FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS
DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING
SKRIPSI
OLEH:
ANDRIANI SIREGAR
NIM 111524020
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS
DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
ANDRIANI SIREGAR
NIM 111524020
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS
DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING
OLEH:
ANDRIANI SIREGAR
NIM 111524020
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 28 Februari 2014
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt.
NIP 195807101986012001 NIP 195409091982011001
Pembimbing II, Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.
NIP 195807101986012001
Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt.
NIP 195111021977102001 NIP 195107031977102001
Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Medan, April 2014 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayah dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan menyusun skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
memformulasi ekstrak propolis dalam sediaan gel sebagai anti-aging yang
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan
ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah sangat luar biasa sabar dan telaten membimbing penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Ibu
Kepala Laboraturium Kosmetika yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan
membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Ibu Prof. Dr.
Julia Reveny, M.Si., Apt., Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., Ibu Dra.
Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.,
selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran
Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada Ayahanda Ridwan Efendi Siregar dan Ibunda Roswita
Rambe, atas pengorbanannya dengan tulus ikhlas dan telah mendoakan penulis,
untuk kakak dan adik-adik tersayang yang selalu setia memberikan dorongan
dan semangat serta kepada teman-teman ekstensi stambuk 2011 atas semua
motivasinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna memperbaiki skripsi ini. Akhir kata penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khusus bidang farmasi.
Medan, April 2014
Penulis,
FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS
DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING
ABSTRAKAnti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti keriput, kulit kasar, dan noda-noda gelap. Sediaan anti-aging dapat
membantu memperlambat efek penuaan dini. Propolis merupakan salah satu produk alami yang memiliki potensi antioksidan yang tinggi, berperan dalam menjaga kerusakan sel akibat sinar UV berlebih. Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mampu memberikan efek anti-aging.
Ekstrak propolis dibuat dengan cara maserasi 500 gram propolis mentah menggunakan 5 liter penyari etanol 70%. Penelitian ini dilakukan dengan menguji efektivitas dari beberapa konsentrasi ekstrak propolis dalam sediaan gel terhadap kulit marmut yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 15 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan gel yang dibuat adalah gel ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%, gel blanko (gel tanpa zat aktif), dan gel vitamin C 2% sebagai pembanding. Pemulihan dilakukan selama empat minggu dengan pengolesan gel dua kali sehari. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji pH, uji kestabilan, uji viskositas dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin Analyzer dengan parameter yang diukur adalah kelembaban, kehalusan kulit, besarnya pori, jumlah noda, jumlah keriput dan kedalamannya.
Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel yang dihasilkan semuanya homogen, memiliki pH 6,2-7,5. Uji stabilitas sediaan diperoleh bahwa gel blanko dan semua gel ekstrak propolis tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu, sedangkan gel vitamin C 2% mengalami perubahan warna dan bau. Uji viskositas menunjukkan nilai viskositas mengalami penurunan. Hasil uji efek anti-aging menunjukkan bahwa gel yang mengandung ekstrak propolis 1,5% dan 2% mampu memberikan efek anti-aging dan lebih baik dari gel vitamin C 2% karena dapat melakukan pemulihan lebih cepat terhadap kulit marmut yang telah dituakan.
FORMULATION OF PROPOLIS EXTRACT
IN THE GEL PREPARATION AS ANTI-AGING
ABSTRACT
Anti-aging is preparation to prevent the degenerative process. In this case, the visible symptoms of aging on the skin such as wrinkles, rough skin, and dark spots. The preparation of anti-aging is believed to help slow the
effects of aging. Propolis is a natural product that has a high potency antioxidant, plays a role in maintaining cell damage caused by excessive UV light. Flavonoid content in it can reduce the ill effects of free radicals. The aim of this study was to learn whether propolis extract can be formulated in a gel preparation and is able to provide anti-aging effects.
The extract of propolis was made by maceration of 500 gr of raw propolis using 5 litre ethanol solvent 70%. This research was conducted by examining the effectiveness of some of propolis extract concentration in gel toward the aging. 15 guinea pigs were used in this study to test those effectiveness. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength. The gel was made from propolis extract with 1%; 1.5%; 2% concentration, blank gel (gel without the active ingredient), and 2% of vitamin C as a comparison. Recovery is done for four week with twice daily application of the gel. Another test conducting in this study were homogenity test, pH test, stability test, viscosity test and anti-aging test by measuring parameters were moisture, evenness of skin, size of pore, amount of spot, wrinkle and its depth with the skin analyzer.
The result showed that propolis extract can be formulated in gel, all of gel are homogeneous, with pH 6.2-7.5. The blank gel and all of propolis extract gel does not change its colour or odor, but vitamin C gel 2% do change colour and odor. Viscosity test showed decreased viscosity. The results of the test indicated that anti-aging effect show that gel containing propolis extract 1.5% and 2% were able to provide anti-aging effects, and better than 2% gel vitamin C because it can perform faster recovery of the skin of guinea pigs that had been the elder.
2.3 Penuaan ... 14
3.4 Pengambilan dan Pengolahan Sampel ... 30
3.4.1 Teknik pengambilan sampel ... 30
3.4.2 Pengolahan sampel ... 30
3.5 Formula Sediaan Gel ... 31
3.5.1 Formula dasar gel ... 31
3.5.2 Formula modifikasi ... 31
3.6 Cara Pembuatan Gel ... 32
3.7 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 33
3.7.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan ... 33
3.7.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 33
3.7.3 Penentuan pH sediaan ... 33
3.7.4 Penentuan viskositas sediaan ... 34
3.8 Uji Efek Anti-Aging ... 34
4.4 Penentuan Aktivitas Anti-aging ... 41
4.4.1 Moisture (Kelembaban) ... 41
4.4.2 Evenness (Kehalusan) ... 46
4.4.3 Pore (Pori) ... 49
4.3.5 Wrinkle (Kerutan) ... 57
4.3.6 Wrinkle’s depth (Kedalaman keriput) ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis ... 6
Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 15
Tabel 2.3 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 15
Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 27
Tabel 3.1 Formulasi sediaan gel ... 32
Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu ... 37
Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas sediaan pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu ... 38
Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat ... 38
Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan selama penyimpanan 12 minggu ... ... 49
Tabel 4.5 Data pengukuran viskositas sediaan pada saat selesai dibuat ... 40
Tabel 4.6 Data pengukuran viskositas sediaan selama penyimpanan 12 minggu ... 40
Tabel 4.7 Persentase kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 42
Tabel 4.8 Kehalusan kulit pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 46
Tabel 4.10 Banyaknya noda pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan
dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 53
Tabel 4.11 Jumlah kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan
dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 57
Tabel 4.12 Kedalaman kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Grafik rata-rata kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 43
Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekasaran kulit pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 47
Gambar 4.3 Grafik besarnya rata-rata pori pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 51
Gambar 4.4 Grafik rata-rata noda pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan
keempat ... 54
Gambar 4.5 Grafik rata-rata kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan
keempat ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 8. Propolis mentah yang telah diiris tipis ... 73
Lampiran 9. Ekstraksi propolis ... 74
Lampiran 10. Penguapan pelarut dengan rotary evaporator ... 74
Lampiran 11. Pengeringan ekstrak dengan freezedryer ... 75
Lampiran 12. Ekstrak propolis hasil freezedryer ... 75
Lampiran 13. Sediaan gel setelah 12 minggu ... 76
Lampiran 14. Uji homogenitas sediaan ... 77
Lampiran 15. Alat pengukur pH ... 78
Lampiran 16. Alat pengukur viskositas ... 78
Lampiran 17. Lampu UV 366 nm ... 79
Lampiran 18. Alat moisture checker ... 79
Lampiran 19. Alat skin analyzer Aramo SG ... 79
Lampiran 20. Sertifikat analisis vitamin C ... 80
Lampiran 21. Sertifikat analisis aquapec HV-505 ... 81
Lampiran 23. Contoh pengukuran dengan skin analyzer ... 84
FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS
DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING
ABSTRAKAnti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti keriput, kulit kasar, dan noda-noda gelap. Sediaan anti-aging dapat
membantu memperlambat efek penuaan dini. Propolis merupakan salah satu produk alami yang memiliki potensi antioksidan yang tinggi, berperan dalam menjaga kerusakan sel akibat sinar UV berlebih. Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mampu memberikan efek anti-aging.
Ekstrak propolis dibuat dengan cara maserasi 500 gram propolis mentah menggunakan 5 liter penyari etanol 70%. Penelitian ini dilakukan dengan menguji efektivitas dari beberapa konsentrasi ekstrak propolis dalam sediaan gel terhadap kulit marmut yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 15 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan gel yang dibuat adalah gel ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%, gel blanko (gel tanpa zat aktif), dan gel vitamin C 2% sebagai pembanding. Pemulihan dilakukan selama empat minggu dengan pengolesan gel dua kali sehari. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji pH, uji kestabilan, uji viskositas dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin Analyzer dengan parameter yang diukur adalah kelembaban, kehalusan kulit, besarnya pori, jumlah noda, jumlah keriput dan kedalamannya.
Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel yang dihasilkan semuanya homogen, memiliki pH 6,2-7,5. Uji stabilitas sediaan diperoleh bahwa gel blanko dan semua gel ekstrak propolis tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu, sedangkan gel vitamin C 2% mengalami perubahan warna dan bau. Uji viskositas menunjukkan nilai viskositas mengalami penurunan. Hasil uji efek anti-aging menunjukkan bahwa gel yang mengandung ekstrak propolis 1,5% dan 2% mampu memberikan efek anti-aging dan lebih baik dari gel vitamin C 2% karena dapat melakukan pemulihan lebih cepat terhadap kulit marmut yang telah dituakan.
FORMULATION OF PROPOLIS EXTRACT
IN THE GEL PREPARATION AS ANTI-AGING
ABSTRACT
Anti-aging is preparation to prevent the degenerative process. In this case, the visible symptoms of aging on the skin such as wrinkles, rough skin, and dark spots. The preparation of anti-aging is believed to help slow the
effects of aging. Propolis is a natural product that has a high potency antioxidant, plays a role in maintaining cell damage caused by excessive UV light. Flavonoid content in it can reduce the ill effects of free radicals. The aim of this study was to learn whether propolis extract can be formulated in a gel preparation and is able to provide anti-aging effects.
The extract of propolis was made by maceration of 500 gr of raw propolis using 5 litre ethanol solvent 70%. This research was conducted by examining the effectiveness of some of propolis extract concentration in gel toward the aging. 15 guinea pigs were used in this study to test those effectiveness. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength. The gel was made from propolis extract with 1%; 1.5%; 2% concentration, blank gel (gel without the active ingredient), and 2% of vitamin C as a comparison. Recovery is done for four week with twice daily application of the gel. Another test conducting in this study were homogenity test, pH test, stability test, viscosity test and anti-aging test by measuring parameters were moisture, evenness of skin, size of pore, amount of spot, wrinkle and its depth with the skin analyzer.
The result showed that propolis extract can be formulated in gel, all of gel are homogeneous, with pH 6.2-7.5. The blank gel and all of propolis extract gel does not change its colour or odor, but vitamin C gel 2% do change colour and odor. Viscosity test showed decreased viscosity. The results of the test indicated that anti-aging effect show that gel containing propolis extract 1.5% and 2% were able to provide anti-aging effects, and better than 2% gel vitamin C because it can perform faster recovery of the skin of guinea pigs that had been the elder.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses penuaan merupakan proses alami yang akan dialami setiap
orang. Namun ternyata tidak semua orang mengalami penuaan kulit sesuai
usianya, atau yang disebut dengan istilah penuaan dini (Darmawan, 2013).
Tanda-tanda penuaan dapat terjadi di semua organ tubuh dan yang paling
tampak adalah pada kulit. Gejal-gejala tersebut dapat ditandai oleh adanya
kerut dan hiperpigmentasi pada kulit (Jaelani, 2009).
Pada dasarnya penuaan kulit terbagi menjadi dua proses besar, yaitu
penuaan kronologi dan photo aging. Penuaan kronologi ditunjukkan dari
adanya perubahan struktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring
bertambahnya usia. Sementara itu photo aging adalah proses yang menyangkut
berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat paparan sinar UV. Paparan
sinar UV yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat
munculnya enzim proteolitis dari radikal bebas yang terbentuk. Selanjutnya
enzim ini akan memecah kolagen yang berada di bawah dermis (Zelfis, 2012).
Penuaan dapat dicegah bila radikal bebas yang masuk kedalam tubuh
seimbang dengan antioksidan yang dihasilkan tubuh (Darmawan, 2003).
Namun tubuh tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih,
sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh
Propolis merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang terdapat
di Indonesia. Propolis atau lem lebah merupakan produk alami yang
mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldoft, et al., 2002). Propolis
mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan radikal
bebas (radikal H2O2, O2-,OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya
(Nakajima, et al., 2009). Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam
efek buruk radikal bebas, dengan menghambat peroksida lipid melalui aktivasi
peroksidase terhadap hemoglobin, yang merupakan antioksidan endogen (Mot,
et al., 2009).
Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang
ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat
meningkatkan ekspresi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) yang
didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.
Caffeic acid mempunyai aktivitas antioksidan 4 - 6 kali lebih kuat terhadap
oksidan dan H2O2 dan radikal bebas O2- dibandingkan vitamin C dan
N-acetyl-cystein (NAC) (Nakajima, et al., 2009).
Propolis dalam bentuk mentah belum bisa dimanfaatkan khasiatnya
karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya harus
dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Cara ekstraksi yang paling
umum adalah menggunakan pelarut organik (Mahani, dkk., 2011).
Penggunaan ekstrak propolis secara tradisional yang dilakukan dengan
cara dioleskan di kulit dirasakan kurang nyaman dan tidak praktis, maka
Sediaan dalam bentuk gel banyak disukai karena bening, mudah
mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa
dingin di kulit (Lieberman, 1997).
Sediaan anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah penuaan
dini, menyamarkan noda hitam atau flek hitam di wajah dan menghilangkan
kerutan dibawah mata. Dengan demikian sediaan anti-aging dapat
memperlambat penuaan pada kulit (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut penulis terdorong untuk melakukan
penelitian tentang formulasi ekstrak propolis dalam sediaan gel sebagai
anti-aging.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel.
2. Apakah gel yang mengandung ekstrak propolis mampu memberikan
efek anti-aging pada kulit marmut.
1.3Hipotesa
1.Ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel.
2.Gel yang mengandung ekstrak propolis mampu memberikan efek
anti-aging pada kulit marmut.
1.4Tujuan Penelitian
1.Untuk mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam
sediaan gel.
2.Untuk mengetahui apakah gel yang mengandung ekstrak propolis
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengembangan produk farmasi dari bahan alam terutama
dalam bentuk sediaan topikal.
2. Menguatkan teori potensi propolis sebagai antioksidan dalam upaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propolis
2.1.1 Komposisi propolis
Propolis atau lem lebah adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah
madu, mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket yang dikumpulkan
dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun, untuk kemudian
dicampur dengan air liur lebah (Nakajima, et al., 2009). Asal tanaman
penghasil propolis belum dapat diketahui semuanya, yang saat ini diketahui
adalah berasal dari getah resin tanaman kelompok pinus dan akasia. Propolis
digunakan untuk menutup sel-sel atau ruang heksagonal pada sarang lebah.
Biasanya, propolis menutup celah kecil berukuran 4 - 6 mm, sedangkan celah
yang lebih besar diisi oleh lilin lebah (Salatino, et al., 2005). Salah satu jenis
lebah yang mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak yaitu jenis
Trigona sp (Sabir, 2009).
Warna propolis cukup bervariasi, mulai dari hitam hingga merah
kekuningan. Oleh karena itu, bagi yang belum terbiasa mengenali propolis
berdasarkan warna terasa menyulitkan karena terdapat bahan lain yang
berwarna mirip. Cara paling mudah untuk mengenali, yaitu dengan mengenali
karakteristik fisik padatannya. Karakteristik padatan propolis yaitu plastis, liat
dan lengket. Sifat padatannya mirip lilin, keduanya lembek jika ditekan.
Perbedaannya lilin tidak plastis, liat dan lengket. Warna dan keragaman fisik
pohon yang diambilnya. Perbedaan warna propolis juga dimungkinkan karena
perbedaan varietas Trigona (Mahani, dkk., 2011).
Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan.
Menurut Wade (2005), propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin,
mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid. Tabel 2.1 di bawah ini
menjelaskan mengenai komposisi kimia propolis.
Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis (Krell, 1996)
Komponen Konsentrasi Grup komponen
Resin 45-55% Flavonoid, asam fenolat dan
esternya
Lilin dan asam lemak 25-53% Sebagian besar dari lilin lebah
Minyak esensial 10% Senyawa volatile
Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari
pollen dan amino bebas Senyawa organik lain
dan mineral
5% 14 macam mineral yang paling
terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg.
Senyawa organic lain seperti keton, kuinon, asam benzoat, dan esternya, gula, vitamin.
Komposisi propolis dapat berfungsi untuk memperbaiki kondisi
patologi dari bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan
antibiotik serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun
seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15% (Krell, 1996). Flavonoid
merupakan antioksidan dan antibiotik yang berfungsi menguatkan dan
mengantisipasi kerusakan pada pembuluh darah serta bahan aktif yang
Kemampuan propolis sebagai antioksidan dapat menangkap radikal
hidroksi dan superoksida kemudian menetralkan radikal bebas sehingga
melindungi sel dan mempertahankan keutuhan struktur sel dan jaringan serta
dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Bankova
(2005), menambahkan bahwa ekstrak propolis berperan sebagai antioksidan
karena mengandung asam kafeat dan asam fenolat beserta esternya. Menurut
Masaharu dan Yong (1998), aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari
ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol. Flavonoid yang terekstrak
adalah kaemferida (flavonol), aksetin (flavon) dan isoramnetin.
Biasanya untuk memanen propolis Trigona dilakukan dengan cara
mengambil sarangnya. Sarang pembungkus madu yang kaya propolis, dipotong
menjadi beberapa bagian kecil. Selanjutnya, masing-masing potongan diperas
hati-hati agar madunya keluar. Madunya ditampung, sementara sarangnya
(propolis) dikumpulkan. Propolis ini disebut dengan propolis mentah (raw
propolis). Propolis yang diperoleh dengan cara ini memang tidak murni, masih
tercampur dengan bahan lain, seperti sarang lebah, roti lebah, madu, royal jelly,
dan polen. Pemurnian dengan cara dilarutkan menggunakan air panas dan
disaring kain tidak dianjurkan. Cara ini dapat merusak komponen aktif propolis
karena propolis rusak pada suhu 70oC atau lebih (Mahani, dkk., 2011).
2.1.2 Kriteria mutu propolis mentah
Hingga kini, Standar Nasional Indonesia (SNI) belum mengeluarkan
standar mutu propolis mentah yang diperdagangkan di Indonesia. Namun
sederhana, itupun belum ada kesepakatan tingkatan mutunya. Biasanya,
penampung atau perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria
tersendiri dalam penentuan mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun,
untuk memperoleh propolis mentah yang murni dari Trigona sangat sulit. Pasti
tercampur dengan bahan lainnya (Mahani, dkk., 2011).
2.1.3 Teknologi ekstraksi
Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan
khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen
aktifnya harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini
belum ada standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut
yang akan dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan
pelarut organik. Berikut ini jenis pelarut organik yang biasa digunakan untuk
mengekstrak propolis (Mahani, dkk., 2011).
Proses ekstraksi yang baik adalah polaritas pelarut sesuai dengan
polaritas propolis, pelarut mudah diuapkan/dipisahkan, suhu
penguapan/pemisahan tidak merusak propolis dan kedap udara untuk
menghindari kerusakan akibat oksidasi.
1. Pelarut polar
Pelarut polar yang melimpah di alam adalah air. Jika pelarut jenis ini
digunakan, komponen aktif yang terekstrak juga bersifat polar. Namun
ekstraksi menggunakan air membutuhkan suhu tinggi karena propolis tidak
Keuntungan ekstraksi ini murah dan bisa menggunakan peralatan
sederhana. Namun, memiliki beberapa kelemahan, antara lain komponen aktif
yang terlarut bersifat polar. Padahal komponen polar pada propolis relatif
memiliki aktivitas/khasiat lebih rendah. Selain itu suhu tinggi melebihi 70oC akan merusak propolis.
Cara ekstraksi:
• Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.
• Masukkan potongan propolis kedalam air mendidih, aduk-aduk hingga
larut.
• Biarkan hingga dingin (suhu ruang).
• Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan di bawah.
• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam
wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut air (senyawa
polar).
• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga
memungkinkan menguapkan air di bawah suhu titik didih air dan kedap
udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk pasta.
• Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan
glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.
• Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet,
misalnya pati, dekstrin, dan maltodekstrin. Jumlah pengisi yang
ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.
2. Pelarut non polar
Pelarut yang bersifat non polar biasanya dari golongan minyak.
Tergolong katergori ini, yaitu minyak zaitun, VCO, minyak kelapa, minyak
sawit, dan glikol. Ekstraksi menggunakan pelarut non polar bisa dilakukan
pada suhu kamar. Komponen aktif yang terbawa berupa senyawa non polar.
Komponen aktif dari golongan ini memiliki aktivitas/khasiat yang lebih tinggi
dibandingkan komponen polar.
Kelemahan menggunakan pelarut minyak adalah titik uap minyak yang
tinggi, sehingga proses penguapan pelarut dari propolis relatif sulit.
Cara ekstraksi:
• Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.
• Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu
tambahkan minyak hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga
larut. Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30
menit.
• Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan ampas di
bawah.
• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam
wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak
• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga
memungkinkan menguap minyak di bawah suhu titik didih air dan
kedap udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk
pasta. Proses penguapan minyak ini akan relatif sulit karena titik uap
minyak di atas 150oC.
• Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan
glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.
• Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet,
kaplet), pasta propolis yang masih encer ditambah bahan pengisi
misalnya pati, dekstrin, dan maltodekstrin. Jumlah pengisi yang
ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.
3. Pelarut semi polar
Pelarut yang bersifat semi polar yang populer adalah etanol. Pelarut ini
paling umum digunakan untuk mengekstrak komponen aktif dari bahan alam,
termasuk untuk mengekstrak propolis. Pelarut ini memiliki sejumlah kelebihan
yaitu komponen yang terbawa berasal dari golongan polar dan non polar
sekaligus sehingga komponen yang terbawa lebih banyak dan beragam. Selain
itu, potensi khasiat propolis yang dihasilkan lebih baik. Pelarut ini juga mudah
diuapkan sehingga kemungkinan masih tertinggal sangat kecil. Artinya,
propolis yang dihasilkan benar-benar bebas pelarut.
Cara ekstraksi:
• Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu
tambahkan etanol hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga larut.
Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30 menit.
• Akan terbentuk cairan warna coklat di atas dan endapan ampas di
bawah.
• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam
wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.
• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak dan
larut air sekaligus (senyawa polar dan non polar).
• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga
memungkinkan menguapkan etanol pada suhu rendah (sekitar 50oC) dan kedap udara. Propolis yang dihasilkan bermutu lebih baik (rendah
resiko propolis rusak akibat suhu panas). Proses ini menghasilkan
propolis kental berbentuk pasta. Proses penguapan etanol relatif mudah
dan singkat karena pada suhu 50oC dan kondisi vakum, etanol sangat mudah menguap.
2.2 Uraian Gel
Gel adalah sistem semi padat dimana fase cairnya dibentuk dalam suatu
matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis).
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik
meliputi gom alam tragacanth, pectin, carrageen, agar, asam alginate, serta
bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa,
polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi (Lachman, et al.,
2008).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan
tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut.
Carbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya
zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk membentuk
suatu sediaan semi padat.
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel
hidrofilik.
1. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik,
bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak
secara spontan menyebar (Ansel, 1989).
2. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik
yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase
pendisfersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Sistem koloid hidrofilik
biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar.
Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air,
humektan dan bahan pengawet (Ansel, 1989).
Keuntungan sediaan gel:
− Memiliki kemampuan penyebarannya baik pada kulit
− Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat
dari kulit
− Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik
− Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum
sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi
lebih permeable terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan
berpenetrasinya zat aktif.
2.3 Penuaan 2.3.1 Defenisi
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk melakukan regenerasi dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta
memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1999). Gejala dan tanda
penuaan dapat terjadi di semua organ tubuh manusia, terutama pada kulit.
Tanda-tanda penuaan yang dapat terlihat pada kulit tersebut antara lain kerut,
sagging dan hiperpigmentasi (Bogadenta, 2012).
2.3.2 Penyebab penuaan
Proses penuaan pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):
1. Proses menua intrinsik
Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan
waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah
kemudian mati. Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur
dan fungsi, serta metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.
Perubahan karakteristik dalam photoaging dan intrinsic aging yang
timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan
Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada epidermis
Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging
Lapisan Dermis Tebal Tipis
Sel-sel epidermis (keratinosit)
• Sel-sel tidak seragam
• Sel-sel terdistribusi tidak
merata
• Pembesaran berkala
• Sel-sel beragam
• Sel-sel terdistribusi secara
merata
• Pembesaran sel mendadak
Stratum korneum • Peningkatan lapisan sel
• Ukuran serta bentuk
korneosit bervariasi
• Lapisan sel normal
• Ukuran dan bentuk
korneosit seragam
Melanosit • Peningkatan jumlah sel
• Sel-sel bervariasi
• Peningkatan produksi
melanosom
• Pengurangan jumlah sel
• Sel-sel seragam
• Penurunan produksi
melanosom
Sel-sel langerhans • Pengurangan sel dalam
jumlah yang besar
• Sel-sel bervariasi
• Pengurangan sel dalam
jumlah yang kecil
• Sel-sel seragam
Tabel 2.3 Perbedaan anatomi pada dermis
Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging
Jaringan elastic • Meningkat secara drastis
• Berubah menjadi massa
yang tidak berbentuk
• Meningkat tetapi masih
dalam keadaan normal
Kolagen • Serat kolagen dan
jaringan ikat menurun
jumlahnya
• Serat kolagen tidak
beraturan, jaringan ikat menebal
Retikular dermis: Fibroblast Sel mast Sel inflamasi
• Semakin tebal
• Meningkat dan aktif
• Meningkat
• Berperan
• Semakin tipis
• Menurun dan tidak aktif
• Menurun
• Tidak berperan
2. Proses menua ekstrinsik
Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh
perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging),
polusi, kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan
ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area banyak terpajan
matahari. Selain perubahan yang tidak langsung tampak terdapaat
beberapa perubahan yang jelas dipermukaan kulit (perubahan eksternal)
yang meliputi:
1. Keriput
Keriput dapat timbul pada seluruh bagian tubuh seperti pada wajah,
terutama pada bagian dahi, area disekitar mata serta mulut dan dapat juga
timbul pada bagian leher, siku, ketiak, tangan serta kaki. Keriput akan mulai
timbul pada usia 30 tahun keatas dan akan semakin dalam dan lebar dengan
terjadinya penuaan. Menurut Barel, dkk., (2009), keriput yang timbul dapat
diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Keriput linear (berupa garis-garis yang umumnya timbul diarea sekitar
mata).
b. Keriput glyphic (saling menyilang membentuk suatu segitiga ataupun
persegi yang umumnya timbul diarea pipi dan leher).
c. Keriput umum (keriput halus yang umumnya timbul pada kulit orang
tua dan bukan akibat pemaparan terhadap sinar matahari).
Kelompok keriput a dan b merupakan keriput yang timbul akibat proses
Pembentukan keriput disebabkan oleh berbagai faktor eksternal maupun
internal. Sinar UV merupakan penyumbang terbesar untuk pembentukan
keriput. Timbulnya keriput merupakan hasil dari menurunnya kekuatan dan
elastisitas kulit yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan air dan
penebalan pada stratum korneum, epidermis yang membesar dan perubahan
jumlah dan kualitas dari kolagen dermis serta serat elastis kolagen, perubahan
struktur tiga dimensi dari dermis dan perubahan lainnya yang disebabkan dari
pengaruh faktor eksternal.
2. Lipatan
Lipatan pada kulit umumnya mulai timbul ketika usia sekitar 40 tahun.
Area yang paling sering terjadi lipatan adalah pada dagu,kelopak mata, pipi,
bagian samping perut. Penyebab dari lipatan ini juga sama dengan penyebab
timbulnya keripu yaitu adanya penurunan elastisitas dari dermis dan penuruna
kerja dari jaringan adipose subkutan. Pengurangan kekuatan dari otot-otot yang
menopang kulit juga menyebabkan terjadinya keriput dan lipatan (Barel, dkk.,
2009).
3. Pigmentasi dan perubahan warna kulit
Terbentuknya pigmen pada kulit umumnya meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Secara visual, perubahan warna kulit yang menua adalah
cenderung berubah dari kemerahan hingga kekuningan. Akibat perubahan ini,
warna kulit akan menjadi semakin gelap. Perubahan ini dikaitkan hubungannya
pengurangan sekresi sebum dan penebalan serta penurunan kadar air pada
lapisan stratum korneum kulit.
4. Konfigurasi permukaan kulit
Dengan terjadinya penuaan, permukaan kulit akan berubah karena
sebagian sei-sei telah lambat bekerja. Kulit akan membentuk garis-garis yang
halus, lengkungan menyambung yang kemudian akan bertambah dalam.
Garis-garis dalam tersebut akan timbul kesembarang arah secara tidak beraturan dan
menyebabkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit (Barel, dkk., 2009).
2.4 Anti Penuaan atau Anti-aging
Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses
degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada
kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya
elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit
berwarna gelap. Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai
penyebab menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009).
Perawatan anti penuaan dini pada kulit merupakan segmen besar dari
pasar produk kosmetik. Ketika terpajan radiasi UV, kulit mengalami perubahan
yang mengakibatkan inflamasi, penuaan kulit dan berbagai gangguan kulit,
seperti kulit menua disertai dengan kerutan, penurunan elastisitas, peningkatan
kerapuhan kulit dan penyembuhan luka lebih lambat (Pouillot, et al., 2011).
2.4.1 Antioksidan dalam sediaan anti-aging
Dalam mengatasi bahaya yang timbul akibat radikal bebas, tubuh
radikal bebas dan peroksida lipid maupun memperbaiki kerusakan yang terjadi,
termasuk pada kulit. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk
melindungi dari efek kerusakan oleh sinar matahari. Sistem perlindungan ini
terdiri dari antioksidan endogen yaitu enzim-enzim berbagai senyawa yang
disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan
makanan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid dan lain sebagainya.
Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intraseluler maupun ekstraseluler
(Deny, dkk., 2011).
2.4.2 Propolis sebagai salah satu sumber antioksidan
Propolis merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang terdapat
di Indonesia. Propolis atau lem lebah merupakan produk alami yang
mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldoft, et al., 2002). Propolis
mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan radikal
bebas (radikal H2O2, O2-,OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah
lainnya (Nakajima, et al., 2009). Kandungan flavonoid didalamnya dapat
meredam efek buruk radikal bebas, dengan menghambat peroksida lipid
melalui aktivasi peroksidase terhadap hemoglobin, yang merupakan
antioksidan endogen (Mot, et al., 2009).
Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang
ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat
meningkatkan ekspresi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) yang
didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.
oksidan dan H2O2 dan radikal bebas O2- dibandingkan vitamin C dan
N-acetyl-cystein (NAC) (Nakajima, et al., 2009).
2.5 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewas sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,
elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan
lokasi tubuh (Wasitaatmaja, 1997). Sebagai bagian tubuh paling luar, kulit
menjalankan fungsi perlindungan, yaitu melindungi tubuh dari berbagai
pengaruh buruk yang datang dari luar (Achroni, 2012).
Dengan peran yang begitu penting, sudah selayaknya kulit senantiasa
dijaga dan dipelihara kesehatannya. Bukan hanya kulit wajah atau bagian yang
terbuka, melainkan kulit diseluruh tubuh harus mendapatkan perhatian dan
perawatan yang optimal agar selalu sehat dan tampil indah. Memahami struktur
dan fungsi kulit dapat menjadi langkah awal dalam keseluruhan rangkaian
upaya untuk merawat dan menjaga kesehatan kulit (Achroni, 2012).
2.5.1 Struktur kulit
Menurut Achroni (2012), kulit terdiri atas dua lapisan yaitu epidermis
dan dermis.
1. Lapisan Epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan
epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu stratum corneum, stratum
a. Stratum korneum
Stratum korneum merupakan lapisan paling luar dipermukaan kulit
yang sel-selnya sudah mati (tidak memiliki pembuluh darah dan saraf).
Lapisan tanduk ini mudah terkelupas dan digantikan oleh sel-sel baru.
b. Stratum lucidum (lapisan jernih)
Berada tepat dibawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis,
jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir
kasar, berinti mengkerut.
d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)
Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap
sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
e. Stratum germinativum (lapisan basal)
Adalah lapisan terbawah epidermis. Dilapisan ini juga terdapat sel-sel
melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.
2. Lapisan Dermis merupakan lapisan kulit yang terletak dibawah lapisan
epidermis. Didalam lapisan dermis, terdapat pembuluh darah, jaringan
otot, kelenjar keringat, rambut, folikel rambut, kelenjar minyak, dan
serabut saraf. Dibawah lapisan dermis terdapat lapisan hipodermis atau
jaringan subkutis. Lapisan hipodermis terutama mengandung jaringan
adalah untuk penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat
penumpukan energi.
2.5.2 Jenis kulit
Menurut Wasitaatmaja (1997), ditinjau dari sudut pandang perawatan
kulit terbagi atas tiga bagian:
1. Kulit normal
Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar
dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.
2. Kulit berminyak
Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang
berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya
pori-pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.
3. Kulit kering
Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang
ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.
2.5.3 Fungsi kulit
Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Berikut
ini adalah fungsi-fungsi dari kulit.
1. Fungsi perlindungan atau proteksi, yaitu kulit berfungsi melindungi
bagian dalam tubuh dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya
paparan bahan-bahan kimia, paparan sinar matahari, polusi, bakteri dan
jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta kerusakan akibat gesekan,
2. Mengeluarkan zat-zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh.
3. Mengatur suhu tubuh.
4. Menyimpan kelebihan lemak.
5. Sebagai indra peraba yang memungkinkan otak merasakan sejumlah
rasa, seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur.
6. Tempat pembuatan vitamin D dengan bantuan sinar matahari.
7. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial (Achroni,
2012).
2.6 Sinar Ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan
bagian energi yang berasal dari matahari. Ultraviolet merupakan salah satu
jenis radiasi sinar matahari. Sedangkan jenis radiasi lainnya adalah inframerah
(yang memberikan panas) dan cahaya yang terlihat. Panjang gelombang yang
dimiliki sinar ultraviolet akan mempengaruhi terhadap kerusakan kulit.
Semakin panjang gelombang sinar UV, semakin besar dampak kerusakan yang
ditimbulkannya pada kulit. Berdasarkan panjang gelombang, ada tiga jenis
radiasi ultraviolet, yaitu:
1. Sinar UV-A
Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320 - 400 nm, adalah sinar
yang paling banyak mencapai bumi dengan perbandingan 100 kali
UV-B. segmen sinar ini akan masuk kedalam dermis sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan dermis dan terjadinya reaksi
bumi. UV-A merupakan penyumbang utama kerusakan kulit dan
kerutan. UV-A menembus kulit lebih dalam dari UV-B dan bekerja
lebih efisien. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan merusak
serat-serat yang berada didalamnya. Kulit menjadi kehilangan
elastisitas dan berkerut. Sinar ini juga dapat menembus kaca
(Darmawan, 2013).
2. Sinar UV-B
Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290 - 320 nm, merupakan sinar
matahari yang terkuat mencapai bumi. Kerusakan kulit yang
ditimbulkan berada dibawah epidermis berupa luka bakar, kelainan
prakanker dan keganasan lainnya. Jadi baik sinar UV-A maupun UV-B
sama-sama memiliki dampak negatif bagi kulit manusia jika terpapar
dalam waktu relatif lama (Bogadenta, 2012). Sinar UV-B tidak dapat
menembus kaca (Darmawan, 2013).
3. Sinar UV-C
Memiliki panjang gelombang paling panjang, yaitu sekitar 200 - 290
nm. Menurut Darmawan (2013), radiasi sinar ini menimbulkan bahaya
terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas
sinar ini diserap dilapisan ozon diatmosfer.
2.7 Skin Analyzer
Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan
kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang
seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental
dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien
(Aramo, 2012).
Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk
mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai system
terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi
lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam
dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada
Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).
2.7.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer
Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan
denangan menggunakan Skin analyzer, yaitu:
1. Moisture (Kadar air)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture
checker yang terdapat dalam Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan
tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan
pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.
2. Sebum (Kadar minyak)
Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil
checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan
menempelkan bagian sensor yang telah terpasang spons pada permukaan kulit.
Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam
3. Evenness (Kehalusan)
Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer
pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal).
Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan
tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan
kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.
4. Pore (Pori)
Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada
saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto
pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori
kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan
keluar pada layar komputer.
5. Spot (Noda)
Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin
analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga
(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur
kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil
berupa angka dan penentu banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada
layar komputer.
6. Wrinkle (Keriput)
Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada
lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (Normal). Kamera
capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi
kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini,
tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput
juga dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.
2.7.2 Parameter pengukuran
Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat
dilihat kriterianya pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Pengukuran Parameter
Moisture (Kelembaban) Dehidrasi Normal Hidrasi
0-29 % 30-45 % 46-100 %
Evenness (Kehalusan) Halus Normal Kasar
0-31 32-51 52-100
Pore (Pori) Kecil Sedang Besar
0-19 20-29 40-100
Spot (Noda) Sedikit Sedang Banyak
0-19 20-39 40-100
Wrinkle (Keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah
0-19 20-52 53-100
Wrinkle’s depth (Kedalaman keriput)
Garis halus Kerutan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental.
Penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan,
pemeriksaan mutu fisik sediaan, penyiapan hewan uji, dan uji efek anti-aging
pada kulit punggung marmut yang telah diberi pajanan sinar UV.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi, Laboratorium
Farmasi Fisik dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara, Medan.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, neraca kasar, lemari
es, alat maserasi, kertas saring, rotary evaporator, freezedryer, pH meter,
viscometer, lumpang, stamfer, spatula, pot plastik dan peralatan gelas di
laboratorium, kandang pemasung marmut, gunting dan alat cukur bulu marmut,
lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm dan seperangkat alat Skin
Analyzer (Aramo SG).
3.2 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis mentah Trigona sp.,
Aquapec HV-505, triethanolamin, metil paraben, propil paraben, aquadestilata,
Natrium metabisulfit, vitamin C, larutan dapar pH asam (4,01), larutan pH
3.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 ekor marmut
betina dengan berat badan 350-500 gram.
3.3.1 Penyiapan hewan uji
Sebanyak 15 ekor marmut dicukur bulu punggungnya seluas 2,5 x 2,5
cm, 1 hari sebelum dilakukan penyinaran. Kemudian marmut dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu:
a. Kelompok I : Tiga (3) ekor marmut untuk gel blanko (tanpa zat aktif)
b. Kelompok II : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak
propolis 1%
c. Kelompok III : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak
propolis 1,5%
d. Kelompok IV : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak
propolis 2%
e. Kelompok V : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel vitamin C
2%
Semua kelompok hewan uji diukur kondisi kulit awalnya yang
meliputi: moisture (kelembaban), evenness (kehalusan), pore (pori), spot
(noda), wrinkle (kerutan) dan wrinkle’s depth (kedalaman kerutan) dengan
3.4 Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.4.1 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah propolis
mentah yang dibeli dari peternak lebah Trigona sp. di Sumberlawang, Sragen,
Jawa Tengah.
3.4.2 Pengolahan sampel
Sampel dipotong kecil – kecil atau ditumbuk sampai berbentuk bubuk
halus (sebelumnya disimpan dalam lemari es atau freezer beberapa jam), atau
dipotong tipis atau strip untuk meningkatkan permukaan kontak antara propolis
dengan alkohol dalam maserasi, lalu ditimbang sebanyak 500 gram.
3.4.3 Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak propolis dilakukan dengan cara maserasi. Prosedur
pembuatan ekstrak: sebanyak 500 gram propolis dimasukkan dalam bejana lalu
direndam dengan penyari etanol 70% sebanyak 3,75 liter. Biarkan selama 5
hari, terlindung dari cahaya matahari, diaduk sehari sekali. Kemudian di serkai,
diperas, lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh
seluruh maserat sebanyak 5 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan
dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Maserat diuapkan dengan bantuan rotary
evaporator pada suhu tidak lebih dari 40oC dan dikeringkan dengan freezedryer selama 24 jam dengan tekanan 2 atm, hingga diperoleh ekstrak
3.5 Formula Sediaan Gel
3.5.1 Formula dasar gel (Abdassah, 2009)
R/ Aquapec HV-505 1,5 %
Triethanolamin 4,0%
Gliserin 10%
Metil paraben 0,2%
Propil paraben 0,05%
Etanol 70% 25%
Aquadest ad 100 ml
3.5.2 Formula modifikasi
R/ Aquapec HV-505 1,5 %
Triethanolamin 4,0%
Ekstrak propolis x %
Metil paraben 0,2%
Propil paraben 0,05%
Natrium metabisulfit 0,1%
Etanol 70% 25%
Aquadest ad 100 ml
Pada formula yang dimodifikasi ini, gliserin tidak digunakan sebagai
zat yang memiliki khasiat sebagai pelembab di mana zat ini dapat menghambat
terjadinya penuaan dini, diganti dengan ekstrak propolis yang bertujuan untuk
atau tidak. Formula sediaan gel anti-aging dengan variasi konsentrasi ekstrak
propolis dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1 Formula sediaan gel anti-aging dengan variasi konsentrasi ekstrak propolis Trigonasp.
Bahan Formula
A B C D E
Formula A : Blanko (dasar gel tanpa sampel) Formula B : Konsentrasi ekstrak popolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2%
Formula E : Konsentrasi vitamin C 2% (sebagai pembanding)
3.6 Cara Pembuatan
Aquapec dikembangkan dalam aquadest sampai mengembang,
kemudian digerus sambil ditambahkan triethanolamin sedikit demi sedikit dan
natrium metabisulfit yang telah dilarutkan dalam air. Selanjutnya ditambahkan
metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan sebagian etanol
sedikit demi sedikit hingga tercampur dan diperoleh basis gel. Kemudian
sedikit demi sedikit ekstrak propolis yang telah dilarutkan dalam etanol
3.7 Penetuan Mutu Fisik Sediaan 3.7.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan
Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik,
ditutup bagian atasnya dengan tutup aluminium foil. Selanjutnya pengamatan
yang dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat meliputi adanya
perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan. Waktu penyimpanan umumnya
90 hari (12 minggu) dilakukan pada temperatur kamar (National Health
Surveillance Agency, 2005).
3.7.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan
Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada dua keping kaca atau
bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).
3.7.3 Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat
terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral
(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga
pH tersebut. Kemudan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan
dengan kertas tissue. Sampel dibuat dengan konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1
gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda
dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan
3.7.4 Penentuan viskositas sediaan
Sediaan gel diukur viskositasnya dengan Viscometer Brookfield dengan
spindle yang cocok. Pengukuran dilakukan 3 kali untuk masing-masing gel
(Rawlins, 2003).
3.8 Uji Efek Anti-aging
15 ekor marmut terlebih dahulu di cukur bulu bagian punggungnya
ukuran 2,5 cm x 2,5 cm. Disiapkan kandang pemasung dan diukur kondisi
kulitnya pada keadaan normal. Lalu diberi pajanan sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm selama ± 5 jam sampai terbentuk kerutan. Selanjutnya
diukur kondisi kulit setelah penyinaran. Setelah didapat kulit yang kerut
selanjutnya dilakukan pemulihan dengan pengolesan gel. Pengolesan gel sesuai
dengan pembagian kelompok masing masing pada kulit marmut sebanyak 2
kali sehari secara merata pada area yang dicukur. Kemudian dilakukan
pengukuran kondisi kulit setiap minggunya selama 4 minggu dengan
menggunakan skin analyzer. Amati kondisi kulit marmut masing-masing
kelompok sebelum dan sesudah pemberian gel. Parameter yang diamati
meliputi moisture (kelembaban), evenness (kehalusan), pore (pori), spot
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen Ekstrak Propolis
Rendemen ekstrak propolis yang diperoleh adalah 11,23% dengan pH
4,27. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 70%. Ekstrak
propolis yang diperoleh berwarna coklat kehitaman.
Alkohol 70% merupakan pelarut yang memiliki sifat semipolar
sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang beragam dapat terekstraksi
lebih sempurna. Keuntungan etanol sebagai pelarut adalah memiliki titik didih
yang rendah, sehingga memudahkan pemisahannya dengan komponen aktif
dalam propolis, serta mengurangi jumlahnya dalam ekstrak.
Menurut Harborne (1987), golongan senyawa flavonoid dapat
diekstraksi dengan baik menggunakan etanol 70%. Flavonoid merupakan
senyawa aktif dan terpenting dalam ekstrak propolis (Chintapally, 2003).
Warna propolis tergantung dari komposisi senyawa fenol yang terdapat
dalam ekstrak, yaitu senyawa flavonoid. Propolis yang berwarna lebih gelap
dalam pelarut etanol, mengandung flavonoid lebih banyak, sehingga hasil
rendemennya juga lebih tinggi dibandingkan dengan propolis berwarna lebih
muda (Salomao, 2004).
4.2 Hasil Formulasi Sediaan
Sediaan gel yang diperoleh berwarna coklat hingga coklat kehitaman
ketika selesai dibuat, dengan penambahan ekstrak propolis masing – masing
2%) berwarna bening dan masing – masing sediaan memiliki konsistensi yang
kental. Kemudian setelah dilakukan pengujian selama 12 minggu tidak terjadi
perubahan warna pada gel dengan penambahan ekstrak propolis dan gel
blanko, namun gel dengan penambahan vitamin C 2% mengalami perubahan
warna menjadi berwarna kuning.
4.3 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.3.1 Stabilitas sediaan
Hasil pengamatan stabilitas terhadap sediaan dilakukan dengan melihat
perubahan bentuk, warna dan bau secara visual pada suhu kamar selama 12
minggu. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Berdasarkan data pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sediaan gel
blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5% dan 2% stabil selama penyimpanan 12
minggu, sedangkan pada gel vitamin C 2% terjadi perubahan warna dan bau
sejak minggu ke-9.
Asam askorbat stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi
dalam larutan, yaitu asam askorbat teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat
(Kusharto dan Suhardjo, 1992).
Menurut Ansel (1989), rusak atau tidaknya suatu sediaan yang
mengandung bahan mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan
warna dan bau. Untuk mengatasinya maka ditambahkan suatu antioksidan.
Antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium metabisulfit.
mengatasi hal tersebut dapat ditambahkan pengawet. Pengawet yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nipagin dan nipasol.
Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vitamin C 2% pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu.
No Formula
Lama pengamatan (minggu)
0 3 6 9 12
Keterangan : Formula A : Blanko
Formula B : Konsetrasi ekstrak propolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2% Formula E : Konsentrasi vitamin C 2%
X : Perubahan warna Y : Perubahan bau
- : Tidak terjadi perubahan + : Terjadi perubahan
4.3.2 Homogenitas sediaan
Pengamatan homogenitas sediaan dilakukan dengan cara mengoleskan
sejumlah tertentu sediaan pada dua keping kaca transparan, lalu diratakan, jika
tidak ada butiran-butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen. Hasil dapat
Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vit C 2% selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu.
No Formula
Lama pengamatan (minggu)
0 3 6 9 12
Keterangan : Formula A : Blanko
Formula B : Konsetrasi ekstrak propolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2% Formula E : Konsentrasi vitamin C 2% h : Homogen
Dari hasil pengamatan homogenitas yang dilakukan selama
penyimpanan pada gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin
C 2% menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada keping kaca. Hal ini
menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen.
4.3.3 pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter
(Hanna instruments). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.3 Data pengukuran pH gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vitamin C 2% pada saat selesai dibuat.