• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbangdayaku) dalam penanggulangan kemiskinan di pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kalimantan Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbangdayaku) dalam penanggulangan kemiskinan di pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kalimantan Timur)"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN

(STUDI DI DESA MANUNGGAL JAYA KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN

TIMUR)

Oleh, MUJILAN NRP. I.1354060095

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Peningkatan Mutu Program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbangdayaku) dalam Pennaggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara’’ ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun atau perguruan tinggi manapun . Sumber informasi yang berasal dari atau di kutip dari karya yang di terbitkan maupun yang tidak di terbitkan dari penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan dicatumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, Pebruari, 2009

(3)

Mujilan Essalation of the quality of movement development o enableness of kutai. In

the cope with poorness in rural ( Study in Manunggal Jaya Village, Kutai Kartanegara

regency east Kalimantan Provice) Guided by LALA M KOLOPAKING and

SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Kutai regency is one of regency in Indonesa which rich potency of natural

natural resources the natural resources widespread through kutai regency, ricefield,

foresee, petroleum, natural gas,coal and goald (gold) with potency that abudance it

can be presumablesupport the development of the economics the people thet more

prospektoos, this mother in live with ideas to creak madani/prosperoussociety who

are happy.

To answer the college above so the government in kutai regency cymalize the

program of movement the development of enablenessof kutai (Gerbangdayaku) in the

cope wicth poorness in rural, with acquirement of the shringholder fund of oil and

natural gas in the amount of 3,2 triliun rupiah and public allocation fund in the

amount of 497 milliard rupiah expected can be realite the developmentof country isde

the program of movenment the development of enableness of kutai (Gerbangdayaku)

consistingof three main program, that is enablenessof the nationality economics,

escalation of the quality of human resource and development of infrastructural and

tourism. Govermental of kutai regency sinse buged year 2006 noted have bugedted

each coutry side get the development fund allocation in the amount of 1 milliard more

per countryside per year it is ofcourse need the readiness of oll factors in

itsimplementation ( White book /buku putih Gerangdayaku 2006)

This study aiming todescribe interpretaspects that related to deli beretion of the

program (Gerbangdayaku) to society in the rural. The participation of country side

society in the planning and execution of program is very felt by local society in the

development of countryside. In the compilation of study used qualitative data and

quantitative data, qualitative obtained through di rect of responder of data that related

to target of research. The discussion group to get the fact and experience of responder

of data that related to target of research. The disscussion group is also used in

identifying Swot strategi chosen formulared in to action plan in theform program and

operationaliti cation program through directional discussion group of discussion

group focus.

Based on the result of implementation analysis the movement of development

of enableness of kutai ( Gerbangdayaku) is abtained the result that the program of

society development which executed to local charadteristic. Can give benefit in local

economic expansion and development of social capital. But that way this study find

that coordination and integration of the program still lower, Creating dependence

society to the government and also has potency couse vertical and horizontal conplitc.

(4)

ABSTRAK

MUJILAN, Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai

(Gerbang Dayaku) Dalam Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Studi di Desa

Manunggal Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur).Dibimbing

oleh. LALA M KOLOPAKING dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten di indonesia yang

kaya potensi sumber daya alam. Kekayaan alam itu tersebar luas di seluruh kabupaten di

antaranya, sawah, hutan, minyak bumi, gas alam, batu bara, emas. Dengan potensi yang

melimpah itu dapatlah kiranya mendukung pengembangan perekonomian rakyat yang

lebih sejahtera, hal ini sejalan dengan cita-cita untuk menciptakan masyarakat madani

yang bahagia.

Untuk menjawab tantangan tersebut di atas maka Pemerintah Kabupaten Kutai

mencanangkan Program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku)

Dalam Penaggulangan Kemiskinan di perdesaan. Dengan perolehan dana bagi hasil migas

sebesar 3,2 triliun rupiah dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 497 miliar rupiah

diharapkan dapat mewujudkan pembangunan desa. Program Gerbang Dayaku yang terdiri

dari tiga program utama, yaitu Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, peningkatan kualitas

sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur dan pariwisata. Pemerintah

Kabupaten Kutai, dicatat telah menganggarkan setiap desa mendapat alokasi dana

pembangunan sebesar satu miliar rupiah. Penggunaan dana satu miliar per desa per tahun

itu tentunya memerlukan kesiapan semua aktor dalam implementasinya.(buku putih

Gerbang Dayaku 2006).

Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis aspek-aspek yang

berhubungan dengan, Musyawarah Program Gerbang Dayaku kepada masyarakat di

perdesaan. Partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan program

Gerbang Dayaku. Dampak implementasi pelaksanaan program pembangunan desa

Gerbang Dayaku bagi masyarakat desa.

Dalam penyusunan kajian digunakan data kualitatif dan kuantitatif data kualitatif

diperoleh melalui wawancara langsung dan diskusi kelompok untuk memperoleh fakta

dan pengalaman responden atas data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Strategi

terpilih dijabarkan kedalam action plan dalam bentuk program dan operasionalisasi

program melalui diskusi kelompok terarah Focus Group Discussion (FGD).

Berdasarkan hasil analisis implementasi Gerbang Dayaku, diperoleh hasil bahwa

program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan terhadap karakteristik lokal, dapat

memberikan manfaat dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan modal

sosial. Namun demikian, kajian ini menemukan bahwa pengkoordinasian dan

pengintegrasian program masih rendah, menciptakan ketergantungan masyarakat kepada

Pemerintah serta berpotensi menimbulkan konflik vertikal maupun horisontal.

(5)

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta © dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

dan menyebutkan sumber :

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

PENINGKATAN MUTU GERAKAN PENGEMBANGAN

PEMBERDAYAAN KUTAI (GERBANGDAYAKU) DALAM

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN

(STUDI DI DESA MANUNGGAL JAYA KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN

TIMUR)

MUJILAN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(8)

Judul Tesis

: Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai

(Gerbangdayaku) dalam penanggulangan kemiskinan di pedesaan

(Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang

Kabupaten Kutai Kalimantan Timur)

Nama Mahasiswa :

Mujilan

NRP

:

I354060095

Program Studi : MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS Dr.Ir.SutaraHendrakusumaatmadja, MSc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Alloh SWT, atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Tesis Dalam Kajian Pengembangan Masyarakat ini, yang di susun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister, dengan judul ” Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) dalam penangulangan kemiskinan di pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan timur).

Berkenaan dengan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Lala M Kolopaking,M. Sc dan Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M. Sc. Selaku ketua dan anggota Komisi pembimbing

2. Dr.Ir.Djuara P.Lubis, M. Sc, selaku penguji luar komisi 3. Prof. Dr. Ir. Pang Angsyari Nainggolan, M.Ed. Ketua Penguji.

4. Dr. Marjuki, M. Sc. Selaku kepala Badan Pendidikan dan pelatihan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia.

5. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Program Pascasarja IPB Bogor. 6. Istri tercinta Amie, anak-anakku tersayang, Kakak dan orang tua yang telah

memberikan doa, dorongan dan dukungan moral, spiritual, dan material. 7. Semua teman – teman MPM dan pihak yang telah membantu dan

memberikan kontribusi dan penyusunan ini.

Semoga kajian ini dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan masyarakat dan bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan masyarakat Desa Manunggal Jaya yang telah membantu.

Bogor, Pebruari 2009

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dusun Sekaran Kidul RT.III RW. 2 No.85. Desa Sekaran Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Jawa Timur, Pada tanggal, 16 Maret 1975 dari pasangan Bapak Mursid Mukarto (Alm) dan Ibu Suminten sebagai anak ke (empat) 4 dari enam saudara. Penulis menyelesaikan pendidikan, SDK YBPK di Jatiwringin Kecamatan Pagu tahun 1983. MTs Negeri 1 Pare tahun 19986. SMA PSM tahun 1989. PGSMTP Negeri Samarinda tahun 1990 dan Sarjana Sain Terapan tahun 2004 di STKS Bandung.

Sejak tahun 1995 sampai tahun 2000 penulis bekerja di Departemen Sosial Propinsi Kalimantan Timur dan pada tahun 2001 sampai sekarang penulis mutasi di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada awal september 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk mengikuti Pendidikan S.2 Program Pengembangan Masyarakat di IPB Bogor.

(11)

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN

(STUDI DI DESA MANUNGGAL JAYA KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN

TIMUR)

Oleh, MUJILAN NRP. I.1354060095

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Peningkatan Mutu Program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbangdayaku) dalam Pennaggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara’’ ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun atau perguruan tinggi manapun . Sumber informasi yang berasal dari atau di kutip dari karya yang di terbitkan maupun yang tidak di terbitkan dari penulis lain telah di sebutkan dalam teks dan dicatumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, Pebruari, 2009

(13)

Mujilan Essalation of the quality of movement development o enableness of kutai. In

the cope with poorness in rural ( Study in Manunggal Jaya Village, Kutai Kartanegara

regency east Kalimantan Provice) Guided by LALA M KOLOPAKING and

SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Kutai regency is one of regency in Indonesa which rich potency of natural

natural resources the natural resources widespread through kutai regency, ricefield,

foresee, petroleum, natural gas,coal and goald (gold) with potency that abudance it

can be presumablesupport the development of the economics the people thet more

prospektoos, this mother in live with ideas to creak madani/prosperoussociety who

are happy.

To answer the college above so the government in kutai regency cymalize the

program of movement the development of enablenessof kutai (Gerbangdayaku) in the

cope wicth poorness in rural, with acquirement of the shringholder fund of oil and

natural gas in the amount of 3,2 triliun rupiah and public allocation fund in the

amount of 497 milliard rupiah expected can be realite the developmentof country isde

the program of movenment the development of enableness of kutai (Gerbangdayaku)

consistingof three main program, that is enablenessof the nationality economics,

escalation of the quality of human resource and development of infrastructural and

tourism. Govermental of kutai regency sinse buged year 2006 noted have bugedted

each coutry side get the development fund allocation in the amount of 1 milliard more

per countryside per year it is ofcourse need the readiness of oll factors in

itsimplementation ( White book /buku putih Gerangdayaku 2006)

This study aiming todescribe interpretaspects that related to deli beretion of the

program (Gerbangdayaku) to society in the rural. The participation of country side

society in the planning and execution of program is very felt by local society in the

development of countryside. In the compilation of study used qualitative data and

quantitative data, qualitative obtained through di rect of responder of data that related

to target of research. The discussion group to get the fact and experience of responder

of data that related to target of research. The disscussion group is also used in

identifying Swot strategi chosen formulared in to action plan in theform program and

operationaliti cation program through directional discussion group of discussion

group focus.

Based on the result of implementation analysis the movement of development

of enableness of kutai ( Gerbangdayaku) is abtained the result that the program of

society development which executed to local charadteristic. Can give benefit in local

economic expansion and development of social capital. But that way this study find

that coordination and integration of the program still lower, Creating dependence

society to the government and also has potency couse vertical and horizontal conplitc.

(14)

ABSTRAK

MUJILAN, Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai

(Gerbang Dayaku) Dalam Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Studi di Desa

Manunggal Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara Propinsi Kalimantan Timur).Dibimbing

oleh. LALA M KOLOPAKING dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten di indonesia yang

kaya potensi sumber daya alam. Kekayaan alam itu tersebar luas di seluruh kabupaten di

antaranya, sawah, hutan, minyak bumi, gas alam, batu bara, emas. Dengan potensi yang

melimpah itu dapatlah kiranya mendukung pengembangan perekonomian rakyat yang

lebih sejahtera, hal ini sejalan dengan cita-cita untuk menciptakan masyarakat madani

yang bahagia.

Untuk menjawab tantangan tersebut di atas maka Pemerintah Kabupaten Kutai

mencanangkan Program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku)

Dalam Penaggulangan Kemiskinan di perdesaan. Dengan perolehan dana bagi hasil migas

sebesar 3,2 triliun rupiah dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 497 miliar rupiah

diharapkan dapat mewujudkan pembangunan desa. Program Gerbang Dayaku yang terdiri

dari tiga program utama, yaitu Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, peningkatan kualitas

sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur dan pariwisata. Pemerintah

Kabupaten Kutai, dicatat telah menganggarkan setiap desa mendapat alokasi dana

pembangunan sebesar satu miliar rupiah. Penggunaan dana satu miliar per desa per tahun

itu tentunya memerlukan kesiapan semua aktor dalam implementasinya.(buku putih

Gerbang Dayaku 2006).

Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis aspek-aspek yang

berhubungan dengan, Musyawarah Program Gerbang Dayaku kepada masyarakat di

perdesaan. Partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan program

Gerbang Dayaku. Dampak implementasi pelaksanaan program pembangunan desa

Gerbang Dayaku bagi masyarakat desa.

Dalam penyusunan kajian digunakan data kualitatif dan kuantitatif data kualitatif

diperoleh melalui wawancara langsung dan diskusi kelompok untuk memperoleh fakta

dan pengalaman responden atas data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Strategi

terpilih dijabarkan kedalam action plan dalam bentuk program dan operasionalisasi

program melalui diskusi kelompok terarah Focus Group Discussion (FGD).

Berdasarkan hasil analisis implementasi Gerbang Dayaku, diperoleh hasil bahwa

program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan terhadap karakteristik lokal, dapat

memberikan manfaat dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan modal

sosial. Namun demikian, kajian ini menemukan bahwa pengkoordinasian dan

pengintegrasian program masih rendah, menciptakan ketergantungan masyarakat kepada

Pemerintah serta berpotensi menimbulkan konflik vertikal maupun horisontal.

(15)

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta © dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

dan menyebutkan sumber :

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(16)

PENINGKATAN MUTU GERAKAN PENGEMBANGAN

PEMBERDAYAAN KUTAI (GERBANGDAYAKU) DALAM

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PEDESAAN

(STUDI DI DESA MANUNGGAL JAYA KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN

TIMUR)

MUJILAN

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(18)

Judul Tesis

: Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai

(Gerbangdayaku) dalam penanggulangan kemiskinan di pedesaan

(Studi di Desa Manunggal Jaya Kecamatan Tenggarong Seberang

Kabupaten Kutai Kalimantan Timur)

Nama Mahasiswa :

Mujilan

NRP

:

I354060095

Program Studi : MAGISTER PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS Dr.Ir.SutaraHendrakusumaatmadja, MSc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodipuro, MS

(19)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Alloh SWT, atas rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Tesis Dalam Kajian Pengembangan Masyarakat ini, yang di susun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister, dengan judul ” Peningkatan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) dalam penangulangan kemiskinan di pedesaan (Studi di Desa Manunggal Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan timur).

Berkenaan dengan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr.Ir. Lala M Kolopaking,M. Sc dan Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M. Sc. Selaku ketua dan anggota Komisi pembimbing

2. Dr.Ir.Djuara P.Lubis, M. Sc, selaku penguji luar komisi 3. Prof. Dr. Ir. Pang Angsyari Nainggolan, M.Ed. Ketua Penguji.

4. Dr. Marjuki, M. Sc. Selaku kepala Badan Pendidikan dan pelatihan Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia.

5. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Program Pascasarja IPB Bogor. 6. Istri tercinta Amie, anak-anakku tersayang, Kakak dan orang tua yang telah

memberikan doa, dorongan dan dukungan moral, spiritual, dan material. 7. Semua teman – teman MPM dan pihak yang telah membantu dan

memberikan kontribusi dan penyusunan ini.

Semoga kajian ini dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan masyarakat dan bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan masyarakat Desa Manunggal Jaya yang telah membantu.

Bogor, Pebruari 2009

(20)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dusun Sekaran Kidul RT.III RW. 2 No.85. Desa Sekaran Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri Jawa Timur, Pada tanggal, 16 Maret 1975 dari pasangan Bapak Mursid Mukarto (Alm) dan Ibu Suminten sebagai anak ke (empat) 4 dari enam saudara. Penulis menyelesaikan pendidikan, SDK YBPK di Jatiwringin Kecamatan Pagu tahun 1983. MTs Negeri 1 Pare tahun 19986. SMA PSM tahun 1989. PGSMTP Negeri Samarinda tahun 1990 dan Sarjana Sain Terapan tahun 2004 di STKS Bandung.

Sejak tahun 1995 sampai tahun 2000 penulis bekerja di Departemen Sosial Propinsi Kalimantan Timur dan pada tahun 2001 sampai sekarang penulis mutasi di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Pada awal september 2006 penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Sosial Republik Indonesia untuk mengikuti Pendidikan S.2 Program Pengembangan Masyarakat di IPB Bogor.

(21)

Halaman

DAFTAR TABEL

………... x

DAFTAR GAMBAR

………...

xi

DAFTAR LAMPIRAN

...………...…………...

xii

PENDAHULUAN

Latar belakang

………

1

Rumusan masalah

………...

5

Tujuan Kajian

………...

Manfaat Kajian

………...

5

5

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan

Gerbangdayaku………...………....

6

Kemiskinana di pedesaan ..……….………...……...

9

Keluarga miskin………..……...…...………….

11

Penanganan dan partisipasi dalam pengentasan kemiskinan pedesaan...

17

Relevansi masalah dengan pekerjaan sosial………...……. ...

21

METODE KAJIAN

Kerangka pemikiran ………...………...

Metode Kajian ...

31

32

Lokasi dan waktu Kajian ………...………...

Alur kerangka pemikiran...

33

34

Teknik pengumpulan data………...………...

34

Analisa data ……….………...………...

35

Rancangan

Penyusunan

program...………...………..

35

LOKASI KAJIAN

Kependudukan .………...………...

37

(22)

ix

Struktur komunitas.………...………

41

Organisasi dan kelembagaan………...……...…………..

41

Sumberdaya

lokal……….……...

42

Masalah

sosial

…….………...……...

44

Ikhtisar/Intisari

………...………...…………

45

PEMBAHASAN HASIL KAJIAN

Pengantar.

………...

Musyawarah program dalam pengambilan keputusan ...

47

48

Partisipasi masyarakat dalam program erbangdayaku…………...

51

Dampak pelaksanaan program Gerbangdayaku………....…………..

61

Monitoring dalam implementasi program GerbangDayaku ...

63

Evaluasi Gerbangdayaku ………....……...

66

STRATEGI DAN PROGRAM PENANGANAN

Penyusunanan Strategi Program………...

70

Rancangan

Program

Kegiatan...………...

71

Pendampingan

Sosial...………...

71

Pembangunan TK dan TPA...………....…...

74

Perbaikan Kesejahteraan Sosial Merenovasi rumah tak layak huni...

Mengembangkan Kemitraan Masyarakat dengan Perusahaan...

 

74

75

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

……….………....… 77

Rekomendasi

……..………....…... 78

DAFTAR PUSTAKA

……...………

80

(23)

Halaman

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(25)

Halaman

(26)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu kabupaten di indonesia yang kaya potensi sumber daya alam, seperti, hutan, minyak bumi, gas alam, batu bara, emas. Dengan potensi yang melimpah itu dapatlah kiranya mendukung pengembangan perekonomian rakyat yang lebih sejahtera.

Dalam pengembangan Kabupaten Kutai Kartanegra yang memiliki kekayaan alam yang melimpah itu masih banyak penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tercatat hingga kini, di daerah yang memiliki luas wilayah 27.263,1 kilometer persegi dan jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara berjumlah 561.831 jiwa itu, masih terdapat 128 desa miskin, sesuai dengan Hasil Survey Ekonomi Nasional pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pengangguran di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 5,40 persen, jumlah penduduk miskin sebesar 11,45 persen dan jumlah desa yang masuk kategori desa tertinggal mencapai 58,73 persen serta tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara rata-rata masih setingkat SLTP (BPS Kutai, 2005)

Untuk menjawab tantangan tersebut di atas maka Pemerintah Kabupaten Kutai mencanangkan Program Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku) dalam penanggulangan kemiskinan di perdesaan. Dana bagi hasil migas sebesar 3,2 triliun rupiah dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 497 miliar rupiah (Buku putih Gerbang Dayaku ,2006). Program Gerbang Dayaku terdiri dari tiga program utama, yaitu pemberdayaan ekonomi kerakyatan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pembangunan infrastruktur. Pemerintah Kabupaten Kutai sejak tahun anggaran 2006 dicatat telah menganggarkan setiap desa mendapat alokasi dana pembangunan sebesar satu miliar rupiah. Penggunaan dana satu miliar perdesa per tahun itu tentu memerlukan kesiapan semua aktor dalam implementasinya (Buku putih Gerbang Dayaku, 2006).

(27)

desa percontohan untuk wilayah Kutai Kartanegara dengan dicanangkannya sebagai desa swasembada, dimana pada mulanya merupakan pemukiman transmigrasi yang berasal dari pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat, menjadi desa persiapan dan pada tahun 1997 berubah status dari desa persiapan menjadi desa definitif menarik untuk diteliti, dengan alasan: (1) sebagai daerah yang kaya akan sumber alam masih terdapat warga dengan kategori miskin yang relatif besar, yaitu hampir 30 persen; (2) kemiskinan yang dialami erat dengan masalah kerentanan; (3) mereka menjadi the second man dalam proses pembangunan di daerah yang kaya; (4) mereka menjadi masyarakat yang serba kurang dalam penguasaan barang dan pelayanan.

Dalam program Gerbang Dayaku terdapat beberapa proyek yang telah dilaksanakan di Desa Manunggal Jaya pada tahun 2006, yaitu:

1. Bidang infrastruktur, meliputi: pembangunan jalan jembatan konstruksi beton dan perbaikan jalan Desa Manunggal Jaya lebar lima meter dan panjang 10 meter. Pengerasan jalan menuju ke makam umum sepanjang lima kilometer dan lebar tiga meter.

2. Bidang sumber daya manusia, meliputi: subsidi BP3 SD/MI, subsidi BP3 MTs, subsidi BP3 SLTPN I, subsidi BP3 SLTP YPM Diponegara, subsidi BP3 MA, subsidi BP3 SMUN II, subsidi SD inti, DOP SD/MI, bantuan pembangunan SLTP YPM Diponegara, profil desa (pendataan potensi desa), pelatihan kewirausahaan pemuda mandiri, bantuan kegiatan PKK desa, peningkatan pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi masyarakat, pengadaan obat-obatan, bantuan Masjid Nurul Huda, bantuan Mushola Mujahidin, bantuan mushola Al-Ikhlas, dan bantuan Gereja Pantikosta Indonesia (GPI).

(28)

3

lumbung desa dan lantai jemur bagi penangkar padi sawah, pengadaan alat mesin pertanian sistim pompanisasi empat (4) inci mesin 8,5 PK mesin, pengadaan mesin pengering (dryer), pembinaan teknis kelompok tani padi sawah dan bantuan ternak itik 900 ekor bagi keluarga miskin berikut biaya dan pakan ternak. (Sumber: Buku putih Gerbag Dayaku 2006).

Dari ketiga program di atas yang menjadi fokus penelitian adalah bagaimana meningkatkan mutu program Gerbang Dayaku karena dalam proses musyawarah dan partisipasi masyarakat masih rendah dalam kegiatan sehinggu di perlukan perbaikan. Dalam perspektif demikian program Gerbang Dayaku diharapkan dapat menyentuh langsung kepada masyarakat miskin dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat Kutai Kartanegara. Hal ini sesuai dengan pendapat Alfred J. Khan dalam Soetarso, (1981: 34), dikatakan bahwa: “Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam penyediaan fasilititas pemenuhan kebutuhan dan membantu masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran”.

Pendapat di atas mengandung makna bahwa pelayanan sosial dalam hal ini program Gerbang Dayaku, bertujuan membantu masyarakat terutama keluarga miskin untuk dapat memenuhi kebutuhannya dengan jalan memanfaatkan program Gerbang Dayaku guna mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh keluarga miskin. Namun demikian, apabila keluarga miskin kurang atau tidak mampu memanfaatkan adanya pelayanan sosial dimaksud, dikawatirkn tidak saja kehilangan akses dalam pelayanan, melainkan lebih dari itu akan mengalami kerentanan yang signifikan dalam akses pembangunan secara luas seperti meningkatnya pengangguran, keterlantaran anak, tidak terpenuhinya kebutuhan gizi anak, penguasaan lahan dan pemukiman yang terbatas dan sebagainya, di mana keluarga miskin di desa tersebut serba kurang dalam penguasaan barang dan pelayanan. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Levitan dalam Andre Bayo Ala, (1981: 3), dikatakan bahwa: “Kemiskinan adalah kekurangan barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan suatu standar hidup yang layak”.

(29)

pemberdayaan ini memberikan peluang kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan dengan menumbuh-kembangkan ekonomi lokal dan dapat memanfaatkan potensi yang yang tersedia memilikinya sebagai modal dasar pembangunan, memberikan kewenangan kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.

Berangkat dari pemikiran di atas maka salah satu tantangan pembangunan masa depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Kutai adalah bagaimana mengikutsertakan seluruh masyarakat di perdesaan secara aktif dalam proses pembangunan. Pembangunan tanpa partisipasi masyarakat hanya akan menimbulkan ketergantungan, dan masyarakat hanya menjadi obyek dalam proses pembangunan. Selama lebih dari tiga dasa warsa pembangunan di Indonesia, kelompok lapisan masyarakat bawah belum secara aktif dilibatkan dalam pembangunan. Bahkan masyarakat ini menjadi kelompok marjinal yang menjadi beban pembangunan. Persepsi negatif yang muncul adalah bahwa kelompok masyarakat bawah kurang berpartisipasi dalam pembangunan Simuh dalam Syaukani (2002).

Fenomena yang menarik di atas mendorong minat untuk menyelidiki lebih mendalam mengenai partisipasi anggota masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program Gerbang Dayaku. Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program Gerbang Dayaku dipandang sangat penting dalam upaya memberikan yang terbaik bagi masyarakat desa, mengenai apa yang dibutuhkan dan bagaimana mereka mengartikulasikan kepentingan mereka. Kajian ini dilakukan untuk mengungkap, Bagaimana cara meningkatkan Mutu Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang Dayaku). Dalam penanggulanggan kemiskinan di pedesaan, dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan desa selama ini telah mendapat tempat penyaluran yang semestinya dalam kerangka otonomi.

1.2.Rumusan Masalah

(30)

5

1. Bagaimanakah penerapan program Gerbang Dayaku di musyawarahkan serta sejauh mana partisipasi masyarakat desa dalam perencanaan dan pelaksanaan program ?

2. Bagaimana dampak implementasi Program Gerbang Dayaku terhadap masyarakat desa ?

3. Bagaimana strategi upaya peningkatan Mutu Program Gerbang Dayaku?

1.3. Tujuan Kajian

Adapun penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengevaluasi pelaksanaan musyawarah Program Gerbang Dayaku di aras desa.

2) Menelaah Partisipasi masyarakat desa dalam Program Gerbang Dayaku. 3) Mengidentifikasi dampak Program Gerbang Dayaku.

4) Merumuskan strategi Program peningkatan mutu Program Gerbang Dayaku.

1.4. Manfaat Kajian

1) Menjadi kontribusi akademis dalam mengembangkan teori kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pembangunan desa Gerbang Dayaku dalam mewujudkan masyarakat madani di masa depan. 2) Secara operasional memberikan kontribusi praktis atau bahan masukan bagi

(31)

 

2.1. Tinjauan Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai (Gerbang

Dayaku)

Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 adalah di satu sisi, membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga berkesempatan mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat darinya. Pada saat yang sama, pemerintah pusat dapat lebih berkonsentrasi pada kebijakan makro yang bersifat strategis Ryaas Rasyid, (2002: 172). Di sisi lain, dengan desentralisasi kewenangan pemerintahan ke daerah, maka daerah akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan. Kemampuan prakarsa dan kreatifitas mereka akan terpacu sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai masalah domestik akan semakin kuat. Desentralisasi merupakan simbol adanya trust dari pemerintah pusat kepada daerah Syaukani ,(2003: 84). Visi otonomi daerah menurut Afan Gaffar dalam Syaukani (2002: 173 – 174) dapat dirumuskan dalam tiga aras interaksinya, yaitu:

Bidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, maka ia harus difahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang terpilih secara demokratis, dan pengambilan keputusan/kebijakan yang transparan. Bidang ekonomi, otonomi daerah dapat menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan potensi ekonomi daerahnya. Bidang sosial dan budaya. Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan di sekitarnya.

(32)

 

 

7

perlakuan yang tidak adil selama rezim Orde Baru berkuasa; dan kedua, secara historis dan empiris makin melebarnya jurang ketimpangan antara pusat dan daerah di mana daerah penyumbang devisa terbesar negara tidak mendapatkan dana perimbangan secara memadai. Sementara sumber daya alam daerah dieksploitasi habis-habisan, pada saat yang sama program-program pemberdayaan daerah tidak memdapat perhatian secara maksimal dari pemerintah pusat Susanto, (2003: 40).

Dalam perspektif demikian, implementasi otonomi daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah membuat isu sentral pembangunan berbasis pada proses pemberdayaan masyarakat yang disebut Gerbang Dayaku (Gerakan Pengembangan Pembedayaan Kutai, di mana program Gerbang Dayaku tersebut merupakan konsep Syaukani dalam penyampaian visi dan misi calon bupati di depan anggota DPRD Kabupaten Kutai pada tahun 2004 yang memfokuskan kepada pembangunan berbasis wilayah, yaitu gerbang wilayah pedesaan, gerbang wilayah perkotaan dan gerbang sumber daya manusia. Potensi setiap wilayah yang berbeda mengharuskan penanganan dan bentuk pembangunan yang tentunya berbeda pula.

Gerbang Dayaku secara harfiah berarti pintu, dan Dayaku berarti kekuatan dan kemandirian. Artinya, pintu kekuatan untuk memasuki kemandirian, di mana kemandirian menjadi spirit dari otonomi daerah Sayukani, (2004). Sedangkan definisi Gerakan Pengembangan Pemberdayaan Kutai atau lebih dikenal dengan akronim Gerbang Dayaku menurut Syaukani (2004) adalah “Sebuah model pendekatan pembangunan yang berbasiskan pada pemberdayaan yang semua komponennya bersumber pada aspirasi dan potensi sumber daya yang dimiliki”. Di mana program dari Gerbang Dayaku itu sendiri dibagi dalam tiga kegiatan besar, yaitu pembangunan infrastuktur, ekonomi kerakyatan, dan sumber daya manusia. Salah satu program unggulan Gerbang Dayaku adalah adanya gerakan satu milyar/desa per tahun 2006. Guna menumbuhkan dan mendorong masyarakat meningkatkan etos kerja dan sektor produksi Susanto, (2003).

Visi Gerbang Dayaku adalah untuk menciptakan masyarakat Kutai

(33)

 

potensi dan sumber daya dirinya untuk mengelola sumber daya yang dimiliki oleh kabupaten tersebut. Masyarakat madani adalah masyarakat yang agamis dan egaliter yang didasari atas kehidupan yang rukun dan damai berdasarkan masyarakat yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sesuai dengan standart kehidupan yang layak bagi kemanusian sebagaimana mestinya Susanto, (2003: 81).

Misi dari Gerbang Dayaku adalah memberdayakan seluruh komponen dan potensi masyarakat dalam sebuah wadah gerakan yang terencana dan terkoordinasi untuk mewujudkan pembangunan Kabupaten Kutai Kartanegara sesuai dengan aspirasi masyarakat. Hal ini apabila dicermati sangat sesuai dengan salah satu prinsip pekerjaan sosial, yaitu prinsip menentukan sesuatu sesuai dengan dirinya sendiri, bahwa sekecil apapun manusia mempunyai potensi sehingga bisa diberdayakan dalam pembangunan.

Dengan visi dan misi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa seluruh komponen, khususnya masyarakat miskin yang selama ini dianggap sebagai beban dari pembangunan, akan menjadi kekuatan baru yang dapat menyumbangkan peranannya dalam pembangunan bangsa dan negara. Dengan demikian, tujuan yang akan dicapai dalam program Gerbang Dayaku adalah: (a) mewujudkan masyarakat Kutai Kartanegara yang berkesejahteraan sosial, yang adil dan beradab; (b) mewujudkan masyarakat Kutai Kartanegara yang mandiri; dan (c) mewujudkan masyarakat yang berkualitas Hery Susanto,( 2002:82 – 83).

Berangkat dari visi, misi dan tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa parameter dari program Gerbang Dayaku adalah kesejahteraan, kemandirian dan kualitas sumber daya manusia. Oleh karenanya partisipasi masyarakat dalam Gerbang Dayaku menempati posisi sangat tinggi karena segenap komponen tersebut akan menjadi ujung tombak yang mewarnai sis-sisi gerakan pembangunan yang dicanangkan. Sehingga dengan demikian tidak ada yang berpotensi mubazir dari keseluruhan proses pembangunan di Kabupaten Kutai Kartanegara sepanjang pemerintahannya beserta stakeholder di tingkat masyarakat dapat selalu melakukan evaluasi secara efektif.

(34)

 

 

9

Alfed J. Khan dalam Soetarso, (1993: 35) mengklasifikasikan pelayanan sosial berdasarkan fungsinya, adalah:

1. Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan

2. Pelayanan sosial dengan tujuan penyembuhan, pemberian bantuan, rehabilitasi dan perlindungan sosial

3. Pelayanan sosial untuk membantu orang menjangkau dan menggunakan pelayanan yang sudah ada, pemberian informasi dan nasehat.

Berdasarkan klasifikasi pelayanan sosial tersebut, pelayanan sosial oleh keluarga miskin termasuk dalam fungsi pemberian bantuan, pengembangan, menjangkau dan menggunakan pelayanan yang sudah ada, pemberian informasi dan nasehat. Sehingga dengan bantuan yang diberikan diharapakan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan lebih dari itu keluarga miskin dapat menjalankan fungsi sosialnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Alfred J. Khan dalam Soetarso, (1993: 26) bahwa: Pelayanan sosial berisikan program-program yang ditujukan untuk melindungi dan memulihkan kehidupan keluarga, membantu perorangan untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan oleh faktor-faktor dari luar maupun dalam dirinya, meningkatkan proses perkembangan, serta mengembangkan kemampuan orang untuk memahami, menjangkau dan mengusahakan pelayanan yang tersedia melalui pemberian informasi, bimbingan perwakilan kepentingan dan bantuan-bantuan nyata.

Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan sosial bertujuan untuk memecahkan masalah bagi pengembangan diri keluarga miskin untuk menjangkau pelayanan sosial yang tersedia.

2.2. Kemiskinan di Pedesaan

(35)

 

kemiskinsn. Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan harus melibatkan partisipasi dari berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat yang menghadapi masalah kemiskinan.

Penanganan kemiskinan juga memerlukan kesamaan arah di berbagai level penanganan, seperti pengambilan keputusan kebijakan, mediator dan pelaksanaan teknis dilapangan, kedalam program yang bertujuan untuk :

1. Membina, menyelamatkan, memulihkan serta mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial (kemiskinan) agar dapat hidup dan berkembang secara layak.

2. Mengali dan memanfaatkan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan serta pemerataan pelayanan sosial.

3. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan Penyandang Masalah Ksejahteraan Sosial (PMKS) dapat mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.

4. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia da;lam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.

5. Mengembangkan kepekaan, kesejahteraan sosial, etika moral dan tanggung jawab sosial masyarakat yang mampu.

Upaya tersebut di atas harus memiliki muara yang sama setuju pada penanganan masalah kemiskinan, sehingga tidak terjadi program yang bertentangan antara yang dikeluarkan pada level pengambil keputusan dengan program yang direalisasikan dilevel pelaksanaan teknis di lapangan.

(36)

 

 

11

2.3. Keluarga Miskin

Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh standar tingkat kehidupan yang rendah, tingkat kekurangan materi pada golongan tertentu dibandingkan dengan standar yang berlaku di masyarakat Andi Bayo Ala, (1996), yaitu standar kehidupan yang rendah secara langsung, mutu pendidikan yang rendah, serta ketrampilan dan kemampuan yang terbatas untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Dawam Raharjo (1995: 146), kemiskinan adalah: “Sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga. Orang miskin adalah mereka yang tingkat pendapatannya (diukur dari pengeluaran yang terjadi) berada di bawah garis kemiskinan”.

Kemiskinan sebagai suatu standart tingkat hidup yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standart kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standart kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruh terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri mereka yang tergolong orang miskin.

Dari definisi di atas kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek-aspek material saja, tetapi juga menyangkut aspek non material. Selain terbatasnya kemampuan tersebut, secara sosial keluarga miskin juga ditandai oleh adanya keterbatasan dalam pemilikan rumah, atau tempat tinggal kurang layak huni, kurangnya pendidikan, kurang ketrampilan, rendahnya tingkat kesehatan, lemahnya kehidupan beragama, kurangnya hubungan sosial dan sebagainya.

Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan yang bersinambung; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial.

(37)

 

mencukupi kebutuhan pokok hidup, maka rumah tangga tersebut dianggap rumah tangga miskin.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1981 tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Fakir Miskin, keluarga miskin didefinisikan sebagai: 1. Sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak

mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan pokok yang layak.

2. Mempunyai sumber mata penjaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan yang meliputi sandang, papan, pemukiman, kesehatan dan pendidikan.

Menurut Badan Pusat Statistik sebagaimana dikutip Achlis mengolongkan pendapatan atau penghasilan keluarga ditinjau dari kosumsi beras yang dapat dipenuhi. Pengolongan tersebut adalah :

1. Keluarga sangat miskin

Sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai penghasilan di bawah setara dengan 240 kg beras ekuivalen setiap orang tiap tahun untuk penduduk yang tinggal di pedesaan dan yang berpenghasilan setara dengan 360 kg beras untuk yang tinggal di perkotaan.

2. Keluarga miskin

Keluarga yang memiliki penghasilan setara dengan 240 kg beras bagi yang di pedesaan dan yang berpenghasilan 360 sampai dengan 480 beras yang tinggal di perkotaan.

3.Keluarga berpendapatan menengah

Keluarga yang memiliki penghasilan setara dengan 360 sampai dengan 480 kg beras untuk yang di pedesaan dan 480 kg sampai dengan 500 kg beras bagi yang tinggal di perkotaan.

4.Keluarga kaya

Keluarga yang mempunyai penghasilan setara dengan 480-600 kg beras untuk di pedesaan atau 600 - 720 kg untuk daerah perkotaan.

5.Keluarga sangat kaya

(38)

 

 

13

Dari pengertian keluarga miskin di atas, keluarga miskin mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam menjangkau sistem sumber atau pelayanan sosial yang ada. Hal ini dapat menjadi kendala bagi keluarga miskin dan keluarganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Dari sudut penggolongan penghasilan keluarga, keluarga miskin itu dapat ukur dengan beras yang dikonsumsi. Lebih lanjut Emil Salim (1989: 75) menyatakan bahwa keterbatasan yang dimiliki keluarga miskin pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Mutu tenaga kerja yang terbatas, 2. Jumlah modal tidak memadai, 3. Luas tanah dan sumber daya terbatas,

4. Kondisi fisik jasmaniah dan rohaniah yang relatif rendah, dan

5. Lingkungan hidup yang kurang memungkinkan perubahan dan kemajuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keluarga miskin mempunyai ciri-ciri: (1) miskin, terutama sangat miskin; (2) mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan pokok; (3) tempat tinggal kurang layak atau sederhana; (4) tingkat pendidikan rendah; (5) derajat kesehatan dan gizi yang rendah dan buruk; dan (6) pemilikan harta sangat terbatas jumlah dan nilainya.

Dalam perspektif demikian, keluarga miskin dalam segala sisi sangat rentan yang berdampak pada masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial menghadapi birokrasi, tingginya rasio ketergantungan dan semua itu, dalam pandangan Oscar Lewis terefleksikan dalam budaya kemiskinan. Namun demikian, pemerintah sudah berupaya meningkatkan kehidupan keluarga miskin yang ada di seluruh Indonesia, kenyataan ini dilakukan melalui pemerataan pendidikan dan program-program bantuan pengentasan kemiskinan yang dimaksudkan agar meningkatnya kualitas sumber daya manusia di mana keluarga miskin diharapkan mempunyai daya dan kemampuan mengubah kehidupan yang lebih baik dan manusiawi.

1. Dimensi Kemiskinan

(39)

 

memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti makan, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan lain-lain. Penentuan kemiskian absulut ini biasanya diukur melalui batasan kemiskinan atau garis kemiskinan (poverty line) baik yang berupa indikator tunggal maupun komposit, seperti nutrisi, kalori, beras, pendapatan, pengeluaran, kebutuhan dasar, atau kombinasi beberapa indikator. Untuk mempermudah pengukuran atau indikator tersebut umumnya di konvensikan dalam bentuk uang (pendapatan atau pengeluaran).

Dengan demikian seseorang atau sekelompok orang yang kemampuan ekonominya berada di bawah garis kemiskinan, dikategorikan sebagai miskin secara absulut. Kedua, kemiskinan relatif adalah keadaan miskin yang dialami individu atau kelompok dibandingkan dengan kondisi umumnya suatu masyarakat. Jika batas kemiskinan misalnya Rp. 100.000 perkapita/bulan, seseorang yang memiliki pendapatan Rp. 200.000 perkapita/ bulan secara absulut tidak miskin, tetapi jika pendapatan rata-rata masyarakat sekitar adalah Rp. 300.000/kapita, maka secara relatif orang atau keluarga tersebut termasuk orang miskin. Ketiga, kemiskinan kultural mengacu pada sikap, gaya hidup, nilai, orentasi sosial budaya seseorang atau masyarakat yang tidak sejalan dengan etos kemajuan (moderenisasi).

(40)

 

 

15

trampil (unskilled labour), termasuk ke dalam mereka yang berada dalam golongan kemiskinan struktural.

2. Ciri- ciri Keluarga Miskin.

Ciri-ciri keluarga miskin antara daerah satu dengan daerah lain berbeda, ciri kemiskinan biasanya disesuai dengan kondisi, tempat dan keadaan suatu wilayah. Sedangkan ciri-ciri umum sebagaimana dikemukakan Emil Salim (1994: 105) adalah:

a. Mereka pada umumnya tidak memiliki faktor sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, faktor produksi yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan terbatas.

b. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk mendapatkan aset produksi dengan kekuatan sendiri, masalah ini dapat menghambat usaha keluarga miskin untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Akibat yang ditimbulkan keluarga miskin tidak dapat menjangkau pelayanan yang ada dan aset produksi dimonopoli oleh gologan orang yang mampu.

c. Tingkat pendidikan keluarga miskin pada umumnya rendah, waktu mereka habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar, dan anak-anak keluarga miskin tidak dapat menyelesaikan sekolah karena membantu orang tua.

d. Kebanyakan keluarga miskin tinggal di pedesaan, banyak di antara mereka tidak memiliki tanah, menjadi buruh tani, pekerja kasar di luar pertanian. e. Banyak diantara keluarga miskin hidup dikota dengan usia muda dan tidak

mempunyai ketrampilan dan pendidikan. 3. Sebab-sebab Kemiskinan.

Dengan mengikuti pendapat para ahli sebab terjadinya kemiskinan dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu:

a. Kesempatan kerja. Seseorang miskin karena menganggur sehingga tidak memperoleh penghasilan atau kalau bekerja tidak penuh, baik dalam ukuran hari, minggu, bulan atau tahun.

(41)

 

d. Ketiadaan aset. Pertanian, kemiskinan terjadi karena petani tidak memiliki lahan tanah untuk bertani atau mempunyai lahan tetapi lahannya sempit. e. Adanya diskriminasi sehingga menyebabkan terjadinya kemiskinan.

f. Kemiskinan dapat terjadi karena tekanan harga. Harga yang mahal menyebabkan daya beli melemah sehingga tidak dapat melalukan taransaksi pembeliaan.

g. Penjualan tanah baik tanah pertanian, pertambakan ataupun perumahan bisa meimbulkan kejatuhan dan akhirnya kemiskinan.

4. Dampak Atau Akibat Masalah

Dampak yang ditimbulkan oleh kemiskinan (Andi Bayo Ala, 1996: 34; Dawam Rahardjo: 113, 1995; Emil Salim, 1994: 136) adalah:

a. Masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan;

b. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada peluang kerja;

c. Kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial mengahadapi birokrasi;

d. Kemiskinan juga berarti menghabiskan semua atau sebagian besar pengahasilan golongan miskin untuk konsumsi pangan dengan kualitas yang terbatas;

e. Kemiskinan juga ditandai dengan tingginya rasio ketergantungan, karena besarnya keluarga dan beberapa diantaranya masih balita. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya konsumsi yang akan mengganggu tingkat kecerdasan mereka; dan

f. Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yaitu pewarisan dari generasi ke generasi lainnya.

2.4. Penanganan dan partisipasi dalam pengentasan kemiskinan dipedesaan

(42)

 

 

17

1. Pemberdayaan sosial, yaitu pembinaan bagi aparatur pemerintah sebagai pelaku pembangunan kesejahteraan sosial untuk meningkatkan profesionlisme dan kinerja serta pemberian kepercayaan dan peluang pada masyarakat maupun dunia usaha serta penyandang permasalahan kesejahteraan sosial dalam mencegah dan mengatasi masalah yang ada dilingkungannya.

2. Kemitraan sosial, yaitu adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan dan jaringan kerja yang dapat menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra.

3. Partisipasi sosial, yaitu adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam mengambil keputusan serta melakukan peranan yang terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.

Sesuai dengan strategi dan upaya penanganan kemiskinan untuk pembangunan kesejahteraan sosial, maka dalam menanggani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dilakukan secara bertahap sampai mereka dapat hidup layak serta berkembang dengan wajar, terus menerus sampai pada titik terminasi dan manpu hidup mandiri.

Partisipasi dalam konteks ini diartikan sebagai keikutsertaan atau peranserta dalam proses pembangunan, baik perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasinya Tjokroamidjoyo,(1996). Dalam pelaksanaan pembangunan misalnya, partisipasi dimaknai tidak boleh menjadi menonton atau membiarkan orang lain bekerja, tetapi harus memiliki partner kerjasama, sehingga diperlukan adanya semangat demokratis, bersifat terangsang dan sukarela.

(43)

 

Pentingnya partisipasi dalam proses pembangunan didasarkan setidaknya pada tiga alasan Conyers, (1994) sebagai berikut: pertama, partisipasi merupakan alat untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat, yang tanpa kehadirannya pembangunan bisa gagal; kedua, masyarakat akan percaya dimana ia ikut dilibatkan dalam tahap persiapan dan perencanaannya; dan ketiga, bahwa partisipasi merupakan hak demokrasi masyarakat apabila ia dilibatkan dalam pembangunan masyarakatnya.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan sepanjang proses pembangunan, namun juga dapat dilakukan hanya terhadap suatu tahapan pembangunan. Cohen dan Uphoff (1997) menyebut yang pertama sebagai partisipasi prosesual, sedang yang kemudian sebagai partisipasi parsial. Berdasarkan tahapan proses pembangunan inilah kemudian Cohen dan Uphoff selanjutnya membedakan partisipasi menjadi: (1) partisipasi dalam perencanaan program pembangunan; (2) partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan; (3) partisipasi dalam memanfaatkan hasil pembangunan; (4) partisipasi dalam mengevaluasi dan mengawasi pembangunan.

Dusseldorp (1992) membedakan partisipasi berdasarkan tingkatan sebagai berikut: (1) partisipasi sukarela (free participation); (2) partisipasi karena kebiasaan

(customary participation) dan (3) partisipasi yang dipaksakan (force

participation).

Partisipasi sukarela adalah partisipasi yang berasal dari inisiatif dan prakarsa masyarakat sendiri. Ndraha (1996) menyebutnya sebagai partisipasi sejati. Partisipasi karena kebiasaan adalah partisipasi yang dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Sedangkan partisipasi paksaan adalah partisipasi masyarakat karena ada paksaan dari pihak lain, misalnya aparat pemerintah.

(44)

 

 

19

khususnya dalam penentuan program pembangunan desa, partisipasi yang diharapkan muncul adalah kesempatan kepada warga desa untuk menggali permasalahan masyarakat dan potensi yang dimilikinya, menentukan alternatif pemecahan masalah dan merumuskan sendiri rencana tindakan berdasarkan sumberdaya dan waktu yang tersedia.

Dalam tahapan ini warga masyarakat tidak hanya terbuka kesempatan untuk menilai rencana pembangunan yang akan diterapkan, tetapi yang lebih penting adalah keberanian mengemukakan pendapat dan aspirasinya dalam suatu bentuk rencana tindakan penyelesaian masalah. Dalam proses ini yang lebih penting bahwa masyarakat telah melakukan proses belajar (learning process) dalam menentukan masa depannya secara demokratis tanpa paksaan.

Dalam proses belajar ini masyarakat mengalami suatu keterlibatan secara mental dan emosional. Oleh karenanya Davis dalam Sholahuddin (1997), memaknai partisipasi sebagai suatu dorongan mental dan emosi dari seseorang atau kelompok yang menggerakkan mereka untuk bersama-sama mencapai tujuan dan ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaannya.

Dalam partisipasi setidak-tidaknya diperlukan tiga prasyarat, yaitu: pertama, adanya keterlibatan mental dan emosional daripada keterlibatan secara fisik, sehingga yang muncul adalah partisipasi sukarela dan bukannya partisipasi yang dipaksakan; kedua, ada dorongan untuk menyumbang atau mendukung (to

contribute) dalam situasi tertentu dan bukan sekedar menyetujui (to consent)

terhadap sesuatu; dan ketiga, ada dorongan untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu ide atau kegiatan, karena apa yang disumbangkan atas dasar sukarela.

Namun demikian yang menjadi masalah utamanya adalah bagaimana pemerintah mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi munculnya kepekaan, inisiatif dan daya kreasi masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itu diperlukan adanya keterbukaan dan kesempatan yang luas bagi munculnya partisipasi warga desa dalam proses pembangunan desa.

(45)

 

mengungkapkan seharusnya aparat waspada terhadap kelompok masyarakat yang berpartisipasi secara semu itu, karena bisa menghambat dan mempersulit tujuan secara utuh dan mantap.

Berkaitan dengan proses penentuan program pembangunan desa, ada baiknya diperhatikan bahwa sahnya keputusan-keputusan komunitas sangat tergantung kepada mereka yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan partisipasi dimaksudkan, bahwa setiap anggota masyarakat memegang peranan dalam satu tahap atau lebih dari proses pembangunan dan hal itu sangat tergantung dari siapa yang memprakarsai dan siapa yang terlibat dalam proses pengabsahannya.

Jika ditinjau produk hukum terdahulu sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian di revisi dan diganti dengan no. 32 Tahun 2004 masih terdapat adanya peraturan yang justru melemahkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan ini. Misalnya, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang membuat kekuasaan kepala desa dan pemerintah desa menjadi sedemikian kuatnya, sehingga menyebabkan Kepala Desa lebih menonjolkan pelaksanaan perintah atasan daripada sebagai seorang pengayom rakyatnya. Akibatnya, rakyat tidak berani atau tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan aspirasi dan pendapatnya.

Untuk melihat sejauhmana partisipasi masyarakat benar-benar terwujud dalam perencanaan pembangunan desa, maka perlu diperhatikan dimensi-dimensi dan bentuk-bentuk partisipasi sebagaimana dikemukakan oleh Cohen dan Uphoff (1977) sebagai berikut: dimensi partisipasi meliputi apa, siapa dan bagaimana

partisipasi itu dilaksanakan. Dimensi apa artinya dalam hal apa saja partisipasi

itu dilakukan. Ini menyangkut arti, pengertian atau definisi partisipasi. Dimensi siapa artinya siapa saja yang ada kemungkinan terlibat dalam partisipasi. Mereka adalah warga setempat, pimpinan setempat dan pejabat pemerintah. Sedangkan dimensi bagaimana berkaitan dengan bagaimana terjadinya partisipasi dalam pembangunan.

2.5. Relevansi Masalah dengan Pekerjaan Sosial

(46)

 

 

21

pekerjaan sosial memiliki paradigma yang memandang bahwa usaha kesejahteraan sosial merupakan suatu institusi strategis bagi keberhasilan pembangunan Suharto, (1997; 233). Paradigma pekerjaan sosial merefleksikan pembelaan terhadap kaum lemah dan yang dilemahkan, kelompok tidak beruntung dan tidak diuntungkan, golongan terpinggir dan dipinggirkan dalam dan oleh gegap gempita pembangunan. Dengan demikian pekerjaan sosial menjadi penting perannya dalam mengatasi permasalahan keluarga miskin. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Soetarso (1993: 5), dikatakan bahwa:

Pekerjaan sosial adalah bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi di antara orang-orang dengan lingkungan sosialnya sehingga orang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, mengatasi kesulitan-kesulitan mereka serta mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.

Sedangkan menurut Walter A.Friedlander dalam Syarief Muhiddin,(1997:7). “Pekerjaan sosial adalah suatu pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perorangan maupun di dalam kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan secara pribadi dan sosial”.

Berdasarkan definsi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pekerjaan sosial merupakan profesi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai profesi kepada individu, kelompok dan masyarakat dengan tujuan membantu menciptakan lingkungan yang memberikan kesempatan dan dukungan sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhannya, memecahkan masalahnya, melaksankan tugas-tugas kehidupan dan menwujudkan nilai serta aspirasi mereka dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Selanjutnya, Dean H. Hepworth and Jo Ann larson dalam Dwi Heru Sukoco, (1993: 20 – 25) menyatakan bahwa tujuan pekerjaan sosial adalah:

1. Membantu orang memperluas potensinya dan meningkatkan peran mereka untuk menghadapi serta memecahkan masalahnya.

2. Membantu orang memperoleh sumber-sumber.

(47)

 

4. Memberikan fasilitas interaksi antar individu lainnya di dalam lingkungannya.

5. Mempengaruhi interaksi antar organisasi dengan institusi yang ada. 6. Mempengaruhi kebijakan sosial maupun kebijakan lingkungan.

Dengan demikian tujuan pekerjaan sosial terkait dengan keluarga miskin adalah membantu mereka memperluas dan meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi dan memecahkan masalah, membantu memperoleh sumber-sumber, penguatan organisasi yang sudah ada di lingkungannya, serta memfasilitasi interaksi antara mereka dengan orang lain di lingkungannya. Usaha ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan peran keluarga miskin dalam memanfaatkan bantuan. Sedangkan fungsi pekerjaan sosial sebagaimana dikemukakan oleh Allen Pincus and Anne Minahan dalam Dwi Heru Sukoco, (1993: 45 – 46) adalah:

1. Membantu mengkaitkan dengan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi.

2. Mengkaitkan orang dengan sistem sumber.

3. Memberikan fasilitas interaksi di dalam sistem-sistem sumber. 4. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem-sistem sumber. 5. Mempengaruhi kebijakan sosial.

6. Memeratakan/menyalurkan sumber-sumber material. 7. Memberikan pelayanan sosial sebagai kontrol sosial.

Berdasarkan fungsi tersebut yang intinya adalah memfokuskan interaksi antara orang dengan sistem sumber di lingkungan sekitarnya supaya mereka dapat menjangkau dan memanfaatkan sistem sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.

Sehubungan dengan itu, tradisi pekerjaan sosial mengajarkan bahwa ciri praktek pekerjaan sosial dalam suatu pendekatan generalist, yaitu:

1. Pekerjaan Sosial dengan Individu

(48)

 

 

23

untuk membantu individu-individu yang mengalami masalah secara perorangan atau berdasarkan relasi satu persatu (Suharto, 1997: 243 – 244). Dengan demikian peran pekerja sosial dalam metode ini (Suharto, 1997: 245 – 246) adalah:

a. Broker, yaitu membantu menyediakan pelayanan sosial kepada klien.

b. Mediator, yaitu menghubungkan klien dengan berbagai sumber pelayanan

sosial yang ada dalam masyarakat.

c. Public Education, memberikan dan menyebarluaskan informasi mengenai

masalah dan pelayanan-pelayanan sosial yang tersedia.

d. Advocate, yaitu membela klien dalam memperjuangkan hak-haknya

memperoleh pelayanan atau menjadi penyambun lidah klien agar lembaga lebih responsif memenuhi kebutuhan klien.

e. Outreach, yaitu pekerja sosial menjangkau atau mendatangi klien yang

karena suatu sebab tidak dapat menjangkau pelayanan.

f. Behavioral Specialist, yaitu menjadi ahli yang dapat melakukan berbagai

strategi dan teknik pengubahan perilaku.

g. Konselor, yaitu memberikan pelayanan konseling kepada klien. Peranan

ini merupakan ketrampilan dan tugas yang paling utama dari pekerja sosial dalam menerapkan metode pekerjaan sosial dengan individu.

2. Pekerjaan Sosial dengan Keluarga

Keluarga adalah sistem yang sangat cenderung untuk mempengaruhi keberfungsian individu, di mana keluarga merupakan sistem utama yang bertanggungjawab untuk menyediakan kebutuhan individu. Masalah-masalah yang muncul dari ketidakberfungsian individu sering muncul dari ketidakberfungsian keluarga. Untuk menimbulkan keberfungsian individu, perlu memahami keluarga sebagai suatu sistem sosial, hal mana merupakan tempat individu-individu berada sehingga ketika ingin memahami seorang individu maka sistem keluarga individu tersebut harus menjadi perhatian atau sebagai klien Louise C. Johnson, (1983). Jadi dalam sistem keluarga mungkin termasuk beberapa anggota keluarga luas yang bisa jadi tidak tinggal dalam satu rumah, seperti kakek/nenek atau paman/bibi. Hal ini karena keluarga adalah sebagai suatu sistem di mana para anggota keluarga adalah orang-orang yang memiliki relasi yang lebih kuat di antara mereka daripada dengan orang lain dan batas Dubois and Milley ,(1992).

(49)

 

penyediaan utama dari kebutuhan umum manusia bagi individu-individu, perawatan dan pengasuhan anak, dan kelanjutan dari kebudayaan Gerungan, (1996:65). Sehingga aspek penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan cara-cara suatu keluarga berfungsi adalah pola-pola komunikasi, cara-cara keputusan dibuat, dan cara peranan didelegasikan kepada anggota keluarga.

Aspek terakhir untuk memahami keluarga sebagai suatu sistem sosial adalah perkembangan keluarga, yang dimulai dalam akar keluarga. Sebagaimana dikemukakan Sonya Rhodes dalam Louise C. Johnson, (1983: 107) bahwa terdapat tujuh tahap perkembangan dalam kehidupan keluarga, yaitu: intimacy vs idealization; replenishment vs turning inward; individualization of family

members vs pseudomutual organization; companionship vs isolation; regrouping

vs binding or expulsion; recovery vs despair; and mutual aid vs uselessness.

Sehubungan dengan itu, peran pekerja sosial adalah menentukan motivasi, kemampuan dan kesempatan sistem keluarga untuk berubah dan melibatkan sistem keluarga tersebut dalam proses pertolongan. Dengan demikian keluarga menjalani proses menjadi klien, yaitu memahami keluarga sebagai klien dari sudut pandang struktural, fungsional dan perkembangan.

Dalam memahami skema keluarga Louise C. Johnson (1983: 103) membagi ke dalam empat bagian, yaitu informasi identifikasi yang perlu; gambaran keluarga sebagai suatu sistem; identifikasi tentang keprihatinan, kebutuhan, dan masalah dari sistem keluarga; dan identifikasi tentang kekuatan dan keterbatasan dari sistem keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah.

Dengan demikian faktor-faktor penting untuk dipertimbangkan dalam memahami keberfungsian klien adalah bagaimana klien mengisi peranan-peranan yang vital dari pekerjaan, perkawinan, dan orang tua; bagaimana perbedaan manusia mempengaruhi kebrfungsian sosial individu; motivasi klien pada upaya pertolongan; dan tingkat krisis serta stress yang dialami klien.

Adapun tugas pekerja sosial agar suatu keluarga berfungsi adalah: (1) membantu semua anggota keluarga untuk berpartisipasi; (2) mengklarifikasi proses pembuatan keputusan; dan (3) mendorong proses demokratisasi dalam keluarga Louise C. Johnson, (1983: 195).

(50)

 

 

25

Social group work atau pekerjaan sosial dengan kelompok adalah salah satu

metode pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya Suharto, (1997: 273). Pada saat ini para pekerja sosial menyakini bahwa intervensi pekerjaan sosial yang berbasis pada kelompok sangat efektif dan efesien dalam memecahkan masalah individu maupun masalah sosial. Terdapat beberapa alasan mengapa kelompok dipandang sebagai media yang penting dalam proses pertolongan pekerjaan sosial diantaranya adalah orang-orang yang terlibat dalam kelompok terlibat relasi, interaksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu, metode ini lebih efesien dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana karena proses pemecahan masalah tidak dilakukan secara individual, melainkan bersama.

Pekerjaan sosial dengan kelompok menurut National Association of Social Work dalam Suharto, (1997: 274) adalah: “Suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuannya untuk membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka (social adjustmant), dan tujuan keduanya untuk membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh masyarakat”. Sebagaimana dikatakan oleh Hartford dalam Alissi, (1980: 66 – 67) metode Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) digunakan untuk memelihara atau memperbaiki keberfungsian personal dan sosial para anggota kelompok dalam beragam tujuan, yaitu (a) tujuan korektif; (b) tujuan preventif; (c) tujuan pertumbuhan sosial normal; (d) tujuan peningkatan personal; dan (e) tujuan peningkatan partisipasi dan tanggungjawab masyarakat.

Proses perencanaan dan pengimplementasian metode Pekerja Sosial Kecamatan (PSK) tidaklah terlalu jauh berbeda dengan tahap-tahap praktek pekerjaan sosial pada umumnya. Sebagaimana dikemukakan Zastrow (1985, dalam Suharto: 289 – 290), tahap-tahap dalam PSK adalah:

a. Tahap intake. Tahap ini ditandai oleh adanya pengakuan mengenai masalah spesifik yang mungkin tepat dipecahkan melalui pendekatan kelompok. Tahap ini disebut juga tahap kontrak antara pekerja sosial dengan klien, karena pada tahap ini dirumuskan persetujuan dan komitment antara mereka untuk melakukan kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok.

(51)

Gambar

Gambar 2 Piramida penduduk Desa Manungal Jaya 2006.
Gambar 3 Jumlah Penduduk Desa Manunggal Jaya Berdasarkan Tingkat
Gambar 4  Komposisi penduduk desa Manungal Jaya berdasarkan mata pencahariannya tahun 2006
Tabel 1 Partisipasi masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini perlu dilakukan isolasi dan identifikasi lebih lanjut terhadap senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak n-heksana kulit batang tabebuia

Dengan kata lain, kinerja perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan dapat mempengaruhi harga saham (kinerja pasar) suatu perusahaan.. Informasi mengenai perusahaan

Selain faktor protein, asam lemak, dan mineral, diduga tingginya laju pertumbuhan pada perlakuan pemberian pakan maggot silase ikan karena terdapat kandungan asam

Telah menghadiri sepenuhnya kursus dan lulus peperiksaan BOFA untuk Jurulatih anjuran NIOSH atau program setara di mana-mana pusat pengajar yang diiktiraf oleh JKKP; DANe.

Pengangguran total adalah pengangguran yang benar-benar tidak mendapat pekerjaan, karena tidak adanya lapangan kerja atau tidak adanya peluang untuk menciptakan lapangan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode Backpropagation Neural Network dari hasil ekstraksi dari 5 besaran GLCM dapat mengenali

Toisaalta vain harvoissa puheis- sa ja diskursseissa puhuttiin vahvasti esimerkiksi sellaisista lähestymistavan perusperi- aatteista kuin kaikkien maailman ihmisten

Analisis yang dilakukan terhadap hasil pengukuran berat badan selama masa penelitian yang dilakukan secara Kruskal-Wallis diperoleh hasil bahwa pada minggu ke-1 tidak terdapat