• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Perbandingan Prefiks Bahasa Indonesia Dengan Prefiks Bahasa Batak Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Deskripsi Perbandingan Prefiks Bahasa Indonesia Dengan Prefiks Bahasa Batak Toba"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI PERBANDINGAN PREFIKS

BAHASA INDONESIA DENGAN PREFIKS

BAHASA BATAK TOBA

SKRIPSI

OLEH

MELFA ROSALINA SIAGIAN

NIM 040701006

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Deskripsi Perbandingan Prefiks

Bahasa Indonesia dengan Prefiks

Bahasa Batak Toba

Oleh

Melfa Rosalina Siagian

NIM 040701006

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana dan

telah disetujui oleh

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Ida Basaria, M.Hum. Drs. Pribadi Bangun

NIP. 131659303 NIP. 131571777

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar keserjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juni 2009

(4)

DESKRIPSI PERBANDINGAN PREFIKS BAHASA

INDONESIA DENGAN PREFIKS BAHASA BATAK TOBA

Oleh

Melfa Rosalina Siagian

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan persamaan dan perbedaan prefiks bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa Batak Toba yang bertujuan meneliti bagaimana perbedaan perilaku prefiks antara bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa Batak Toba.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode cakap dan metode simak, yaitu menyimak percakapan pengguna bahasa. Untuk mengembangkan metode cakap digunakan teknik dasarnya teknik pancing, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik cakap semuka. Analisis data Selain itu, menggunakan metode simak dengan menggunakan teknik catat untuk mencatat data yang diperoleh dari teknik-teknik sebelumnya. Pengambilan data menggunakan kuesioner.

Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode padan dan metode agih. Adapun teori yang digunakan adalah teori struktural dengan buku acuan Morfologi suatu Tinjauan Deskriptif (Ramlan) dan Pengajaran Morfologi (Tarigan).

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

hikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa bantuan materil seperti doa, dukungan, nasihat, dan

petunjuk praktis, maupun bantuan materil. Untuk itu, penulis mengucapkan terima

kasih dengan setulus hati kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Sastra Univeritas

Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum. sebagai Sekretaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Ida Basaria, M.Hum. sebagai pembimbing I, yang telah memberikan

dorongan, perhatian, dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Drs. Pribadi Bangun sebagai pembimbing II, yang telah memberikan

dorongan, perhatian, dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan

skripsi ini.

6. Bapak Parlaungan Ritonga, M.Hum sebagai dosen wali yang senantiasa

memberikan dorongan dan perhatiannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Sastra Universitas Sumatera

(6)

memberikan berbagai materi perkuliahan selama penulis mengikuti

perkuliahan.

8. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Juni Siagian dan Reni Pangaribuan dan

adinda Yanti, Jisman, dan Fredy yang telah memberikan dorongan doa,

materi, dan tenaga selama masa perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis persembahkan skripsi ini untuk kedua orang tua tercinta.

9. Seorang teman yang spesial yaitu Bang Karolus Ginting yang telah

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman stambuk ‘04 Friska, Rini, Retta, Cristin, Ratu, Ori, Julia,

Hisyam, Ricky, Rama, Erny, Inre, Retna, Cory, Herwanto, terima kasih atas

doa, dukungan, dan dorongannya.

11. Kakak-kakak stambuk ’02-‘03 dan adinda-adinda stambuk ‘05-’09 di

Departemen Sastra Indonesia yang tidak disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan pembaca mengenai prefiks bahasa Indonesia dan prefiks bahasa

Batak Toba.

Medan, Juni 2009

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PERNYATAAN

ABSTRAK

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Batasan Masalah ... 8

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1.Konsep dan Landasan Teori ... 10

2.1.1 Konsep ... 10

2.1.2 Landasan Teori ... 13

2.2 Tinjauan Pustaka ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Populasi dan Sampel ... 21

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 26

4.1 Prefiks dalam Bahasa Indonesia ... 26

4.1.1 Prefiks /meN-/ ... 26

4.1.2 Prefiks /ber-/ ... 29

4.1.3 Prefiks /di-/ ... 32

4.1.4 Prefiks /ter-/ ... 34

4.1.5 Prefiks /peN-/ ... 36

4.1.6 Prefiks /pe-/ ... 40

4.1.7 Prefiks /per-/ ... 42

4.1.8 Prefiks /se-/ ... 44

4.1.9 Prefiks /ke-/ ... 46

4.1.10 Prefiks /maha-/ ... 47

4.1.11 Prefiks /para-/ ... 49

4.2 Prefiks dalam Bahasa Batak Toba ... 52

4.2.1 Prefiks /maN-/ ... 52

4.2.2 Prefiks /mar-/ ... 54

4.2.3 Prefiks /di-/ ... 58

4.2.4 Prefiks /tar-/ ... 59

4.2.5 Prefiks /paN-/ ... 61

4.2.6 Prefiks /pa-/ ... 64

4.2.7 Prefiks /par-/ ... 66

4.2.8 Prefiks /sa-/ ... 69

4.2.9 Prefiks /um-/ ... 71

(9)

4.3 Perbandingan Prefiks Bahasa Indonesia dengan Bahasa Batak Toba 75

4.3.1 Dari Segi Bentuk ... 75

4.3.2 Dari Segi Distribusi ... 85

4.3.3 Dari Segi Fungsi ... 91

4.3.4 Dari Segi Nosi ... 93

4.4 Persamaan Prefiks Bahasa Indonesia dengan Prefiks Bahasa Batak Toba Secara Umum ... 94

4.5 Perbedaan Prefiks Bahasa Indonesia dengan Prefiks Bahasa Batak Toba Secara Umum ... 95

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 101

5.1 Simpulan ... 101

5.2 Saran ... 103

(10)

DESKRIPSI PERBANDINGAN PREFIKS BAHASA

INDONESIA DENGAN PREFIKS BAHASA BATAK TOBA

Oleh

Melfa Rosalina Siagian

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan persamaan dan perbedaan prefiks bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa Batak Toba yang bertujuan meneliti bagaimana perbedaan perilaku prefiks antara bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa Batak Toba.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode cakap dan metode simak, yaitu menyimak percakapan pengguna bahasa. Untuk mengembangkan metode cakap digunakan teknik dasarnya teknik pancing, sedangkan teknik lanjutannya menggunakan teknik cakap semuka. Analisis data Selain itu, menggunakan metode simak dengan menggunakan teknik catat untuk mencatat data yang diperoleh dari teknik-teknik sebelumnya. Pengambilan data menggunakan kuesioner.

Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode padan dan metode agih. Adapun teori yang digunakan adalah teori struktural dengan buku acuan Morfologi suatu Tinjauan Deskriptif (Ramlan) dan Pengajaran Morfologi (Tarigan).

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak tahun 1970-an, politik bahasa nasional telah menetapkan suatu

kebijakan tentang perlunya mengatur dan membina tiga bahasa yang hidup dan

berkembang di Indonesia, yaitu (1) bahasa Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3)

bahasa asing. Bahasa Indonesia merupakan bahasa negara dan bahasa nasional

yang harus digunakan dalam berbagai situasi resmi kenegaraan. Bahasa ini juga

merupakan alat komunikasi antarsuku bangsa yang ada di Indonesia. Bahasa

daerah digunakan dalam situasi-situasi tidak resmi atau upacara-upacara khusus

yang terbatas untuk lingkungan penuturnya. Bahasa asing digunakan dalam

rangka hubungan internasional dengan bangsa-bangsa lain, baik untuk tujuan

diplomatik maupun untuk pengembangan ilmu, teknologi, dan kebudayaan.

Dengan demikian, ketiga bahasa tersebut telah memiliki situasi batas dan aturan

main masing-masing.

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa sikap bahasa masyarakat

cenderung tidak mengindahkan politik bahasa nasional yang berlaku. Mereka

dengan sesuka hati menggunakan bahasa-bahasa tersebut secara serampangan

tanpa memperhatikan situasi batas atau aturan main yang ada. Hal inilah yang

kemudian memunculkan adanya bentuk-bentuk interferensi, integrasi, dan campur

kode dalam berbahasa Indonesia. Munculnya gejala sosiolinguistik pemakaian

(12)

penuturnya, yaitu masyarakat pengguna bahasa Indonesia (Jamaluddin, 2003 :

54).

Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa lambang

bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang terdiri dari bunyi dan

arti. Bunyi merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran kita, sedangkan

arti atau makna adalah isi yang terkandung dalam arus bunyi yang menyebabkan

adanya reaksi terhadap hal yang kita dengar (Ritonga, 2005 : 1). Kalau seseorang

menggunakan bahasa tidak jelas, atau kaku, maka akan terjadilah kesalahpahaman

sehingga tidak terjadi komunikasi yang baik. Sebagai alat untuk berkomunikasi,

bahasa harus mampu menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu

menimbulkan adanya saling mengerti antara penutur dengan pendengar atau

antara penulis dengan pembacanya.

Bahasa merupakan serangkaian bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia

secara sadar, sedangkan bunyi-bunyi yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia

tidak dapat disebut bahasa walaupun dapat dipakai untuk berkomunikasi. Semua

bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia tersebut dalam penampilannya

sebagai bahasa diatur oleh suatu sistem tertentu yang berbeda satu bahasa dengan

bahasa yang lain. Misalnya, sistem bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.

Disamping perbedaan tentu terdapat juga persamaan antara sistem bahasa yang

satu dengan bahasa yang lain.

Di Indonesia terdapat berbagai bahasa daerah yang masing-masing

dituturkan sebagai alat komunikasi antarwarga masyarakat bahasa itu. Bahasa

daerah yang mereka pergunakan merupakan salah satu unsur kebudayaan nasional

(13)

Bab XV. Bahasa daerah merupakan lambang identitas daerah, lambang

kebanggaan daerah, dan menjadi pembinaan serta pengembangan kebudayaan

daerah. Salah satunya adalah bahasa Batak Toba.

Bahasa Batak Toba adalah bahasa ibu yang digunakan oleh penutur

aslinya di daerah Tapanuli Utara. Bahasa Batak Toba berfungsi sebagai alat

komunikasi antarkeluarga, adat-istiadat, bahasa budaya, dan sebagai bahasa

pengantar di sekolah dasar (disamping bahasa Indonesia). Mengingat pentingnya

fungsi bahasa daerah ini, maka bahasa Batak Toba perlu dibina dan

dikembangkan.

Bahasa Indonesia dan bahasa daerah hidup berdampingan. Oleh karena itu,

kemungkinan terjadinya kontak bahasa itu sangat besar, baik antara bahasa daerah

dengan bahasa Indonesia. Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah

yang ada di Indonesia yang termasuk rumpun bahasa Melayu dari cabang

Protomalaya (Melayu kuno) yang secara gramatikal adalah khas, yaitu

mempunyai sistem tata bahasa sendiri dan arti kata sendiri.

Bahasa Batak Toba adalah species dari bahasa Protomalaya, maka dalam

mempelajari bahasa Batak Toba, orang dapat tertolong dengan membuat bahasa

Indonesia menjadi term of reference. Misalnya, awalan /maN-/ dalam bahasa

Batak Toba dapat dianggap sebagai padanan awalan /meN-/ dalam bahasa

Indonesia.

Bahasa Batak Toba mempunyai fonetiknya sendiri. Cara melafalkannya

berbeda dengan menuliskannya. Misalnya, Adong hirang huboan [adok kirak

(14)

sederhana dan tegas (keras) sehingga tidak harus memakai bermacam huruf fonem

(Anicetus, 2002 : vii).

Suku Batak terdiri atas lima subsuku yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak

Simalungun, Batak Pakpak-Dairi, dan Batak Angkola-Mandailing. Secara

administratif, tiap-tiap subsuku itu berada pada satu kabupaten. Subsuku Batak

Toba berada di Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara (Sibarani, 1997 : 1).

Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara secara geografis berada di bagian

tengah wilayah provinsi Sumatera, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak

1020’ – 204’ LU dan 98010’ – 90035’ BT (Sibarani, 1997 : 3).

Setiap bahasa akan mengalami perubahan selama bahasa itu masih

dipakai. Perubahan ini sering tidak kita sadari. Salah satu perubahan bahasa

adalah karena pengaruh bahasa lain, misalnya pengaruh dari bahasa daerah yang

kita temukan dalam bahasa Indonesia.

Kita sering mendengar seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia

terpengaruh bahasa daerahnya, misalnya, bahasa daerah Batak Toba. Pengaruh ini

ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif. Pengaruh positif

maksudnya adalah pengaruh dari bahasa pertama seseorang ke dalam bahasa asing

atau bahasa kedua yang sedang dipelajarinya, yang dapat membantu dan memberi

kemudahan baginya dalam mempelajari bahasa keduanya. Sebaliknya, pengaruh

negatif merupakan pengaruh yang menyebabkan penyimpangan/kesalahan bagi

seseorang dalam menggunakan bahasa kedua yang sedang dipelajarinya.

Penyimpangan itu disebut juga dengan istilah interferensi.

Menurut Chaer dan Agustina (1995), istilah “interferensi” pertama kali

(15)

bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan

unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual. Penutur bilingual

(dwibahasawan) adalah mereka yang memiliki kemampuan yang relatif seimbang

dalam menggunakan dua bahasa secara alih-alih atau bergantian. Adapun

interferensi (pengacauan) itu bisa berwujud interferensi reseptif maupun

interferensi produktif. Interferensi reseptif terjadi apabila bahasa kedua yang

digunakan oleh seorang bilingualis telah dimasuki unsur-unsur bahasa pertama

dalam proses interpretasi. Sebaliknya, interferensi produktif terjadi jika seorang

bilingualis menggunakan bahasa pertama, tetapi dengan unsur dan struktur bahasa

kedua dalam proses representasi.

Dalam situasi masyarakat Indonesia yang bilingual atau bahkan

multilingual, disatu pihak pembelajaran bahasa Indonesia sering kali mengalami

benturan sehubungan dengan kuatnya gejala interferensi (transfer negatif) dari

unsur-unsur bahasa daerah. Dipihak lain, semakin derasnya arus informasi dan

kian menguatnya proses globalisasi menyebabkan unsur-unsur bahasa asing ikut

mempengaruhi pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pengaruh bahasa

Inggris. Interferensi bahasa daerah maupun bahasa asing juga bisa terjadi dalam

semua tataran kebahasaan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Pada tataran fonologi, transfer negatif itu tampak dalam cara pelafalan, intonasi

kalimat, dan cara penulisannya; pada tataran morfologi terlihat dalam hal

pembentukan kata dan peristilahan; pada tataran sintaksis menyangkut masalah

kesalahan struktur kalimat; sedangkan pada tataran semantik bisa terjadi

(16)

dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia, tetapi dengan konsep dan pengertian

yang berbeda (Jamaluddin, 2003 : 52).

Perbandingan prefiks bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa Batak Toba

ini mencari perbedaan dan persamaan pada dua bahasa yang serumpun,

dinamakan linguistik komparatif. Objek penelitiannya adalah prefiks dalam

bahasa Indonesia dan prefiks bahasa Batak Toba. Setelah mengetahui prefiks dari

kedua bahasa tersebut barulah dilakukan perbandingan dari segi bentuk, distribusi,

fungsi, dan nosinya.

Ada beberapa hal yang menarik minat untuk diteliti oleh penulis, yaitu :

a. Prefiks /meN-/ dalam bahasa Indonesia dengan /maN-/ dalam bahasa

Batak Toba. Dalam bahasa Indonesia bentuk prefiks /meN-/ berubah

menjadi ø (zero) atau hilang, sedangkan dalam bahasa Batak Toba prefiks

/maN-/ berubah bentuknya menjadi /manga-/ apabila bertemu dengan

kata-kata yang fonem awalnya /l, dan r/.

Contoh bahasa Indonesia :

/meN-/ + lihat → melihat

Contoh bahasa Batak Toba :

/maN-/ + loppa ‘masak’ → mangaloppa ‘memasak’

Perbedaan lain dapat dilihat pada contoh berikut :

/maN-/ + siram → maniram ‘menyiram’

Dalam bahasa Batak Toba bentuk /many-/ tidak ditemukan sehingga

kata-kata yang dimulai huruf /s/ menjadi luluh.

b. Prefiks /ber-/ dalam bahasa Indonesia dengan prefiks /mar-/ dalam bahasa

(17)

/bel-/, dan /ber-/. Apabila bertemu dengan kata yang suku pertamanya

berakhiran /ər/ berubah menjadi /be-/. Apabila bertemu dengan kata ajar

berubah menjadi /bel-/. Apabila bertemu dengan fonem awal /r/, tidak

berakhir dengan fonem /ər/, dan bukan kata dasar ajar tetap menjadi /ber-/.

Sedangkan prefiks /mar-/ dalam bahasa Batak Toba tidak mengalami

perubahan bentuk.

Contoh bahasa Indonesia :

/ber-/ + rantai → berantai

/ber-/ + ajar → belajar

Contoh bahasa Batak Toba :

/mar-/ + tua ‘bahagia’ → martua ‘berbahagia’

c. Prefiks /peN-/ dalam bahasa Indonesia dengan prefiks /paN-/ dalam bahasa

Batak Toba. Pada dasarnya kedua prefiks ini mengalami perubahan bentuk

yang sama, akan tetapi perlu dipahami bahwa bentuk /paN-/ menjadi

/pany-/ tidak ada dalam bahasa Batak Toba.

Contoh :

/paN-/ + sapu ‘sapu’ → panapu ‘penyapu’

Bentuk /paN-/ di atas seharusnya berubah menjadi /pany-/ apabila bertemu

dengan kata-kata yang dimulai fonem /s/ sebagaimana ketentuan yang

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Hal yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah bentuk, distribusi, fungsi, dan nosi prefiks dalam bahasa

Indonesia dan prefiks dalam bahasa Batak Toba?

2. Apa sajakah persamaan dan perbedaan prefiks dalam bahasa Indonesia dengan

prefiks dalam bahasa Batak Toba?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini membicarakan tentang morfologi yaitu proses afiksasi untuk

mendapatkan gambaran tentang persamaan dan perbedaan antara bahasa

Indonesia dan bahasa Batak Toba. Persamaan dan perbedaan tersebut diperoleh

dengan menggambarkan prefiks kedua bahasa itu.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup yang terbatas, yaitu dibatasi pada

prefiks, kemudian prefiks ini akan diuraikan melalui perbandingan bentuk,

distribusi, fungsi, maupun nosinya.

Prefiks dalam bahasa Indonesia adalah : /meN-/, /ber-/, /di-/, /ter-/, /peN-/,

/pe-/, /se-/, /per-/, /pra-/, /ke-/, /a-/, /maha-/, dan /para-/. Prefiks dalam bahasa

Batak Toba adalah : /maN-/, /mar-/, /di-/, /tar-/, /paN-/, /pa-/, /sa-/, /par-/, /um-/,

dan /ha-/. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan

prefiks tersebut dengan prefiks bahasa Batak Toba, apakah terdapat persamaan

(19)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang dilakukan oleh pribadi dan kelompok pasti

mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tanpa tujuan yang jelas maka suatu

penelitian akan berakhir dengan sia-sia dan tidak berarti.

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menjelaskan bentuk, distribusi, fungsi, dan nosi prefiks dalam bahasa

Indonesia dan prefiks dalam bahasa Batak Toba.

2. Menjelaskan perbandingan prefiks bahasa Indonesia dengan prefiks bahasa

Batak Toba.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

tentang persamaan dan perbedaan prefiks antara bahasa Indonesia dan bahasa

Batak Toba.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan pengetahuan

bahasa, khususnya dalam ilmu linguistik Indonesia serta memberikan

masukan bagi para ahli linguistik bahwasanya prefiks bahasa Indonesia

memiliki persamaan dan perbedaan dengan prefiks bahasa Batak Toba.

3. Secara praktis model penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain untuk

meneliti bahasa daerahnya, terutama untuk membandingkan prefiks antara dua

(20)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta

fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi

semantik (Ramlan, 1987 : 21).

Dalam tuturan seseorang ada satuan yang mengandung arti yang disebut

satuan gramatik yang mungkin berupa morfem, mungkin berupa kata, mungkin

berupa frase, mungkin berupa klausa, dan mungkin berupa kalimat. Satuan-satuan

gramatik tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak, melainkan

selalu terikat pada satuan lain.

Contoh morfem :

- /meN-/

- /ber-/

Contoh kata :

- sepeda

- rumah

Contoh frase :

- akan datang

- ke rumah teman

Contoh klausa :

(21)

- Usaha itu sangat baik.

Contoh kalimat :

- Buku ini baru terbit semalam.

- Ayahku pergi berlibur ke Bengkulu.

Dalam morfologi satuan terkecil namanya morfem sedangkan yang

terbesar adalah kata. Menurut Hockett dalam Ramlan (1987 : 6) morfem adalah

unsur yang terkecil yang secara individual mengandung pengertian dalam ujaran

suatu bahasa. Kata adalah bentuk bebas yang paling kecil.

Pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan

morfem yang lain disebut proses morfologis (Samsuri, 1994 : 190). Dalam bahasa

Indonesia terdapat tiga proses morfologis, yaitu proses pembubuhan afiks, proses

pengulangan, dan proses pemajemukan.

Proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks pada suatu bentuk,

baik bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata baru

(Ramlan, 1987 : 54). Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan

satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya. Kata majemuk adalah

gabungan dua kata yang menimbulkan kata baru.

Afiksasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata Affixation, kata

tersebut adalah turunan dari kata Affix, yang artinya tambahan atau bubuhan.

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik satuan itu berupa

bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Tarigan, 1993 :

105). Satuan yang dilekati afiks atau yang menjadi dasar pembentukan bagi satuan

(22)

Ditinjau dari segi posisisnya maka afiks-afiks bahasa Indonesia dapat

dibagi atas : prefiks, infiks, sufiks, dan simulfiks. Ditinjau dari segi asalnya, maka

afiks-afiks itu dapat dibedakan atas afiks asli dan afiks asing. Dan kalau ditinjau

dari segi keproduktifannya, dapat dibedakan atas afiks produktif dan afiks

improduktif.

Afiks yang produktif ialah afiks yang hidup, yang memiliki kesanggupan

yang besar untuk melekat pada kata-kata atau morfem-morfem, seperti ternyata

dari distribusinya, sedangkan afiks yang improduktif ialah afiks yang sudah

usang, yang distribusinya terbatas pada beberapa kata yang tidak lagi membentuk

kata-kata baru (Ramlan, 1987 : 61).

Prefiks adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar

(Alwi dkk. 1998 : 31). Istilah ini berasal dari bahasa Latin praefixus yang berarti

melekat (fixus, figere) sebelum sesuatu (prae). Infiks adalah morfem yang

disisipkan di tengah kata, sufiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian

belakang kata dasar, dan simulfiks adalah gabungan awalan dan akhiran yang

melekat bertahap. Konfiks adalah gabungan awalan dan akhiran yang membentuk

suatu kesatuan secara serentak (Masnur, 1990 : 12).

Contoh :

/ke-an/ + indah → keindahan

Kata tersebut dibentuk dari kata indah dan konfiks ke-an dan bukan dari *

keindah dan -an atau ke- dan * indahan.

Untuk mendapatkan gambaran mengenai prefiks harus diuraikan terlebih

dahulu mengenai bentuk, distribusi, fungsi, dan nosinya. Bentuk disini adalah

(23)

agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Distribusi adalah kemampuan suatu

morfem melekat pada jenis kata. Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan

sintaksis yang lebih luas. Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu

kalimat.

2.1.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori struktural dengan buku acuan Morfologi

suatu Tinjauan Deskriptif (Ramlan,1985 dan 1987) dan Pengajaran Morfologi

(Tarigan, 1985) yang dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. Sehingga

penjelasan makna suatu prefiks secara eksplisit dapat dilakukan dengan cara

mempertimbangkan arti gramatikal prefiks tersebut.

a. Morfologi

Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang

mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk

kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa

morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan

bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987 :

21).

Satuan yang paling kecil yang diselidiki oleh morfologi ialah morfem,

sedangkan yang paling besar berupa kata. Morfem ialah satuan gramatik yang

paling kecil; satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya.

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan

(24)

morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas merupakan morfem asal, atau

morfem dasar yang dapat digabungkan dengan morfem terikat, sedangkan morfem

terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dasar. Contoh :

/me-/ + baca → membaca, terdiri dari morfem bebas baca dan morfem terikat

/me-/.

b. Morfofonemik

Apabila dua morfem berhubungan atau diucapkan yang satu sesudah yang

lain, ada kalanya terjadi perubahan pada fonem atau fonem-fonem yang

bersinggungan. Studi tentang perubahan-perubahan pada fonem-fonem yang

disebabkan oleh hubungan dua morfem atau lebih itu serta pemberian

tanda-tandanya disebut morfofonemik (Samsuri, 1994 : 201).

Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul

sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987 : 83 - 105).

Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga proses morfofonemik, yaitu :

1. Proses perubahan fonem

2. Proses penambahan fonem

3. Proses hilangnya fonem

Proses perubahan fonem, misalnya terjadi sebagai akibat pertemuan

morfem /meN-/ dan /peN-/ dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua

morfem itu berubah menjadi /mem-/, /men-/, /meny-/, dan /meng-/ dan morfem

/peN-/ berubah menjadi /pem-/, /pen-/, /peny-/, dan /peng-/. Perubahan-perubahan

itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.

(25)

/meN-/ + paksa → memaksa

/meN-/ + dapat → mendapat

/meN-/ + suap → menyuap

/meN-/ + kutip → mengutip

Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan

morfem /meN-/ dengan bentuk dasarnya yang terjadi dari satu suku. Fonem

tambahannya ialah /ə/, sehingga /meN-/ berubah menjadi /menge-/ dan /peN-/

menjadi /penge-/.

Contoh :

/meN-/ + bom → mengebom

/peN-/ + bom → pengebom

Akibat pertemuan morfem /-an/, /ke-an/, /peN-an/ dengan bentuk

dasarnya, terjadi penambahan fonem /?/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan

vokal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /u, o, aw/, dan

terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /i, ay/.

Contoh :

/-an/ + hari → harian /hariyan/

/ke-an/ + pulau → kepulauan /kepulawwan/

/per-an/ + sama → persamaan /persama?an/

Proses hilangnya fonem /N/ pada /meN-/ dan /peN-/ terjadi sebagai akibat

pertemuan morfem /meN-/ dan /peN-/ dengan bentuk dasar yang berawal dengan

fonem /l, r, y, w, dan nasal/.

Contoh :

(26)

/peN-/ + waris → pewaris

Fonem /r/ pada morfem /ber-/, /per-/, dan /ter-/ hilang sebagai akibat

pertemuan morfem-morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem

/r/ dan bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/.

Contoh :

/ber-/ + serta → beserta

/ter-/ + rekam → terekam

Fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem

/meN-/ dan /peN-/ dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem itu.

Contoh :

/meN-/ + sapu → menyapu

/peN-/ + sapu → penyapu

c. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada satuan, baik satuan itu

berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata

(Tarigan, 1993 : 105).

Setiap afiks tentu berupa satuan terikat, artinya dalam tuturan biasa tidak

dapat berdiri sendiri, dan secara gramatik selalu melekat pada satuan lain

(Ramlan, 1987 : 56).

Afiks ada empat macam, yaitu prefiks, infiks, sufiks, dan simulfiks.

Prefiks adalah imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar

atau bentuk dasar, infiks adalah morfem yang disisipkan di tengah kata, sufiks

(27)

adalah gabungan awalan dan akhiran yang melekat bertahap. Yang termasuk

prefiks yaitu /meN-/, /ber-/, /di-/, /ter-/, /peN-/, /pe-/, /se-/, /per-/, /pra-/, /ke-/, /a-/,

/maha-/, dan /para-/ yang termasuk infiks yaitu /-el-/, /-er-/, dan /-em-/. Yang

termasuk sufiks yaitu /-an/, /-kan/, /-i/, /-nya/, /-wan/, /-wati/, /-is/, /-man/, /-da/,

dan /-wi/. Yang termasuk simulfiks yaitu /peN-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/,

/ke-an/, dan /se-nya/. Yang tergolong afiks yang produktif yaitu :

1. Prefiks : /meN-/, /ber-/, /di-/, /ter-/, /peN-/, /pe-/, /se-/, /per-/, /ke-/, /maha-/

dan /para-/.

2. Sufiks : /-kan/, /-an/, /-i/, dan /-wan/.

3. Simulfiks : /ke-an/, /peN-an/, /per-an/, /ber-an/, dan /se-nya/.

Yang tergolong afiks yang improduktif ialah : /pra-/, /a-/, /-el-/, /-er-/,

/-wati/, /-is/, /-man/, /-da/, dan /-wi/ (Ramlan, 1987 : 63).

(1) Prefiks

Prefiks adalah imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata

dasar atau bentuk dasar. Prefiks adalah afiks yang ditempatkan di bagian muka

suatu kata dasar (Alwi dkk. 1998 : 31). Istilah ini berasal dari bahasa Latin

praefixus yang berarti melekat (fixus, figere) sebelum sesuatu (prae).

Prefiks ini merupakan bagian dari proses perubahan fonem misalnya,

terjadi sebagai akibat pertemuan morfem /meN-/ dan /peN-/ dengan bentuk

dasarnya (M. Ramlan, 1985).

Contoh :

/meN-/ + catat → mencatat

(28)

/ber- / + tengger → bertengger

/ke-/ + hendak → kehendak

Selain dari teori struktural penelitian ini menggunakan teori komparatif

untuk melihat persamaan dan perbedaan dari kedua bahasa tersebut. Peneliti ingin

mengetahui persamaan dan perbedaan antara bahasa-bahasa yang dibandingkan

yaitu bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba khususnya bidang prefiks.

(2) Infiks

Infiks adalah morfem yang disisipkan di tengah kata. Infiks dalam bahasa

Indonesia tidak produktif atau improduktif. Infiks yang ada antara lain /-el-/, /-er-/

dan /-em-/.

Contoh :

/-el-/ + getar → gemetar

/-er-/ + suling → seruling

/-em-/ + tali → temali

(3) Sufiks

Sufiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian belakang kata dasar.

Sufiks bahasa Indonesia ada yang asli, seperti /-kan/, /-an/, /-i/, /-wan/, dan /-nya/;

serta ada yang berasal dari bahasa asing, seperti /-wati/, /-is/, /-man/, /-da/, dan

/-wi/. Dari segi keproduktifannya, afiks-afiks ini dapat dibagi atas : (a) yang

produktif dan (b) yang tidak produktif.

Contoh :

(29)

/-an/ + ratus → ratusan

/-i/ + sakit → sakiti

/-wan/ + sukarela → sukarelawan

(4) Simulfiks

Simulfiks adalah afiks terpisah yang sebagiannya terletak di muka bentuk

dasar, dan sebagiannya terletak di belakang bentuk dasar. Simulfiks melekat

bersama-sama atau serentak pada satu bentuk dasar. Simulfiks yang terdapat

dalam bahasa Indonesia adalah /ke-an/, /peN-an/, /per-an/, /ber-an/, dan /se-nya/.

Contoh :

/ke-an/ + hujan → kehujanan

/peN-an/ + asing → pengasingan

/per-an/ + sendi → persendian

/ber-an/ + balas → berbalasan

/se-nya/ + enak → seenaknya

2.2 Tinjauan Pustaka

Penelitian bahasa Batak Toba pernah dilakukan oleh Marlina Sibuea

(1979) Morfologi Bahasa Batak Toba Dialek Uluan. Penelitian ini memberi

gambaran tentang proses morfologi yang menyangkut prefiks, infiks, sufiks,

konfiks, afiks ganda, reduplikasi, dan proses persenyawaan dalam bahasa Batak

Toba dialek Uluan. Darmawi juga meneliti tentang Perbandingan Afiksasi antara

(30)

gambaran tentang menjelaskan afiksasi dalam bahasa Batak Toba dan bahasa

Melayu kemudian membandingkannya.

Peneliti lain ada juga yang mengkaji tentang perbandingan afiksasi dengan

bahasa yang berbeda. Mereka adalah Rosianna Marselina Tarigan Tambun (1980)

Perbandingan Afiksasi antara Bahasa Alas dengan Bahasa Indonesia, Martha

Surbakti (1981) Perbandingan antara Afiks per- Bahasa Batak Karo dengan Afiks

per- Bahasa Indonesia, Aziar AZ (1981) Perbandingan Afiksasi antara Bahasa Mentawai Dialek Muara Sikabaluan dengan Bahasa Indonesia, Multi Tanjung

(1985) Perbandingan Afiksasi Bahasa Kurinci dengan Bahasa Indonesia, dan

Yultinah Sinaga (1987) Analisis Komparatif antara Prefiksasi Bahasa Sunda

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Toba Samosir (Tobasa)

tepatnya di Kota Balige. Kabupaten Tobasa ini berada di titik 2006’- 2045’ LU dan

98010’- 99035’ BT. Motto Kota Balige ini adalah Tappakna do Rantosna, Rimni

Tahi do Gogona. Luas Kota Balige ini 3.124,40 km2 dengan jumlah penduduknya 168.596 orang (tahun 2005). Alasan peneliti memilih kota ini karena di kota ini

peneliti mempunyai banyak kenalan untuk memperoleh data. Pencarian data

dilakukan berdasarkan faktor keakraban hubungan antara peneliti dan informan.

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2009. Untuk

memperoleh data-data yang menggambarkan penggunaan prefiks oleh masyarakat

Balige adalah dengan cara menyimak pembicaraan mereka dan ikut serta dalam

percakapannya.

Batas wilayah Kota Balige ini adalah sebagai berikut :

Sebelah utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun.

Sebelah selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humban Hasundutan.

Sebelah barat : Kabupaten Samosir dan Danau Toba.

Sebelah timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan sumber data yang akan diteliti. Dalam

(32)

benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel; suatu kumpulan yang

memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan masyarakat di Kota

Balige yaitu 168.596 orang. Karena sumber datanya terlalu banyak, tidak mungkin

dikaji atau dianalisis secara menyeluruh. Untuk itu peneliti harus mengambil

beberapa sampel dari sekian populasi yang tersedia.

Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang dapat mewakili

seluruh populasi (Ritonga, 2005 : 134). Dengan meneliti sebagian dari populasi,

kita mengharapkan bahwa hasil yang diperoleh dapat menggambarkan sifat

populasi yang bersangkutan. Jadi, sampel adalah bagian kecil yang mewakili

kelompok atau keseluruhan yang lebih besar (KBBI, 2005 : 991).

Pengambilan sampel ini hanya sebagian dari jumlah populasi di atas yaitu

sekitar sepuluh sampai lima belas orang. Pengambilan sampel ini berdasarkan

kemampuan narasumber memberikan data yang diperlukan kepada peneliti.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data lisan dan data tulisan.

Metode dan teknik pengumpulan data yang sesuai perlu diperhatikan. Di dalam

penelitian ini metode yang penulis pakai adalah metode cakap dan metode simak.

Metode cakap adalah metode yang berupa percakapan dan terjadi kontak

antara peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku narasumber. Metode ini

menggunakan teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasarnya yaitu dengan

teknik pancing, sedangkan teknik lanjutannya dengan teknik cakap semuka.

(33)

Teknik pancing ini harus memperhatikan faktor keakraban hubungan antara

peneliti dan informan sebelum dilakukan kegiatan pemancingan data. Si peneliti

harus cerdik agar dapat memancing kemauan seseorang untuk berbicara dengan

menggunakan bahasa Batak Toba, untuk mempermudah mendapatkan informasi.

Teknik cakap semuka dilakukan dengan percakapan langsung, tatap muka, atau

bersemuka; jadi lisan. Percakapan langsung harus dikenali oleh si peneliti dan

diarahkan sesuai dengan kepentingannya, untuk memeperoleh data

selengkap-lengkapnya (Sudaryanto, 1993 : 137).

Metode simak adalah metode yang dilakukan dengan menyimak pengguna

bahasa. Metode ini menggunakan teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik

dasarnya yaitu dengan teknik sadap, sedangkan teknik lanjutannya dengan teknik

simak libat cakap. Penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Peneliti harus

cerdik menyimak apa yang diucapkan oleh si penutur satu orang maupun banyak

orang. Teknik simak libat cakap dapat dilakukan pertama-tama dengan

berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan. Jadi, si peneliti

terlibat langsung dalam dialog.

Menurut Nazir (1988 : 111), untuk mendapatkan data tulisan digunakan

studi pustaka yakni dengan mencari buku-buku yang menjadi sumber data yang

berhubungan dengan objek kajian (dalam hal ini data-data yang berkaitan dengan

prefiks). Untuk memperkuat kebenaran dari data yang diperoleh maka harus

(34)

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam penganalisisan data, metode yang digunakan memegang peranan

penting untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun metode yang digunakan,

yaitu metode padan dan metode agih.

Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan

tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993 : 13).

Metode padan menggunakan daya pilah yang bersifat mental, yaitu kemampuan

mental peneliti untuk menentukan data-data dan mengolahnya dengan

menggunakan teknik pilah unsur penentu. Untuk mengetahui makna prefiks

digunakan teknik referensial yang berfungsi untuk menentukan referen sebuah

kata, yaitu dengan cara membandingkan referen sifat dengan hal pokok

berdasarkan daya pilah yang dimiliki oleh peneliti dan daya pilah yang melekat

pada referen tersebut. Misalnya bentuk /mar-/ pada marmotor ‘mengendarai’ dan

marobuk ‘berambut’ berasal dari bentuk dasar yang berkelas nomina motor

‘mobil’ dan obuk ‘rambut’. Untuk mengetahui kapan prefiks itu bermakna

‘mengendarai’ dan ‘mempunyai’ harus mengacu kepada bendanya, atau dengan

melihat komponen arti bentuk dasar yang dilekati oleh prefiks tersebut. Dapat

diketahui bahwa makna ‘mengendarai’ terjadi apabila bentuk dasar yang berkelas

nomina itu mengacu kepada jenis kendaraan, dan makna mempunyai terjadi

apabila bentuk dasar yang berkelas nomina itu mengacu kepada jenis anggota

tubuh.

Metode agih adalah metode yang alat penentunya justru bagian dari bahasa

(35)

digunakan untuk mengganti unsur tertentu yang bersangkutan dipandang sebagai

bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud.

Untuk mengetahui morfofonemik dalam bahasa Indonesia digunakan

teknik ganti.

Contoh :

/ber-/ + runding → berunding

/ber-/ + diskusi → berdiskusi

Begitu juga dalam bahasa Batak Toba, untuk mengetahui morfofonemik

dalam bahasa Batak Toba maka digunakan teknik ganti.

Contoh :

/par-/ + rimas ‘marah’ → parrimas ‘pemarah’

/par-/ + muruk ‘marah’ → parmuruk ‘pemarah’

/maN-/ + tanom ‘tanam’ → mananom ‘menanam’

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Prefiks dalam Bahasa Indonesia 4.1.1 Prefiks /meN-/

4.1.1.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Proses

pembentukan prefiks /meN-/ sesuai dengan fonem awalan yang dilekatinya, yaitu

a. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /mem-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /b, f, p/, dalam hal ini fonem /p/ luluh.

Contoh :

/meN-/ + fitnah → memfitnah

/meN-/ + pilih → memilih

b. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /men-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /d, s, t/. Fonem /t/ luluh sedangkan fonem /s/ hanya berlaku

pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing.

Contoh :

/meN-/ + darat → mendarat

/meN-/ + suplai → mensuplai

c. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /meny-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /s/, dalam hal ini fonem /s/ luluh.

Contoh :

(37)

/meN-/ + sita → menyita

d. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /meng-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /g, h, k, x/ dan vokal, dalam hal ini fonem /k/ luluh.

Contoh :

/meN-/ + gusur → menggusur

/meN-/ + kirim → mengirim

/meN-/ + ulang → mengulang

e. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /me-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /l, r, w, y, N/.

Contoh :

/meN-/ + raih → meraih

/meN-/ + wariskan → mewariskan

/meN-/ + nyala → menyala

f. Prefiks /meN-/ berubah menjadi /menge-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang bersuku kata tunggal.

Contoh :

/meN-/ + tes → mengetes

/meN-/ + pak → mengepak

4.1.1.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /meN-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

(38)

/meN-/ + rokok → merokok

b. Verba

Contoh :

/meN-/ + makan → memakan

/meN-/ + tangkap → menangkap

c. Adjektiva

Contoh :

/meN-/ + lebar → melebar

/meN-/ + sempit → menyempit

d. Numeralia

Contoh :

/meN-/ + dua → mendua

/meN-/ + satu → menyatu

4.1.1.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /meN-/ berfungsi membentuk verba aktif.

Contoh :

/meN-/ + masak → memasak

/meN-/ + gali → menggali

4.1.1.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /meN-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan suatu tindakan yang aktif.

(39)

/meN-/ + ambil → mengambil

/meN-/ + cetak → mencetak

b. Menyatakan makna menjadi seperti keadaan yang tersebut pada bentuk

dasar atau menyatakan makna proses.

Contoh :

/meN-/ + luas → meluas

/meN-/ + sempit → menyempit

c. Menyatakan makna dalam keadaan.

Contoh :

/meN-/ + kantuk → mengantuk

/meN-/ + sendiri → menyendiri

d. Menyatakan makna melakukan tindakan berhubung dengan apa yang

tersebut pada bentuk dasar.

Contoh :

/meN-/ + rokok → merokok

/meN-/ + batu → membatu

4.1.2 Prefiks /ber-/

4.1.2.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas.

Proses pembentukan prefiks /ber-/ sesuai dengan fonem awalan yang

(40)

a. Prefiks /ber-/ berubah menjadi /be-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /r/, dan beberapa bentuk dasar yang suku pertamanya

berakhiran dengan /ər/.

Contoh :

/ber-/ + rakit → berakit

/ber-/ + serta → beserta

b. Prefiks /ber-/ berubah menjadi /bel-/ bila diikuti kata dasar ajar.

Contoh :

/ber-/ + ajar → belajar

c. Prefiks /ber-/ tidak mengalami perubahan bentuk kecuali melekat pada

bentuk dasar yang berfonem awal /r/, tidak berakhir dengan fonem /ər/,

dan bukan kata dasar ajar.

Contoh :

/ber-/ + syukur → bersyukur

/ber-/ + zakat → berzakat

4.1.2.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /ber-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/ber-/ + topi → bertopi

/ber-/ + sepeda → bersepeda

b. Verba

(41)

/ber-/ + kerja → bekerja

/ber-/ + dandan → berdandan

c. Adjektiva

Contoh :

/ber-/ + gembira → bergembira

/ber-/ + sedih → bersedih

d. Numeralia

Contoh :

/ber-/ + tiga → bertiga

/ber-/ + lima → berlima

4.1.2.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /ber-/ berfungsi membentuk verba.

Contoh :

/ber-/ + juang → berjuang

/ber-/ + lari → lari

4.1.2.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /ber-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan makna suatu perbuatan yang aktif.

Contoh :

/ber-/ + main → bermain

/ber-/ + sembahyang → bersembahyang

(42)

Contoh :

/ber-/ + gembira → bergembira

/ber-/ + sedih → bersedih

c. Menyatakan makna kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada

bentuk dasar, kecuali kata bersatu yang menyatakan makna menjadi satu.

Contoh :

/ber-/ + dua → berdua

/ber-/ + lima → berlima

d. Menyatakan makna mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh :

/ber-/ + ayah → berayah

/ber-/ + rumah → berumah

e. Menyatakan makna melakukan perbuatan berhubung dengan apa yang

tersebut pada bentuk dasar.

Contoh :

/ber-/ + canda → bercanda

/ber-/ + suara → bersuara

4.1.3 Prefiks /di-/

4.1.3.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Prefiks

/di-/ tidak mengalami perubahan bentuk, bila melekat dengan bentuk dasar yang

(43)

Contoh :

/di-/ + ambil → diambil

/di-/ + pandang → dipandang

4.1.3.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /di-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/di-/ + sapu → disapu

/di-/ + cangkul → dicangkul

b. Verba

Contoh :

/di-/ + cukur → dicukur

/di-/ + pasang → dipasang

4.1.3.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /di-/ berfungsi untuk membentuk verba pasif.

Contoh :

/di-/ + pukul → dipukul

/di-/ + bunuh → dibunuh

4.1.3.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /di-/

menyatakan suatu tindakan yang pasif atau dikenai pekerjaan.

(44)

/di-/ + cakar → dicakar

/di-/ + lempar → dilempar

4.1.4 Prefiks /ter-/

4.1.4.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Proses

pembentukan prefiks /ter-/ sesuai dengan fonem awalan yang dilekatinya, yaitu :

a. Prefiks /ter-/ berubah menjadi /te-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /r/, dan suku pertamanya berakhir dengan /ər/.

Contoh :

/ter-/ + rekam → terekam

/ter-/ + percik → terpercik

b. Prefiks /ter-/ tetap menjadi /ter-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang tidak

berfonem awal /r/, dan suku pertamanya tidak berakhir dengan /ər/.

Contoh :

/ter-/ + dapat → terdapat

/ter-/ + lihat → terlihat

4.1.4.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /ter-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

(45)

/ter-/ + sapu → tersapu

b. Verba

Contoh :

/ter-/ + dorong → terdorong

/ter-/ + susun → tersusun

c. Adjektiva

Contoh :

/ter-/ + cantik → tercantik

/ter-/ + pandai → terpandai

4.1.4.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /ter-/ berfungsi membentuk verba pasif.

Contoh :

/ter-/ + tulis → tertulis

/ter-/ + minum → terminum

4.1.4.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /ter-/

menyatakan nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan makna aspek perfektif, yaitu supaya makna tersebut jelas

maksudnya.

Contoh :

/ter-/ + bagi → terbagi

/ter-/ + cetak → tercetak

(46)

Contoh :

/ter-/ + pijak → terpijak

/ter-/ + tusuk → tertusuk

c. Menyatakan makna ketiba-tibaan.

Contoh :

/ter-/ + ingat → teringat

/ter-/ + duduk → terduduk

d. Menyatakan suatu kemungkinan. Bila didahului oleh kata negatif tidak

atau tak.

Contoh :

(tidak) /ter-/ + baca → (tidak) terbaca

(tidak) /ter-/ + nilai → (tidak) ternilai

e. Menyatakan makna paling.

Contoh :

/ter-/ + kaya → terkaya

/ter-/ + jauh → terjauh

4.1.5 Prefiks /peN-/

4.1.5.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Proses

pembentukan prefiks /peN-/ sesuai dengan fonem awalan yang dilekatinya, yaitu

a. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /pem-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

(47)

Contoh :

/peN-/ + bantu → pembantu

/peN-/ + fitnah → pemfitnah

b. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /pen-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /d, s, t/. Fonem /t/ luluh sedangkan fonem /s/ hanya berlaku

pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing.

Contoh :

/peN-/ + dengar → pendengar

/peN-/ + tebus → penebus

/peN-/ + suplai → pensuplai

c. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /peny-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /s/, dalam hal ini fonem /s/ luluh.

Contoh :

/peN-/ + selam → penyelam

/peN-/ + salin → penyalin

d. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /peng-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /g, h, k, x/ dan vokal, dalam hal ini fonem /k/ luluh.

Contoh :

/peN-/ + gemar → penggemar

/peN-/ + kuras → penguras

/peN-/ + asuh → pengasuh

e. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /pe-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /l, r, w, y, N/.

(48)

/peN-/ + loncat → peloncat

/peN-/ + wawancara → pewawancara

/peN-/ + ngiang → pengiang

f. Prefiks /peN-/ berubah menjadi /penge-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang bersuku kata tunggal.

Contoh :

/peN-/ + bom → pengebom

/peN-/ + cat → pengecat

4.1.5.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /peN-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/peN-/ + cangkul → pencangkul

/peN-/ + laut → pelaut

b. Verba

Contoh :

/peN-/ + bawa → pembawa

/peN-/ + potong → pemotong

c. Adjektiva

Contoh :

/peN-/ + takut → penakut

(49)

4.1.5.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /peN-/ mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Prefiks /peN-/ berfungsi membentuk nomina.

Contoh :

/peN-/ + laut → pelaut

/peN-/ + karang → pengarang

b. Prefiks /peN-/ berfungsi membentuk adjektiva.

Contoh :

/peN-/ + kasih → pengasih

/peN-/ + malas → pemalas

4.1.5.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /peN-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan orang yang (biasa) melakukan tindakan yang tersebut pada

bentuk dasar.

Contoh :

/peN-/ + tari → penari

/peN-/ + lukis → pelukis

b. Menyatakan alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut

pada bentuk dasar.

Contoh :

/peN-/ + garis → penggaris

(50)

c. Menyatakan makna yang memiliki sifat yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh :

/peN-/ + riang → periang

/peN-/ + ramah → peramah

d. Menyatakan makna yang menyebabkan adanya sifat yang tersebut pada

bentuk dasar yang berupa kata sifat.

Contoh :

/peN-/ + kuat → penguat

/peN-/ + halus → penghalus

e. Menyatakan makna yang (pekerjaannya) melakukan perbuatan yang

berhubungan dengan benda yang tersebut pada bentuk dasarnya.

Contoh :

/peN-/ + gergaji → penggergaji

/peN-/ + usaha → pengusaha

4.1.6 Prefiks /pe-/

4.1.6.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Prefiks

/pe-/ tidak mengalami perubahan bentuk. Prefiks /pe-/ berkaitan dengan prefiks

/ber-/.

Contoh :

/pe-/ + tinju → petinju

(51)

4.1.6.2 Distibusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /pe-/ hanya melekat pada verba.

Contoh :

/pe-/ + kerja → pekerja

/pe-/ + juang → pejuang

4.1.6.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /pe-/ berfungsi untuk membentuk nomina.

Contoh :

/pe-/ + renang → perenang

/pe-/ + musik → pemusik

4.1.6.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /pe-/

hanya mempunyai satu makna saja yaitu menyatakan makna yang

biasa/pekerjaannya/gemar melakukan pekerjaan yang tersebut pada bentuk dasar.

Contoh :

/pe-/ + dagang → pedagang

(52)

4.1.7 Prefiks /per-/

4.1.7.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Proses

pembentukan prefiks /per-/ sesuai dengan fonem awalan yang dilekatinya, yaitu :

a. Prefiks /per-/ berubah menjadi /pe-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /r/.

Contoh :

/per-/ + runcing → peruncing

/per-/ + racun → peracun

b. Prefiks /per-/ berubah menjadi /pel-/ bila diikuti oleh kata dasar ajar.

Contoh :

/per-/ + ajar → pelajar

c. Prefiks /per-/ tetap menjadi /per-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang tidak

berfonem awal /r/ dan bukan kata dasar ajar.

Contoh :

/per-/ + kaya → perkaya

/per-/ + nyaring → pernyaring

4.1.7.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /per-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

(53)

/per-/ + istri → peristri

b. Adjektiva

Contoh :

/per-/ + luas → perluas

/per-/ + tinggi → pertinggi

c. Numeralia

Contoh :

/per-/ + empat → perempat

/per-/ + sepuluh → persepuluh

4.1.7.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /per-/ berfungsi untuk membentuk verba.

Contoh :

/per-/ + rapi → perapi

/per-/ + panjang → perpanjang

4.1.7.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /per-/

menyatakan kausatif. Apabila kata dasarnya berupa adjektif, kausatif itu berarti

membuat jadi lebih daripada apa yang tersebut pada bentuk dasar; apabila bentuk

dasarnya berupa numeralia, kausatif itu berarti membuat jadi apa yang tersebut

pada bentuk dasarnya; dan apabila bentuk dasarnya berupa nomina, kausatif itu

berarti membuat jadi atau menganggap sebagai apa yang tersebut pada bentuk

dasar.

Contoh :

/per-/ + indah → perindah

(54)

4.1.8 Prefiks /se-/

4.1.8.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Prefiks

/se-/ tidak mengalami perubahan bentuk, bila melekat dengan bentuk dasar yang

dimulai dengan fonem vokal maupun konsonan.

Contoh :

/se-/ + genggam → segenggam

/se-/ + umur → seumur

4.1.8.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /se-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/se-/ + rumah → serumah

/se-/ + kelas → sekelas

b. Verba

Contoh :

/se-/ + ikat → seikat

/se-/ + potong → sepotong

c. Adjektiva

Contoh :

/se-/ + indah → seindah

(55)

4.1.8.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /se-/ berfungsi membentuk numeralia.

Contoh :

/se-/ + orang → seorang

/se-/ + buah → sebuah

4.1.8.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /se-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan makna satu.

Contoh :

/se-/ + hari → sehari

/se-/ + ikat → seikat

b. Menyatakan makna seluruh.

Contoh :

/se-/ + Indonesia → se-Indonesia

/se-/ + kampung → sekampung

c. Menyatakan makna sama seperti.

Contoh :

/se-/ + pandai → sepandai

/se-/ + gunung → segunung

d. Menyatakan makna setelah atau sesudah.

Contoh :

(56)

/se-/ + sampainya → sesampainya

4.1.9 Prefiks /ke-/

4.1.9.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Prefiks

/ke-/ tidak mengalami perubahan bentuk, bila diikuti oleh vokal maupun

konsonan. Umumnya prefiks /ke-/ melekat pada bentuk dasar yang termasuk

golongan numeralia.

Contoh :

/ke-/ + enam → keenam

/ke-/ + hendak → kehendak

4.1.9.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /ke-/ dapat melekat pada :

a. Numeralia

Contoh :

/ke-/ + lima → kelima

/ke-/ + sembilan → kesembilan

b. Dapat melekat pada bentuk dasar yang bukan numeralia, tetapi jumlahnya

sangat terbatas.

Contoh :

/ke-/ + tua → ketua

(57)

/ke-/ + kasih → kekasih

4.1.9.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /ke-/ berfungsi membentuk nomina.

Contoh :

/ke-/ + kasih → kekasih

/ke-/ + tua → ketua

4.1.9.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /ke-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Menyatakan kumpulan yang terdiri dari jumlah yang tersebut pada bentuk

dasar.

Contoh :

/ke-/ + tujuh → ketujuh

/ke-/ + sepuluh → kesepuluh

b. Menyatakan urutan.

Contoh :

(meja) /ke-/ + satu → kesatu

(bagian) /ke-/ + tiga → ketiga

4.1.10 Prefiks /maha-/

4.1.10.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

(58)

/maha-/ tidak mengalami perubahan bentuk bila melekat pada bentuk dasar.

Prefiks /maha-/ ini sangat terbatas.

Contoh :

/maha-/ + dewi → mahadewi

/maha-/ + siswa → mahasiswa

4.1.10.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /maha-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/maha-/ + guru → mahaguru

/maha-/ + raja → maharaja

b. Adjektiva

Contoh :

/maha-/ + agung → mahaagung

/maha-/ + kuasa → mahakuasa

4.1.10.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /maha-/ tidak berfungsi mengubah kelas kata.

Contoh :

/maha-/ + dewa → mahadewa

(59)

4.1.10.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /maha-/

mempunyai nosi menyatakan besar dan tinggi.

Contoh :

/maha-/ + kuasa → mahakuasa

/maha-/ + siswa → mahasiswa

4.1.11 Prefiks /para-/

4.1.11.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Prefiks

/para-/ tidak mengalami perubahan bentuk apabila melekat pada bentuk dasar,

prefiks /para-/ ini sangat terbatas.

Contoh :

/para-/ + pemuda → parapemuda

/para-/ + karyawan → parakaryawan

4.1.11.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /para-/ hanya dapat melekat pada nomina.

Contoh :

/para-/ + mahasiswa → paramahasiswa

(60)

4.1.11.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /para-/ tidak berfungsi mengubah kelas kata.

Contoh :

/para-/ + pejabat → parapejabat

/para-/ + buruh → paraburuh

4.1.11.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /para-/

mempunyai nosi menyatakan makna banyak.

Contoh :

/para-/ + dosen → paradosen

/para-/ + warga → parawarga

Dari uraian di atas diperoleh kaidah prefiks dalam bahasa Indonesia

sebagai berikut :

1. nomina

Prefiks /meN-/ + verba → verba

adjektiva

numeralia

2. nomina

Prefiks /ber-/ + verba → verba

adjektiva

(61)

3. Prefiks /di-/ + nomina → verba

verba

4. nomina

Prefiks /ter-/ + verba → verba

adjektiva

5. Prefiks /peN-/ + nomina → nomina

verba

Prefiks /peN-/ + adjektiva → adjektiva

6. Prefiks /pe-/ + verba → nomina

7. nomina

Prefiks /per-/ + adjektiva → verba

numeralia

8. nomina

Prefiks /se-/ + verba → numeralia

adjektiva

9. Prefiks /ke-/ + nomina → nomina

numeralia

10. Prefiks /maha-/ + nomina → nomina

Prefiks /maha-/ + adjektiva → adjektiva

(62)

4.2 Prefiks dalam Bahasa Batak Toba 4.2.1 Prefiks /maN-/

4.2.1.1 Bentuk

Bentuk disini adalah bentuk terikat, maksudnya bentuk bahasa yang perlu

bergabung dengan unsur lain agar dapat dipakai dengan makna yang jelas. Proses

pembentukan prefiks /maN-/ sesuai dengan fonem awalan yang dilekatinya, yaitu

a. Prefiks /maN-/ berubah menjadi /mam-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /b, p/, dalam hal ini fonem /p/ luluh.

Contoh :

/maN-/ + bege ‘dengar’ → mambege ‘mendengar’

/maN-/ + peop ‘simpan’ → mameop ‘menyimpan’

b. Prefiks /maN-/ berubah menjadi /man-/ bila diikuti oleh bentuk dasar yang

berfonem awal /d, j, s, t/. Fonem /s, t/ luluh.

Contoh :

/maN-/ + dao ‘jauh’ → mandao ‘menjauh’

/maN-/ + jama ‘pegang’ → manjama ‘memegang’

/maN-/ + sipak ‘sepak’ → manipak ‘menyepak’

/maN-/ + tait ‘tarik’ → manait ‘menarik’

c. Prefiks /maN-/ berubah menjadi /mang-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /g, h, dan vokal/.

Contoh :

/maN-/ + ondam ‘ancam’ → mangondam ‘mengancam’

/maN-/ + garar ‘bayar’ → manggarar ‘membayar’

(63)

d. Prefiks /maN-/ berubah menjadi /manga-/ bila diikuti oleh bentuk dasar

yang berfonem awal /l, r/.

Contoh :

/maN-/ + lehon ‘beri’ → mangalehon ‘memberi’

/maN-/ + rambas ‘babat’ → mangarambas ‘membabat’

4.2.1.2 Distribusi

Distribusi adalah kemampuan suatu morfem melekat pada jenis kata.

Prefiks /maN-/ dapat melekat pada :

a. Nomina

Contoh :

/maN-/ + sapu ‘sapu’ → manapu ‘menyapu’

/maN-/ + jala ‘jala’ → manjala ‘menjala’

b. Verba

Contoh :

/maN-/ + alap ‘jemput’ → mangalap ‘menjemput’

/maN-/ + lului ‘cari’ → mangalului ‘mencari’

c. Adjektiva

Contoh :

/maN-/ + biar ‘takut’ → mabiar ‘takut’

/maN-/ + sihol ‘rindu’ → masihol ‘rindu’

4.2.1.3 Fungsi

Fungsi adalah peran suatu bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas.

Prefiks /maN-/ berfungsi membentuk verba aktif.

(64)

/maN-/ + bereng ‘lihat’ → mambereng ‘melihat’

/maN-/ + haol ‘peluk’ → manghaol ‘memeluk’

4.2.1.4 Nosi

Nosi adalah maksud yang terkandung dalam suatu kalimat. Prefiks /maN-/

mempunyai nosi sebagai berikut :

a. Melakukan pekerjaan seperti yang disebutkan pada bentuk dasar.

Contoh :

/maN-/ + tiop ‘pegang’ → maniop ‘memegang’

/maN-/ + sipak ‘sepak’ → manipak ‘menyepak’

b. Membuat jadi seperti yang disebutkan pada bentuk dasar.

Contoh :

/maN-/ + koras ‘keras’ → mangoras ‘mengeras’

/maN-/ + horing ‘kering’ → mangoring ‘mengering’

c. Menggunakan / bekerja dengan alat yang disebutkan pada bentuk dasar.

Contoh :

/maN-/ + suri ‘sisir’ → manuri ‘menyisir’

/maN-/ + hujur ‘tombak’ → manghujur ‘menombak’

4.2.2 Prefiks /mar-/

4.2.2.1 Bentuk

Bentuk disini adala

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa Batak Toba merupakan bahasa yang mempunyai peranan dan tugas yang sama dengan bahasa daerah lain terhadap perkembangan bahasa Indonesia, baik dari segi faktor penunjang

Bahasa sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari lebih umum digunakan adalah bahasa Batak Toba, tempat hunian masyarakat Batak Toba lebih banyak tinggal di pusat

Utama Kompetensi Inti Kompetensi Guru Mata Pelajaran Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Esensial.. Mengidentifi kasi perumpamaan Bahasa Batak

Nicco Erianto Hutapea : Diatesis Dalam Bahasa Batak Toba, 2008.. USU Repository

Pemakaian eufemisme pada tindak tutur dalam setiap bahasa Batak Toba dan bahasa Pakpak memiliki fungsi menghaluskan ucapan untuk menghargai, menghormati dan menjauhkan bahasa

Hasil penelitian menunjukan bahwa :Masyarakat Batak Toba dengan Pakpak masih memiliki bahasa eufemis atau bahasa halus dalam setiap percakapan pada konteks tertentu. Kata

skripsinya meneliti semantik verba “BAWA” dalam bahasa Batak Toba, Lumban. Gaol (2014) dalam skripsinya meneliti verba POTONG dalam bahasa

Bahasa apakah yang Anda pergunakan jika berbicara dengan orang yang lebih muda dan tidak sesuku dengan Anda.. Bahasa Batak Toba dan