengaruh dukungan informasi dengan p=0,032 dan OR=4,846 (95%CI:1,882-12,482), dukungan penilaian dengan p=0,001 dan OR=3,370 (95%CI:1,070-10,613) dengan kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi medan Tahun 2011. Nilai OR>1 menunjukkan bahwa variabel dukungan informasi dan dukungan penilaian merupakan faktor risiko terjadinya stroke berulang.

Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik berganda dapat disimpulkan bahwa dukungan penilaian merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang dengan nilai β=1,521.

Pihak rumah sakit diharapkan dapat membuat media informasi tentang penyakit stroke, menyelenggarakan seminar tentang stroke dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan/perguruan tinggi secara berkesinambungan. Dokter dan perawat juga perlu memperhatikan psikologis penderita begitu juga dengan pihak keluarga. Untuk tahap jangka panjang diharapkan pihak Dinas Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit dapat memfasilitasi perkumpulan khusus (klub stroke) bagi penderita stroke di Kota Medan.

(7)

ABSTRACT

Stroke can result in various effect to its sufferers. Severe stroke can cause mortality while mild stroke does not cause mortality but it can result in recurrent strokes. The death risks in last 5 year after stroke are 45-61% and the risks of secondary stroke are 25-37%. In year 2010 there was increasing stroke cases at Dr. Pirngadi General Hospital Medan from 298 cases in 2009 to 363 cases in 2010. Family as the source of social support in maintening the behaviour of post- stroke sufferers provided support in the forms of information, evaluation, instrument and emotion.

The purpose of this observational analytical study with case-control design was to analyze the influence of social support of family on the incident of recurrent stroke at Dr Pirngadi General Hospital Medan in 2011. The population of this study was the post-stroke patients who have become the out-patients for 5 (five) years at Dr Pirngadi General Hospital Medan. The samples for this study were 80 respondents consisting of the family accompanying the stroke patients who met the criteria of inclusion in which 40 of them belonged to the case group (recurrent stroke) and the other 40 patients belonged to the control group (not recurrent). The data for this study were obtained through structured/questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of Chi-square test showed that there was a influence between information support (p-0.032 and OR=4.846, 95%CI:1.882-12.482), evaluation support (p=0.001 and OR=3.370, 95%CI:1.070-10.613) with the incident of recurrent stroke at Dr Pirngadi General Hospital Medan in 2011. The value of OR>1 showed that the variable of information support and evaluation support were the risk factor of the incident of recurrent stroke.

Based on the result of multiple logistic regression tests showed that evaluation support was the dominant variable influencing the incident of recurrent strokes with β = 1.521.

It is expected that the management of the hospital can make an information media about stroke and cooperate with educational institution/university to continuosly organize a seminar on stroke. The doctors, nurses and patients’ families also need to pay attention to the patients’ psychological condition. For the long term, the Medan Municipal Health Service is expected to cooperate with the hospitals to facilitate a special club for the stroke sufferers in the City of Medan.

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas berkat

rahmat kesehatan yang selalu diberikanNya penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penyusunan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga

terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini telah mendapat bimbingan dan dukungan

dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghormatan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

5. Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD, K.Psi selaku ketua komisi

pembimbing dan Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi selaku anggota komisi

pembimbing yang penuh perhatian dan dukungan dalam membimbing,

mengarahkan dan memberikan waktu luang untuk membimbing penulis mulai

dari tahap awal penyusunan tesis hingga selesai.

6. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H dan Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc

sebagai komisi penguji yang banyak memberikan saran dan masukan demi

kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, terutama Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M yang selalu memberi

semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. dr. Dewi F. Syahnan, Sp. T.H.T selaku Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan dan

dr. Goldfried P. Sianturi, Sp.S selaku Ka. SMF Neurologi beserta staf yang telah

mengijinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di Poli Stroke RSUD

dr. Pirngadi Medan.

9. Keluarga besar penulis terutama Ayahanda Suriandi, Ibunda Ermita, S.Sos, Ibuk

Gusnimar dan Adinda Ales yang selalu mendoakan dan memberi semangat

kepada penulis agar cepat menyelesaikan pendidikan S2 serta teristimewa untuk

(10)

10. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah menjadi

sahabat dan selalu bersedia mendengarkan keluh kesah bagi penulis terutama

bagi Kk Jasmi, Kk Endam, Bg Hamid, Ozie dan teman-teman yang lain yang

tidak bisa disebutkan satu persatu.

Ibarat pepatah “ Tak ada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa

dalam penyusunan tesis ini masih ada keterbatasan dan kekurangan. Untuk itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

tesis ini sehingga menjadi lebih baik dan diharapkan bisa bermanfaat bagi semua

pihak.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Sucita Lestari N, lahir pada tanggal 24 Desember 1986 di Kota Bukittinggi,

Propinsi Sumatera Barat, anak pertama dari 2 (dua) bersaudara dari pasangan

Ayahanda Suriandi dan Ibunda Ermita, S.Sos.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar Negeri

(SDN) 01 Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi dan selesai tahun 1998, Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 5 Bukittinggi dan selesai tahun 2001,

Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 4 Bukittinggi dan selesai tahun 2004,

kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

(FKM-USU) dan selesai tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di

Program Studi S2 IKM dengan Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku di

Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Medan pada tahun 2009 hingga saat

ini.

Mulai bekerja sebagai dosen tidak tetap di Akademi Kebidanan Delima

Yayasan Bina Semai Insani tahun 2010, kemudian mulai tahun 2011 diangkat

menjadi dosen tetap di STIKes Helvetia Medan dan sekaligus bekerja sebagai Staf

(12)

DAFTAR ISI

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Stroke ... 11

2.1.1. Definisi Stroke ... 11

2.1.2. Klasifikasi Stroke ... 12

2.1.3. Faktor Risiko Stroke ... 13

2.2. Perilaku Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Stroke ... 17

2.2.1. Perilaku Kesehatan ... 17

2.2.2. Upaya Pencegahan Stroke ... 20

2.3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga ... 24

2.3.1. Definisi Keluarga ... 24

2.3.2. Fungsi dan Tugas Kesehatan Keluarga ... 26

2.3.3. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga ... 30

2.3.4. Sumber Dukungan Keluarga ... 34

2.3.5. Dukungan Sosial Keluarga terhadap Penderita Stroke ... 35

2.4. Landasan Teori ... 43

2.5. Kerangka Konsep ... 45

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 47

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 47

3.2.2. Waktu Penelitian ... 47

(13)

3.3.1. Populasi ... 47

3.3.2. Sampel ... 48

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 51

3.4.1. Jenis Data ... 51

3.4.2. Pengumpulan Data ... 51

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53

3.4.4. Normalitas Data ... 54

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 55

3.5.1. Variabel ... 55

3.5.2. Definisi Operasional ... 55

3.6. Metode Pengukuran ... 56

3.6.1. Pengukuran Variabel Independent ... 57

3.6.2. Pengukuran Variabel Antara ... 59

3.6.3. Pengukuran Variabel dependent ... 60

3.7. Metode Analisis Data ... 61

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 63

4.1. Gambaran Umum RSUD dr. Pirngadi Medan ... 63

4.2. Analisis Univariat ... 66

4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 66

4.2.2. Distribusi Frekuensi Karakterisik Penderita Stroke ... 68

4.3. Analisis Bivariat ... 70

4.3.1. Pengaruh Pencegahan Stroke terhadap Kejadian Stroke Berulang ... 71

4.3.2. Pengaruh Dukungan Informasional dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 71

4.3.3. Pengaruh Dukungan Penilaian dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 72

4.3.4. Pengaruh Dukungan Instrumental dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 73

4.3.5. Pengaruh Dukungan Emosional dengan Pencegahan Stroke Berulang ... 74

4.4. Analisis Multivariat ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 77

5.1. Dukungan Sosial Keluarga pada Penderita Stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 77

5.2. Pencegahan Stroke Berulang pada Penderita Stroke Rawat Jalan di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 78

5.3. Pengaruh Dukungan Informasional Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 84

(14)

5.5. Pengaruh Dukungan Instrumental Keluarga terhadap Kejadian

Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 88

5.6. Pengaruh Dukungan Emosional Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 91

5.7. Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga terhadap Kejadian Stroke Berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 96

5.8. Keterbatasan dan Kelemahan dalam Penelitian ... 97

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

6.1. Kesimpulan ... 100

6.2. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(15)

DAFTAR TABEL

No. JUDUL Halaman

2.1. Faktor Risiko Stroke ... 13

2.2. Skala Rankin Untuk Kecacatan Stroke ... 37

3.1. Blue Print Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga (Friedman, 1998 &

Nursalam, 2006) ... 52

3.2. Blue Print Kuesioner Pencegahan Stroke Berulang (Sutrisno, 2007 &

Pinzon, 2010) ... 53

4.1. Distribusi Jenis Ketenagaan di RSUD dr. Pirngadi Medan ... 64

4.2. Karakteristik Responden/Keluarga Penderita Stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 66

4.3. Karakteristik Penderita Stroke yang Rawat Jalan di RSUD dr. Pirngadi

Medan Tahun 2011 ... 68

4.4. Pengaruh Pencegahan Stroke terhadap Kejadian Stroke Berulang

di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 71

4.5. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Kejadian Stroke Berulang

di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 71

4.6. Pengaruh Dukungan Penilaian terhadap Kejadian Stroke Berulang

di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 72

4.7. Pengaruh Dukungan Instrumental terhadap Kejadian Stroke Berulang

di RSUD dr, Pirngadi Medan Tahun2011 ... 73

4.8. Pengaruh Dukungan Emosional terhadap Kejadian Stroke Berulang

di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011 ... 74

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. JUDUL Halaman

2.1. Kerangka Konsep ... 45

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. JUDUL Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 108

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 116

3. Output Kasus ... 121

4. Output Kontrol ... 129

5. Uji Normalitas ... 137

6. Uji Bivariat ... 138

7. Uji Multivariat... 147

8. Master Data Kasus & Kontrol... 149

9. Surat Izin Penelitian ... 159

(18)

ABSTRAK

Stroke dapat menimbulkan akibat yang bervariasi pada penderitanya. Pada kasus stroke berat dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) kemungkinan dapat terjadi stroke berulang. Risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke 45-61% dan terjadinya stroke berulang 25-37%. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus stroke tahun 2009 menjadi 363 kasus stroke tahun 2010. Keluarga sebagai sumber dukungan sosial berperan dalam menjaga perilaku penderita pasca stroke dengan memberi dukungan dalam bentuk informasi, penilaian, instrumental dan emosional.

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan menggunakan rancangan kasus kontrol (case control) yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien pasca stroke yang rawat jalan lebih dari 5 tahun di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang yang terdiri dari 40 orang kelompok kasus (stroke berulang) dan kelompok kontrol (tidak berulang). Responden pada penelitian adalah keluarga yang mendampingi pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian melalui uji Chi Square memperlihatkan ada pengaruh dukungan informasi dengan p=0,032 dan OR=4,846 (95%CI:1,882-12,482), dukungan penilaian dengan p=0,001 dan OR=3,370 (95%CI:1,070-10,613) dengan kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi medan Tahun 2011. Nilai OR>1 menunjukkan bahwa variabel dukungan informasi dan dukungan penilaian merupakan faktor risiko terjadinya stroke berulang.

Berdasarkan hasil analisis uji regresi logistik berganda dapat disimpulkan bahwa dukungan penilaian merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kejadian stroke berulang dengan nilai β=1,521.

Pihak rumah sakit diharapkan dapat membuat media informasi tentang penyakit stroke, menyelenggarakan seminar tentang stroke dengan bekerjasama dengan institusi pendidikan/perguruan tinggi secara berkesinambungan. Dokter dan perawat juga perlu memperhatikan psikologis penderita begitu juga dengan pihak keluarga. Untuk tahap jangka panjang diharapkan pihak Dinas Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit dapat memfasilitasi perkumpulan khusus (klub stroke) bagi penderita stroke di Kota Medan.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke merupakan salah satu masalah besar di bidang kesehatan masyarakat,

baik di negara maju maupun di negara berkembang. World Health Organization

(WHO) mendefinisikan stroke sebagai terjadinya gejala klinis yang cepat berupa

gangguan fungsi serebral dengan symptom yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih tanpa adanya kausa yang jelas selain yang berasal dari sistem vaskuler. Dari

seluruh kondisi kronis, stroke dianggap sebagai kelainan yang paling menyebabkan

ketidakberdayaan (disabling) (Suwantara, 2004).

Menurut taksiran WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit

pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Penyakit

tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama penyebab

kematian setelah jantung dan kanker. Setiap tahun terdapat laporan 700.000 kasus

stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama, sedangkan 200.000

kasus lainnya berupa serangan stroke berulang (Sutrisno, 2007). Davenport, R &

Dennis, M (2000) juga mengungkapkan bahwa 10-16% penderita stroke memiliki

risiko untuk mengalami serangan ulang dan risiko kematian akibat stroke dua kali

(20)

Di Indonesia, stroke juga menempati posisi ketiga setelah penyakit jantung

dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita

kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari

serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan

bahwa 63,52% per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir

terkena stroke, sedangkan jumlah orang yang meninggal dunia akibat stroke

diperkirakan 125.000 jiwa per tahun (Sutrisno, 2007).

Menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS

Pemerintah di seluruh Indonesia. Dari data epidemiologi di Indonesia diketahui

bahwa beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia kurang lebih

50% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit saraf adalah pasien stroke

dan kurang lebih 5 persennya meninggal karena stroke (Grehenson, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Situmorang (2010) di RSUD dr. Pirngadi Medan

diketahui bahwa dari 298 orang penderita stroke yang dirawat inap pada tahun 2009,

114 orang diantaranya meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 38,25%.

Penderita stroke yang meninggal tersebut 63% akibat serangan stroke pertama dan

37% lagi akibat stroke berulang (pernah mengalami stroke sebelumnya). Berdasarkan

faktor risiko stroke yang dialami oleh penderita stroke tersebut diketahui tertinggi

(55,3%) karena menderita hipertensi dan terendah (0,9%) karena hiperkolesterol.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan diketahui bahwa pada tahun 2010

terjadi peningkatan kasus stroke di RSUD dr. Pirngadi Medan yaitu dari 298 kasus

(21)

Harian Online Sumut Pos Maret 2010, terdapat 10-20 pasien stroke yang datang

berobat ke RSU dr. Pirngadi setiap harinya. Pada kasus stroke, akibat yang dialami

oleh pasien dapat bervariasi. Pada kasus stroke berat dapat terjadi kematian,

sedangkan pada kasus ringan (tidak meninggal) dapat terjadi beberapa kemungkinan

seperti stroke berulang, dementia dan depresi. Stroke berulang merupakan suatu hal

yang mengkhawatirkan pasien stroke karena dapat memperburuk keadaan dan

meningkatkan biaya perawatan.

Pinzon & Asanti (2010) mengungkapkan bahwa serangan stroke berulang

umum dijumpai. Serangan stroke berulang lebih berakibat fatal daripada serangan

stroke yang pertama. Pinzon & Asanti (2010) mengutip beberapa hasil penelitian

tentang stroke berulang antara lain; penelitian Xu tahun 2007 memperlihatkan bahwa

serangan stroke berulang pada tahun pertama dijumpai pada 11,2% kasus, penelitian

lain oleh Leira tahun 2004 pada 1.266 pasien stroke menunjukkan bahwa serangan

stroke berulang pada tiga bulan pertama adalah sebanyak 4,9%, pengamatan Hardi,

tahun 2005 selama 5 tahun pasca serangan stroke, serangan stroke berulang dijumpai

pada 32% kasus. Hal ini berarti sepertiga pasien stroke akan mengalami serangan

stroke dalam 5 tahun pasca serangan stroke pertama.

Selanjutnya Siswanto (2005) juga mengungkapkan bahwa diperkirakan 25%

orang yang sembuh dari stroke yang pertama akan mendapatkan stroke berulang

dalam kurun waktu 5 tahun. Hasil penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa

terjadinya risiko kematian pada 5 tahun pasca stroke adalah 45-61% dan terjadinya

(22)

kurun waktu 4 tahun pada pria 42% dan wanita 24%. Makmur, T, Anwar, Y, dkk

(2002) mendapatkan kejadian stroke berulang 29,52%, yang paling sering terjadi

pada usia 60-69 tahun (36,5%), dan pada kurun waktu 1-5 tahun (78,37%) dengan

faktor risiko utama adalah hipertensi (92,7%) dan dislipidemia (34,2%).

Berdasarkan hasil penelitian Siswanto (2005) dengan menggunakan

rancangan penelitian kasus kontrol diketahui terdapat 4 faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian stroke berulang yaitu tekanan darah sistolik ≥140 mmHg (OR=

7,04), kadar gula darah >200 mg/dl (OR= 5,56), kelainan jantung (OR= 4,62) dan

ketidakteraturan berobat (OR= 4,39). Untuk itu disarankan agar pasien pasca stroke

untuk melakukan pengobatan secara rutin dan informasi tentang faktor-faktor risiko

stroke berulang serta pengendaliannya penting untuk diberikan. Apabila tidak ada

upaya penanggulangan stroke yang lebih baik maka jumlah penderita stroke pada

tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat. Oleh karena itu upaya global

yang bertaraf Internasional perlu dilakukan untuk melawan ancaman stroke yang

mendunia (Hernowo, 2007). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan

melakukan upaya pencegahan sekunder dengan mengendalikan faktor-faktor risiko

stroke berulang dan upaya ini sangat berkaitan dengan perilaku kesehatan pasien

pasca stroke.

Penderita pasca terserang stroke harusnya menjalani 2 proses penyembuhan

utama. Pertama adalah penyembuhan dengan obat-obatan di rumah sakit. Kontrol

yang ketat harus dilakukan untuk menjaga agar kadar kolesterol jahat (LDL) dapat

(23)

makanan yang dapat memicu terjadinya serangan stroke berulang seperti junk food

dan garam (dapat memicu hipertensi). Proses penyembuhan kedua adalah

fisiotherapy, yaitu latihan otot-otot untuk mengembalikan fungsi otot dan fungsi

komunikasi agar mendekati kondisi semula. Fisioterapi dilakukan bersama instruktur

fisioterapi, dan pasien harus taat pada latihan yang dilakukan. Jika fisioterapi ini tidak

dijalani dengan sungguh-sungguh, maka dapat terjadi kelumpuhan permanen pada

anggota tubuh yang pernah mengalami kelumpuhan.

Kesembuhan pada penderita stroke sangat bervariasi. Ada yang bisa sembuh

sempurna (100 %), ada pula yang cuma 50 % saja. Kesembuhan ini tergantung dari

parah atau tidaknya serangan stroke, kondisi tubuh penderita, ketaatan penderita

dalam menjalani proses penyembuhan, ketekunan dan semangat penderita untuk

sembuh, serta dukungan dan pengertian dari seluruh anggota keluarga penderita.

Menurut survei nasional Gallop dalam Friedman (1998), menyatakan bahwa saat

berhubungan dengan masalah kesehatan, kebanyakan individu mendapatkan lebih

banyak bantuan dari keluarga mereka daripada pihak lainnya, bahkan petugas

kesehatan sekalipun, sehingga keluarga harus mampu memodifikasi perannya serta

mampu beradaptasi dengan status kesehatan keluarga yang didapat.

Pada kenyataannya dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga tersebut

tidaklah mudah karena keluarga kadang merasa malu dan berpandangan bahwa stroke

merupakan penyakit yang merepotkan. Seringkali ditemui bahwa penderita stroke

yang dapat pulih kembali menderita depresi hebat karena keluarga mereka tidak mau

(24)

sikap tidak menerima keadaan penderita, perlakuan kasar karena harus membersihkan

kotoran penderita, menyerahkan penderita kepada suster yang juga memperlakukan

penderita dengan kasar, dan sebagainya). Hal ini yang harus dihindarkan jika ada

anggota keluarga yang menderita serangan stroke. Oleh karena itu, penerimaan

keluarga terhadap penderita stroke sangat penting. Makin besar keterlibatan keluarga,

makin besar pula peluang penderita untuk sembuh (Sutrisno, 2007).

Terkait dengan permasalahan tersebut, teori Snehandu B. Kar menyebutkan

ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu; niat

seseorang untuk bertindak, dukungan sosial, ada tidaknya informasi, otonomi pribadi

untuk bertindak, dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak (Notoatmodjo,

2007). Dari teori tersebut dapat diketahui bahwa dukungan sosial merupakan salah

satu faktor yang memengaruhi seseorang untuk berperilaku kesehatan, dalam hal ini

dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan yang bersumber dari keluarga

sehingga disebut sebagai dukungan sosial keluarga.

Menurut Friedman dalam Setiadi (2008), dukungan sosial keluarga adalah

sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Caplan

dalam Friedman (1998) mengungkapkan bahwa bentuk dukungan sosial yang

diberikan keluarga dapat berupa dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental dan dukungan emosional.

Lebih lanjut Keliat (1996) menjelaskan bahwa keluarga memiliki peran sistem

pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat-sakit

(25)

pertimbangan, bantuan nasehat, atau bahkan tempat untuk mengeluh. Selain itu dapat

juga berupa perhatian emosional, bantuan instrumental, pemberian informasi,

pemberian penghargaan atau bentuk penilaian yang berupa pujian dari keluarga.

Berikut ini beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan dukungan

sosial keluarga kepada penderita stroke. Penelitian Astuti (2010) tentang hubungan

antara dukungan keluarga dengan kestabilan emosi pada penderita pasca stroke di

RSUD UNDATA di Surakarta menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang

sangat signifikan antara dukungan keluarga dengan kestabilan emosi pada penderita

stroke. Semakin tinggi dukungan keluarga yang diperoleh penderita stroke maka akan

semakin tinggi kestabilan emosi, begitu pula sebaliknya.

Penelitian Natalia (2010) tentang hubungan antara dukungan keluarga dalam

latihan fisik dengan derajat kekuatan otot pasien pasca stroke iskemik di RS

Dirgahayu Samarinda menunjukkan adanya korelasi antara dukungan keluarga dan

tingkat kekuatan otot pasien pasca stroke iskemik. Perawat atau pemberi perawatan

dianjurkan untuk melibatkan keluarga sebagai dukungan dalam latihan fisik.

Penelitian Wurtiningsih (2010) tentang dukungan keluarga pada pasien stroke

di ruang B1 Saraf RSUP Dr. Kariadi Semarang menyimpulkan bahwa keluarga sudah

memberikan dukungan informasional tentang penyakit stroke pada pasien,

memberikan perhatian sebagai bentuk dukungan emosional, dukungan instrumental

dilakukan dengan cara membantu pasien melakukan latihan rentang gerak sendi,

memberikan makan melalui selang, membantu mengontrol obat jika habis dan

(26)

Penelitian Lindawati (2009) tentang hubungan dukungan keluarga dengan

kejadian depresi pasien pasca serangan stroke di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. M.

Djamil Padang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara dukungan

emosional dan dukungan penghargaan dengan kejadian depresi pasca serangan

stroke.

Penelitian Wulandari dalam Elfita (2009) berikut ini lebih menggambarkan

bagaimana keluarga melakukan perawatan pada penderita pasca stroke di rumah,

namun masih terdapat beberapa sikap dan tindakan keluarga yang bertolak belakang

dalam memberikan dukungan yaitu; pada umumnya keluarga telah memahami

bagaimana cara memberikan perawatan kepada penderita stroke karena mereka telah

mendapatkan penjelasan pada saat di rumah sakit, tetapi tidak semua program

perawatan penderita pasca stroke didukung oleh keluarga. Hal ini dapat dilihat dari

sikap keluarga yang tetap memperbolehkan penderita minum kopi dan merokok.

Selain itu, keluarga sudah menyetujui untuk melakukan latihan pada unit-unit

fisioterapi, tetapi tidak melakukan action untuk membawa penderita ke unit

fisioterapi. Keluarga memahami bagaimana melakukan latihan rentang gerak dan

sendi pada penderita, tetapi keluarga tidak memberikan latihan secara rutin.

Kemudian keluarga berpendapat bahwa pemberian obat antihipertensi tidak perlu

diberikan secara rutin. Di sisi lain, keluarga sangat mendukung pemberian diet rendah

garam pada penderita.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga

(27)

stroke dapat dimodifikasi dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Dalam

kehidupan pasien sehari-hari di lingkungan keluarga, anggota keluarga seharusnya

memperhatikan bagaimana perilaku pasien terhadap pencegahan stroke, sehingga

tidak menimbulkan kerugian yaitu dengan pengobatan teratur, olahraga teratur, tidak

merokok, tidak minum alkohol, diet garam atau lemak dan memeriksakan anggota

keluarga yang sakit.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui

dan menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke

berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitiannya adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap

kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial

keluarga terhadap kejadian stroke berulang di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun

2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh dukungan sosial keluarga terhadap kejadian stroke berulang di

(28)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Rumah Sakit

Sebagai bahan pertimbangan bagi RSUD dr. Pirngadi Medan dalam upaya

promosi kesehatan dengan memberi informasi kepada keluarga penderita

stroke tentang pentingnya dukungan sosial keluarga dalam upaya pencegahan

terjadinya stroke berulang.

1.5.2. Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi dokter, perawat maupun terapis tentang

pentingnya informasi bagi keluarga tentang pentingnya dukungan sosial

keluarga dalam upaya pencegahan terjadinya stroke berulang.

1.5.3. Keluarga

Dapat menambah pengetahuan keluarga tentang pentingnya dukungan sosial

keluarga dalam upaya pencegahan kejadian stroke berulang.

1.5.4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Dapat memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan penelitian

selanjutnya yang terkait dengan dukungan sosial keluarga dalam upaya

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke

2.1.1. Definisi Stroke

Menurut Sofwan (2010), stroke dalam bahasa Inggris berarti “pukulan”. Ada banyak sekali terminologi dan definisi stroke. Salah satunya, stroke adalah sindrom

yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak (GPDO) dengan awitan akut,

disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologi dan bukan sebagai akibat tumor,

trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat (Dewanto, G, dkk, 2009).

Pinzon & Asanti (2010) mendefinisikan stroke sebagai defisit (gangguan)

fungsi sistem syaraf yang terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran

darah otak. Gangguan peredaran otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah

otak atau pecahnya pembuluhnya darah di otak.

WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal

maupun global (menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang

mengakibatkan kerusakan pembuluh darah di otak yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih (Sutrisno, 2007).

Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke adalah gangguan aliran suplai darah ke

otak yang terjadi secara mendadak yang dapat menimbulkan kecacatan menetap atau

(30)

2.1.2. Klasifikasi Stroke

Menurut Michel dalam Pinzon & Asanti (2010), secara patologi ada dua

macam stroke, yaitu stroke sumbatan (stroke iskemik) dan stroke perdarahan (stroke

hemoragik). Stroke sumbatan terjadi ketika pembuluh darah ke otak mengalami

sumbatan. Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang menuju

ke otak.

Untuk lebih jelasnya pembagian stroke sebagai berikut (Sofyan, 2010) :

1) Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya pembuluh darah

dalam otak yang pecah sehingga darah yang keluar dari pembuluh darah tersebut

dipaksa masuk ke dalam jaringan otak, kemudian merusak sel-sel otak di daerah

tertentu, sehingga pada akhirnya bagian otak yang terkena tidak dapat berfungsi

dengan baik. Stroke hemoragik terbagi lagi menjadi dua tipe yaitu (1) Perdarahan

Subaraknoid (PSA); dan (2) Perdarahan Intraserebral (PIS).

2) Stroke iskemik

Stroke iskemik adalah stroke yang disebabkan karena adanya hambatan atau

sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah otak yang

diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan energy dan

oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah tersebut mati dan

tidak berfungsi lagi. Stroke iskemik dibagi menjadi beberapa tipe menurut

(31)

lakunar (terjadi di pembuluh darah yang kecil) dan emboli serebral (terjadi

karena adanya gumpalan darah/bekuan darah).

2.1.3. Faktor Risiko Stroke

Seseorang menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke. Faktor risiko

stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor

risiko yang dapat diubah.

Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke

Faktor yang Tidak Dapat Diubah Faktor yang Dapat Diubah

Usia tua Hipertensi

Jenis kelamin laki-laki Diabetes Melitus

Ras Dislipidemia

Riwayat keluarga Merokok

Riwayat stroke sebelumnya Obesitas

Sumber : Pinzon & Asanti, 2010

Untuk lebih jelasnya faktor-faktor risiko stroke tersebut diuraikan sebagai

berikut (Wahyu, 2009) dan (Pinzon&Asanti, 2010) :

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

a.1. Usia

Meskipun stroke dapat menyerang segala usia, diketahui bahwa mereka yang

berusia lanjut lebih berisiko terserang penyakit yang berpotensi mematikan

dan menimbulkan kecacatan tetap. Setelah mencapai usia 55 tahun, risiko

stroke meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 10 tahun. Dua pertiga

kasus stroke diidap oleh mereka yang berusia 65 tahun. Hal yang serupa juga

(32)

akan semakin mudah terserang stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia,

namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia di atas 65 tahun.

a.2. Jenis Kelamin

Stroke lebih banyak dijumpai pada laki-laki. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa laki-laki berisiko terserang stroke dibandingkan wanita.

Namun, kematian akibat stroke lebih banyak dijumpai pada wanita

dibandingkan laki-laki karena umumnya wanita terserang stroke pada usia

yang lebih tua. Pinzon & Asanti (2010) juga mengatakan bahwa laki-laki

lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka

kejadian faktor risiko stroke (hipertensi) pada laki-laki.

a.3. Riwayat Keluarga

Faktor genetik di dalam keluarga juga merupakan faktor risiko stroke.

Beberapa penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi diketahui dapat

diturunkan secara genetik dari seseorang kepada keturunannya. Hertzberg,

dkk dalam Pinzon & Asanti (200) mengungkapkan bahwa risiko stroke

meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan

riwayat keluarga stroke lebih cenderung menderita diabetes dan hipertensi.

Hal ini mendukung hipotesis bahwa peningkatan kejadian stroke pada

keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya faktor risiko stroke.

a.4. Ras atau Etnis

Insidensi dan kematian akibat stroke di Amerika Serikat lebih tinggi pada

(33)

Indonesia pengaruh perbedaan faktor ras terhadap stroke tidak diketahui

dengan pasti. Pinzon & Asanti (2010) mengatakan bahwa kejadian stroke

pada ras kulit berwarna lebih tinggi dari kaukasoid.

b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

b.1. Hipertensi

Pada kondisi tertentu, tekanan darah dapat meningkat melebihi batas normal.

Kondisi ini dikenal sebagai hipertensi. Hipertensi yang berlangsung dalam

jangka waktu lama dan tidak diobati dapat berisiko menimbulkan berbagai

penyakit, seperti kegagalan jantung kongestif, kelainan saraf mata, gagal

ginjal maupun stroke (Wahyu, 2009).

Seseorang disebut mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari

140/90 mmHg atau lebih dari 135/85 mmHg pada individu yang mengalami

gagal jantung, insufisiensi ginjal, atau diabetes mellitus. Hipertensi

meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa tergantung pada factor risiko

lainnya (Pinzon&Asanti, 2010).

b.2. Merokok

Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan

risiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok memacu

peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan

penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko

stroke sampai dua kali lipat. Ada hubungan yang linier antara jumlah batang

(34)

dalam Pinzon&Asanti (2010), risiko stroke akan bertambah 1,5 kali setiap

penambahan 10 batang rokok per hari.

b.3. Penyakit jantung

Jenis penyakit atau kelainan jantung yang meningkatkan risiko stroke adalah

aritmia jantung. Aritmia merupakan kelainan yang ditandai oleh detak jantung

yang tidak teratur. Kelainan detak jantung ini berpotensi menimbulkan suatu

bekuan sel trombosit (tromboemboli), yang dapat bermigrasi dari jantung dan

menyumbat arteri di otak, menimbulkan stroke tipe iskemik tromboemboli.

b.4. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) meningkatkan faktor risiko terjadinya

stroke. Hal ini disebabkan oleh penyakit metabolisme ini mengakibatkan

terjadinya kerusakan dinding arteri, baik yang berukuran besar

(makroangiopati) maupun kecil (mikroangiopati). Dinding arteri yang

mengalami kerusakan ini akan menjadi lokasi penimbunan lemak, sel-sel

trombosit, kolesterol, dan terjadi penebalan lapisan otot polos di dinding

arteri. Kondisi ini disebut sebagai aterotrombotik.

b.5. Dislipidemia

Kolesterol dibentuk di dalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu

kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL disebut sebagai

“kolesterol jahat”, yang membawa kolesterol dari hati ke dalam sel. Jumlah

kolesterol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan kolesterol di

(35)

(pengerasan dinding pembuluh darah arteri). Proses atherosclerosis akan

menimbulkan komplikasi pada organ target (jantung, otak, dan ginjal). Proses

tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena stroke (Pinzon&Asanti,

2010).

b.6. Obesitas

Seseorang dengan berat badan berlebih memiliki risiko yang tinggi untuk

menderita stroke. Penelitian Oki, dkk (2006) menyimpulkan bahwa seseorang

dengan indeks massa tubuh ≥ 30 memiliki risiko stroke 2,46 kali disbanding

yang memiliki indeks massa tubuh < 30 (Pinzon&Asanti, 2010).

Berbagai faktor risiko stroke harus dikenali dan diobati pada saat pasien

masuk RS. Pengendalian faktor risiko mutlak diperlukan untuk mencegah serangan

stroke ulang. Hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok, dan faktor lain harus

dikenali dan dicari penanganannya.

2.2. Perilaku Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Stroke 2.2.1. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, serta lingkungan.

Secara lebih rinci perilaku kesehatan itu mencakup ; (1) perilaku seseorang

(36)

perilaku terhadap makanan (nutrition behavior); dan (4) perilaku terhadap lingkungan

kesehatan (environmental health behavior).

Dari empat cakupan perilaku kesehatan tersebut di atas, perilaku yang terkait

dengan penelitian ini adalah perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Orang

yang sakit akan menyebabkan perubahan peranannya di dalam masyarakat maupun di

dalam lingkungan keluarga. Jelasnya, orang yang sakit memasuki posisi baru menurut

suatu peranan yang baru pula. Peranan baru bagi orang sakit (pasien) harus mendapat

pengakuan dan dukungan dari anggota masyarakat dan anggota keluarga yang sehat

secara wajar. Sebab dengan sakitnya salah satu anggota keluarga atau anggota

masyarakat maka akan ada lowongan posisi yang berarti juga mekanisme sistem di

dalam keluarga atau masyarakat tersebut akan terganggu (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Becker (1979) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2003), perilaku

sakit ini merupakan respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsi terhadap

sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala sakit, pengobatan penyakit, dan

usaha-usaha untuk mencegah penyakit (Maulana, 2009). Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa usaha pencegahan penyakit merupakan salah bentuk dari perilaku

kesehatan.

Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat faktor-faktor yang memengaruhi

perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain

dijelaskan dari Teori Lawrence Green (1980), Snehandu B.Kar (1983) dan WHO

(37)

a. Teori Lawrence Green

Perilaku itu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

a.1. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial

ekonomi, dan sebagainya.

a.2. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

a.3. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat

perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami/istri, orang tua

tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

b. Teori Snehandu B. Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa

perilaku itu merupakan fungsi dari :

b.1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan

kesehatannya (behavior intention).

b.2. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).

b.3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan

(accessibility of information).

b.4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau

(38)

b.5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

situation).

c. Teori WHO

Tim kerja dari WHO mengenalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu

berprilaku tertentu karena adanya 4 alasan pokok. yaitu :

c.1. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.

c.2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain.

c.3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak

atau sedikitnya pengalaman seseorang.

c.4. Nilai (value).

Dari ketiga teori perilaku kesehatan tersebut, teori Snehandu B. Kar jelas

menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan

seseorang adalah adanya dukungan sosial (social-support) dari masyarakat sekitar.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan orang terdekat yang

dapat memberi dukungan pada penderita pasca stroke.

2.2.2. Upaya Pencegahan Stroke

Dalam kesehatan masyarakat ada lima tingkatan pencegahan penyakit dari

Leavel & Clark, yaitu :

1) Peningkatan kesehatan.

2) Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu.

(39)

4) Pembatasan kecacatan.

5) Pemulihan kesehatan.

Peningkatan kesehatan dan perlindungan umum dan khusus terhadap

penyakit-penyakit tertentu adalah usaha-usaha yang dilakukan sebelum sakit

(pre-patogenesis), dan disebut dengan pencegahan primer. Penegakan diagnosa secara dini

dan pengobatan yang cepat dan tepat, pembatasan kecacatan dan pemulihan

kesehatan adalah usaha-usaha yang dilakukan pada waktu sakit (patogenesis).

Penegakan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat disebut dengan

pencegahan sekunder (seconder prevention), sedangkan pembatasan kecacatan dan

pemulihan kesehatan disebut pencegahan tersier (tertiary prevention) (Effendy,

1998).

Pencegahan stroke dapat dilakukan dengan menjaga kebiasaan hidup sehat.

Kebiasaan hidup sehat itu disebut juga paradigma hidup sehat, yang berisi anjuran :

1) Hentikan merokok,

2) Hentikan kebiasaan minum alkohol,

3) Periksa kadar kolesterol,

4) Periksa dan kontrol penyakit diabetes,

5) Berolahraga secara teratur,

6) Kontrol konsumsi garam,

7) Hindari stres dan depresi,

(40)

Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :

1) Hipertensi

Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke.

Menurut Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan

darah untuk pencegahan stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk

pengukuran di rumah).

2) Diabetes

Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya

<130/80mmHg. Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap

kadar glukosa dan dianjurkan mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi

komplikasi vaskular. Menurut Canadian Diabetes Association, target untuk

kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan 5.0-10.0mmol/L 2 jam

setelah makan.

3) Kolesterol

Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0

mmol/L harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan

statin. Hal ini dilakukan sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.

Kontrol terhadap perilaku yang bisa diubah :

1) Merokok

Semua penderita stroke yang merokok harus dianjurkan berhenti merokok. Hal

ini dapat dilakukan dengan memberikan terapi tambahan berupa terapi pengganti

(41)

2) Alkohol

Pasien yang merupakan peminum berat seharusnya berhenti atau mengurangi

konsumsi alkohol sampai ke titik yang aman, yaitu berkisar 14 minuman dalam 1

minggu untuk pria dan 9 minuman untuk wanita. Tetapi, titik aman tersebut tidak

sama untuk semua orang sehingga berhenti mengkonsumsi alkohol lebih baik.

3) Obesitas

Penurunan berat badan merupakan hal yang dianjurkan sampai dicapai BMI

18.5-24.9kg/m2 dan lingkar pinggang <88 cm untuk wanita dan <102 cm untuk

pria. Konsumsi makanan rendah lemak dan natrium, dan banyak konsumsi buah

dan sayur dianjurkan.

4) Aktivitas fisik

Bagi penderita stroke yang mampu melakukan aktivitas fisik, latihan fisik 30-60

menit seperti berjalan, jogging, bersepeda selama 4-7 hari dalam seminggu dapat

mengurangi faktor risiko dan faktor lain yang dapat meningkatkan kejadian

stroke (APSS, 2007 dan AHA, 2006).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko stroke

yang dipunyai harus ditanggulangi dengan baik, karena penanganan yang tepat dari

faktor risiko tersebut sangat penting untuk prevensi sekunder. Pada kelompok risiko

tinggi, setelah terjadi serangan stroke seharusnya menjadi target penanganan secara

(42)

2.3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga 2.3.1. Definisi Keluarga

Banyak ahli mendefinisikan tentang keluarga sesuai dengan perkembangan

sosial di masyarakat, akan tetapi dari berbagai macam definisi tersebut ada satu

kesatuan yang dapat diambil kesimpulan. Berikut ini akan dikemukakan definisi

keluarga menurut beberapa ahli (Setyowati dan Murwani, 2008).

1) Duvall dan Logan (1986) menguraikan definisi keluarga adalah “Sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan

fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga”.

2) Bailon dan Maglaya (1978) mendefinisikan sebagai berikut: “Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya

hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu

dengan yang lainnya, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan

serta mempertahakan suatu budaya”.

3) Spredley dan Allender (1996), keluarga adalah satu atau lebih individu yang

tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan

dalam interaksi sosial, peran, dan tugas.

4) BKKBN (1992), keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu

dan anaknya.

(43)

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diiikat oleh hubungan perkawinan

atau adopsi.

2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama atau jika terpisah mereka

tetap memperhatikan satu sama lain.

3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai

peran sosial suami, istri, anak, kakak, adik.

4) Mempunyai tujuan antara lain ; menciptakan dan mempertahankan budaya,

serta meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

Tipe-tipe keluarga secara umum yang dikemukakan untuk mempermudah

pemahaman terhadap literature tentang keluarga (Friedman, 1998):

1) Keluarga inti (conjugal) yaitu keluarga yang menikah, sebagai orang tua, atau

pemberi nafkah, terdiri dari suami, istri,dan anak, anak kandung, anak adopsi

atau keduanya.

2) Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang di dalamnya

seseorang dilahirkan.

3) Keluarga besar yaitu keluarga inti dan orang- orang yang berhubungan oleh

darah yang paling lazim menjadi anggota keluarga orientasi yang salah satu

teman keluarga inti, termasuk sanak keluarga kakek/nenek, tante, paman, dan

sepupu.

Berdasarkan beberapa definisi keluarga di atas dapat disimpulkan bahwa

(44)

orientasi yang berkumpul sebagai keluarga besar dimana salah satunya pernah

terserang stroke dan masih mengikuti program rawat jalan di rumah sakit.

2.3.2. Fungsi dan Tugas Kesehatan Keluarga a. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau

sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa fungsi keluarga

menurut Friedman dalam Setiawati & Dermawan (2005) yaitu:

a.1. Fungsi afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan

pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari

keluarga terhadap kondisi dan situasi yang dialami setiap anggota keluarga baik

senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan

kasih sayang.

a.2. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,

membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku

yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga

memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar disiplin, mengenal

budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu

berperan dalam masyarakat.

(45)

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin

pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan cara

memelihara dan merawat anggota keluarga serta menngenali kondisi sakit tiap

anggota keluarga.

a.4. Fungsi ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,

papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga. Mencari

sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan

penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

a.5. Fungsi biologis

Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan tetapi untuk

memelihara dan membesarkan anak dan kelanjutan generasi selanjutnya.

a.6. Fungsi psikologis

Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan

rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina

pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.

a.7. Fungsi pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan,

keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan

(46)

Dari uraian tentang fungsi-fungsi keluarga tersebut dapat diketahui bahwa

keluarga memiliki peranan penting dalam membantu anggota keluarga yang

mengalami gangguan kesehatan termasuk anggota keluarga setelah terserang stroke

karena mereka membutuhkan perhatian baik secara moril maupun materil. Keluarga

dapat menjalankan berbagai fungsi-fungsi keluarga seperti fungsi afektif, perawatan

kesehatan, ekonomi dan psikologis.

b. Tugas Kesehatan Keluarga

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di

bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman dalam Setiadi (2008)

membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:

b.1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya

Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung

menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya

perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan

seberapa besar perubahannya.

b.2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan

yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara

keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan

keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan

(47)

b.3. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan

melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau ke pelayanan kesehatan

untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak

terjadi.

b.4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.

b.5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan

(pemanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada).

Menurut Effendy (1998) pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas

pokok sebagai berikut :

1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya

masing-masing.

4) Sosialisasi antar anggota keluarga.

5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

(48)

Berdasarkan uraian tugas-tugas keluarga tersebut dapat disimpulkan bahwa

keluarga bertanggung jawab atas kondisi kesehatan anggota keluarganya, apalagi jika

anggota keluarga menderita stroke. Stroke termasuk penyakit yang berat karena

membuat penderitanya bergantung pada orang lain karena ketidakberdayaan yang

disebabkan penyakit tersebut. Keluarga hendaknya mengetahui penyakit yang diderita

anggota keluarga, agar bisa mengambil tindakan segera untuk menghindari

keterlambatan pertolongan dan mengurangi tingkat keparahannya.

2.3.3. Bentuk Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan

kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam

melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk

menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu. Sarafino (1990)

mengatakan bahwa kebutuhan, kemampuan, dan sumber dukungan mengalami

perubahan sepanjang kehidupan seseorang. Keluarga merupakan lingkungan pertama

yang dikenal oleh individu dalam proses sosialisasinya.

Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dengan

dukungan sosial sebagai koping keluarga. Baik dukungan-dukungan sosial keluarga

yang eksternal maupun internal terbukti bermanfaat. Friedman (1998) menjelaskan

bahwa dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa

kehidupan; sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap

(49)

Friedman (1998) juga menjelaskan bahwa dukungan sosial keluarga mengacu

kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai

sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung

selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).

Menurut Taylor (1995), dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat

diberikan kepada keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana

membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram.

Menurut Caplan dalam Friedman (1998) dukungan sosial memiliki beberapa

fungsi dukungan yaitu:

1) Dukungan informasional keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan

diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian

saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.

2) Dukungan penilaian keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,

membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator

indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan,

perhatian.

3) Dukungan instrumental keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis

dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan

minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

4) Dukungan emosional keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk

(50)

Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam

bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

Menurut Nursalam (2006) yang mengutip dari House dalam Depkes (2002)

membedakan empat jenis atau dimensi dukungan sosial menjadi:

1) Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang

bersangkutan.

2) Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat/penghargaan positif untuk orang lain itu,

dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan

perbandingan positif orang itu dengan orang lain, misalnya orang itu kurang

mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).

3) Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung, misalnya orang memberi pinjaman uang kepada

orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada

orang yang tidak punya pekerjaan.

4) Dukungan Informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, dan informasi serta

petunjuk.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan sosial

keluarga pada penderita pasca stroke sangat bermanfaat dalam pengendalian diri

(51)

tekanan-tekanan yang ada pada konflik yang terjadi pada diri penderita akibat

penyakit stroke. Dukungan tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun

bantuan yang dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman.

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian tentang dukungan sosial keluarga

pada anggota keluarga yang menderita penyakit tertentu. Hasil penelitian Sebayang

(2011) mengungkapkan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu sumber

penanganan stres yang penting dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi kesehatan

seseorang. Dalam penelitiannya tersebut diungkapkan bahwa dukungan sosial

keluarga memiliki hubungan dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia

paranoid di Poliklinik RS Jiwa Daerah Propsu Medan (p= 0,028 ρ =-0,388). Oleh karena itu, disarankan kepada perawat untuk melibatkan keluarga dalam perawatan

pasien skizofrenia paranoid sehingga keluarga mampu merawat pasien skizofrenia

paranoid dengan baik di rumah.

Hasil penelitian lainnya oleh Sundari (2011) menunjukkan bahwa hampir

seluruh responden (85%) dukungan sosialnya baik dan hampir seluruhnya (85%) juga

memiliki tingkat kepatuhan yang baik dalam menjalani terapi hemodialisis. Dari hasil

uji didapat nilai ρ< 0,05 maka H0 ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan kepatuhan klien gagal ginjal kronik dalam

menjalani terapi hemodialisis di ruang hemodialisa Siloam Hospitals Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa semakin baik dukungan keluarga

Gambar

Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol
Tabel 3.1. Blue Print Kuesioner Dukungan Sosial Keluarga (Friedman, 1998 &
+7

Referensi

Dokumen terkait

Waktu siklus ( cycle time ) mulai dari bahan mentah sampai dengan produk selesai, efisiensi tenaga kerja, jumlah pemborosan, perbaikan dan sisa produksi. Waktu setup, waktu

Perkembangan kehidupan kelamin yang tidak wajar ini akan menimbulkan pengaruh pada anak laki-laki dan juga pada anak perempuan, bahkan pengaruh itu tidak hanya terjadi di masa

Hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti didapatkan sebagian besar responden pola pemberian ASInya masih dalam kategori cukup, yaitu 17 (42,5%) ibu menyusui, menyusui

Percobaan yang ttlah dilckukan dlmakendkan untnk meaqparoleh sedlklt gaabaran tentang adanya kentinRklnan kenalkan kadar Pb dalam air sent dari subyek yang sa- ring kontak

Perzinaan, pornogra/, pelecehan seksual (termasuk terhadap pasangan, terhadap anak-anak, dan orangtua), perzinaan dengan saudara kandung (insest), praktikpraktik homoseksual

Penanganan fisioterapi yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami inkontinensia urin meliputi kegel exercise dan core stability exercise, kegel exercise adalah

Pada Gambar 20, dapat dilihat bahwa penyebaran reservoar batupasir dengan menggunakan metode seismik inversi impedansi akustik dan seismik multiatribut saling

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional dan Penilaian Hasil