• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP

RSU Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011 – 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YOGI SATRYA PARADA SIHOMBING

NIM 101501036

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP

RSU Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011 – 2012

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YOGI SATRYA PARADA SIHOMBING

NIM 101501036

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(3)

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP

RSU Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011 – 2012

OLEH:

YOGI SATRYA PARADA SIHOMBING

NIM 101501036

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 7 Februari 2015

Medan, Maret 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara a.n. Dekan

Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001

Pembimbing I,

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Pembimbing II,

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. NIP 195301011983031004

Panitia Penguji,

Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195103261978022001

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt NIP 197506102005012003

Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 195110251980021001

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat

kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul ”Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker

Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Tahun 2011 – 2012”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada

Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa

pendidikan, Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Urip

Harahap, Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan

nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini, Bapak Drs.

Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku penasehat akademik yang memberikan

bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi.

Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang

telah mendidik selama perkuliahan, Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Bapak Dr.

Wiryanto, M.S., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen

penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan

skripsi ini.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga

(5)

v

pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk abang Ronny Sahputra

Sihombing, dan teman-teman Farmasi Klinis dan Komunitas 2010 serta Sains dan

Teknologi Farmasi 2010 yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, Maret 2015 Penulis,

(6)

vi

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP

RSU Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011 – 2012

ABSTRAK

Pengobatan untuk kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan kemoterapi. Pengobatan kanker payudara dengan kemoterapi umumnya secara kombinasi obat, sehingga ada kemungkinan terjadi interaksi obat. Selain itu, kemoterapi dapat menimbulkan banyak efek samping, sehingga diperlukan terapi penunjang kemoterapi. Pasien kanker payudara yang menjalani rawat inap dapat mengalami peningkatan ataupun penurunan kualitas hidup. Penurunan kualitas hidup pasien kanker payudara dapat terjadi karena kanker yang semakin parah atau karena adanya masalah terkait penggunaan obat.

Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi masalah terkait penggunaan obat pada pasien kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2011 – 2012 yang meliputi interaksi obat, pemberian obat yang salah dan ketiadaan terapi tambahan bagi pasien. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, pengambilan data secara retrospektif terhadap data rekam medik dan evaluasi dilakukan secara teoritik berdasarkan literatur. Kriteria subjek penelitian meliputi pasien perempuan dengan diagnosis kanker payudara dengan/tanpa penyakit penyerta, yang dirawat inap di Ruang Mawar (Ruang Bedah Wanita) RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.

Interaksi obat yang terjadi meliputi interaksi antara obat kemoterapi dengan obat kemoterapi, yaitu antara siklofosfamid dengan doksorubisin dan antara kapesitabin dengan tamoksifen, serta antara obat kemoterapi dengan obat penunjang, yaitu antara siklofosfamid dengan deksametason, antara siklofosfamid dengan ondansetron dan antara sisplatin dengan ondansetron. Pemberian obat yang salah yang ditemukan pada penelitian ini adalah pemberian asam mefenamat pada pasien yang menjalani kemoterapi regimen CA (siklofosfamid dan doksorubisin). Ketiadaan terapi tambahan yang ditemukan adalah ketiadaan terapi

granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pada pasien geriatri.

(7)

vii

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED BREAST CANCER PATIENTS AT RSU Dr. H. ABDUL

MOELOEK BANDAR LAMPUNG DURING 2011 - 2012 ABSTRACT

Medication for breast cancer can be done in various ways, one of them is by chemotherapy. Medication for breast cancer often given as a drug combination, therefore there is a probability for drug interaction to occurs. Moreover, chemotherapy can cause many side effects, therefore supportive therapy is needed. Hospitalized breast cancer patient’s quality of life may experience improvement or degeneration. Degeneration of hospitalized breast cancer patient’s quality of life can be caused by increased malignancy or by drug related problem.

Based on statement mentioned above, the research about identification of drug related problems (DRPs) of hospitalized breast cancer patient, included drug interaction, wrong drug and absence of additional therapy, is held. This study was conducted with descriptive design, the data acquired retrospectively for medical record and evaluation is conducted theoritically based on literature. The patient's criteria as a subject in this study were hospitalized in Ruang Mawar (Ruang Bedah Wanita) in RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung from January 2011 until December 2012.

Drug interactions that occured are drug interactions between chemotherapy drugs including cyclophosphamide with doxorubicin and capecitabine with tamoxifen, as well as drug interactions between chemotherapy drug and supportive drug including cyclophosphamide with dexamethasone, cyclophosphamide with ondansetron and cisplatin with ondansetron. Wrong drug that has been administered is mefenamic acid which has been administered after CA (cyclophosphamide and doxorubicin) regimen chemotherapy. The absence of additional therapy that occurred is the absence of granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) therapy for management of cancer in older patient.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Tujuan Penelitian ... 6

1.6 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Proliferasi Sel ... 8

2.1.1 Siklus Sel ... 8

2.1.2 Pengaturan Proliferasi Sel ... 10

(9)

ix

2.2.1 Etiologi dan Patogenesis ... 13

2.2.2 Klasifikasi ... 14

2.3 Kemoterapi ... 17

2.4 DRPs ... 19

2.4.1 Definisi DRPs ... 19

2.4.2 Klasifikasi DRPs ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Populasi dan Sampel ... 23

3.2.1 Populasi ... 23

3.2.2 Sampel ... 23

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.4 Definisi Operasional ... 24

3.5 Instrumen Penelitian ... 25

3.5.1 Sumber Data ... 25

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.5.3 Analisis Data ... 26

3.6 Bagan Alur Penelitian ... 27

3.7 Langkah Penelitian ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29

4.2 Jumlah Pasien yang Memulai Kemoterapi Kanker Payudara pada Tahun 2011 Berdasarkan Kelompok Usia ... 30

4.3 Penggunaan Obat Kemoterapi ... 31

(10)

x

4.5 Identifikasi Drug Related Problems(DRPs) ... 38

4.5.1 Interaksi Obat ... 40

4.5.1.1 Siklofosfamid dengan Doksorubisin ... 43

4.5.1.2 Kapesitabin dengan Tamoksifen ... 51

4.5.1.3 Siklofosfamid dengan Deksametason ... 53

4.5.1.4 Siklofosfamid dengan Ondansetron ... 55

4.5.1.5 Sisplatin dengan Ondansetron ... 58

4.6.2 Pemberian Obat yang Salah ... 61

4.6.3 Ketiadaan Terapi Tambahan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Efek samping kemoterapi ... 18

Tabel 4.1 Jumlah pasien yang memulai kemoterapi kanker payudara

pada tahun 2011 berdasarkan kelompok usia ... 30

Tabel 4.2 Obat-obat kemoterapi yang banyak digunakan untuk terapi kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 ... 32

Tabel 4.3 Obat-obat penunjang kemoterapi yang banyak digunakan untuk terapi kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 ... 34

Tabel 4.4 Pasien-pasien rawat inap kanker payudara dengan kombinasi obat kemoterapi dan obat penunjang kemoterapi yang berbeda-beda antara satu pasien dengan yang lain di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun

2011 – 2012 ... 39

Tabel 4.5 Gambaran penggunaan obat dan kejadian interaksi obat pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di

RSUAM Bandar Lampung ... 41

Tabel 4.6 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan doksorubisin (kasus I) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar

Lampung ... 44

Tabel 4.7 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan doksorubisin (kasus II) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung... 45

Tabel 4.8 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan doksorubisin (kasus III) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar

Lampung ... 46

(12)

xii

Tabel 4.10 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara kapesitabin dengan tamoksifen pada pasien kanker payudara

di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung ... 51

Tabel 4.11 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan deksametason (kasus I) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung... 53

Tabel 4.12 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan deksametason (kasus II) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar

Lampung ... 54

Tabel 4.13 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan ondansetron (kasus I) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung... 56

Tabel 4.14 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara siklofosfamid dengan ondansetron (kasus II) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung ... 57

Tabel 4.15 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara sisplatin dengan ondansetron (kasus I) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung ... 59

Tabel 4.16 Terjadi interaksi obat secara farmakologi antara sisplatin dengan ondansetron (kasus II) pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung ... 60

Tabel 4.17 Gambaran kejadian pemberian obat yang salah pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung... 62

Tabel 4.18 Terjadi pemberian obat yang salah pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung... 63

Tabel 4.19 Gambaran kejadian ketiadaan terapi tambahan pada pasien kanker payudara di instalasi rawat inap di RSUAM Bandar Lampung ... 66

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dengan variabel terikat ... 5

Gambar 2.1 Siklus sel ... 9

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data Pengobatan Pasien ... 77

Lampiran 2. Guideline dari National Comprehensive Cancer Network

untuk Manajemen Kanker pada Pasien Lanjut Usia ... 126

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian di RSU Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung ... 127

Lampiran 4. Surat Izin Melakukan Penelitian di RSU Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung ... 128

Lampiran 5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Kegiatan Penelitian di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

(15)

vi

IDENTIFIKASI

DRUG RELATED PROBLEMS

(DRPs) PADA

PASIEN KANKER PAYUDARA DI INSTALASI RAWAT INAP

RSU Dr. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011 – 2012

ABSTRAK

Pengobatan untuk kanker payudara dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan kemoterapi. Pengobatan kanker payudara dengan kemoterapi umumnya secara kombinasi obat, sehingga ada kemungkinan terjadi interaksi obat. Selain itu, kemoterapi dapat menimbulkan banyak efek samping, sehingga diperlukan terapi penunjang kemoterapi. Pasien kanker payudara yang menjalani rawat inap dapat mengalami peningkatan ataupun penurunan kualitas hidup. Penurunan kualitas hidup pasien kanker payudara dapat terjadi karena kanker yang semakin parah atau karena adanya masalah terkait penggunaan obat.

Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi masalah terkait penggunaan obat pada pasien kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2011 – 2012 yang meliputi interaksi obat, pemberian obat yang salah dan ketiadaan terapi tambahan bagi pasien. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, pengambilan data secara retrospektif terhadap data rekam medik dan evaluasi dilakukan secara teoritik berdasarkan literatur. Kriteria subjek penelitian meliputi pasien perempuan dengan diagnosis kanker payudara dengan/tanpa penyakit penyerta, yang dirawat inap di Ruang Mawar (Ruang Bedah Wanita) RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.

Interaksi obat yang terjadi meliputi interaksi antara obat kemoterapi dengan obat kemoterapi, yaitu antara siklofosfamid dengan doksorubisin dan antara kapesitabin dengan tamoksifen, serta antara obat kemoterapi dengan obat penunjang, yaitu antara siklofosfamid dengan deksametason, antara siklofosfamid dengan ondansetron dan antara sisplatin dengan ondansetron. Pemberian obat yang salah yang ditemukan pada penelitian ini adalah pemberian asam mefenamat pada pasien yang menjalani kemoterapi regimen CA (siklofosfamid dan doksorubisin). Ketiadaan terapi tambahan yang ditemukan adalah ketiadaan terapi

granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) pada pasien geriatri.

(16)

vii

IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED BREAST CANCER PATIENTS AT RSU Dr. H. ABDUL

MOELOEK BANDAR LAMPUNG DURING 2011 - 2012 ABSTRACT

Medication for breast cancer can be done in various ways, one of them is by chemotherapy. Medication for breast cancer often given as a drug combination, therefore there is a probability for drug interaction to occurs. Moreover, chemotherapy can cause many side effects, therefore supportive therapy is needed. Hospitalized breast cancer patient’s quality of life may experience improvement or degeneration. Degeneration of hospitalized breast cancer patient’s quality of life can be caused by increased malignancy or by drug related problem.

Based on statement mentioned above, the research about identification of drug related problems (DRPs) of hospitalized breast cancer patient, included drug interaction, wrong drug and absence of additional therapy, is held. This study was conducted with descriptive design, the data acquired retrospectively for medical record and evaluation is conducted theoritically based on literature. The patient's criteria as a subject in this study were hospitalized in Ruang Mawar (Ruang Bedah Wanita) in RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung from January 2011 until December 2012.

Drug interactions that occured are drug interactions between chemotherapy drugs including cyclophosphamide with doxorubicin and capecitabine with tamoxifen, as well as drug interactions between chemotherapy drug and supportive drug including cyclophosphamide with dexamethasone, cyclophosphamide with ondansetron and cisplatin with ondansetron. Wrong drug that has been administered is mefenamic acid which has been administered after CA (cyclophosphamide and doxorubicin) regimen chemotherapy. The absence of additional therapy that occurred is the absence of granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) therapy for management of cancer in older patient.

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radikal bebas merupakan molekul-molekul yang sangat reaktif di dalam

tubuh. Ketika radikal bebas tidak dapat didestruksi secara bertahap, akumulasinya

di dalam tubuh menghasilkan fenomena yang disebut stres oksidatif. Proses ini

berperan besar dalam perkembangan penyakit degeneratif, salah satunya kanker.

Banyak sekali sumber radikal bebas yang dapat masuk dan terbentuk di dalam

tubuh, di antaranya melalui pernapasan, lingkungan yang tidak sehat dan akibat

mengonsumsi makanan yang berlemak ataupun yang tidak sehat. Karsinogenesis

merupakan suatu proses yang memberikan hasil suatu transformasi sel normal

menjadi neoplastik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang menetap atau

mutasi. Tumor tumbuh dari sel tunggal yang mengalami transformasi oleh

penumpukan atau akumulasi proses mutasi. Berdasarkan estimasi Globocan,

International Agency for Research on Cancer (IARC) 2012, insiden kanker

payudara sebesar 40 per 100 ribu perempuan, kanker leher rahim 17 per 100 ribu

perempuan, kanker paru 26 per 100 ribu laki-laki, kanker kolorektal 16 per 100

ribu laki-laki. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,

prevalensi tumor atau kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk atau

sekitar 330.000 orang. Kanker tertinggi di Indonesia pada perempuan adalah

kanker payudara dan kanker leher rahim, sedangkan pada laki-laki adalah kanker

(18)

2

Kanker payudara menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat

kanker (522.000 kematian) dan sementara itu merupakan penyebab paling sering

kematian akibat kanker pada wanita di daerah-daerah yang kurang berkembang

(324.000 kematian, 14,3% dari total), juga merupakan penyebab kedua kematian

akibat kanker di daerah-daerah yang lebih berkembang (198.000 kematian, 15,4%

dari total) setelah kanker paru-paru. Kanker payudara adalah kanker yang umum

kedua di dunia, dan sejauh ini, merupakan kanker yang paling sering dijumpai

pada wanita dengan perkiraan sebanyak 1,67 juta kasus kanker baru yang

terdiagnosis pada tahun 2012 (25% dari seluruh kanker). Berdasarkan data Sistem

Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2009, kanker payudara menempati urutan

pertama pada pasien rawat inap di seluruh rumah sakit di Indonesia 21,69%,

disusul kanker leher rahim 17%. Laporan kanker dunia memperkirakan angka

kejadian kanker akan meningkat menjadi 15 juta kasus baru di tahun 2020

(Ashton, et al., 2009; IRCA, 2012; Rasjidi, 2009).

Kanker payudara adalah neoplasma ganas yaitu suatu pertumbuhan

jaringan payudara abnormal dengan pertumbuhan berlebihan dan tidak ada

koordinasi dengan pertumbuhan jaringan normal, tumbuh infiltratif dan destruktif

serta dapat bermetastase dan akan tetap tumbuh dengan cara yang berlebihan

setelah stimulus yang menimbulkan pertumbuhan itu berhenti. Neoplasma

merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel normal yang

mengalami proliferasi, tumbuh terus-menerus secara tidak terbatas, tidak

berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya. Kanker payudara terjadi karena

hilangnya kontrol atas proliferasi sel payudara dan apoptosis sehingga sel

(19)

3

Hilangnya fungsi apoptosis menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi kerusakan

sel akibat kerusakan DNA (Indrati, 2005).

Pada dasarnya regimen kemoterapi FAS (fluorourasil, adriamisin,

siklofosfamid) dapat menyebabkan lesi pada deoxyribonucleic acid (DNA)

melalui mekanisme yang berbeda. Lesi tersebut akan menyebabkan kerusakan

DNA. Kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki dapat menginduksi apoptosis.

Kerusakan DNA akibat pemberian kemoterapi FAS akan merangsang gen p53

menginduksi apoptosis. Sel yang mempunyai mutasi p53 akan resisten terhadap

stimuli apoptosis kemoterapi. Kejadian mutasi p53 pada karsinoma payudara

dihubungkan dengan sifat agresif dan buruknya ketahanan hidup. Mutasi p53 akan

menyebabkan gangguan stabilitas serta integritas genom dan sel akan terus

berproliferasi (Muhartono, 2012).

Samuel (2011) mengatakan bahwa pasien kanker seringkali tidak patuh

terhadap pengobatan dengan berbagai alasan, antara lain masalah biaya, ingin

mencoba pengobatan alternatif serta tidak tahan terhadap efek samping seperti

kerontokan rambut, daya tahan tubuh yang menurun, sariawan, mual dan muntah.

Di samping itu, proses pengobatan kanker yang memakan waktu tidak sebentar,

takut akan kematian serta tidak adanya dukungan keluarga seringkali juga

membuat pasien frustasi dan akhirnya berhenti berobat (drop-out).

Drug Related Problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diinginkan

yang dialami oleh pasien, yang melibatkan, atau dicurigai melibatkan, terapi obat,

dan mengganggu pencapaian tujuan terapi yang diinginkan. Masalah yang dialami

oleh pasien yang melibatkan pengobatan dapat dikategorikan ke dalam salah satu

(20)

4

kesalahan-kesalahan tindakan, atau kebutuhan akan pengobatan tambahan,

sinergis, atau preventif, serta masalah ketidakpatuhan (Strand, et al., 1990).

DRPs pada pasien kanker payudara yang pernah dipublikasikan adalah

DRPs pada pasien kanker payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

periode Januari 2004 – Juni 2005. Dari 25 kasus yang diteliti, terdapat 11 kasus

yang mengalami DRPs, dengan perincian 4 kasus butuh terapi obat tambahan

(need for additional therapy), 1 kasus tidak perlu terapi obat (unnecessary drug

therapy), 6 kasus dosis kurang atau dosis terlalu rendah (dosage too low), dan 1

kasus dosis terlalu tinggi (dosage too high) (Damayanti, 2006).

Sejauh yang diketahui penulis, penelitian tentang DRPs pada pasien

kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung belum pernah

dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah

terjadi DRP pada pasien kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung tahun 2011 – 2012 yang meliputi interaksi obat, kesalahan pemberian

obat (wrong drug) dan tidak adanya terapi tambahan (adjuvant) bagi pasien.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk penerapan farmasi klinis

di Instalasi Farmasi RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dalam

penanganan obat sitostatika (handling of cytotoxic drugs).

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi DRPs pada pasien kanker

payudara di instalasi rawat inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Tahun 2011 – 2012. Dalam penelitian ini, obat-obat yang tercatat dalam rekam

(21)

5

dan DRPs kategori interaksi obat, pemberian obat yang salah dan ketiadaan terapi

tambahan sebagai variabel terikat (dependent variable). Hubungan kedua variabel

tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada

Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dengan variabel terikat

1.3.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a.apakah terjadi DRP kategori interaksi obat secara farmakologi pada pasien

kanker payudara di instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung?

b.apakah terjadi DRP kategori pemberian obat yang salah pada pasien kanker

payudara di instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung?

c.apakah terjadi DRP kategori ketiadaan terapi tambahan pada pasien kanker

payudara di instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung? Obat-obat yang tercatat dalam rekam

medis pasien kanker payudara

DRPs

Kategori: 1. Interaksi obat

2. Pemberian obat yang salah 3. Ketiadaan terapi tambahan

(22)

6

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian

ini adalah:

a.terjadi DRP kategori interaksi obat secara farmakologi pada pasien kanker

payudara di instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung.

b.terjadi DRP kategori pemberian obat yang salah pada pasien kanker payudara di

instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

c.terjadi DRP kategori ketiadaan terapi tambahan pada pasien kanker payudara di

instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a.mengetahui adanya interaksi obat pada pasien kanker payudara di instalasi

rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

b.mengetahui adanya pemberian obat yang salah pada pasien kanker payudara di

instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

c.mengetahui adanya ketiadaan terapi tambahan pada pasien kanker payudara di

(23)

7

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk:

a. peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs.

b.masyarakat, dapat memperoleh gambaran kejadian DRPs pada penyakit kanker

payudara.

c. rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan

evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan kanker

payudara dalam praktik di rumah sakit tersebut.

d.penelitian ini diharapkan dapat mendorong minat mahasiswa atau peneliti lain

(24)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proliferasi Sel

Proliferasi sel menghasilkan dua sel yang berasal dari satu sel. Keadaan ini

membutuhkan pertumbuhan sel yang kemudian diikuti oleh pembelahan (divisi)

sel. Pertumbuhan sel yang tidak terkendali merupakan ciri khas kanker. Sel kanker

secara umum berisi biomolekul yang diperlukan untuk bertahan, proliferasi,

diferensiasi, kematian sel dan ekspresi tipe sel dengan fungsi khusus (specific

functions). Kegagalan regulasi fungsi inilah yang menghasilkan perubahan fenotip

dan kanker (Brody dan Rudel, 2003; Tan, 2001).

Pada jaringan normal, proliferasi sel mengarah kepada penambahan

jaringan di mana jumlah sel tidak hanya tergantung kepada proliferasi sel tetapi

juga oleh kematian sel. Kematian sel terprogram (apoptosis) adalah proses

dikeluarkannya sel-sel yang rusak. Keseimbangan antara produksi sel baru dan

kematian sel itulah yang mempertahankan sel yang tepat pada jaringan

(homeostasis) (Brody dan Rudel, 2003).

2.1.1 Siklus Sel

Divisi sel terdiri dari dua proses yang berurutan, terutama ditandai dengan

repikasi DNA dan segregasi kromosom yang bereplikasi menjadi dua sel yang

terpisah. Secara umum sel divisi terbagi dua tahap: mitosis (M) yaitu proses divisi

inti, dan interfase yaitu fase selingan diantara dua fase M. Tahap mitosis dibagi

atas profase, metafase, anafase dan telofase. Tahap interfase terdiri dari G1, S dan

(25)

9

disebut G1. Pada fase ini, sel bersiap-siap untuk sintesis DNA dan diikuti dengan

gap yang disebut G2, yaitu fase ketika sel siap untuk mitosis. Sel pada G1,

sebelum berkomitmen replikasi DNA, akan memasuki fase istirahat disebut G0.

Sel pada G0 berada pada keadaan tidak tumbuh atau sel tidak berproliferasi

(Kissane, 1990).

Siklus sel dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Sel

(Sumber: Pathologic Basis of Disease 7th ed., 2005. Kumar, Abbas, Fausto)

Siklus sel adalah suatu proses yang tertata amat teratur untuk

menggandakan dan menebarkan informasi genetik dari satu generasi sel ke

generasi yang berikutnya. Selama proses ini berjalan, DNA harus digandakan

secara tepat dan salinan kromosom harus dibagikan tepat sama jumlah pada kedua

Pertumbuhan dalam jumlah besar

Sel-sel labile yang bergilir secara terus menerus (misalnya epidermis,

epitelium saluran pencernaan)

Sel-sel permanen (misalnya neuron,

miosit kardiak) Sel-sel stabil

(misalnya hepatosit)

SIKLUS SEL

Duplikasi

Pemeriksaan kerusakan DNA (cekpoin G1/S)

Titik restriksi Duplikasi sentrosom

Pembelahan sel

Pemeriksaan kerusakan DNA atau DNA yang belum

terduplikasi (cekpoin G2/M)

(26)

10

sel anak yang terbentuk. Siklus sel dapat dibedakan menjadi beberapa tahap yang

terpisah jelas yaitu:

Fase G1 Suatu interval atau celah antara mitosis (fase M) dan sintesis DNA

(fase S), selama fase ini sel dapat mengalami stimulasi dari berbagai

mitogen dan faktor pertumbuhan (growth factor) ekstraselular

Fase S Pada fase ini, DNA digandakan dengan cara membuat salinan

komplemennya (complementary copy)

Fase G2 Suatu interval atau celah antara penyempurnaan sintesis DNA (fase S)

dan mitosis (fase M)

Fase M Pada fase ini, terjadi pembentukan benang-benang mitotik yang

terpisah pada kedua kutub sel, pemisahan khromatid menjadi dua

bagian yang sama persis dalam kualitas dan kuantitas (two sister

chromatids) dan pembelahan sel (Karsono, 2009).

2.1.2 Pengaturan Proliferasi Sel

Dalam pengaturan proliferasi sel tahap G1/S memegang peranan

terpenting. Pada lebih kurang sepertiga akhir fase G1 terdapat suatu periode yang

disebut titik restriksi. Titik restriksi sebenarnya hanya merupakan salah satu dari

cekpoin yang terdapat dalam siklus sel. Peraturan siklus sel menetapkan bahwa

harus dapat dipastikan semua langkah dalam setiap fase sudah benar-benar

sempurna selesai pada waktu memasuki fase berikutnya. Untuk itu, beberapa

cekpoin pemantau keutuhan DNA ditempatkan secara strategis di akhir fase G1

dan pada ambang peralihan fase G2/M guna mencegah gerak maju atau

perambatan siklus pada sel yang mengalami mutasi atau kerusakan. Titik restriksi

(27)

11

keutuhan DNA. Dalam keadaan tidak terfosforilasi, pRB mengikat protein lain

yaitu E2F. E2F adalah suatu faktor transkripsi. Bila DNA dalam keadaan utuh

maka terjadi fosforilasi pRB oleh CDK4/CDK6 (cyclin dependent kinase). Akibat

fosforilasi pRB, maka pRB tidak dapat lagi mengikat E2F. E2F yang terlepas akan

menyebabkan transkripsi beberapa gen termasuk di antaranya gen untuk cyclin E.

Cyclin E dibutuhkan sel untuk menembus titik restriksi. Beberapa protein dapat

menghambat fosforilasi pRB, antara lain p53, p16INK4a, p19ARF dan p21. p53

bekerja mengaktifkan p21 dan pada gilirannya p21 menghambat CDK4/6. p19ARF

bekerja dengan cara menginaktivasi MDM2. Inaktif MDM2 tidak dapat

menghambat p53 sehingga p53 dapat mengaktifkan p21. p16INK4a bekerja

langsung menginaktivasi CDK4/6 sehingga tidak dapat memfosforilasi pRB.

Apabila terjadi kerusakan DNA, maka siklus sel akan dihambat terutama di G1.

Bila kerusakan DNA tak mungkin diperbaiki maka sel akan melakukan apoptosis

(Karsono, 2009).

Sinyal-sinyal yang berasal dari TGF-β (transforming growth factor β)

mengendalikan berbagai proses selular seperti proliferasi, identifikasi,

diferensiasi, apoptosis dan pembentukan dalam embriogenesis. Umumnya

sinyal-sinyal dari TGF-β mempunyai efek negatif terhadap pertumbuhan sel, oleh karena

itulah tidak mengherankan bila inaktivasi jalur sinyal TGF-β berperan dalam

tumor genesis. Ikatan TGF-β sebagai ligand terhadap reseptornya akan

mengakibatkan hetero-dimerisasi reseptor TGF-β. Selanjutnya reseptor ini akan

memfosforilasi Smad4, Smad4 terfosforilasi akan membentuk dimer dengan

Smad4 inaktif dan tertranslokasi ke inti sel. Di dalam inti sel dimer Smad4 akan

(28)

12

inhibitor siklus sel baik dari keluarga INK maupun dari keluarga KIP (Karsono,

2009).

Proses apoptosis dapat terjadi melalui beberapa jalur. Salah satu jalur yang

mempunyai kaitan erat dengan kanker adalah melalui induksi apoptosis oleh

protein p53. Protein p53 merespon kerusakan DNA atau stres sel yang meliputi

aktivitas onkogen (gen pendorong terbentuknya tumor), hipoksia (kekurangan

oksigen dalam sel), erosi telomerase (pemendekan DNA akibat non-aktif-nya

enzim telomerase) dan stres sel yang lain (Stokloza dan Golab, 2005)

Aktivitas transkripsi dari p53 bergantung pada pembentukan tetramer dari

protein tersebut yang berinteraksi dengan DNA dengan urutan yang spesifik

(sequence-specific). Tiap subunit p53 terdiri dari 4 domain yang berbeda

fungsinya. Residu 1 sampai residu 44 merupakan ujung N yang sedikit terlipat

sebagai domain pengaktif transkripsi. Domain inti merupakan bagian yang

berinteraksi dengan DNA dan berawal dari residu 102 sampai residu 292. Residu

320 sampai residu 356 bertanggung jawab atas pembentukan tetramer, sedangkan

residu 356 sampai residu 393 merupakan domain regulator (Zhao et al., 2001).

Kurang lebih 55% sel tumor pada manusia kehilangan fungsi p53 akibat

mutasi. Hilangnya fungsi p53 menyebabkan kerusakan DNA atau kecacatan pada

sel yang lain yang tidak diikuti dengan penghentian penggandaan dan/atau proses

apoptosis meskipun terjadi kenaikan konsentrasi p53 (Bykov et al., 2002; Joerger

(29)

13

2.2 Kanker Payudara

2.2.1 Etiologi dan Patogenesis

Ada 3 pengaruh penting pada kanker payudara:

a. Faktor genetik

Faktor genetik berpengaruh dalam peningkatan terjadinya kanker

payudara. Pada percobaan tikus dengan galur sensitif kanker, melalui

persilangan genetik didapatkan tikus yang terkena kanker. Ada faktor

turunan pada suatu keluarga yang terkena kanker payudara. Kelainan ini

diketahui terletak di lokus kecil di kromosom 17q21 pada kanker

payudara yang timbul saat usia muda (Restifo dan Wunderlich, 2001).

b. Hormon

Kelebihan hormon estrogen endogen atau lebih tepatnya terjadi

ketidakseimbangan hormon terlihat sangat jelas pada kanker payudara.

Banyak faktor resiko yang dapat disebutkan seperti masa reproduksi

yang lama, nulipara, dan usia tua saat mempunyai anak pertama akan

meningkatkan estrogen pada siklus menstruasi. Wanita pasca

menopause dengan tumor ovarium fungsional dapat terkena kanker

payudara karena adanya hormon estrogen berlebihan. Suatu penelitian

menyebutkan bahwa kelebihan jumlah estrogen di urin, frekuensi

ovulasi, dan umur saat menstruasi dihubungkan dengan meningkatnya

resiko terkena kanker payudara (Bast, 1985; Sobin dan Wittekind,

2002). Epitel payudara normal memiliki reseptor estrogen dan

progesteron. Kedua reseptor ditemukan pada sebagian besar kanker

(30)

14

factor-alpha/epitehlial growth factor, platelet-derived growth factor),

fibroblast growth factor dan growth inhibitor disekresi oleh sel kanker

payudara manusia. Banyak penelitian menyatakan bahwa growth

promoters terlibat dalam mekanisme autokrin dari tumor. Produksi GF

tergantung pada hormon estrogen, sehingga interaksi antara hormon

disirkulasi, reseptor hormon pada sel kanker dan GF autokrin

merangsang sel tumor menjadi lebih progresif (Restifo dan Wunderlich,

2001; Junqueira, et al., 1995; Whiteside dan Haberman, 2003).

c. Faktor lingkungan dan gaya hidup

Pengaruh lingkungan diduga karena berbagai faktor antara lain alkohol,

diet tinggi lemak, dan infeksi virus. Hal tersebut mungkin

mempenga-ruhi onkogen dan gen supresi tumor dari kanker payudara (Restifo dan

Wunderlich, 2001).

2.2.2 Klasifikasi

Berdasarkan gambaran histologis, WHO membuat klasifikasi kanker

payudara sebagai berikut (Sobin dan Wittekind, 2002; Junqueira, et al., 1995;

Robbin, et al., 1994).

a. Kanker payudara non invasif

i. Karsinoma intraduktus non invasif

Karsinoma intraduktus adalah karsinoma yang mengenai duktus

disertai infiltrasi jaringan stroma sekitar. Terdapat 5 subtipe dari

karsinoma intraduktus, yaitu komedokarsinoma, solid, kribriformis,

papiler, dan mikrokapiler. Komedokarsinoma ditandai dengan

(31)

15

Karsinoma jenis ini dapat meluas ke duktus ekskretorius utama,

kemudian menginfiltrasi papilla dan areola, sehingga dapat

menyebabkan penyakit Paget pada payudara.

ii. Karsinoma lobular in situ

Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu atau lebih duktus

terminal dan/atau tubulus, tanpa disertai infiltrasi ke dalam stroma.

Sel-sel berukuran lebih besar dari normal, inti bulat kecil dan

jarang disertai mitosis.

b. Kanker payudara invasif

i. Karsinoma duktus invasif

Karsinoma jenis ini merupakan bentuk paling umum dari kanker

payudara. Karsinoma duktus infiltratif merupakan 65 – 80% dari

karsinoma payudara. Secara histologis, jaringan ikat padat tersebar

berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti

kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel

kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang,

kawat atau seperti kelenjar. Jenis ini disebut juga sebagai

infiltrating ductus carcinoma not otherwise specified (NOS),

scirrhous carcinoma, infiltrating carcinoma atau carcinoma

simplex.

ii. Karsinoma lobular invasif

Jenis ini merupakan karsinoma infiltratif yang tersusun atas sel-sel

berukuran kecil dan seragam dengan sedikit pleimorfisme.

(32)

16

rendah. Sel infiltratif biasanya tersusun konsentris disekitar duktus

berbentuk seperti target. Sel tumor dapat berbentuk signet ring,

tubuloalveolar, atau solid (Chapoval, et al., 1998).

iii. Karsinoma musinosum

Pada karsinoma musinosum ini didapatkan sejumlah besar mukus

intraseluler dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis

maupun mikroskopis. Secara histologis, terdapat 3 bentuk sel

kanker. Bentuk pertama, sel tampak seperti pulau-pulau kecil yang

mengambang dalam cairan musin basofilik. Bentuk kedua, sel

tumbuh dalam susunan kelenjar berbatas jelas dan lumennya

mengandung musin. Bentuk ketiga terdiri dari susunan jaringan

yang tidak teratur berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar

sel berbentuk signet ring.

iv. Karsinoma meduler

Sel berukuran besar berbentuk poligonal atau lonjong dengan batas

sitoplasma tidak jelas. Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi

memiliki prognosis lebih baik daripada karsinoma duktus infiltratif.

Biasanya terdapat infiltrasi limfosit yang nyata dalam jumlah

sedang di antara sel kanker, terutama dibagian tepi jaringan kanker.

v. Karsinoma papiler invasif

Komponen invasif dari jenis karsinoma ini berbentuk papiler.

vi. Karsinoma tubuler

Pada karsinoma tubuler, bentuk sel teratur dan tersusun secara

(33)

17

merupakan karsinoma dengan diferensiasi tinggi (Abbas, et al.,

2005).

vii. Karsinoma adenokistik

Jenis ini merupakan karsinoma invasif dengan karakteristik sel

yang berbentuk kribriformis. Sangat jarang ditemukan pada

payudara.

viii. Karsinoma apokrin

Karsinoma ini didominasi dengan sel yang memiliki sitoplasma

eosinofilik, sehingga menyerupai sel apokrin yang mengalami

metaplasia. Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga pada

jenis karsinoma payudara yang lain.

2.3 Kemoterapi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan terapi kanker

payudara, antara lain stadium kanker, usia, ukuran dari tumor, menopause dan

apakah sel-sel kanker memiliki reseptor terhadap hormon tertentu (misalnya

estrogen) atau protein-protein khusus pada permukaan reseptor (Anonimb, 2013).

Kemoterapi adalah suatu pengobatan sistemik yang melibatkan

penggunaan obat antikanker atau obat-obat sitotoksik yang biasanya diberikan

melalui injeksi ataupun secara oral. Kemoterapi seringkali digunakan sebagai

terapi tambahan pada perawatan yang lain, seperti pembedahan atau terapi radiasi.

Kemoterapi biasanya diberikan 1 – 2 minggu setelah operasi. Namun, untuk

tumor yang lebih besar, sebaiknya dilakukan kemoterapi pra-operasi (Damayanti,

(34)

18

Pengobatan kanker dengan kemoterapi telah dibuktikan lebih efektif jika

digunakan secara kombinasi dua atau lebih jenis obat. Obat-obat yang digunakan

secara kombinasi hendaknya telah menunjukkan efektivitas ideal pada

penggunaan tunggal, memiliki mekanisme yang berbeda satu dengan yang lain,

dan memiliki profil toksisitas yang berbeda sehingga dapat digunakan pada dosis

optimal (Damayanti, 2006).

Resiko penggunaan obat-obat sitotoksik adalah obat-obat ini dapat

menyebabkan proliferasi pada jaringan yang normal. Efek samping ini dapat

menurunkan kualitas hidup pasien tersebut. Pada Tabel 2.1 disajikan keterangan

mengenai efek samping dari pengobatan kanker dengan kemoterapi yang umum

terjadi berdasarkan skala waktu kejadian efek samping tersebut (Damayanti,

[image:34.595.116.513.443.621.2]

2006).

Tabel 2.1 Efek samping kemoterapi

Waktu Kejadian Efek Samping

Kemoterapi Efek Samping Kemoterapi

Immediate (terjadi dalam hitungan jam) gagal ginjal akut, anafilaksis, iritasi kulit, Plebitis, hyperuricaemia, mual/muntah, demam

Awal (terjadi dalam hitungan hari) Ototoksisitas, hipomagnesemia, diare, stomatitis, konjungtivitis, alopecia, myelotoxicity

Tertunda (terjadi dalam hitungan minggu) hiperpigmentasi, hepatocellular toxicity, Fibrosis pulmo, neurophaty perifer, anemia

Lambat (terjadi dalam hitungan bulan/

(35)

19

2.4 DRPs

2.4.1 Definisi DRPs

DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi

obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang

diinginkan pasien. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua

kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian

ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan

(disability) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur

atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi

obat (Strand, et al., 1990).

2.4.2 Klasifikasi DRPs

Jenis-jenis DRPs dan penyebabnya menurut Cipolle, et al. (2004) disajikan

sebagai berikut:

a. Membutuhkan terapi tambahan obat

i. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi

awal pada obat.

ii. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat

berkesinambungan.

iii. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan

farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergisme atau

potensiasi.

iv. Pasien dalam keadaan resiko pengembangan kondisi kesehatan baru

yang dapat dicegah dengan penggunaan pencegah penyakit melalui

(36)

20 b. Terapi obat yang tidak perlu

i. Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan yang tidak tepat

indikasi pada waktu itu.

ii. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja menerima sejumlah racun

dari obat atau bahan kimia, sehingga menyebabkan rasa sakit pada

waktu itu.

iii. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol, dan rokok.

iv. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa obat.

v. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana

hanya satu terapi obat yang terindikasi.

vi. Pasien yang mendapatkan terapi obat yang tidak tepat dihindarkan

dari reaksi efek samping yang disebabkan oleh pengobatan lainnya.

c. Terapi obat salah

i. Pasien menerima obat yang paling tidak efektif untuk indikasi

pengobatan.

ii. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang

digunakan.

iii. Bentuk sediaan obat tidak tepat.

d. Dosis terlalu rendah

i. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk memberikan respon

kepada pasien.

ii. Konsentrasi obat dalam darah pasien di bawah batas terapetik yang

(37)

21

iii. Selang waktu pemberian obat terlalu jarang sehingga tidak

menghasilkan respon yang diinginkan.

e. Reaksi obat yang merugikan

i. Pasien memperoleh reaksi alergi dalam pengobatan.

ii. Ketersediaan obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain

atau makanan pasien.

iii. Penggunaan obat menyebabkan terjadinya reaksi yang tidak

dikehendaki yang tidak terkait dengan dosis.

iv. Penggunaan obat yang kontraindikasi.

f. Dosis terlalu tinggi

i. Dosis terlalu tinggi untuk memberikan respon kepada pasien.

ii. Pasien dengan konsentrasi obat di dalam darah di atas batas

teurapetik obat yang diharapkan.

iii. Obat, dosis, rute atau perubahan formulasi tidak tepat untuk pasien.

iv. Dosis dan frekuensi pemberian tidak tepat untuk pasien.

g. Kepatuhan

i. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisan,

pengobatan, pemberian atau pemakaian).

ii. Pasien tidak patuh dengan aturan yang diberikan untuk pengobatan.

iii. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya

mahal.

iv. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena

(38)

22

v. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena sudah

(39)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan

secara objektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu penelitian

dengan mengkaji informasi atau mengambil data yang telah lalu (Strom dan

Kimmel, 2006).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap kanker

payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2011 sampai

dengan tahun 2012.

3.2.2 Sampel

Pada penelitian ini, sebagai subjek adalah data pengobatan pasien rawat

inap kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun

2011 sampai dengan tahun 2012, yaitu rekam medis pasien rawat inap pasien

kanker payudara serta hasil wawancara dengan apoteker pelaksana penanganan

obat kemoterapi. Pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan

kombinasi obat kemoterapi beserta obat penunjangnya sehingga didapat

(40)

24

berbeda-beda antara satu pasien dengan yang lain. Subjek yang diambil harus

memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan

ke dalam penelitian. Adapun yang menjadi kriteria inklusi adalah:

a.pasien dengan diagnosis kanker payudara dengan/tanpa penyakit penyerta, yang

dirawat inap di Ruang Mawar (Ruang Bedah Wanita) RSU Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung pada Januari 2011 sampai dengan bulan Desember

2012.

b.perempuan.

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak

dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah:

a. data pasien yang tidak lengkap (tidak memuat informasi dasar yang dibutuhkan

dalam penelitian).

b. data tidak jelas terbaca.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

pada bulan Mei 2014 – Juni 2014.

3.4 Definisi Operasional

a.Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang data

subjektif pasien, data objektif pasien, penatalaksanaan dan pelayanan lain

(41)

25

b.Data subjektif pasien adalah data yang diperoleh langsung dari pasien melalui

anamnese berdasarkan sudut pandang pasien.

c.Data objektif pasien adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan

pemeriksaan yang memenuhi standar yang diakui.

d.Penatalaksanaan adalah tindakan, proses dan cara pelayanan kesehatan yang

diberikan pada pasien untuk menangani suatu fenomena kesehatan, dalam

penelitian ini adalah kanker payudara.

e.DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat dan

secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan

pasien.

f. Kategori DRPs antara lain interaksi obat, obat salah dan ketiadaan terapi

tambahan.

g.Interaksi obat adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi

obat-obat, obat-makanan dan obat-hasil laboratorium.

h.Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling

efektif dan kontraindikasi dengan kondisi pasien tersebut.

i. Ketiadaan terapi tambahan adalah pasien tidak mendapatkan terapi tambahan

untuk menunjang terapi yang sedang dijalankan.

3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa rekam medis

pasien kanker payudara rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

(42)

26

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien

kanker payudara rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

tahun 2011 sampai dengan tahun 2012. Adapun teknik pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a.pengelompokan data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi.

b.pengelompokan identitas, pengobatan yang diberikan, data klinis dan data

laboratorium pasien.

c.identifikasi DRPs berdasarkan studi literatur.

3.5.3 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.

Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif disajikan

dalam bentuk uraian.

3.6 Bagan Alur Penelitian

(43)
[image:43.595.245.383.90.431.2]

27

Gambar 3.1 (Lanjutan)

3.7 Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan

penelitian di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

b.menghubungi Direktur Utama RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung

untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data dengan

membawa surat rekomendasi dari fakultas.

c.mengumpulkan data berupa rekam medis yang tersedia di RSU Dr. H. Abdul

Moeloek Bandar Lampung.

Rekam medis pasien

Pengelompokan data berdasarkan kriteria

inklusi

Penentuan ketiadaan terapi tambahan

Penarikan kesimpulan Analisis data Identifikasi DRPs

Penentuan interaksi obat

(44)

28

d.menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan

(45)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek pada mulanya

merupakan Rumah Sakit Onderneming Pemerintahan Hindia Belanda yang

didirikan pada tahun 1914 untuk buruh perkebunan. Saat itu bangunan Rumah

Sakit masih semi permanen dengan kapasitas 100 tempat tidur. Setelah Indonesia

merdeka RSUD Dr. H. Abdul Moeloek menjadi RSU Pemerintah Sumatera

Selatan tahun 1950 – 1964 untuk selanjutnya menjadi RSU Tanjung Karang -

Teluk Betung saat Lampung menjadi provinsi sendiri. Setelah menjadi RSUD

Provinsi Lampung pada tahun 1965, sesuai SK Gubernur Lampung, pada tanggal

7 Agustus 1984, Rumah Sakit ini berubah nama menjadi RSUD Dr. H. Abdul

Moeloek hingga saat ini.

Sesuai SK Menkes RI Nomor 1163/Menkes/SK/XII/1993, RSUD Dr. H.

Abdul Moeloek dikategorikan menjadi RSUD Kelas B Non Pendidikan.

Berdasarkan Peraturan daerah Provinsi Lampung No. 8 tahun 1995, pada tanggal

27 Februari 1995, RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Daerah Tingkat I

Lampung disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan surat keputusan No. 139

Tahun 1995. Kemudian RSUD Dr. H. Abdul Moeloek ditetapkan menjadi Rumah

Sakit Unit Swadana Daerah berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung No.

12 Tahun 2000. Selanjutnya seiring berjalannya waktu perkembangan terakhir

menjadi RSUD Tipe B Pendidikan tepatnya tanggal 23 Juli 2008 dan RSUD-PPK-

(46)

30

pada tanggal 24 September 2009. RSUD Dr. H. Abdul Moeloek merupakan

Rumah Sakit Rujukan tertinggi di provinsi Lampung. Dalam rangka upaya

peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif, efisien dan optimal, pada

tahun 2000 dilakukan relokasi kelas perawatan dan jumlah tempat tidur yang

sebelumnya 555 tempat tidur dikurangi menjadi 400. Pada tahun 2005, kapasitas

ditambah menjadi 460 tempat tidur mengingat jumlah pasien yang terus

meningkat.

4.2 Jumlah Pasien yang Memulai Kemoterapi Kanker Payudara pada Tahun 2011 Berdasarkan Kelompok Usia

Berdasarkan hasil pengamatan dari buku catatan rekam medis di RSU Dr.

H. Abdul Moeloek Bandar Lampung periode Januari 2011 – Desember 2012

diperoleh seluruh data pasien kanker payudara yang memulai kemoterapi kanker

payudara pada tahun 2011 di instalasi rawat inap di RSU Dr. H. Abdul Moeloek

Bandar Lampung sebanyak 252 pasien. Untuk mengetahui jumlah pasien yang

memulai kemoterapi kanker payudara pada tahun 2011 berdasarkan kelompok

usia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah pasien yang memulai kemoterapi kanker payudara pada tahun

2011 berdasarkan kelompok usia

No Usia (Tahun) Jumlah Pasien %

1 < 30 tahun 16 6,35

2 30 – 50 tahun 147 58,33 3 > 50 tahun 89 35,32

[image:46.595.111.515.578.669.2]
(47)

31

Pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 252 pasien, jumlah pasien yang

memulai kemoterapi kanker payudara pada tahun 2011 paling banyak terdapat

pada kelompok usia 30 – 50 tahun, yaitu sebanyak 147 pasien atau 58,33%. Hal

ini sesuai dengan pernyataan bahwa kejadian kanker payudara paling banyak

terjadi pada wanita berusia di atas 30 tahun (Chandrasoma dan Taylor, 1995).

4.3 Penggunaan Obat Kemoterapi

Obat sitotoksik yang merupakan golongan obat dari kelas terapi

antineoplastik dan imunomodulator diberikan kepada pasien kanker payudara

sebagai agen kemoterapi. Obat-obat kemoterapi yang banyak digunakan untuk

terapi kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada

(48)

32

Tabel 4.2Obat-obat kemoterapi yang banyak digunakan untuk terapi kanker

payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011 - 2012

Tingkatan Penyebaran Kanker Regimen Kemoterapi

Early Breast Cancer (Stadium I dan

II) Dosetaksel Doksorubisin Siklofosfamid Doksorubisin Siklofosfamid Dosetaksel

Locally Advanced Breast Cancer

(Stadium III) Paklitaksel Doksorubisin Siklofosfamid Siklofosfamid 5-Fluorourasil Dosetaksel Doksorubisin Siklofosfamid 5-Fluorourasil Paklitaksel Trastuzumab Rituksimab

Metastatic Breast Cancer (Stadium

IV) Dosetaksel Sisplatin Paklitaksel Siklofosfamid Doksorubisin Siklofosfamid Dosetaksel Siklofosfamid Metotreksat 5-Fluorourasil Doksorubisin Siklofosfamid Paklitaksel Doksorubisin Metotreksat 5-Fluorourasil

Pada Tabel 4.2 ditunjukkan bahwa untuk setiap tingkatan penyebaran

kanker, regimen kemoterapi yang digunakan tidak selalu sama. Sisplatin lebih

[image:48.595.115.513.129.634.2]
(49)

33

kanker yang lebih lanjut. Doksorubisin adalah obat golongan antibiotik sitotoksik,

siklofosfamid dan sisplatin adalah obat golongan alkilator, sedangkan

5-fluorourasil dan metotreksat adalah obat golongan antimetabolit. Paklitaksel dan

dosetaksel merupakan obat-obat golongan taksan yang diindikasikan untuk kanker

payudara. Trastuzumab dan rituksimab adalah antibodi monoklonal yang memiliki

selektivitas relatif untuk jaringan tumor dan memiliki toksisitas yang relatif

rendah (Calabresi dan Chabner, 2003).

Obat-obat sitotoksik sebagai agen kemoterapi diberikan baik secara injeksi

intravena maupun secara oral. Obat-obat sitotoksik memiliki efek samping

spesifik pada saluran cerna yaitu mual dan muntah. Masing-masing obat dapat

menyebabkan mual-muntah dengan bermacam-macam tipe. Obat-obat tersebut

dapat menginduksi mual-muntah karena merangsang atau memberikan stimulus

pada chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada medulla, korteks serebral dan pada

periferal di saluran cerna. Reseptor lain yang berhubungan dengan kejadian

mual-muntah adalah dopamin, serotonin, histamin, opioid dan asetilkolin (Calabresi dan

Chabner, 2003).

4.4 Penggunaan Obat Penunjang Kemoterapi

Pasien kanker payudara tidak hanya menggunakan obat-obat sitotoksik,

tetapi juga menggunakan obat-obat lain yang berguna mengatasi efek samping

akibat kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan juga untuk mempertahankan

leukosit dalam batas normal, mengobati infeksi, mengatasi anemia, perdarahan,

memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi, dan lain-lain untuk menunjang

kemoterapi. Terapi penunjang sama pentingnya dengan kemoterapi. Sebagai

(50)

34

psikologik pasien. Untuk lebih jelas, obat-obat penunjang kemoterapi yang

banyak digunakan untuk terapi kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek

Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 4.3 Obat-obat penunjang kemoterapi yang banyak digunakan untuk terapi

kanker payudara di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012

No. Golongan Obat Jenis Obat

1 Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat

Antiemetik

Antagonis

5-HT3 Ondansetron

Lain-lain

Deksametason Difenhidramin-HCl Metoklopramid-HCl

Psikofarmaka Diazepam

2 Obat yang mempengaruhi gizi dan darah

Obat untuk anemia dan

kelainan darah lainnya Asam folat

Vitamin Vitamin B kompleks

3 Obat yang bekerja pada saluran cerna

Antitukak Antagonis reseptor H2

Ranitidin

Antidiare Atapulgit aktif

4 Obat yang bekerja pada saluran pernapasan

Antitusif Dekstrometorfan-HBr

Antihistamin Difenhidramin-HCl

5 Obat yang bekerja sebagai analgesik Analgesik opioid Tramadol-HCl Analgesik non-opioid Parasetamol

6

Obat yang digunakan untuk penyakit pada sistem

kardiovaskular

Antihipertensi Kaptopril

7 Obat antiinflamasi Kortikosteroid Metilprednisolon

8 Obat yang digunakan untuk pengobatan

infeksi Antibakteri

Metronidazol Seftriakson Siprofloksasin

Pada Tabel 4.3 nampak bahwa obat yang digunakan sebagai penunjang

kemoterapi dapat digolongkan menjadi 8 kelas terapi obat. Obat yang bekerja

pada sistem saraf pusat adalah obat golongan antiemetik dan psikofarmaka.

[image:50.595.113.512.177.625.2]
(51)

35

mencegah mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan pemberian

kemoterapi kanker. Obat ini digunakan baik secara oral maupun secara injeksi

intravena dengan infus yang diberikan sebelum kemoterapi.

Obat jenis metoklopramid-HCl, difenhidramin-HCl dan deksametason

biasa digunakan sebagai kombinasi dengan antagonis serotonin untuk mencapai

efek yang optimal. Metoklopramid-HCl yang merupakan suatu obat kolinergik

dapat mengatasi mual-muntah secara sentral maupun perifer. Secara sentral, obat

ini akan mempertinggi ambang rangsang chemoreceptor trigger zone (CTZ),

sedangkan secara perifer obat ini dapat menurunkan kepekaan viseral yang

menghantarkan rangsang aferen dari saluran cerna ke pusat muntah di otak.

Deksametason merupakan kortikosteroid yang secara luas digunakan untuk

mengatasi mual-muntah akibat kemoterapi. Penggunaan obat antimual lebih

efektif bila diberikan secara kombinasi (Damayanti, 2006).

Pada pasien yang mengalami gangguan susah tidur, diberikan obat jenis

diazepam yang termasuk dalam golongan obat psikofarmaka. Gangguan susah

tidur ini dapat disebabkan perasaan subjektif yang dirasakan pasien pada saat

berada di rumah sakit. Pada sebagian pasien, berada di rumah sakit dapat

menimbulkan perasaan tidak nyaman seperti kecemasan dan kegelisahan.

Perasaan gelisah antara lain dapat disebabkan oleh adanya efek samping

kemoterapi seperti mual dan muntah yang mengganggu yang dialami pasien

tersebut (Damayanti, 2006).

Gangguan keseimbangan nutrisi dapat memperburuk kondisi pasien saat

berada di rumah sakit. Selain dari makanan yang sudah disediakan di rumah sakit,

(52)

36

kasus kanker payudara akan gizi yang diperlukan untuk menjaga kesehatannya.

Obat gizi dan darah diberikan kepada pasien kanker payudara untuk memberi

asupan vitamin dan mineral tambahan untuk menjaga organ tubuh agar tetap

berfungsi secara optimal. Obat ini dapat mengatasi gejala kekurangan nutrisi,

mengatasi kelelahan dan menambah tenaga pada pasien kanker payudara. Obat

untuk anemia dan kelainan darah lainnya diberikan pada pasien untuk mengatasi

gejala kurang darah pada pasien kanker payudara. Terjadinya anemia pada

penderita kanker dapat disebabkan karena aktivasi sistem imun tubuh dan sistem

inflamasi. Aktivasi tersebut menghasilkan beberapa sitokin yang merangsang

terjadinya anemia. Selain itu, kanker yang menginvasi sumsum tulang dapat

meningkatkan proses fibrosis yang akan mengurangi volume rongga sumsum

tulang sehingga menyebabkan gangguan pelepasan sel darah yang matang dari

sumsum tulang (Kar, 2005).

Obat yang bekerja pada saluran cerna digunakan untuk mengatasi keluhan

pada saluran cerna yang dialami pasien kanker payudara pascakemoterapi. Obat

golongan antitukak antagonis reseptor H2 seperti ranitidin dapat membantu

mengatasi mual-muntah. Berdasarkan literatur, yaitu Informatorium Obat

Nasional Indonesia (2000), ranitidin dapat menghambat reseptor histamin (H2)

sehingga rangsangan mual-muntah tidak dihantarkan atau tidak sampai ke otak.

Sel-sel kanker dapat menyebar ke organ lain, salah satunya adalah ke

paru-paru. Penyebaran (metastasis) pada paru-paru akan mengganggu fungsi normal sel

paru sehingga pasien seringkali mengeluhkan adanya penyakit pada

paru-paru, seperti batuk dan keluhan sesak napas. Untuk mengatasi keluhan tersebut,

(53)

37

penyebaran sel kanker pada paru-paru. Antitusif diberikan kepada pasien yang

mengalami batuk kering untuk menekan batuk ataupun untuk mengurangi

frekuensi batuk (Damayanti, 2006).

Obat antihistamine H1 sering digunakan sebagai obat pilihan pertama

untuk mencegah atau mengobati gejala reaksi alergi. Difenhidramin adalah obat

antihistamine yang mempunyai sedikit efek sedatif dan dapat mencegah motion

sickness. Obat-obat hormonal golongan kortikosteroid seperti metilprednisolon

juga diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk mengatasi alergi yang diderita

oleh pasien (Katzung, 2001).

Analgesik diberikan pada pasien untuk mengatasi keluhan nyeri yang

dialami pasien. Pasien kanker payudara seringkali mengalami nyeri pada

payudaranya karena desakan sel kanker yang mencapai jaringan di sekitarnya

sehingga dapat menstimulasi pusat nyeri di otak. Analgesik golongan non-opioid

diberikan kepada pasien yang mengalami nyeri ringan atau sakit kepala,

sedangkan golongan opioid diberikan kepada pasien yang mengalami nyeri berat

yang tidak teratasi dengan penggunaan obat analgesik non-opioid (Damayanti,

2006).

Obat-obat untuk penyakit kardiovaskular diberikan kepada pasien kanker

payudara yang memiliki riwayat hipertensi. Kaptopril menghambat enzim

pengonversi peptidyl dipeptidase yang menghidrolik angiotensin I ke angiotensin

II dan menyebabkan inaktivasi bradykinin. Aktivitas hipotensi kaptopril terjadi

baik dari efek hambatan pada sistem angiotensin renin dan efek stimulasi pada

(54)

38

Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi diberikan pada pasien

untuk tujuan mencegah dan mengatasi terjadinya infeksi. Infeksi dapat terjadi

pada pasien yang memiliki luka operasi pada payudaranya, yang pernah

dijalaninya, oleh karena itu untuk mencegah adanya infeksi diberikan antiinfeksi.

Obat untuk mengobati infeksi juga digunakan untuk mencegah infeksi nosokomial

yang mungkin terjadi. Selain itu, obat untuk mengobati infeksi digunakan sebagai

terapi kuratif untuk menyembuhkan infeksi yang diderita pasien (Damayanti,

2006).

4.5 Identifikasi DRPs

Pasien-pasien rawat inap kanker payudara yang diidentifikasi DRPs-nya

adalah pasien-pasien rawat inap kanker payudara yang mendapat kombinasi obat

kemoterapi dan obat penunjang kemoterapi yang berbeda-beda antara satu pasien

dengan yang lain di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung, yang

(55)

39

Tabel 4.4 Pasien-pasien rawat inap kanker payudara dengan kombinasi obat

kemoterapi dan obat penunjang kemoterapi yang berbeda-beda antara satu pasien dengan yang lain di RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2011 – 2012

No. Data Pasien Jumlah Kemoterapi (hari) Regimen Kemoterapi Injeksi Regimen Kemoterapi Oral Obat Penunjang Kemoterapi

1 2 3 4 5 6

1 No. RM: L (55)

132007 4

Siklofosfamid Metotreksat

5-Fluorourasil -

Ondansetron Deksametason Metoklopramid-HCl

Parasetamol Ranitidin

2 No. RM: T (45)

145011 3

Paklitaksel Doksorubisin

Siklofosfamid -

Metronidazol Seftriakson Ondansetron Deksametason Metoklopramid-HCl Parasetamol Tramadol Ranitidin

3 No. RM: R (44) 133406 219 (214 hari kemoterapi oral) Doksorubisin Siklofosfamid 5-Fluorourasil Paklitaksel Tamoksifen Metilprednisolon Ondansetron Deksametason Metoklopramid-HCl Parasetamol Ranitidin Vitamin B kompleks

4 No. RM: KC (41) 147018 40 (29 hari kemoterapi oral) Paklitaksel Doksorubisin

Siklofosfamid Tamoksifen

Ondansetron Deksametason Metoklopramid-HCl Parasetamol Ranitidin Siprofloksasin Vitamin B kompleks

5 J (44) No. RM: 033279 164 (155 hari kemoterapi oral) Paklitaksel Sisplati

Gambar

Gambar 1.1.
Tabel 2.1 Efek samping kemoterapi
Gambar 3.1 (Lanjutan)
Tabel 4.1 Jumlah pasien yang memulai kemoterapi kanker payudara pada tahun  2011 berdasarkan kelompok usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan kategori interaksi obat pada pasien dengan penyakit gangguan lambung di.. Instalasi Rawat Inap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase yang terjadi dari DRPs kategori interaksi obat pada pasien hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat kemoterapi serta mengevaluasi penggunaan obat kemoterapi pada pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan obat kemoterapi serta mengevaluasi penggunaan obat kemoterapi pada pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap

Data didapat dari rekam medis penderita kanker payudara yang mengalami rekurensi maupun tidak mengalami rekurensi di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya DRPs kategori obat salah, dosis tinggi, dosis rendah dan interaksi obat pada pasien kanker payudara di RSUD “X” tahun 2010.

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori Obat Salah, Dosis Rendah, Dosis Tinggi dan Interaksi Obat Pada Pasien Kanker Diakses 7 Desember 2016.. Universitas

Kesan: effusi pleura sinistra suppek metastasis subpleural type sludge di vesica Fellea tak tampak kelainan di hepar, pancreas, lien, kedua ren dan vesica urinaria. 7-5-2011