• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Gel Sebagai Anti-Aging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Ekstrak Propolis Dalam Sediaan Gel Sebagai Anti-Aging"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS

DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

OLEH:

ANDRIANI SIREGAR

NIM 111524020

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS

DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ANDRIANI SIREGAR

NIM 111524020

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS

DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING

OLEH:

ANDRIANI SIREGAR

NIM 111524020

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 28 Februari 2014

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt.

NIP 195807101986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt.

NIP 195807101986012001

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt.

NIP 195111021977102001 NIP 195107031977102001

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Medan, April 2014 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,

hidayah dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan menyusun skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk

memformulasi ekstrak propolis dalam sediaan gel sebagai anti-aging yang

merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan

ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah sangat luar biasa sabar dan telaten membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan ibu staf pengajar Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Ibu

Kepala Laboraturium Kosmetika yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan

membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., Ibu Prof. Dr.

Julia Reveny, M.Si., Apt., Ibu Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., Ibu Dra.

Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.,

selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran

(5)

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada Ayahanda Ridwan Efendi Siregar dan Ibunda Roswita

Rambe, atas pengorbanannya dengan tulus ikhlas dan telah mendoakan penulis,

untuk kakak dan adik-adik tersayang yang selalu setia memberikan dorongan

dan semangat serta kepada teman-teman ekstensi stambuk 2011 atas semua

motivasinya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

semua pihak guna memperbaiki skripsi ini. Akhir kata penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khusus bidang farmasi.

Medan, April 2014

Penulis,

(6)

FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS

DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING

ABSTRAK

Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti keriput, kulit kasar, dan noda-noda gelap. Sediaan anti-aging dapat

membantu memperlambat efek penuaan dini. Propolis merupakan salah satu produk alami yang memiliki potensi antioksidan yang tinggi, berperan dalam menjaga kerusakan sel akibat sinar UV berlebih. Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mampu memberikan efek anti-aging.

Ekstrak propolis dibuat dengan cara maserasi 500 gram propolis mentah menggunakan 5 liter penyari etanol 70%. Penelitian ini dilakukan dengan menguji efektivitas dari beberapa konsentrasi ekstrak propolis dalam sediaan gel terhadap kulit marmut yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 15 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan gel yang dibuat adalah gel ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%, gel blanko (gel tanpa zat aktif), dan gel vitamin C 2% sebagai pembanding. Pemulihan dilakukan selama empat minggu dengan pengolesan gel dua kali sehari. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji pH, uji kestabilan, uji viskositas dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin Analyzer dengan parameter yang diukur adalah kelembaban, kehalusan kulit, besarnya pori, jumlah noda, jumlah keriput dan kedalamannya.

Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel yang dihasilkan semuanya homogen, memiliki pH 6,2-7,5. Uji stabilitas sediaan diperoleh bahwa gel blanko dan semua gel ekstrak propolis tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu, sedangkan gel vitamin C 2% mengalami perubahan warna dan bau. Uji viskositas menunjukkan nilai viskositas mengalami penurunan. Hasil uji efek anti-aging menunjukkan bahwa gel yang mengandung ekstrak propolis 1,5% dan 2% mampu memberikan efek anti-aging dan lebih baik dari gel vitamin C 2% karena dapat melakukan pemulihan lebih cepat terhadap kulit marmut yang telah dituakan.

(7)

FORMULATION OF PROPOLIS EXTRACT

IN THE GEL PREPARATION AS ANTI-AGING

ABSTRACT

Anti-aging is preparation to prevent the degenerative process. In this case, the visible symptoms of aging on the skin such as wrinkles, rough skin, and dark spots. The preparation of anti-aging is believed to help slow the

effects of aging. Propolis is a natural product that has a high potency antioxidant, plays a role in maintaining cell damage caused by excessive UV light. Flavonoid content in it can reduce the ill effects of free radicals. The aim of this study was to learn whether propolis extract can be formulated in a gel preparation and is able to provide anti-aging effects.

The extract of propolis was made by maceration of 500 gr of raw propolis using 5 litre ethanol solvent 70%. This research was conducted by examining the effectiveness of some of propolis extract concentration in gel toward the aging. 15 guinea pigs were used in this study to test those effectiveness. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength. The gel was made from propolis extract with 1%; 1.5%; 2% concentration, blank gel (gel without the active ingredient), and 2% of vitamin C as a comparison. Recovery is done for four week with twice daily application of the gel. Another test conducting in this study were homogenity test, pH test, stability test, viscosity test and anti-aging test by measuring parameters were moisture, evenness of skin, size of pore, amount of spot, wrinkle and its depth with the skin analyzer.

The result showed that propolis extract can be formulated in gel, all of gel are homogeneous, with pH 6.2-7.5. The blank gel and all of propolis extract gel does not change its colour or odor, but vitamin C gel 2% do change colour and odor. Viscosity test showed decreased viscosity. The results of the test indicated that anti-aging effect show that gel containing propolis extract 1.5% and 2% were able to provide anti-aging effects, and better than 2% gel vitamin C because it can perform faster recovery of the skin of guinea pigs that had been the elder.

(8)
(9)

2.3 Penuaan ... 14

3.4 Pengambilan dan Pengolahan Sampel ... 30

3.4.1 Teknik pengambilan sampel ... 30

3.4.2 Pengolahan sampel ... 30

(10)

3.5 Formula Sediaan Gel ... 31

3.5.1 Formula dasar gel ... 31

3.5.2 Formula modifikasi ... 31

3.6 Cara Pembuatan Gel ... 32

3.7 Penentuan Mutu Fisik Sediaan ... 33

3.7.1 Pemeriksaan stabilitas sediaan ... 33

3.7.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan ... 33

3.7.3 Penentuan pH sediaan ... 33

3.7.4 Penentuan viskositas sediaan ... 34

3.8 Uji Efek Anti-Aging ... 34

4.4 Penentuan Aktivitas Anti-aging ... 41

4.4.1 Moisture (Kelembaban) ... 41

4.4.2 Evenness (Kehalusan) ... 46

4.4.3 Pore (Pori) ... 49

(11)

4.3.5 Wrinkle (Kerutan) ... 57

4.3.6 Wrinkle’s depth (Kedalaman keriput) ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis ... 6

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 15

Tabel 2.3 Perbedaan anatomi pada epidermis ... 15

Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 27

Tabel 3.1 Formulasi sediaan gel ... 32

Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan sediaan pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu ... 37

Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas sediaan pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu ... 38

Tabel 4.3 Data pengukuran pH sediaan pada saat selesai dibuat ... 38

Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan selama penyimpanan 12 minggu ... ... 49

Tabel 4.5 Data pengukuran viskositas sediaan pada saat selesai dibuat ... 40

Tabel 4.6 Data pengukuran viskositas sediaan selama penyimpanan 12 minggu ... 40

Tabel 4.7 Persentase kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 42

Tabel 4.8 Kehalusan kulit pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 46

(13)

Tabel 4.10 Banyaknya noda pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan

dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 53

Tabel 4.11 Jumlah kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan

dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 57

Tabel 4.12 Kedalaman kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Grafik rata-rata kelembaban pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 43

Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekasaran kulit pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 47

Gambar 4.3 Grafik besarnya rata-rata pori pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan keempat ... 51

Gambar 4.4 Grafik rata-rata noda pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan

keempat ... 54

Gambar 4.5 Grafik rata-rata kerutan pada kulit marmut kelompok blanko, ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin C 2% sebelum penyinaran, sesudah penyinaran, dan pemulihan dari minggu pertama, kedua, ketiga, dan

keempat ... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 8. Propolis mentah yang telah diiris tipis ... 73

Lampiran 9. Ekstraksi propolis ... 74

Lampiran 10. Penguapan pelarut dengan rotary evaporator ... 74

Lampiran 11. Pengeringan ekstrak dengan freezedryer ... 75

Lampiran 12. Ekstrak propolis hasil freezedryer ... 75

Lampiran 13. Sediaan gel setelah 12 minggu ... 76

Lampiran 14. Uji homogenitas sediaan ... 77

Lampiran 15. Alat pengukur pH ... 78

Lampiran 16. Alat pengukur viskositas ... 78

Lampiran 17. Lampu UV 366 nm ... 79

Lampiran 18. Alat moisture checker ... 79

Lampiran 19. Alat skin analyzer Aramo SG ... 79

Lampiran 20. Sertifikat analisis vitamin C ... 80

Lampiran 21. Sertifikat analisis aquapec HV-505 ... 81

(16)

Lampiran 23. Contoh pengukuran dengan skin analyzer ... 84

(17)

FORMULASI EKSTRAK PROPOLIS

DALAM SEDIAAN GEL SEBAGAI ANTI-AGING

ABSTRAK

Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti keriput, kulit kasar, dan noda-noda gelap. Sediaan anti-aging dapat

membantu memperlambat efek penuaan dini. Propolis merupakan salah satu produk alami yang memiliki potensi antioksidan yang tinggi, berperan dalam menjaga kerusakan sel akibat sinar UV berlebih. Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam efek buruk radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel dan mampu memberikan efek anti-aging.

Ekstrak propolis dibuat dengan cara maserasi 500 gram propolis mentah menggunakan 5 liter penyari etanol 70%. Penelitian ini dilakukan dengan menguji efektivitas dari beberapa konsentrasi ekstrak propolis dalam sediaan gel terhadap kulit marmut yang telah dituakan. Hewan percobaan yang digunakan adalah 15 ekor marmut. Penuaan dilakukan dengan penyinaran lampu Ultraviolet (UV) panjang gelombang 366 nm pada bagian punggung marmut yang telah dicukur. Sediaan gel yang dibuat adalah gel ekstrak propolis dengan konsentrasi 1%; 1,5%; 2%, gel blanko (gel tanpa zat aktif), dan gel vitamin C 2% sebagai pembanding. Pemulihan dilakukan selama empat minggu dengan pengolesan gel dua kali sehari. Beberapa pengujian yang dilakukan terhadap sediaan yaitu: uji homogenitas, uji pH, uji kestabilan, uji viskositas dan uji efektivitas anti-aging menggunakan alat Skin Analyzer dengan parameter yang diukur adalah kelembaban, kehalusan kulit, besarnya pori, jumlah noda, jumlah keriput dan kedalamannya.

Hasil pengujian terhadap sediaan menunjukkan bahwa ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel. Sediaan gel yang dihasilkan semuanya homogen, memiliki pH 6,2-7,5. Uji stabilitas sediaan diperoleh bahwa gel blanko dan semua gel ekstrak propolis tidak mengalami perubahan warna maupun bau selama penyimpanan 12 minggu, sedangkan gel vitamin C 2% mengalami perubahan warna dan bau. Uji viskositas menunjukkan nilai viskositas mengalami penurunan. Hasil uji efek anti-aging menunjukkan bahwa gel yang mengandung ekstrak propolis 1,5% dan 2% mampu memberikan efek anti-aging dan lebih baik dari gel vitamin C 2% karena dapat melakukan pemulihan lebih cepat terhadap kulit marmut yang telah dituakan.

(18)

FORMULATION OF PROPOLIS EXTRACT

IN THE GEL PREPARATION AS ANTI-AGING

ABSTRACT

Anti-aging is preparation to prevent the degenerative process. In this case, the visible symptoms of aging on the skin such as wrinkles, rough skin, and dark spots. The preparation of anti-aging is believed to help slow the

effects of aging. Propolis is a natural product that has a high potency antioxidant, plays a role in maintaining cell damage caused by excessive UV light. Flavonoid content in it can reduce the ill effects of free radicals. The aim of this study was to learn whether propolis extract can be formulated in a gel preparation and is able to provide anti-aging effects.

The extract of propolis was made by maceration of 500 gr of raw propolis using 5 litre ethanol solvent 70%. This research was conducted by examining the effectiveness of some of propolis extract concentration in gel toward the aging. 15 guinea pigs were used in this study to test those effectiveness. The aging process on guinea pigs was done by exposing their bald back to the ultraviolet light in 366 nm wavelength. The gel was made from propolis extract with 1%; 1.5%; 2% concentration, blank gel (gel without the active ingredient), and 2% of vitamin C as a comparison. Recovery is done for four week with twice daily application of the gel. Another test conducting in this study were homogenity test, pH test, stability test, viscosity test and anti-aging test by measuring parameters were moisture, evenness of skin, size of pore, amount of spot, wrinkle and its depth with the skin analyzer.

The result showed that propolis extract can be formulated in gel, all of gel are homogeneous, with pH 6.2-7.5. The blank gel and all of propolis extract gel does not change its colour or odor, but vitamin C gel 2% do change colour and odor. Viscosity test showed decreased viscosity. The results of the test indicated that anti-aging effect show that gel containing propolis extract 1.5% and 2% were able to provide anti-aging effects, and better than 2% gel vitamin C because it can perform faster recovery of the skin of guinea pigs that had been the elder.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan merupakan proses alami yang akan dialami setiap

orang. Namun ternyata tidak semua orang mengalami penuaan kulit sesuai

usianya, atau yang disebut dengan istilah penuaan dini (Darmawan, 2013).

Tanda-tanda penuaan dapat terjadi di semua organ tubuh dan yang paling

tampak adalah pada kulit. Gejal-gejala tersebut dapat ditandai oleh adanya

kerut dan hiperpigmentasi pada kulit (Jaelani, 2009).

Pada dasarnya penuaan kulit terbagi menjadi dua proses besar, yaitu

penuaan kronologi dan photo aging. Penuaan kronologi ditunjukkan dari

adanya perubahan struktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring

bertambahnya usia. Sementara itu photo aging adalah proses yang menyangkut

berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat paparan sinar UV. Paparan

sinar UV yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat

munculnya enzim proteolitis dari radikal bebas yang terbentuk. Selanjutnya

enzim ini akan memecah kolagen yang berada di bawah dermis (Zelfis, 2012).

Penuaan dapat dicegah bila radikal bebas yang masuk kedalam tubuh

seimbang dengan antioksidan yang dihasilkan tubuh (Darmawan, 2003).

Namun tubuh tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih,

sehingga jika terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh

(20)

Propolis merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang terdapat

di Indonesia. Propolis atau lem lebah merupakan produk alami yang

mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldoft, et al., 2002). Propolis

mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan radikal

bebas (radikal H2O2, O2-,OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah lainnya

(Nakajima, et al., 2009). Kandungan flavonoid didalamnya dapat meredam

efek buruk radikal bebas, dengan menghambat peroksida lipid melalui aktivasi

peroksidase terhadap hemoglobin, yang merupakan antioksidan endogen (Mot,

et al., 2009).

Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang

ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat

meningkatkan ekspresi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) yang

didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.

Caffeic acid mempunyai aktivitas antioksidan 4 - 6 kali lebih kuat terhadap

oksidan dan H2O2 dan radikal bebas O2- dibandingkan vitamin C dan

N-acetyl-cystein (NAC) (Nakajima, et al., 2009).

Propolis dalam bentuk mentah belum bisa dimanfaatkan khasiatnya

karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya harus

dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Cara ekstraksi yang paling

umum adalah menggunakan pelarut organik (Mahani, dkk., 2011).

Penggunaan ekstrak propolis secara tradisional yang dilakukan dengan

cara dioleskan di kulit dirasakan kurang nyaman dan tidak praktis, maka

(21)

Sediaan dalam bentuk gel banyak disukai karena bening, mudah

mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa

dingin di kulit (Lieberman, 1997).

Sediaan anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah penuaan

dini, menyamarkan noda hitam atau flek hitam di wajah dan menghilangkan

kerutan dibawah mata. Dengan demikian sediaan anti-aging dapat

memperlambat penuaan pada kulit (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Berdasarkan uraian tersebut penulis terdorong untuk melakukan

penelitian tentang formulasi ekstrak propolis dalam sediaan gel sebagai

anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel.

2. Apakah gel yang mengandung ekstrak propolis mampu memberikan

efek anti-aging pada kulit marmut.

1.3Hipotesa

1.Ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam sediaan gel.

2.Gel yang mengandung ekstrak propolis mampu memberikan efek

anti-aging pada kulit marmut.

1.4Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahui apakah ekstrak propolis dapat diformulasikan dalam

sediaan gel.

2.Untuk mengetahui apakah gel yang mengandung ekstrak propolis

(22)

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengembangan produk farmasi dari bahan alam terutama

dalam bentuk sediaan topikal.

2. Menguatkan teori potensi propolis sebagai antioksidan dalam upaya

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propolis

2.1.1 Komposisi propolis

Propolis atau lem lebah adalah suatu zat yang dihasilkan oleh lebah

madu, mengandung resin dan lilin lebah, bersifat lengket yang dikumpulkan

dari sumber tanaman, terutama dari bunga dan pucuk daun, untuk kemudian

dicampur dengan air liur lebah (Nakajima, et al., 2009). Asal tanaman

penghasil propolis belum dapat diketahui semuanya, yang saat ini diketahui

adalah berasal dari getah resin tanaman kelompok pinus dan akasia. Propolis

digunakan untuk menutup sel-sel atau ruang heksagonal pada sarang lebah.

Biasanya, propolis menutup celah kecil berukuran 4 - 6 mm, sedangkan celah

yang lebih besar diisi oleh lilin lebah (Salatino, et al., 2005). Salah satu jenis

lebah yang mampu menghasilkan propolis dalam jumlah banyak yaitu jenis

Trigona sp (Sabir, 2009).

Warna propolis cukup bervariasi, mulai dari hitam hingga merah

kekuningan. Oleh karena itu, bagi yang belum terbiasa mengenali propolis

berdasarkan warna terasa menyulitkan karena terdapat bahan lain yang

berwarna mirip. Cara paling mudah untuk mengenali, yaitu dengan mengenali

karakteristik fisik padatannya. Karakteristik padatan propolis yaitu plastis, liat

dan lengket. Sifat padatannya mirip lilin, keduanya lembek jika ditekan.

Perbedaannya lilin tidak plastis, liat dan lengket. Warna dan keragaman fisik

(24)

pohon yang diambilnya. Perbedaan warna propolis juga dimungkinkan karena

perbedaan varietas Trigona (Mahani, dkk., 2011).

Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan.

Menurut Wade (2005), propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin,

mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid. Tabel 2.1 di bawah ini

menjelaskan mengenai komposisi kimia propolis.

Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis (Krell, 1996)

Komponen Konsentrasi Grup komponen

Resin 45-55% Flavonoid, asam fenolat dan

esternya

Lilin dan asam lemak 25-53% Sebagian besar dari lilin lebah

Minyak esensial 10% Senyawa volatile

Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari

pollen dan amino bebas Senyawa organik lain

dan mineral

5% 14 macam mineral yang paling

terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg.

Senyawa organic lain seperti keton, kuinon, asam benzoat, dan esternya, gula, vitamin.

Komposisi propolis dapat berfungsi untuk memperbaiki kondisi

patologi dari bagian tubuh yang sakit, bekerja sebagai antioksidan dan

antibiotik serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh baik humoral maupun

seluler karena mengandung flavonoid sekitar 15% (Krell, 1996). Flavonoid

merupakan antioksidan dan antibiotik yang berfungsi menguatkan dan

mengantisipasi kerusakan pada pembuluh darah serta bahan aktif yang

(25)

Kemampuan propolis sebagai antioksidan dapat menangkap radikal

hidroksi dan superoksida kemudian menetralkan radikal bebas sehingga

melindungi sel dan mempertahankan keutuhan struktur sel dan jaringan serta

dapat melindungi membran lipid terhadap reaksi yang merusak. Bankova

(2005), menambahkan bahwa ekstrak propolis berperan sebagai antioksidan

karena mengandung asam kafeat dan asam fenolat beserta esternya. Menurut

Masaharu dan Yong (1998), aktivitas antioksidan tertinggi dihasilkan dari

ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol. Flavonoid yang terekstrak

adalah kaemferida (flavonol), aksetin (flavon) dan isoramnetin.

Biasanya untuk memanen propolis Trigona dilakukan dengan cara

mengambil sarangnya. Sarang pembungkus madu yang kaya propolis, dipotong

menjadi beberapa bagian kecil. Selanjutnya, masing-masing potongan diperas

hati-hati agar madunya keluar. Madunya ditampung, sementara sarangnya

(propolis) dikumpulkan. Propolis ini disebut dengan propolis mentah (raw

propolis). Propolis yang diperoleh dengan cara ini memang tidak murni, masih

tercampur dengan bahan lain, seperti sarang lebah, roti lebah, madu, royal jelly,

dan polen. Pemurnian dengan cara dilarutkan menggunakan air panas dan

disaring kain tidak dianjurkan. Cara ini dapat merusak komponen aktif propolis

karena propolis rusak pada suhu 70oC atau lebih (Mahani, dkk., 2011).

2.1.2 Kriteria mutu propolis mentah

Hingga kini, Standar Nasional Indonesia (SNI) belum mengeluarkan

standar mutu propolis mentah yang diperdagangkan di Indonesia. Namun

(26)

sederhana, itupun belum ada kesepakatan tingkatan mutunya. Biasanya,

penampung atau perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria

tersendiri dalam penentuan mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun,

untuk memperoleh propolis mentah yang murni dari Trigona sangat sulit. Pasti

tercampur dengan bahan lainnya (Mahani, dkk., 2011).

2.1.3 Teknologi ekstraksi

Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan

khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen

aktifnya harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini

belum ada standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut

yang akan dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan

pelarut organik. Berikut ini jenis pelarut organik yang biasa digunakan untuk

mengekstrak propolis (Mahani, dkk., 2011).

Proses ekstraksi yang baik adalah polaritas pelarut sesuai dengan

polaritas propolis, pelarut mudah diuapkan/dipisahkan, suhu

penguapan/pemisahan tidak merusak propolis dan kedap udara untuk

menghindari kerusakan akibat oksidasi.

1. Pelarut polar

Pelarut polar yang melimpah di alam adalah air. Jika pelarut jenis ini

digunakan, komponen aktif yang terekstrak juga bersifat polar. Namun

ekstraksi menggunakan air membutuhkan suhu tinggi karena propolis tidak

(27)

Keuntungan ekstraksi ini murah dan bisa menggunakan peralatan

sederhana. Namun, memiliki beberapa kelemahan, antara lain komponen aktif

yang terlarut bersifat polar. Padahal komponen polar pada propolis relatif

memiliki aktivitas/khasiat lebih rendah. Selain itu suhu tinggi melebihi 70oC akan merusak propolis.

Cara ekstraksi:

• Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.

• Masukkan potongan propolis kedalam air mendidih, aduk-aduk hingga

larut.

• Biarkan hingga dingin (suhu ruang).

• Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan di bawah.

• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam

wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.

• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut air (senyawa

polar).

• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga

memungkinkan menguapkan air di bawah suhu titik didih air dan kedap

udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk pasta.

• Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan

glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.

• Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet,

(28)

misalnya pati, dekstrin, dan maltodekstrin. Jumlah pengisi yang

ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.

2. Pelarut non polar

Pelarut yang bersifat non polar biasanya dari golongan minyak.

Tergolong katergori ini, yaitu minyak zaitun, VCO, minyak kelapa, minyak

sawit, dan glikol. Ekstraksi menggunakan pelarut non polar bisa dilakukan

pada suhu kamar. Komponen aktif yang terbawa berupa senyawa non polar.

Komponen aktif dari golongan ini memiliki aktivitas/khasiat yang lebih tinggi

dibandingkan komponen polar.

Kelemahan menggunakan pelarut minyak adalah titik uap minyak yang

tinggi, sehingga proses penguapan pelarut dari propolis relatif sulit.

Cara ekstraksi:

• Bongkahan propolis mentah dipotong-potong menjadi ukuran kecil.

• Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu

tambahkan minyak hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga

larut. Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30

menit.

• Akan terbentuk cairan berwarna coklat di atas, dan endapan ampas di

bawah.

• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam

wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.

• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak

(29)

• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga

memungkinkan menguap minyak di bawah suhu titik didih air dan

kedap udara. Proses ini akan menghasilkan propolis kental berbentuk

pasta. Proses penguapan minyak ini akan relatif sulit karena titik uap

minyak di atas 150oC.

• Jika ingin dibuat propolis cair, pasta propolis diencerkan dengan cairan

glikol sesuai konsentrasi yang diinginkan.

• Jika ingin dibuat tepung (selanjutnya dibuat menjadi kapsul, tablet,

kaplet), pasta propolis yang masih encer ditambah bahan pengisi

misalnya pati, dekstrin, dan maltodekstrin. Jumlah pengisi yang

ditambahkan sesuai konsentrasi yang diinginkan.

3. Pelarut semi polar

Pelarut yang bersifat semi polar yang populer adalah etanol. Pelarut ini

paling umum digunakan untuk mengekstrak komponen aktif dari bahan alam,

termasuk untuk mengekstrak propolis. Pelarut ini memiliki sejumlah kelebihan

yaitu komponen yang terbawa berasal dari golongan polar dan non polar

sekaligus sehingga komponen yang terbawa lebih banyak dan beragam. Selain

itu, potensi khasiat propolis yang dihasilkan lebih baik. Pelarut ini juga mudah

diuapkan sehingga kemungkinan masih tertinggal sangat kecil. Artinya,

propolis yang dihasilkan benar-benar bebas pelarut.

Cara ekstraksi:

(30)

• Masukkan potongan propolis kedalam tabung erlenmeyer, lalu

tambahkan etanol hingga terendam. Rendam dan kocoklah hingga larut.

Proses perendaman sekitar 7 hari, setiap hari dikocok sekitar 30 menit.

• Akan terbentuk cairan warna coklat di atas dan endapan ampas di

bawah.

• Cairan disaring menggunakan kertas saring, lalu ditampung dalam

wadah steril, kedap udara dan kedap cahaya.

• Cairan yang tertampung merupakan fraksi propolis larut minyak dan

larut air sekaligus (senyawa polar dan non polar).

• Cairan ini dipekatkan menggunakan rotary evaporator, sehingga

memungkinkan menguapkan etanol pada suhu rendah (sekitar 50oC) dan kedap udara. Propolis yang dihasilkan bermutu lebih baik (rendah

resiko propolis rusak akibat suhu panas). Proses ini menghasilkan

propolis kental berbentuk pasta. Proses penguapan etanol relatif mudah

dan singkat karena pada suhu 50oC dan kondisi vakum, etanol sangat mudah menguap.

2.2 Uraian Gel

Gel adalah sistem semi padat dimana fase cairnya dibentuk dalam suatu

matriks polimer tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis).

Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik

meliputi gom alam tragacanth, pectin, carrageen, agar, asam alginate, serta

bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa,

(31)

polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi (Lachman, et al.,

2008).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih dan

tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut.

Carbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya

zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk membentuk

suatu sediaan semi padat.

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel

hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik,

bila ditambahkan kedalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi

antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak

secara spontan menyebar (Ansel, 1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik

yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase

pendisfersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Sistem koloid hidrofilik

biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar.

Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air,

humektan dan bahan pengawet (Ansel, 1989).

Keuntungan sediaan gel:

(32)

− Memiliki kemampuan penyebarannya baik pada kulit

− Memberikan efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat

dari kulit

− Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

− Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum

sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi

lebih permeable terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan

berpenetrasinya zat aktif.

2.3 Penuaan 2.3.1 Defenisi

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk melakukan regenerasi dan mempertahankan

struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta

memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 1999). Gejala dan tanda

penuaan dapat terjadi di semua organ tubuh manusia, terutama pada kulit.

Tanda-tanda penuaan yang dapat terlihat pada kulit tersebut antara lain kerut,

sagging dan hiperpigmentasi (Bogadenta, 2012).

2.3.2 Penyebab penuaan

Proses penuaan pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):

1. Proses menua intrinsik

Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan

waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah

(33)

kemudian mati. Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur

dan fungsi, serta metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.

Perubahan karakteristik dalam photoaging dan intrinsic aging yang

timbul pada epidermis dan dermis dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan

Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Perbedaan anatomi pada epidermis

Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging

Lapisan Dermis Tebal Tipis

Sel-sel epidermis (keratinosit)

• Sel-sel tidak seragam

• Sel-sel terdistribusi tidak

merata

• Pembesaran berkala

• Sel-sel beragam

• Sel-sel terdistribusi secara

merata

• Pembesaran sel mendadak

Stratum korneum • Peningkatan lapisan sel

• Ukuran serta bentuk

korneosit bervariasi

• Lapisan sel normal

• Ukuran dan bentuk

korneosit seragam

Melanosit • Peningkatan jumlah sel

• Sel-sel bervariasi

• Peningkatan produksi

melanosom

• Pengurangan jumlah sel

• Sel-sel seragam

• Penurunan produksi

melanosom

Sel-sel langerhans • Pengurangan sel dalam

jumlah yang besar

• Sel-sel bervariasi

• Pengurangan sel dalam

jumlah yang kecil

• Sel-sel seragam

Tabel 2.3 Perbedaan anatomi pada dermis

Bagian Kulit Akibat photoaging Akibat intrinsic aging

Jaringan elastic • Meningkat secara drastis

• Berubah menjadi massa

yang tidak berbentuk

• Meningkat tetapi masih

dalam keadaan normal

Kolagen • Serat kolagen dan

jaringan ikat menurun

jumlahnya

• Serat kolagen tidak

beraturan, jaringan ikat menebal

Retikular dermis: Fibroblast Sel mast Sel inflamasi

• Semakin tebal

• Meningkat dan aktif

• Meningkat

• Berperan

• Semakin tipis

• Menurun dan tidak aktif

• Menurun

• Tidak berperan

(34)

2. Proses menua ekstrinsik

Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh

perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging),

polusi, kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan

ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area banyak terpajan

matahari. Selain perubahan yang tidak langsung tampak terdapaat

beberapa perubahan yang jelas dipermukaan kulit (perubahan eksternal)

yang meliputi:

1. Keriput

Keriput dapat timbul pada seluruh bagian tubuh seperti pada wajah,

terutama pada bagian dahi, area disekitar mata serta mulut dan dapat juga

timbul pada bagian leher, siku, ketiak, tangan serta kaki. Keriput akan mulai

timbul pada usia 30 tahun keatas dan akan semakin dalam dan lebar dengan

terjadinya penuaan. Menurut Barel, dkk., (2009), keriput yang timbul dapat

diklasifikasi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Keriput linear (berupa garis-garis yang umumnya timbul diarea sekitar

mata).

b. Keriput glyphic (saling menyilang membentuk suatu segitiga ataupun

persegi yang umumnya timbul diarea pipi dan leher).

c. Keriput umum (keriput halus yang umumnya timbul pada kulit orang

tua dan bukan akibat pemaparan terhadap sinar matahari).

Kelompok keriput a dan b merupakan keriput yang timbul akibat proses

(35)

Pembentukan keriput disebabkan oleh berbagai faktor eksternal maupun

internal. Sinar UV merupakan penyumbang terbesar untuk pembentukan

keriput. Timbulnya keriput merupakan hasil dari menurunnya kekuatan dan

elastisitas kulit yang disebabkan oleh berkurangnya kandungan air dan

penebalan pada stratum korneum, epidermis yang membesar dan perubahan

jumlah dan kualitas dari kolagen dermis serta serat elastis kolagen, perubahan

struktur tiga dimensi dari dermis dan perubahan lainnya yang disebabkan dari

pengaruh faktor eksternal.

2. Lipatan

Lipatan pada kulit umumnya mulai timbul ketika usia sekitar 40 tahun.

Area yang paling sering terjadi lipatan adalah pada dagu,kelopak mata, pipi,

bagian samping perut. Penyebab dari lipatan ini juga sama dengan penyebab

timbulnya keripu yaitu adanya penurunan elastisitas dari dermis dan penuruna

kerja dari jaringan adipose subkutan. Pengurangan kekuatan dari otot-otot yang

menopang kulit juga menyebabkan terjadinya keriput dan lipatan (Barel, dkk.,

2009).

3. Pigmentasi dan perubahan warna kulit

Terbentuknya pigmen pada kulit umumnya meningkat seiring dengan

bertambahnya umur. Secara visual, perubahan warna kulit yang menua adalah

cenderung berubah dari kemerahan hingga kekuningan. Akibat perubahan ini,

warna kulit akan menjadi semakin gelap. Perubahan ini dikaitkan hubungannya

(36)

pengurangan sekresi sebum dan penebalan serta penurunan kadar air pada

lapisan stratum korneum kulit.

4. Konfigurasi permukaan kulit

Dengan terjadinya penuaan, permukaan kulit akan berubah karena

sebagian sei-sei telah lambat bekerja. Kulit akan membentuk garis-garis yang

halus, lengkungan menyambung yang kemudian akan bertambah dalam.

Garis-garis dalam tersebut akan timbul kesembarang arah secara tidak beraturan dan

menyebabkan terjadinya pembesaran pori-pori kulit (Barel, dkk., 2009).

2.4 Anti Penuaan atau Anti-aging

Anti-aging atau anti penuaan adalah sediaan untuk mencegah proses

degeneratif. Dalam hal ini, proses penuaan yang gejalanya terlihat jelas pada

kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya

elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit

berwarna gelap. Keriput yang timbul dapat diartikan secara sederhana sebagai

penyebab menurunnya jumlah kolagen dermis (Jaelani, 2009).

Perawatan anti penuaan dini pada kulit merupakan segmen besar dari

pasar produk kosmetik. Ketika terpajan radiasi UV, kulit mengalami perubahan

yang mengakibatkan inflamasi, penuaan kulit dan berbagai gangguan kulit,

seperti kulit menua disertai dengan kerutan, penurunan elastisitas, peningkatan

kerapuhan kulit dan penyembuhan luka lebih lambat (Pouillot, et al., 2011).

2.4.1 Antioksidan dalam sediaan anti-aging

Dalam mengatasi bahaya yang timbul akibat radikal bebas, tubuh

(37)

radikal bebas dan peroksida lipid maupun memperbaiki kerusakan yang terjadi,

termasuk pada kulit. Kulit secara alamiah menggunakan antioksidan untuk

melindungi dari efek kerusakan oleh sinar matahari. Sistem perlindungan ini

terdiri dari antioksidan endogen yaitu enzim-enzim berbagai senyawa yang

disintesis oleh tubuh dan antioksidan eksogen yang diperoleh dari bahan

makanan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid dan lain sebagainya.

Antioksidan bekerja melindungi kulit baik intraseluler maupun ekstraseluler

(Deny, dkk., 2011).

2.4.2 Propolis sebagai salah satu sumber antioksidan

Propolis merupakan salah satu sumber antioksidan alami yang terdapat

di Indonesia. Propolis atau lem lebah merupakan produk alami yang

mempunyai potensi antioksidan yang tinggi (Gheldoft, et al., 2002). Propolis

mempunyai aktivitas antioksidan yang paling kuat dalam melawan radikal

bebas (radikal H2O2, O2-,OH●) dibandingkan dengan hasil produk lebah

lainnya (Nakajima, et al., 2009). Kandungan flavonoid didalamnya dapat

meredam efek buruk radikal bebas, dengan menghambat peroksida lipid

melalui aktivasi peroksidase terhadap hemoglobin, yang merupakan

antioksidan endogen (Mot, et al., 2009).

Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa kandungan Caffeic acid yang

ada didalam propolis mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi, yang dapat

meningkatkan ekspresi glucose-6-phospate dehydrogenase (G6PD) yang

didapat dari ekspresi gen antioksidan, lebih kuat dibandingkan vitamin E.

(38)

oksidan dan H2O2 dan radikal bebas O2- dibandingkan vitamin C dan

N-acetyl-cystein (NAC) (Nakajima, et al., 2009).

2.5 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya

dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewas sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital

serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks,

elastis, dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan

lokasi tubuh (Wasitaatmaja, 1997). Sebagai bagian tubuh paling luar, kulit

menjalankan fungsi perlindungan, yaitu melindungi tubuh dari berbagai

pengaruh buruk yang datang dari luar (Achroni, 2012).

Dengan peran yang begitu penting, sudah selayaknya kulit senantiasa

dijaga dan dipelihara kesehatannya. Bukan hanya kulit wajah atau bagian yang

terbuka, melainkan kulit diseluruh tubuh harus mendapatkan perhatian dan

perawatan yang optimal agar selalu sehat dan tampil indah. Memahami struktur

dan fungsi kulit dapat menjadi langkah awal dalam keseluruhan rangkaian

upaya untuk merawat dan menjaga kesehatan kulit (Achroni, 2012).

2.5.1 Struktur kulit

Menurut Achroni (2012), kulit terdiri atas dua lapisan yaitu epidermis

dan dermis.

1. Lapisan Epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan

epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu stratum corneum, stratum

(39)

a. Stratum korneum

Stratum korneum merupakan lapisan paling luar dipermukaan kulit

yang sel-selnya sudah mati (tidak memiliki pembuluh darah dan saraf).

Lapisan tanduk ini mudah terkelupas dan digantikan oleh sel-sel baru.

b. Stratum lucidum (lapisan jernih)

Berada tepat dibawah stratum corneum. Merupakan lapisan yang tipis,

jernih. Lapisan ini tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.

c. Stratum granulosum (lapisan berbutir-butir)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir

kasar, berinti mengkerut.

d. Stratum spinosum (lapisan malphigi)

Sel berbentuk kubus dan seperti berduri, intinya besar dan oval. Setiap

sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

e. Stratum germinativum (lapisan basal)

Adalah lapisan terbawah epidermis. Dilapisan ini juga terdapat sel-sel

melanosit yaitu sel yang membentuk pigmen melanin.

2. Lapisan Dermis merupakan lapisan kulit yang terletak dibawah lapisan

epidermis. Didalam lapisan dermis, terdapat pembuluh darah, jaringan

otot, kelenjar keringat, rambut, folikel rambut, kelenjar minyak, dan

serabut saraf. Dibawah lapisan dermis terdapat lapisan hipodermis atau

jaringan subkutis. Lapisan hipodermis terutama mengandung jaringan

(40)

adalah untuk penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat

penumpukan energi.

2.5.2 Jenis kulit

Menurut Wasitaatmaja (1997), ditinjau dari sudut pandang perawatan

kulit terbagi atas tiga bagian:

1. Kulit normal

Merupakan kulit ideal yang sehat, tidak kusam dan mengkilat, segar

dan elastis dengan minyak dan kelembaban yang cukup.

2. Kulit berminyak

Adalah kulit yang mempunyai kadar minyak dipermukaan kulit yang

berlebihan sehingga tampak mengkilap, kotor, kusam, biasanya

pori-pori kulit lebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

3. Kulit kering

Adalah kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang

ataupun sedikit lepas dan retak, kaku, tidak elastis dan terlihat kerutan.

2.5.3 Fungsi kulit

Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh. Berikut

ini adalah fungsi-fungsi dari kulit.

1. Fungsi perlindungan atau proteksi, yaitu kulit berfungsi melindungi

bagian dalam tubuh dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya

paparan bahan-bahan kimia, paparan sinar matahari, polusi, bakteri dan

jamur yang dapat menyebabkan infeksi, serta kerusakan akibat gesekan,

(41)

2. Mengeluarkan zat-zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh.

3. Mengatur suhu tubuh.

4. Menyimpan kelebihan lemak.

5. Sebagai indra peraba yang memungkinkan otak merasakan sejumlah

rasa, seperti panas, dingin, sakit dan beragam tekstur.

6. Tempat pembuatan vitamin D dengan bantuan sinar matahari.

7. Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial (Achroni,

2012).

2.6 Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar tidak tampak yang merupakan

bagian energi yang berasal dari matahari. Ultraviolet merupakan salah satu

jenis radiasi sinar matahari. Sedangkan jenis radiasi lainnya adalah inframerah

(yang memberikan panas) dan cahaya yang terlihat. Panjang gelombang yang

dimiliki sinar ultraviolet akan mempengaruhi terhadap kerusakan kulit.

Semakin panjang gelombang sinar UV, semakin besar dampak kerusakan yang

ditimbulkannya pada kulit. Berdasarkan panjang gelombang, ada tiga jenis

radiasi ultraviolet, yaitu:

1. Sinar UV-A

Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320 - 400 nm, adalah sinar

yang paling banyak mencapai bumi dengan perbandingan 100 kali

UV-B. segmen sinar ini akan masuk kedalam dermis sehingga

menyebabkan kerusakan jaringan dermis dan terjadinya reaksi

(42)

bumi. UV-A merupakan penyumbang utama kerusakan kulit dan

kerutan. UV-A menembus kulit lebih dalam dari UV-B dan bekerja

lebih efisien. Radiasi UV-A menembus sampai dermis dan merusak

serat-serat yang berada didalamnya. Kulit menjadi kehilangan

elastisitas dan berkerut. Sinar ini juga dapat menembus kaca

(Darmawan, 2013).

2. Sinar UV-B

Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290 - 320 nm, merupakan sinar

matahari yang terkuat mencapai bumi. Kerusakan kulit yang

ditimbulkan berada dibawah epidermis berupa luka bakar, kelainan

prakanker dan keganasan lainnya. Jadi baik sinar UV-A maupun UV-B

sama-sama memiliki dampak negatif bagi kulit manusia jika terpapar

dalam waktu relatif lama (Bogadenta, 2012). Sinar UV-B tidak dapat

menembus kaca (Darmawan, 2013).

3. Sinar UV-C

Memiliki panjang gelombang paling panjang, yaitu sekitar 200 - 290

nm. Menurut Darmawan (2013), radiasi sinar ini menimbulkan bahaya

terbesar dan menyebabkan kerusakan terbanyak. Namun, mayoritas

sinar ini diserap dilapisan ozon diatmosfer.

2.7 Skin Analyzer

Pada analisis konvensional, diagnosis dilakukan dengan mengandalkan

kemampuan pengamatan semata. Hal ini dapat dijadikan diagnosis yang

(43)

seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara klinis-instrumental

dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah dipahami pasien

(Aramo, 2012).

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai system

terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi

lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam

dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada

Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.7.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan

denangan menggunakan Skin analyzer, yaitu:

1. Moisture (Kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture

checker yang terdapat dalam Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan

tombol power dan diletakkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan

pada alat merupakan persentase kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Sebum (Kadar minyak)

Pengukuran kadar minyak dilakukan dengan menggunakan alat oil

checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan

menempelkan bagian sensor yang telah terpasang spons pada permukaan kulit.

Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentase kadar minyak dalam

(44)

3. Evenness (Kehalusan)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer

pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal).

Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan

tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan

kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

4. Pore (Pori)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar pada

saat melakukan pengukuran pada kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto

pada pengukuran kehalusan kulit juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori

kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan

keluar pada layar komputer.

5. Spot (Noda)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin

analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga

(Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur

kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil

berupa angka dan penentu banyaknya noda yang didapatkan akan tampil pada

layar komputer.

6. Wrinkle (Keriput)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada

lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (Normal). Kamera

(45)

capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi

kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini,

tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput

juga dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.

2.7.2 Parameter pengukuran

Hasil pengukuran kulit dengan menggunakan skin analyzer dapat

dilihat kriterianya pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter

Moisture (Kelembaban) Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 % 30-45 % 46-100 %

Evenness (Kehalusan) Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (Pori) Kecil Sedang Besar

0-19 20-29 40-100

Spot (Noda) Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (Keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

0-19 20-52 53-100

Wrinkle’s depth (Kedalaman keriput)

Garis halus Kerutan

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental.

Penelitian meliputi penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan,

pemeriksaan mutu fisik sediaan, penyiapan hewan uji, dan uji efek anti-aging

pada kulit punggung marmut yang telah diberi pajanan sinar UV.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kosmetologi, Laboratorium

Farmasi Fisik dan Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, neraca kasar, lemari

es, alat maserasi, kertas saring, rotary evaporator, freezedryer, pH meter,

viscometer, lumpang, stamfer, spatula, pot plastik dan peralatan gelas di

laboratorium, kandang pemasung marmut, gunting dan alat cukur bulu marmut,

lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm dan seperangkat alat Skin

Analyzer (Aramo SG).

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah propolis mentah Trigona sp.,

Aquapec HV-505, triethanolamin, metil paraben, propil paraben, aquadestilata,

Natrium metabisulfit, vitamin C, larutan dapar pH asam (4,01), larutan pH

(47)

3.3 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 15 ekor marmut

betina dengan berat badan 350-500 gram.

3.3.1 Penyiapan hewan uji

Sebanyak 15 ekor marmut dicukur bulu punggungnya seluas 2,5 x 2,5

cm, 1 hari sebelum dilakukan penyinaran. Kemudian marmut dibagi menjadi 5

kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : Tiga (3) ekor marmut untuk gel blanko (tanpa zat aktif)

b. Kelompok II : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak

propolis 1%

c. Kelompok III : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak

propolis 1,5%

d. Kelompok IV : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel ekstrak

propolis 2%

e. Kelompok V : Tiga (3) ekor marmut untuk kelompok gel vitamin C

2%

Semua kelompok hewan uji diukur kondisi kulit awalnya yang

meliputi: moisture (kelembaban), evenness (kehalusan), pore (pori), spot

(noda), wrinkle (kerutan) dan wrinkle’s depth (kedalaman kerutan) dengan

(48)

3.4 Pengambilan dan Pengolahan Sampel 3.4.1 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah propolis

mentah yang dibeli dari peternak lebah Trigona sp. di Sumberlawang, Sragen,

Jawa Tengah.

3.4.2 Pengolahan sampel

Sampel dipotong kecil – kecil atau ditumbuk sampai berbentuk bubuk

halus (sebelumnya disimpan dalam lemari es atau freezer beberapa jam), atau

dipotong tipis atau strip untuk meningkatkan permukaan kontak antara propolis

dengan alkohol dalam maserasi, lalu ditimbang sebanyak 500 gram.

3.4.3 Pembuatan ekstrak

Pembuatan ekstrak propolis dilakukan dengan cara maserasi. Prosedur

pembuatan ekstrak: sebanyak 500 gram propolis dimasukkan dalam bejana lalu

direndam dengan penyari etanol 70% sebanyak 3,75 liter. Biarkan selama 5

hari, terlindung dari cahaya matahari, diaduk sehari sekali. Kemudian di serkai,

diperas, lalu ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya sehingga diperoleh

seluruh maserat sebanyak 5 liter, kemudian didiamkan selama 2 hari dan

dienap tuangkan (Ditjen POM, 1979). Maserat diuapkan dengan bantuan rotary

evaporator pada suhu tidak lebih dari 40oC dan dikeringkan dengan freezedryer selama 24 jam dengan tekanan 2 atm, hingga diperoleh ekstrak

(49)

3.5 Formula Sediaan Gel

3.5.1 Formula dasar gel (Abdassah, 2009)

R/ Aquapec HV-505 1,5 %

Triethanolamin 4,0%

Gliserin 10%

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,05%

Etanol 70% 25%

Aquadest ad 100 ml

3.5.2 Formula modifikasi

R/ Aquapec HV-505 1,5 %

Triethanolamin 4,0%

Ekstrak propolis x %

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,05%

Natrium metabisulfit 0,1%

Etanol 70% 25%

Aquadest ad 100 ml

Pada formula yang dimodifikasi ini, gliserin tidak digunakan sebagai

zat yang memiliki khasiat sebagai pelembab di mana zat ini dapat menghambat

terjadinya penuaan dini, diganti dengan ekstrak propolis yang bertujuan untuk

(50)

atau tidak. Formula sediaan gel anti-aging dengan variasi konsentrasi ekstrak

propolis dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.1 Formula sediaan gel anti-aging dengan variasi konsentrasi ekstrak propolis Trigonasp.

Bahan Formula

A B C D E

Formula A : Blanko (dasar gel tanpa sampel) Formula B : Konsentrasi ekstrak popolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2%

Formula E : Konsentrasi vitamin C 2% (sebagai pembanding)

3.6 Cara Pembuatan

Aquapec dikembangkan dalam aquadest sampai mengembang,

kemudian digerus sambil ditambahkan triethanolamin sedikit demi sedikit dan

natrium metabisulfit yang telah dilarutkan dalam air. Selanjutnya ditambahkan

metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dengan sebagian etanol

sedikit demi sedikit hingga tercampur dan diperoleh basis gel. Kemudian

sedikit demi sedikit ekstrak propolis yang telah dilarutkan dalam etanol

(51)

3.7 Penetuan Mutu Fisik Sediaan 3.7.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan

Masing-masing formula sediaan dimasukkan kedalam pot plastik,

ditutup bagian atasnya dengan tutup aluminium foil. Selanjutnya pengamatan

yang dilakukan pada saat sediaan telah selesai dibuat meliputi adanya

perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan. Waktu penyimpanan umumnya

90 hari (12 minggu) dilakukan pada temperatur kamar (National Health

Surveillance Agency, 2005).

3.7.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada dua keping kaca atau

bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang

homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.7.3 Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat

terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral

(pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga

pH tersebut. Kemudan elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan

dengan kertas tissue. Sampel dibuat dengan konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1

gram sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda

dicelupkan dalam larutan tersebut, sampai alat menunjukkan harga pH yang

konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan harga pH sediaan

(52)

3.7.4 Penentuan viskositas sediaan

Sediaan gel diukur viskositasnya dengan Viscometer Brookfield dengan

spindle yang cocok. Pengukuran dilakukan 3 kali untuk masing-masing gel

(Rawlins, 2003).

3.8 Uji Efek Anti-aging

15 ekor marmut terlebih dahulu di cukur bulu bagian punggungnya

ukuran 2,5 cm x 2,5 cm. Disiapkan kandang pemasung dan diukur kondisi

kulitnya pada keadaan normal. Lalu diberi pajanan sinar UV dengan panjang

gelombang 366 nm selama ± 5 jam sampai terbentuk kerutan. Selanjutnya

diukur kondisi kulit setelah penyinaran. Setelah didapat kulit yang kerut

selanjutnya dilakukan pemulihan dengan pengolesan gel. Pengolesan gel sesuai

dengan pembagian kelompok masing masing pada kulit marmut sebanyak 2

kali sehari secara merata pada area yang dicukur. Kemudian dilakukan

pengukuran kondisi kulit setiap minggunya selama 4 minggu dengan

menggunakan skin analyzer. Amati kondisi kulit marmut masing-masing

kelompok sebelum dan sesudah pemberian gel. Parameter yang diamati

meliputi moisture (kelembaban), evenness (kehalusan), pore (pori), spot

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Ekstrak Propolis

Rendemen ekstrak propolis yang diperoleh adalah 11,23% dengan pH

4,27. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol 70%. Ekstrak

propolis yang diperoleh berwarna coklat kehitaman.

Alkohol 70% merupakan pelarut yang memiliki sifat semipolar

sehingga komponen aktif dengan kepolaran yang beragam dapat terekstraksi

lebih sempurna. Keuntungan etanol sebagai pelarut adalah memiliki titik didih

yang rendah, sehingga memudahkan pemisahannya dengan komponen aktif

dalam propolis, serta mengurangi jumlahnya dalam ekstrak.

Menurut Harborne (1987), golongan senyawa flavonoid dapat

diekstraksi dengan baik menggunakan etanol 70%. Flavonoid merupakan

senyawa aktif dan terpenting dalam ekstrak propolis (Chintapally, 2003).

Warna propolis tergantung dari komposisi senyawa fenol yang terdapat

dalam ekstrak, yaitu senyawa flavonoid. Propolis yang berwarna lebih gelap

dalam pelarut etanol, mengandung flavonoid lebih banyak, sehingga hasil

rendemennya juga lebih tinggi dibandingkan dengan propolis berwarna lebih

muda (Salomao, 2004).

4.2 Hasil Formulasi Sediaan

Sediaan gel yang diperoleh berwarna coklat hingga coklat kehitaman

ketika selesai dibuat, dengan penambahan ekstrak propolis masing – masing

(54)

2%) berwarna bening dan masing – masing sediaan memiliki konsistensi yang

kental. Kemudian setelah dilakukan pengujian selama 12 minggu tidak terjadi

perubahan warna pada gel dengan penambahan ekstrak propolis dan gel

blanko, namun gel dengan penambahan vitamin C 2% mengalami perubahan

warna menjadi berwarna kuning.

4.3 Penentuan Mutu Fisik Sediaan 4.3.1 Stabilitas sediaan

Hasil pengamatan stabilitas terhadap sediaan dilakukan dengan melihat

perubahan bentuk, warna dan bau secara visual pada suhu kamar selama 12

minggu. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Berdasarkan data pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sediaan gel

blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5% dan 2% stabil selama penyimpanan 12

minggu, sedangkan pada gel vitamin C 2% terjadi perubahan warna dan bau

sejak minggu ke-9.

Asam askorbat stabil dalam keadaan kering, tetapi mudah teroksidasi

dalam larutan, yaitu asam askorbat teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat

(Kusharto dan Suhardjo, 1992).

Menurut Ansel (1989), rusak atau tidaknya suatu sediaan yang

mengandung bahan mudah teroksidasi dapat diamati dengan adanya perubahan

warna dan bau. Untuk mengatasinya maka ditambahkan suatu antioksidan.

Antioksidan yang digunakan dalam penelitian ini adalah natrium metabisulfit.

(55)

mengatasi hal tersebut dapat ditambahkan pengawet. Pengawet yang digunakan

dalam penelitian ini adalah nipagin dan nipasol.

Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vitamin C 2% pada saat sediaan selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu.

No Formula

Lama pengamatan (minggu)

0 3 6 9 12

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsetrasi ekstrak propolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2% Formula E : Konsentrasi vitamin C 2%

X : Perubahan warna Y : Perubahan bau

- : Tidak terjadi perubahan + : Terjadi perubahan

4.3.2 Homogenitas sediaan

Pengamatan homogenitas sediaan dilakukan dengan cara mengoleskan

sejumlah tertentu sediaan pada dua keping kaca transparan, lalu diratakan, jika

tidak ada butiran-butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen. Hasil dapat

(56)

Tabel 4.2 Data pengamatan homogenitas gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vit C 2% selesai dibuat dan penyimpanan selama 12 minggu.

No Formula

Lama pengamatan (minggu)

0 3 6 9 12

Keterangan : Formula A : Blanko

Formula B : Konsetrasi ekstrak propolis 1% Formula C : Konsentrasi ekstrak propolis 1,5% Formula D : Konsentrasi ekstrak propolis 2% Formula E : Konsentrasi vitamin C 2% h : Homogen

Dari hasil pengamatan homogenitas yang dilakukan selama

penyimpanan pada gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan vitamin

C 2% menunjukkan tidak adanya butiran-butiran pada keping kaca. Hal ini

menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat mempunyai susunan yang homogen.

4.3.3 pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter

(Hanna instruments). Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.3 Data pengukuran pH gel blanko, gel ekstrak propolis 1%, 1,5%, 2% dan gel vitamin C 2% pada saat selesai dibuat.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi kimia propolis (Krell, 1996)
Tabel 2.3.
Tabel 2.4 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer
Tabel 4.1 Data pengamatan terhadap kestabilan gel blanko, gel ekstrak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 14 tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan dan pengelolaan Perparkiran ( Lembaran Daerah Nomor 29 Tahun 2001

ELF combines national reference geo-information through the cloud based ELF infrastructure and by combination of national download and view services it will provide a

Objek Retribusi adalah pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum yang dapat

Pada suatu jaringan yang dibangun dengan protokol TCP/IP (misal : Internet), untuk setiap station dialokasikan suatu pengenal unik berupa alamat sebesar 4 byte, yang disebut sebagai

bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat 2 huruf d, dan pasal 7 Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua pada

Hasil penelitian pada table 4 menunjukkan bahwa dividend yield berpengaruh terhadap penilaian saham dengan pendekatan price earnings ratio terlihat dari nilai p

menyelesaikan tugas akhir ini yang dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama..

G 3HQHUELW )DNXOWDV7HNQLN8QLYHUVLWDV0XULD.XGXV H '2,DUWLNHO2LNDDGD KWWSVGRLRUJVLPHWYLO I $ODPDWZHE-XUQDO KWWSVMXUQDOXPNDFLGLQGH[SKSVLPHW J 7HULQGHNVGL