• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Tegal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Tegal"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HENDRA MUBARANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Tegal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

HENDRA MUBARANTO. Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA danLUKMAN M. BAGA.

Tujuan penelitian adalah menganalisis kinerja usaha, menganalisis kemampuan industri menjadi basis ekonomi, menganalisis faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja serta merumuskan strategi dalam pengembangan industri kecil tahu. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari survei lapangan dan wawancara mendalam menggunakan kuesioner, studi pustaka dan dokumen. Data dianalisis menggunakan analisis kelayakan usaha, analisis nilai tambah Hayami, analisis regresi, analisis LQ, analisis IFE dan EFE, dan analisis SWOT. Implementasi strategi yang telah dirumuskan kemudian dijabarkan dalam arsitektur strategi sehingga seluruh strategi dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan tingkat kepentingan pelaksanaan.

Analisa kelayakan usaha industri kecil tahu memperoleh total biaya produksi tahu Rp762 437, tingkat pendapatan Rp981 402 dengan tingkat keuntungan Rp218 965 atau sebesar 28.72% dari total biaya produksi. NilaiR/C ratio 1.3, dan titik impas produksi tahu 2317 unit/hari dibawah jumlah produksi tahu 2983 unit/hari. Industri kecil tahu memberikan nilai tambah Rp5599 tiap kilogram kedelai yang diolah, dengan rasio nilai tambah sebesar 37.88%. Biaya input produksi dan biaya tenaga kerja secara signifikan mempengaruhi penerimaan industri kecil tahu.

Industri kecil tahu mampu menjadi komoditas yang berkontribusi relatif besar dan menjadi komoditas basis ekonomi di Kecamatan Adiwerna, Pangkah dan Tarub dengan koefisien LQ paling tinggi yaitu 6.9 berdasarkan kebutuhan tenaga kerja dan 6.5 berdasarkan kebutuhan bahan baku kedelai di Kecamatan Adiwerna. Hal ini membuktikan besarnya kontribusi industri kecil tahu bagi perekonomian di Kecamatan Adiwerna dan Kabupaten Tegal. Kemampuan produk tahu Kabupaten Tegal menembus pasar di luar wilayah Kabupaten Tegal yaitu Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cirebon bahkan hingga ke Yogyakarta dan Jakarta sesuai dengan konsep tentang teori basis ekonomi yang intinya kegiatan ekspor suatu sektor atau komoditas yang mampu mendatangkan uang dari luar wilayah disebut kegiatan basis.

(5)

kurun waktu tahun 2016 hingga tahun 2018.

(6)

HENDRA MUBARANTO. The Development Strategy of Tofu Small Scale Industry in Regional Economic Development of Tegal District. Supervised by MA’MUN SARMA and LUKMAN M. BAGA.

The purposes of this study are to analyze the business performance and the ability of the industry to become economic base, analyze the factors that affect the performance, and formulate strategies for the development of tofu small scale industry. The data of this study was collected from field survey, in-depth interviews with related experts, questionnaire technique, study literature and documents. The data was analized with the business feasibility analysis,Hayami added value analysis, regression analysis, LQ analysis, IFE and EFE analysis, and SWOT analysis. The implementation of the strategies that have been formulated translated into strategy architecture so that all strategies can be implemented.

The business feasibility analysis of tofu small scale industry shows that the total production cost of tofu is IDR762 437, its revenue is IDR981 402 with the benefit is IDR218 965 or 28.72% of the total production cost. The R/C ratio is 1.3, and the break-even point of production is 2317 units per day below the production 2983 units per day. The tofu small scale industry give the added value of IDR5599 from each kilogram of soybeans processed, with the ratio of added value is 37.88%. The cost of production input and labour cost are significantly influence the revenue of tofu small scale industry.

The tofu small scale industry has a major contribution to become an economic base commodity in Adiwerna, Pangkah, and Tarub Subdistricts with the LQ’shighest coefficient is 6.9 based on the needs of the labour and 6.5 based on the needs of the raw material in Adiwerna Subdistrict. This proves the contribution of tofu small scale industry to the economy in the Adiwerna and Tegal Subdistricts. The ability of the tofu from Tegal District penetrate markets outside Tegal District such of Pemalang, Brebes, Cirebon Districts, even to Yogyakarta and Jakarta, it has been in line with the concept of the theory of economic base which stated that export activities of one sector or commodity which capable in gaining money from outside the region is called the base activities.

(7)
(8)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

(10)
(11)
(12)

NRP : H252130075

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir.Ma’mun Sarma, MS, M.Ec Ketua

Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec Anggota

Diketahui Oleh :

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir.Ma’mun Sarma, MS, M.Ec

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(13)

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil disusun dan dilaksanakan. Penelitian ini berjudul Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu Dalam Rangka Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Tegal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS.

M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran serta arahan. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan pasca sarjana. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan motivasi, dukungan dan doa kepada penulis.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2016

(14)

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah 6

Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

dan Industri Kecil dan Menangah (IKM) 8

Pengembangan UMKM 10

Industri Tahu 12

Teori Basis Ekonomi 15

Analisis Usaha 16

Fungsi Produksi 17

Manajemen Strategi 18

Penelitian Terdahulu 21

METODOLOGI PENELITIAN 23

Kerangka Pemikiran 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 26

Metode Penelitian 26

Tahapan Penelitian 38

GAMBARAN UMUM KABUPATEN TEGAL 39

Kondisi Demografis 39

Pembangunan Ekonomi Kabupaten Tegal 40

Kondisi Sektor Industri 43

Keragaan Industri Kecil Tahu di Kabupaten Tegal 44 Program Pembangunan yang Mendukung Pengembangan

Industri Kecil di Kabupaten Tegal 53

HASIL DAN PEMBAHASAN 55

Kinerja Industri Kecil Tahu di Kabupaten Tegal 55 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Industri Kecil Tahu

di Kabupaten Tegal 60

Faktor–Faktor Strategis Pengembangan Industri Kecil Tahu

di Kabupaten Tegal 61

Alternatif Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu

(15)

Simpulan 90

Saran 90

DAFTAR PUSTAKA 91

LAMPIRAN 94

RIWAYAT HIDUP 116

DAFTAR TABEL

1 Kelompok industri kecil agro dan hasil hutan dan

jumlah tenaga kerja di Kabupaten Tegal 2

2 Industri kecil tahu Kabupaten Tegal pada Tahun 2011 2

3 Standar mutu laboratorium makanan 14

4 Jenis, teknik pengumpulan dan alat analisis data 27 5 Kerangka perhitungan nilai tambah metode Hayami 30

6 Kerangka matriks evaluasi faktor internal 33

7 Kerangka matriks evaluasi faktor eksternal 34

8 Kerangka matriks SWOT 36

9 Kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Tegal

tahun 2013 39

10 PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku

Kabupaten Tegal tahun 2010–2012 (milyar rupiah) 40 11 Realisasi anggaran pendapatan daerah Kabupaten Tegal

tahun anggaran 2013 42

12 Sebaran kelas industri di Kabupaten Tegal 43

13 Analisis usaha industri kecil tahu di Kabupaten Tegal 55 14 Perhitungan nilai tambah metode Hayami pada industri kecil tahu di

Kabupaten Tegal 57

15 Nilai LQ industri kecil tahu di Kabupaten Tegal 59 16 Hasil analisis regresi berganda faktor yang berpengaruh terhadap

kinerja industri kecil tahu di Kabupaten Tegal 60

17 Jumlah penduduk Kabupaten Tegal 64

18 Data wisatawan yang masuk obyek wisata Kabupaten Tegal

tahun 2013 65

19 Matrik evaluasi faktor internal pengembangan industri kecil tahu di

Kabupaten Tegal 68

20 Matrik evaluasi faktor eksternal pengembangan industri kecil tahu di

Kabupaten Tegal 69

21 Analisis matriks SWOT Pengembangan industri kecil tahu di

Kabupaten Tegal 72

22 Strategi, program dan kegiatan pengembangan industri kecil tahu

(16)

2 Kerangka pemikiran strategi pengembangan industri kecil tahu 25 3 Kerangka penyusunan strategi secara komprehensif 32 4 Unit internal dan eksternal industri kecil tahu di Kabupaten Tegal 32

5 Matriks IE 35

6 Pendekatan arsitektur strategi/mapping 37

7 Karakteristik industri kecil tahu menurut kelompok umur (tahun) 44 8 Karakteristik industri kecil tahu menurut tingkat pendidikan pengusaha 45 9 Karakteristik industri kecil tahu menurut lama usaha 46 10 Karakteristik industri kecil tahu menurut tingkat pendidikan

tenaga kerja 46

11 Karakteristik industri kecil tahu menurut jenis kelamin tenaga kerja 47 12 Karakteristik industri kecil tahu menurut teknologi 48 13 Karakteristik industri kecil tahu menurut skala usaha 48

14 Perendaman biji kedelai 49

15 Penggilingan biji kedelai 49

16 Perebusan bubur kedelai 50

17 Penyaringan dan pengepresan 50

18 Pengasaman dan penggumpalan 51

19 Pembungkusan, pencetakan dan pengepresan tahu 51

20 Pengupasan(ngocet) 52

21 Pewarnaan 52

22 Produk dan pemasaran 53

23 Matriks IE industri kecil tahu Kabupaten Tegal 70 23 Rancangan arsitektur strategi pengembangan industri kecil tahu

di Kabupaten Tegal 84

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel perkembangan UMKM pada periode 1997–2012 di Indonesia 95 2 Kuesioner untuk pengusaha industri kecil tahu 96 3 Kuesioner untukstakeholders(pemangku kepentingan)

pengembangan industri kecil tahu di KabupatenTegal 102 4 Analisis biaya dan pendapatan industri kecil tahu di KabupatenTegal 110 5 Perhitungan HOK industri kecil tahu Kabupaten Tegal 111 6 Sebaran daerah pemasaran produk industri kecil tahu KabupatenTegal 113

(17)
(18)
(19)
(20)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan di era otonomi daerah saat ini menjadikan pemerintah daerah sangat berkepentingan untuk mampu menciptakan kondisi untuk memobilisasi sumber daya, kapasitas dan keterampilan yang terdapat dan dimiliki oleh lokal (daerah) untuk dimanfaatkan bagi tercapainya pembangunan ekonomi daerah yang berkualitas dan berkelanjutan, sehingga pengembangan ekonomi lokal (PEL) menjadi pendekatan yang sangat relevan bagi kota dan kabupaten di Indonesia. Pengalaman penerapan konsep PEL di banyak negara termasuk di sejumlah daerah di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah daerah memainkan peranan penting dalam merangsang prakarsa pembangunan ekonomi yang terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengurangan tingkat kemiskinan. Di tingkat kota atau kabupaten, campur tangan pemerintah daerah sangat berkaitan dengan tersedianya kerangka kebijakan dan peraturan, penyediaan barang publik, kemudahan akses terhadap pelayanan publik dan adanya stimulasi terhadap terciptanya kesempatan kerja, peningkatan nilai tambah dan perbaikan tingkat pendapatan masyarakat terutama masyarakat miskin (Kemen PU, 2012).

Salah satu sumber daya ekonomi yang dimiliki pemerintah daerah adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). UMKM yang mengandalkan sumber daya lokal memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi perekonomian di Indonesia untuk dijadikan kekuatan utama mengacu pada konsep pengembangan ekonomi lokal. Menurut Bappenas (2015), Unit usaha yang masuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan urat nadi perekonomian daerah dan nasional. Jumlah UMKM yang merupakan 99.9 persen dari pelaku usaha di Indonesia menjadikan UMKM sebagai wujud kehidupan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. UMKM juga menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 97.2 persen total tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2011. Kontribusi UMKM dalam perekonomian tahun 2010 juga cukup besar, seperti yang ditunjukkan oleh sumbangan UMKM pada pembentukan PDB (57.8 persen), nilai ekspor non migas (15.8 persen), dan pembentukan modal tetap atau investasi (48.3 persen). Kontribusi yang besar tersebut juga diikuti dengan pertumbuhan tenaga kerja UMKM sebesar 3.4 persen, PDB sebesar 5.6 persen, nilai ekspor non migas sebesar 8.4 persen, dan investasi sebesar 6.1 persen pada tahun 2009 2010.

Keadaan umum UMKM sebagai urat nadi perekonomian tersebut sebagaimana kondisi di Kabupaten Tegal. Masyarakat Kabupaten Tegal cukup dikenal sebagai masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha dan kreativitas yang tinggi. Hal ini ditandai dengan keberadaan industri dan banyaknya unit usaha yang berkembang dan mampu menembus pasar nasional, terutama unit usaha kecil yaitu sebanyak 28 449 unit usaha yang menyerap 109 547 orang tenaga kerja yang menjadi penopang perekonomian Kabupaten Tegal (Bappeda Kab. Tegal, 2005).

(21)

satu contohnya pada Tabel 1 tentang keberadaan industri agro dan hasil hutan, diketahui bahwa jumlah industri kecil lebih banyak dibandingkan dengan jumlah total industri besar dan menengah. Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri kecil jauh lebih besar dibandingkan dengan gabungan penyerapan tenaga kerja oleh industri besar dan industri menengah. Hal ini menggambarkan kontribusi besar industri kecil bagi perekonomian Kabupaten Tegal.

Tabel 1 Kelompok industri kecil agro dan hasil hutan dan jumlah tenaga kerja di Kabupaten Tegal

Tahun Industri Besar Industri Menengah Industri Kecil Unit Jumlah

2012 5 3816 18 5593 9577 30 952

2013 5 3816 18 5593 9577 31 009

2014 5 3816 18 5593 9937 31 464

Salah satu dari sejumlah unit industri kecil di Kabupaten Tegal adalah industri kecil tahu. Masyarakat Tegal dan sekitarnya yang gemar mengkonsumsi makanan olahan tahu, menjadikan tumbuh dan berkembangnya sentra industri kecil tahu di Kabupaten Tegal. Salah satu sentra industri tahu tersebar di Kecamatan Adiwerna, yang sebagian besar masih berskala industri kecil dan rumah tangga walaupun ada yang sudah menggunakan teknologi modern dalam proses pembuatannya yakni dengan menggunakan sistem ketel uap (boiler). Produk tahu Kabupaten Tegal mampu menyuplai kebutuhan masyarakat terhadap tahu untuk wilayah Kabupaten Tegal hingga Kabupaten Brebes. Industri tahu merupakan salah satu mata pencaharian khas bagi sebagian masyarakat dan menjadi salah satu industri yang berbasis sumber daya ekonomi lokal bagi kabupaten Tegal (Disperindag Kab. Tegal, 2015).

Tabel 2 Industri keciltahu Kabupaten Tegal pada tahun 2011 No Kecamatan Unit

1 Adiwerna 659 2166 949 000 949

2 Bumijawa 4 8 4500 4.50

3 Dukuhwaru 21 77 19 980 19.98

4 Dukuhturi 2 5 2070 2.07

5 Jatinegara 3 9 4920 4.92

6 Kramat 2 4 1290 1.29

7 Lebaksiu 4 12 2010 2.01

8 Margasari 16 35 10470 10.47

9 Pagerbarang 5 14 7710 7.71

10 Pangkah 79 220 88 020 88.02

11 Slawi 4 9 2100 2.1

12 Suradadi 4 16 6870 6.87

13 Talang 23 62 18 720 18.72

14 Tarub 125 432 140 430 140.43

Jumlah total 951 3071 1 260 190 1260.19

(22)

Menurut informasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, industri kecil tahu di Kabupaten Tegal dianggap sudah mencapai puncak perkembangan dan sudah tidak dapat lebih dikembangkan. Hal ini berbeda dengan data yang menunjukkan bahwa industri kecil tahu di Kabupaten Tegal berkembang. Pada tahun 2008 jumlah industri kecil tahu berjumlah 827 unit usaha dengan kebutuhan kedelai sebesar 960.60 ton per bulan sedangkan pada tahun 2011 keberadaaan industri kecil tahu seperti Tabel 2 diketahui sebanyak 951 unit mampu memberikan kontribusi yang tidak sedikit dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 3071 orang. Sumbangan industri kecil tahu bagi pembangunan ekonomi daerah dilihat dari sisi permintaan menurut kebutuhan kedelai sebanyak 1260.19 ton tiap bulan. Segi permintaan kebutuhan tersebut tentunya akan memberikan nilai tambah ketika menjadi sebuah produk olahan menjadi tahu.

Tahu selain sebagai sebuah produk yang bernilai ekonomi juga memiliki nilai sosial dan memiliki nilai kekhasan budaya bagi masyarakat Kabupaten Tegal. Keberadaan industri ini bahkan dijadikan tugu yang menjadi ikon khas bagi Kabupaten Tegal selain tugu poci tanah. Ironisnya perkembangan industri tahu sebagai sebuah produk ekonomi lokal daerah tidak sebaik produk tahu dari daerah lain seperti Sumedang, Bandung dan Bogor bila dilihat dari penyebaran usaha dan ketenaran nama tahu di tingkat nasional.

Industri kecil tahu di Kabupaten Tegal selain berhadapan industri tahu di daerah lain, juga berhadapan dengan permasalahan terkait dengan fluktuasi harga kedelai sebagai bahan baku industri tahu. Hal tersebut membuat industri tahu di Kabupaten Tegal semakin dihadapkan dengan berbagai permasalahan sebagaimana permasalahan pengembangan UMKM dalam rangka pembangunan ekonomi daerah guna meningkatkan kesejahteraan warganya. Berdasarkan kenyataan yang dihadapi oleh industri kecil tahu di Kabupaten Tegal tersebut, maka perlu dilaksanakan sebuah penelitian “bagaimana alternatif strategi pengembangan industri kecil tahu dalam rangka pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Tegal?”

Perumusan Masalah

Implementasi desentralisasi dan otonomi daerah memberikan keleluasaan bagi setiap kabupaten/kota untuk memanfaatkan dan mengelola potensi yang dimilikinya baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia demi kesejahteraan masyarakat. Salah satu potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Tegal adalah industri kecil tahu. Industri kecil tersebut selain memiliki nilai ekonomi juga bernilai sosial dan budaya bagi masyarakat Kabupaten Tegal walaupun oleh pemangku kebijakan perkembangan industri kecil tahu dianggap mengalami stagnansi. Hal tersebut menjadi sesuatu yang kontradiksi dengan data perkembangan industri kecil tahu seolah-olah industri kecil tahu sudah tidak dapat dikembangkan lagi.

(23)

Kemampuan industri kecil tahu di Kabupaten Tegal dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi Kabupaten Tegal dapat dilihat melalui kinerjanya. Kinerja sebuah industri pengolahan merupakan syarat mutlak dan tolak ukur keberhasilan. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ini yang pertama adalah : “bagaimana kinerja industri kecil tahu di Kabupaten Tegal dalam berkontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah?”.

Pengolahan tahu Kabupaten Tegal sebagai sebuah industri tentu memiliki faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerjanya. Kinerja industri kecil tahu sangat penting bagi jumlah tahu yang dihasilkan dan penerimaan penghasilan yang diperoleh pengusaha. Efek lebih lanjut dari produktivitas industri tahu akan memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal. Mengingat pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kecil tahu bagi peningkatan pendapatan dan pertumbuhan perekenomian dalam rangka pembangunan ekonomi daerah, maka menjadikan pertanyaan penelitian kedua yaitu :“faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja industri kecil tahu di Kabupaten Tegal?”.

Peran besar industri mikro, kecil dan menengah secara umum seharusnya menjadikan perhatian bagi pemerintah daerah Kabupaten Tegal terutama industri mikro, kecil dan menengah yang menjadi ikon daerah dan ciri budaya daerah. Industri tahu memiliki arti penting bagi Kabupaten Tegal. Keberhasilan pengembangan industri tahu merupakan usaha menjaga kelestarian kuliner daerah sebagai sebuah produk sosial budaya selain sebagai produk ekonomi.

Industri kecil tahu Kabupaten Tegal pada level kelas industri kecil bahkan industri berskala rumah tangga, eksistensinya berhadapan dengan permasalahan UMKM pada umumnya terkait modal, pasar, manajemen dan teknologi. Dalam rangka menjaga eksistensi dan pengembangan industri tahu sehingga mampu memberikan penghasilan lebih besar bagi pengusaha industri tahu khususnya, dan memberikan kontribusi lebih besar bagi perekonomian daerah Kabupaten Tegal secara umum. Oleh karena itu perlu dijawab pertanyaan penelitian, “Alternatif strategi apa yang dibutuhkan untuk pengembangan industri kecil tahu dalam rangka pembangunan ekonomi di Kabupaten Tegal?”.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis kinerja industri kecil tahu di Kabupaten Tegal yang berkontribusi dalam pembangunan ekonomi dengan mengembangkan potensi sumberdaya daerah.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja industri kecil tahu dalam berkontribusi bagi perekonomian Kabupaten Tegal.

3. Merumuskan alternatif strategi pengembangan industri kecil tahu dalam rangka pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Tegal.

Manfaat Penelitian

1. Untuk Pemerintah Daerah

(24)

pembangunan dengan fokus mengangkat dan mengembangkan kekuatan ekonomi lokal sebagai basis perekonomian daerah untuk mewujudkan ketahanan dan keberlanjutan ekonomi daerah dengan basis industri masyarakat, salah satunya industri kecil tahu.

2. Untuk Masyarakat Kabupaten Tegal

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pengembangan kapasitas dan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui potensi usaha lokal yang dimiliki dalam lingkup daerah untuk mewujudkan kesejahteraan salah satunya industri kecil tahu.

3. Untuk Sektor Swasta

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan investasi yang menguntungkan berdasarkan potensi usaha ekonomi lokal Kabupaten Tegal antara lain industri kecil tahu.

4. Untuk Akademik

Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah keilmuan tentang UMKM dan tentang pengembangan dan pemberdayaan UMKM berbasis usaha ekonomi lokal salah satunya industri kecil tahu di Kabupaten Tegal.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sentra industri kecil tahu di Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah. Aspek yang dikaji menitikberatkan pada perumusan rekomendasi alternatif strategi yang dapat digunakan oleh pemangku kebijakan dalam rangka pengembangan produk industri kecil tahu sebagai salah satu produk lokal yang khas bernilai budaya dan tentu saja memiliki nilai ekonomi.

(25)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Dari pandangan pertumbuhan, Tarigan (2005) mengemukakan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan.

Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment, yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

Teori yang dikembangkan dalam ekonomi regional, antara lain pengklasifikasian pendapatan dari suatu daerah dan faktor-faktor apa yang menunjang peningkatan pendapatan daerah tersebut. Demikian pula dibahas akibat hubungan antara dua daerah atau lebih dan kaitannya dengan pemerataan pendapatan dan kebijakan yang menunjang pemerataan pendapatan antar daerah.

Darwanto (2002) mengemukakan setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial, dan fisik daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian, tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi wilayah yang dirangkum dari penelitian terhadap pola-pola pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.

(26)

naik, sehingga tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan.

Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.

Pendekatan alternatif terhadap teori pembangunan daerah telah dirumuskan untuk kepentingan perencanaan pembangunan ekonomi daerah. Pendekatan ini merupakan sistesis dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah ada. Pendekatan ini memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah. Titik berat perkembangan paradigma pembangunan dari penerapan teori pertumbuhan adalah munculnya berbagai permasalahan diantaranya adalah semakin panjangnya barisan kemiskinan, meningkatnya pengangguran, semakin beratnya beban hutang luar negeri yang harus ditanggung, masifikasi, undimensionalisasi, degradasi kualitas lingkungan hidup secara terus menerus, proses dehumanisasi tersamar yang nyaris tak terkontrol, dan masih banyak lagi.

Implikasi terakhir pendekatan pembangunan daerah adalah apresiasi terhadap manusia hanya ditempatkan sebatas kontribusinya terhadap pembangunan. Pada tingkat yang paling nyata, terjadi eliminasi peran masyarakat disatu sisi dan dominasi negara di sisi lain. Tidak heran kalau partisipasi menjadi wacana sentral pembangunan selama beberapa dekade terakhir sebagai wujud kritik, sekaligus kontribusi terhadap upaya perombakan paradigma pembangunan menuju paradigma yang lebih manusiawi, tercerahkan dan menyentuh nilai-nilai mendasar dari pembangunan.

Perubahan paradigma pembangunan daerah dinyatakan oleh Wiranto dan Tarigan (2002) sebagai berikut, seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Aspirasi dan tuntutan masyarakat itu dilandasi oleh hasrat untuk lebih berperan serta dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Dalam ekonomi yang makin terbuka, ekonomi makin berorientasi pada pasar, peluang dari keterbukaan dan persaingan pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan ekonominya lemah. Dalam keadaan ini harus dicegah terjadinya proses kesenjangan yang makin melebar, karena kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh wilayah, sektor, dan golongan ekonomi yang lebih maju. Secara khusus perhatian harus diberikan dengan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan ekonomi lokal.

(27)

berkelanjutan, dan oleh karena itu harus diupayakan dari sistem masarakat itu sendiri yang kerap kali disebut kemandirian. Dengan demikian, pembangunan ekonomi lokal merupakan upaya pemberdayaan masyarakat ekonomi dalam suatu wilayah dengan bertumpukan kepada kekuatan lokal, baik itu kekuatan nilai lokasi, sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, kemampuan manajemen kelembagaan (capacity of institutions) maupun asset pengalaman.

Pengembangan ekonomi lokal erat kaitannya dengan pemberdayaan sumber daya manusianya, lembaganya dan lingkungan sekitarnya. Untuk mengembangkan ekonomi lokal tidak cukup hanya dengan meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya, tetapi juga diperlukan adanya lembaga yang terlatih untuk mengelola sumber daya manusia yang sudah maju, dan memerlukan lingkungan yang kondusif untuk memungkinkan lembaga ekonomi lokal tersebut berkembang. Pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan lembaga kemitraan semuastakeholders(pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) dengan demikian membutuhkan kemampuan komunikasi diantara semua lembaga yang bersangkutan yang menjamin kesinambungan mitra kerja dan mitra usaha.

Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2008 tentang ”Usaha Mikro, Kecil dan Menengah”, usaha mikro adalah usaha dengan aset usaha kurang dari Rp50 juta dengan penjualan bersih tahunan sebesar kurang dari Rp300 Juta, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih Rp50 juta–Rp500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp300 juta–Rp2.5 miliar, dan usaha menengah adalah usaha dengan aset usaha antara Rp500 juta – Rp10 milyar dengan omzet per tahun sebesar Rp2.5 milyar–Rp50 milyar.

Menurut Hubeis (2011), UKM didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan tinjauan khusus terhadap definisi-definisi tersebut agar diperoleh pengertian yang sesuai tentang UKM, yaitu menganut ukuran kuantitatif yang sesuai dengan kemajuan ekonomi. Berbagai definisi mengenai UKM yaitu:

1. Di Indonesia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM berdasarkan kepentingan lembaga yang memberi definisi.

a. Bank Indonesia (BI): UKM adalah perusahaan atau industri dengan karakteristik berupa: (a) modalnya kurang dari Rp20 juta; (b) untuk satu putaran dari usahanya hanya membutuhkan dana Rp5 juta; (c) memiliki aset maksimum Rp600 juta di luar tanah dan bangunan; dan (d) omzet tahunan≤ Rp 1 miliar.

b. Undang-Undang Republik Indonesia No 9 Tahun 1995, UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp50 juta – Rp200 Juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet tahunan ≤ Rp1 miliar; dalam UU UMKM/2008 dengan kekayaan bersih Rp50 juta – Rp500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp300 juta–Rp 2.5 miliar.

c. Keppres No 16/1994: UKM adalah perusahaan yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp400 juta.

(28)

1) Perusahaan memiliki aset maksimal Rp600 juta di luar tanah dan bangunan (Departemen Perindustrian sebelum digabung),

2) Perusahaan memiliki modal kerja di bawah Rp25 juta (Departemen Perdagangan sebelum digabung)

e. Departemen Keuangan: UKM adalah perusahaan yang memiliki omset maksimal Rp600 juta per tahun dan atau aset maksimum Rp600 juta di luar tanah dan bangunan.

f. Departemen Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD) dan Merk Luar Negeri (ML).

2. Di negara lain atau tingkat dunia, terdapat berbagai definisi yang berbeda mengenai UKM yang sesuai menurut karakteristik masing-masing negara, yaitu :

a. World Bank : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ± 30 orang, pendapatan per tahun US$3 juta dan jumlah aset tidak melebihi US$3 juta. b. Di Amerika : UKM adalah industri yang tidak dominan di sektornya dan

mempunyai pekerja kurang dari 500 orang.

c. Di Eropa : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10 –40 orang dan pendapatan per tahun 1 – 2 juta Euro, atau jika kurang dari 10 orang, dikategorikan usaha rumah tangga.

d. Di Jepang : UKM adalah industri yang bergerak di bidang manufakturing dan retail/service dengan jumlah tenaga kerja 54 – 300 orang dan modal ¥50 juta–300 juta.

e. Di Korea Selatan : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja ≤ 300

orang dan aset≤ US$60 juta.

f. Di beberapa Asia Tenggara : UKM adalah usaha dengan jumlah tenaga kerja 10–15 orang (Thailand), atau 5 –10 orang (Malaysia), atau 10–99 orang (Singapura), dengan modal ± US$6 juta.

Menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS) (2015), konsep dan definisi industri pengolahan adalah kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan ekonomi yang melakukan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan ini adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan perakitan (assembling). Sedangkan jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan penggilingan padi yang melakukan kegiatan menggiling padi/gabah petani dengan balas jasa tertentu.

(29)

orang; (3) industri menengah dengan banyaknya tenaga kerja 20 – 99 orang; (4) industri besar dengan banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih.

Berdasarkan konsep diatas, maka keterkaitan antara UMKM dan IKM maka dapat didekatkan sebagai berikut :

1. Konsep usaha lebih luas dari industri, atau industri adalah aktivitas ekonomi pengolahan bahan baku yang merupakan bagian dari usaha produktif yang lebih luas termasuk usaha berjualan atau berdagang;

2. Klasifikasi dan kriteria kelas industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, aset dan omset adalah sebagai berikut : (1) Industri mikro (rumah tangga) adalah usaha pengolahan dengan aset usaha kurang dari Rp50 juta dengan penjualan bersih tahunan sebesar kurang dari Rp300 juta dengan jumlah tenaga kerja 1

– 4 Orang; (2) Industri kecil adalah usaha pengolahan dengan kekayaan bersih Rp50 juta – Rp500 juta dan penjualan bersih tahunan Rp300 juta –

Rp2.5 miliar dengan jumlah tenaga kerja 5 – 19 orang; (3) dan Industri menengah adalah usaha pengolahan dengan aset usaha antara Rp500 juta –

Rp10 milyar dengan omzet per tahun sebesar Rp2.5 – Rp50 milyar dengan jumlah tenaga kerja 20–99 orang.

Pengembangan UMKM

Menurut Hafsah (2004), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka ke depan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :

1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif; pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantuan permodalan; pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikrobank antara Lain: BRI Unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4000 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM, yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya. 3. Perlindungan usaha; jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha

tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).

(30)

dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Pelatihan; pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasidan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk lembaga khusus; perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.

7. Memantapkan asosiasi; asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8. Mengembangkan promosi; guna lebih mempercepat proses kemitraan antara

UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakantalk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.

9. Mengembangkan kerjasama yang setara; perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.

Kumorotomo (2008) mengemukakan dalam rangka upaya pemberdayaan koperasi dan UMKM hendaknya diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor. Arah kebijakan semacam ini tentunya harus disertai dengan peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UMKM. Koperasi dan UMKM perlu terus didukung dengan kemudahan dalam membentuk lembaga formal, misalnya dengan mempermudah izin usaha, mengembangkan pola pelayanan satu atap di daerah, serta memangkas proses dan biaya untuk mengurus perizinan. Para perumus dan pelaksana kebijakan perlu memahami bahwa koperasi dan UMKM merupakan pelaku ekonomi yang mayoritas berada di sektor pertanian dengan wilayah usaha kebanyakan di pedesaan. Di sinilah pentingnya kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang terkait dengan sektor pertanian di pedesaan. Koperasi dan UMKM di pedesaan perlu diberi kesempatan berusaha seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya tanpa mengesampingkan kaidah efisiensi ekonomi.

(31)

Pengembangan UKM secara holistik menurut Bantacut et al (2000), arah pengembangan UKM di masa mendatang diharapkan dapat menciptakan pasar baru dengan pemantapan pasar yang sudah ada, sumber inovasi teknologi dan aktif dalam meningkatkan devisa negara. Dengan demikian, pengembangan UKM harus meliputi (i) upaya memperkuat daya saing, (ii) memperkuat industri untuk pasar ekspor, dan (iii) secara optimal memanfaatkan sumber daya lokal untuk pengembangan daerah. Dalam rangka pengembangan dukungan finansial dengan meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan kebijakan hukum, antara lain : (i) memfasilitasi bank komersial untuk memberikan pinjaman kepada UKM, (ii) merestrukturisasi sistem keuangan pemerintah untuk UKM, (iii) memperbaiki keuangan perusahaan kecil, (iv) mempertinggi pemerataan keuangan untuk UKM, dan (v) memperbaiki kapasitas UKM sebagai peminjam.

Pengembangan dan perbaikan teknologi untuk mengatasi rendahnya teknologi produksi dan kualitas produk dapat dilakukan dengan cara (i) meningkatkan kualitas laboratorium lokal dan lembaga-lembaga penelitian, (ii) menggalakkan aktivitas Total Quality Control (TQC), dan (iii) menggalakkan kemahiran standardisasi produk (ISO 9000). Dalam rangka mengatasi kendala pemasaran dapat diatasi dengan, (i) pengarahan dan konsultasi, (ii) pameran dan eksebisi, dan (iii) pencarian informasi. Kendala sumber daya manusia didekati dengan, (i) pendidikan di tingkat lanjutan dan perguruan tinggi dengan kurikulum praktis dan teknikal, (ii) pelatihan yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan UKM untuk meningkatkan keahlian teknik, wiraswasta, dan teknologi informasi. Sedangkan kendala kemampuan manajerial dan akuntansi dapat ditingkatkan dengan, (i) membangun pusat pelatihan UKM bidang manajemen dan teknologi, (ii) mengembangkan sistem evaluasi kerjasama, (iii) pengadaan tim pendamping teknologi dan manajerial dalam bentuk konsultasi keliling, dan (iv) menyediakan layanan satu tempat untuk bermacam prosedur administrasi.

Industri Tahu

Tahu dan Kandungan Gizi

Tahu yang kaya akan protein, sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai lauk. Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dan diambil sarinya. Berbeda dengan tempe yang asli dari Indonesia, tahu berasal dari China, seperti halnya kecap, tauco, bakpau, dan bakso. Tahu adalah kata serapan dari bahasa Hokkian tauhu/hanyu pinyin/doufu yang secara harfiah berarti "kedelai yang difermentasi". Tahu pertama kali muncul di Tiongkok sejak zaman Dinasti Han sekitar 2200 tahun lalu. Penemunya adalah Liu An (Hanzi) yang merupakan seorang bangsawan, cucu dari Kaisar Han Gaozu, Liu Bang yang mendirikan Dinasti Han. Di Jepang dikenal dengan nama tofu. Tofu dan tahu dibawa para perantau China sehingga makanan ini menyebar ke Asia Timur dan Asia Tenggara, dan akhirnya tersebar ke seluruh dunia. Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai, diolah dengan fermentasi dan diambil sarinya. Dengan kata lain, tahu merupakan dadih kedelai, yaitu susu kedelai yang dibuat menjadi kental (curd)kemudian dicetak dan dipres (Winarno dalam Rahmawati, 2013)

(32)

ayam dan daging sapi yang merupakan sumber protein hewani. Hal tersebut disebabkan harga tahu dan tempe jauh lebih terjangkau jika dibandingkan dengan harga daging.

Tahu sebagai produk olahan dari kedelai mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi terutama protein. Dengan demikian selain tempe, tahu dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein terutama protein nabati. Kandungan gizi tahu dalam setiap 100 gr berat bahan terdiri: energi 68 kkal; 7.8 gr protein; 4.6 gr lemak; 1.6 gr karbohidrat; 124 mg kalsium; 63 mg fosfor. Bila dilihat dalam persentase, maka komposisi kandungan tahu adalah 70 - 90% air, 5-15% protein, 4-8% lemak, dan 2-5% karbohidarat. Sebagai hasil olahan kacang kedelai, tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik karena mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85% - 98%).

Pada tahu terdapat berbagai macam kandungan gizi, seperti protein, lemak, karbohidrat, kalori dan mineral, fosfor, vitamin B-kompleks seperti thiamin, riboflavin, vitamin E, vitamin B12, kalium dan kalsium (yang bermanfaat mendukung terbentuknya kerangka tulang) dan paling penting, dengan kandungan sekitar 80% asam lemak tak jenuh tahu tidak banyak mengandung kolesterol, sehingga sangat aman bagi kesehatan jantung. Bahkan karena kandungan hidrat arang dan kalorinya yang rendah, tahu merupakan salah satu menu diet rendah kalori. Tahu menyimpan khasiat medis tersendiri di balik kelezatannya. Sebuah studi oleh tim medis dari Kanada membuktikan bahwa tahu dapat menurunkan kolesterol jahat dalam tubuh.

Selain menurunkan kolesterol, tahu juga terbukti dapat mencegah kanker payudara. Mereka yang mengonsumsi tahu 25 persen lebih banyak mengalami peningkatan pembentukan estrogen dibanding yang tidak. Tekanan darah mereka juga lebih rendah ketimbang kelompok yang tidak mengonsumsi tahu. Rahasia khasiat tahu ternyata ada pada kandungan isoflavon yang mengandung hormon estrogen. Selain mencegah kanker payudara, isoflavon juga memperlambat proses penuaan pada perempuan. Isoflavon bukan hanya terkandung dalam tahu melainkan juga pada semua makanan berbahan dasar kedelai seperti tempe, susu kedelai, kecap, dan sejenisnya (Rahmawati, 2013).

Mutu dan Proses Pembuatan Tahu

Mutu tahu ditentukan oleh penampilan tahu yaitu bertekstur lembut, empuk, bentuk seragam, saat dimakan terasa halus, dan berasa netral. Sementara orang mempersepsikan tahu dengan wama putih, bentuk kotak, permukaan halus, padat tidak mudah pecah, dan tidak mengandung bahan pengawet. Selain itu, mutu tahu juga ditentukan oleh nama ataupun asal tahu misalnya Tahu Taqwa merupakan merek dagang (trade mark) yang telah teruji mutunya. Demikian juga Tahu Sumedang dan Tahu Kediri. Untuk mendapatkan mutu tahu seperti di atas maka diperlukan bahan baku kedelai dengan biji besar, penggunaan air yang bersih, pemberian cuka yang tidak berlebihan, penggunaan biang tahu dengan perbandingan yang tepat, dan peralatan maupun lingkungan kerja yang bersih.

(33)

Pembuatan tahu pada umumnya masih menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu. Proses pembuatannya menggunakan proses ekstraksi panas (penyaringan dilakukan setelah bubur kedelai dimasak) yang diperkirakan memerlukan energi lebih banyak dan penggumpalannya menggunakan baku tahu atau kecutan. Secara umum pengolahan tahu juga belum terlalu memperhatikan kebersihan dan higienis. Proses pengolahan yang demikian kadang-kadang menjadikan tahu berbau sengit, mudah rusak, tidak tahan lama, serta berasa asam. Pembuatan tahu membutuhkan teknologi yang sederhana, yaitu hanya membutuhkan peralatan rumah tangga seperti alat-alat untuk perendaman, panci perebus. Selain itu, membutuhkan alat khusus seperti, kain penyaring yang besar, mesin penggiling, bak atau kotak untuk menampung bubur tahu yang telah direbus, juga pemberat.

Untuk menjaga kualitas tahu maka penggunaan air yang bersih merupakan persyaratan, karena air yang tidak bersih akan menurunkan mutu tahu. Air ini digunakan saat pencucian, perendaman kedelai, dan tahu yang sudah siap. Di samping itu, kebersihan diri, alat dan lingkungan kerja harus mendapat perhatian. Pengelolaan yang baik dari faktor-faktor di atas penting mengingat sumber kontaminan berasal manusia, benda, tanah atau debu, udara, makanan, air, dan binatang peliharaan.

Tabel 3 Standar mutu laboratorium untuk makanan

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan:

a Bau Normal

b Rasa Normal

c Warna Putih normal atau kuning normal

d Penampakan Normal tidak berlendir dan tidak

berjamur

% (b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/ Men. Kes/Per/IX/1983 7 Cemaran logam:

a Timbal (Tb) mg/kg Maks. 2.0

b Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 30.0

c Seng (Zn) mg/kg Maks. 40.0

e Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0/250.0

d Raksa (Mg) mg/kg Maks. 0.03

8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks.1.0 9 Cemaran Mikroba:

a Escherichia Coli APM/g Maks. 10

b Salmonella /25 g Negatif

(34)

pengupasan, penghancuran, sampai menjadi bubur kedelai yang baik. Berikutnya pemberian zat pengental, pemadatan, dan pemotongan (Rahmawati, 2013). Skema proses pembuatan dapat dilihat pada Gambar 1 Pohon Produksi Kedelai dibawah ini.

Gambar 1 Pohon produksi kedelai

Teori Basis Ekonomi

Menurut Alim (2008), perekonomian daerah adalah ekonomi terbuka. Ini berarti bahwa aktivitas ekspor-impor terjadi dalam perekonomian daerah. Ekspor-impor dalam pengertian ini mencakup jual-beli barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain, disamping dari dan ke negera lain. Tenaga kerja yang berdomisili di suatu daerah, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari daerah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Ekspor-impor antar daerah dalam satu negara tidak pernah mengalami hambatan (barrier) apapun seperti yang dikenal dalam perdagangan antar negara (hambatan tarif dan non-tarif).

(35)

masyarakat lokal, sehingga ekonomi daerah tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan alamiah daerah (tidak bebas tumbuh).

Sementara itu, dari sudut padang sektor basis, permintaan output sektor produksi tidak hanya terbatas pada permintaan lokal tetapi juga oleh permintaan daerah lain (ekspor). Konsep basis ekonomi beranggapan bahwa permintaan terhadap input hanya dapat meningkat melalui perluasan permintaan terhadap output yang diproduksi oleh sektor basis (ekspor) dan sektor non-basis (lokal). Permintaan terhadap produksi sektor non-basis hanya dapat meningkat apabila pendapatan lokal meningkat. Namun, peningkatan pendapatan lokal ini akan terbatas apabila perekonomiannya hanya mengandalkan pada sektor non-basis. Sedangkan suatu perekonomian yang mampu mengembangkan dan meningkatkan sektor basis maka sektor basis akan mendorong sektor non-basis sehingga pendapatan lokal akan meningkat melebihi peningkatan pendapatan lokal yang hanya mengandalkan sektor non-basis. Dengan demikian, ekspor daerah (regional) merupakan penentu dalam pembangunan ekonomi daerah.

Cara memilih kegiatan basis dan non basis menurut Robinson Tarigan (2005) antara lain :

1. Metode langsung, yang dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan darimana mereka membeli bahan kebutuhan untuk mengasilkan produk tersebut. Kemudian akan ditentukan berapa persen produk yang dijual ke luar wilayah dan yang dipasarkan kedalam wilayah.

2. Metode tidak langsung, yang dilakukan dengan menggunakan asumsi atau disebut juga metode asumsi. Dalam metode ini berdasarkan kondisi wilayah tersebut (data sekunder) ada kegiatan yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan non basis. Kegiatan yang mayoritas produknya dijual ke luar wilayah dianggap sebagai sektor basis jika mayoritas produk hanya dijual ke dalam wilayah, maka disebut sebagai sektor non basis.

3. Metode campuran, yang merupakan gabungan dari metode langsung dan metode tidak langsung.

4. LQ (Location Quotient), yaitu metode yang membandingkan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah lokal dibandingkan dengan porsi lapangan kerja atau nilai tambah untuk sektor yang sama secara nasional.

Analisis Usaha

Menurut Umar (2003), studi kelayakan usaha merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalisasikan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam analisis kelayakan usaha adalah :

Biaya

(36)

termasuk kategori biaya tetap adalah sewa tanah bagi produsen yang tidak memiliki tanah sendiri, sewa gudang, sewa gedung, biaya penyusutan alat, sewa kantor, gaji pegawai atau karyawan.

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha sebagai akibat penggunaan faktor produksi yang bersifat variabel, sehingga biaya ini besarnya berubah-ubah dengan berubahnya jumlah barang yang dihasilkan dalam jangka pendek. Yang termasuk biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan baku. Biaya total merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan, yaitu merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Penerimaan

Menurut Soekartawi (2006) penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan. Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil.

Keuntungan

Keuntungan adalah penerimaan total dikurangi biaya total. Jadi keuntungan ditentukan oleh dua hal, yaitu penerimaan dan biaya. Jika perubahan penerimaan lebih besar dari pada perubahan biaya dari setiap output, maka keuntungan yang diterima akan meningkat. Jika perubahan penerimaan lebih kecil dari pada perubahan biaya, maka keuntungan yang diterima akan menurun. Keuntungan akan maksimal jika perubahan penerimaan sama dengan perubahan biaya. Keuntungan atau laba menunjukkan nilai tambah (hasil) yang diperoleh dari modal yang dijalankan. Setiap kegiatan yang dijalankan perusahaan tentu berdasar modal yang dijalankan. Dengan modal itulah keuntungan atau laba diperoleh. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dari setiap perusahaan (Soekartawi, 2006). Nilai Tambah

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Nilai tambah ini merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan seperti modal, tenaga kerja dan manajemen perusahaan yang dinikmati oleh produsen maupun penjual. Nilai tambah inilah yang menggambarkan tingkat kemampuan menghasilkan pendapatan di suatu wilayah. Pada umumnya yang termasuk dalam nilai tambah dalam suatu kegitan produksi atau jasa adalah berupa upah atau gaji, laba, sewa tanah dan bunga yang dibayarkan (berupa bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak langsung (Tarigan, 2005).

Fungsi Produksi

(37)

telah diinvestasikan untuk panggangan,mixerserta peralatan lain yang digunakan. Tentu saja setelah proses produksi berjalan akan menghasilkan produk berupa roti. Pyndick (Salvatore, 2006) menjelaskan bahwa hubungan antara masukan pada proses produksi dan hasil keluaran dapat digambarkan melalui fungsi produksi. Fungsi ini menunjukkan keluaran yang dihasilkan suatu unit usaha untuk setiap kombinasi masukan tertentu. Untuk menyederhanakan fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = f{K, L}

Persamaan ini menghubungkan jumlah keluaran dari jumlah kedua masukan yakni modal dan tenaga kerja. Cobb-Douglas adalah salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas

tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Q = ALαKβ

Di mana Q adalah output dan L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal.α (alpha) danβ(beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameterβmengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi; jikaα +β> 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi dan jikaα +β< 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi (Salvatore, 2006).

Berdasarkan penjelasan fungsi produksi Cobb-Douglas di atas, dapat dirumuskan bahwa faktor-faktor penentu seperti tenaga kerja dan modal merupakan hal yang sangat penting diperhatikan terutama dalam upaya mendapatkan cerminan tingkat pendapatan suatu usaha produksi seperti industri kecil dan menengah. Ini berarti bahwa jumlah tenaga kerja serta modal peralatan yang merupakaninputdalam kegiatan produksi industri kecil dan menengah dapat memberikan beberapa kemungkinan tentang tingkat pendapatan yang mungkin diperoleh.

Manajemen Strategi

(38)

David (1995) menyatakan bahwa proses manajemen strategik terdiri atas tiga tahap, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Isu formulasi strategi mencakup bisnis apa yang akan dimasuki, bisnis apa yang harus ditinggalkan, bagaimana mengalokasikan sumber daya, apakah harus melakukan ekspansi atau diversifikasi bisnis, apakah harus memasuki pasar internasional, apakah harus bergabung atau membentuk joint venture dan bagaimana menghindari pengambilalihan secara paksa.

Karena tidak ada organisasi/ perusahaan yang memiliki sumber daya tidak terbatas, maka penyusun strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

Lebih lanjut David (1995) juga menyatakan bahwa evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategik yang digunakan sebagai alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan strategi. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi dibutuhkan karena kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan di hari esok.

David (1995) menyebutkan bahwa manajemen strategik adalah tentang mendapatkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage). Terminologi ini dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh sebuah perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dan perusahaan lain tidak dapat, atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaingnya, hal tersebut menggambarkan keunggulan kompetitif. Memiliki dan menjaga keunggulan kompetitif sangat penting untuk keberhasilan jangka panjang dari suatu perusahaan. Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing merupakan hal yang penting untuk keberhasilan formula strategi.

(39)

paling penting untuk masa depan organisasi disebut faktor-faktor strategis dan diidentifikasi melalui analisis SWOT.

Perancangan Strategi

Analisis situasi merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu, analisis situasi juga mengharuskan para manajer stertegis untuk menemukan keseuaian strategis antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal, disamping memperhatikan ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan-kelemahan internal. SWOT merupakan akronim untuk Strengths (Kekuatan),

Weaknesses (Kelemahan), Opportunities (Kesempatan), dan Threats (Ancaman) dari organisasi yang semuanya merupakan faktor-faktor strategis. Jadi, analisis SWOT harus mengidentifikasi kompetensi langka (distinctive competence)

organisasi yaitu keahlian tertentu dan sumber-sumber yang dimiliki oleh sebuah organisasi dan cara unggul yang mereka gunakan. Kompetensi yang langka kadang-kadang dianggap sekumpulan kapabilitas inti (core capabilities) yang secara strategis membuat sebuah organisasi menjadi berbeda. Penggunaan kompetensi langka organisasi yang tepat akan memberikan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Hunger dan Thomas, 2003).

Satu cara untuk menyimpulkan faktor-faktor strategis sebuah organisasi adalah mengkombinasikan faktor strategis eksternal (External Strategic Factors Summary/EFAS) dengan faktor strategis internal (Internal Strategic Factors Summary/IFAS) ke dalam sebuah ringkasan analisis faktor-faktor strategi

(Strategic Factors Analysis Summary/SFAS). SFAS hanya berisi faktor-faktor yang paling penting dan juga menyediakan basis bagi perumusan strategi. Penggunaan EFAS dan IFAS yang dikombinasikan ke dalam bentuk SFAS dapat membuat peringkat manajemen organisasi berdasarkan manajemen organisasi terhadap setiap faktor strategis organisasi (Hunger dan Thomas, 2003).

Langkah selanjutnya setelah berhasil menilai situasi dan meninjau strategi-strategi organisasi yang tersedia, tugas selanjutnya adalah mengidentifikasi cara-cara alternatif sehingga organisasi dapat menggunakan kekuatan-kekuatan khususnya untuk menggunakan kesempatan atas peluang-peluang atau menghindari ancaman-ancaman, dan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Identifikasi alternatif strategi dilakukan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT (dikenal juga dengan TOWS) menggambarkan bagaimana manajemen dapat mencocokkan peluang-peluang dan ancaman-ancaman eksternal yang dihadapi suatu organisasi tertentu dengan kekuatan dan kelemahan internalnya, untuk menghasilkan empat rangkaian alternatif strategis. Metode ini mengarah pada brainstorming untuk menciptakan strategi-strategi alternatif yang mungkin tidak terpikirkan oleh manajemen. Hal ini mendorong untuk menciptakan baik strategi-strategi pertumbuhan maupun pengurangan (Hunger dan Thomas, 2003).

(40)

tahap selanjutnya adalah pengambilan keputusan terhadap alternatif strategi yang telah teridentifikasi.

Yoshida (2006) memberikan alternatif teknik implementasi strategi melalui arsitektur strategi. Arsitektur strategi adalah suatu gambar rancangan arsitektur strategi yang bermanfaat bagi organisasi untuk merumuskan strateginya ke dalam kanvas rencana organisasi untuk meraih visi dan misinya. Guna menyusun sebuah arsitektur strategi yang lengkap perlu diperhatikan komponen penting yang menjadi syarat cukup untuk menyusun arsitektur strategi berupa visi, misi organisasi, sasaran atau tujuan organisasi, dan tantangan yang akan dihadapi oleh organisasi. Sedangkan komponen pendamping merupakan turunan lanjutan dari komponen inti yaitu berupa kompetisi inti organisasi danstrategic intent.

Strategi yang akan disusun dengan pendekatan arsitektur strategi disajikan dalam bentuk gambar sehingga mudah untuk dipahami. Teknik penggambaran suatu arsitektur strategi tidak memiliki aturan baku yang menggambarkan susunan strategi. Gambar arsitektur strategi yang akan dibuat merupakan proses berpikir kreatif yang menggabungkan seni dengan hasil strategi yang diperoleh dari tahap pengambilan keputusan.

Penelitian Terdahulu

Ihwan et al (2015) meneliti Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Kelapa Skala IKM di Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan analisis SWOT dan ANP memperoleh hasil strategi prioritas adalah memberikan jaminan pembelian produk-produk yang diproduksi oleh masyarakat atau IKM oleh pemerintah dan pemerintah harus menyiapkan industri pengolahan lebih lanjut guna meningkatkan kualitas atau standar yang diminta pasar terhadap produk yang dihasilkan oleh masyarakat atau IKM.

Wianggawati et al (2014) mengkaji tentang Pengembangan Ekspor Komoditas Ikan Hias Air Tawar dan Kaitannya dengan Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Bogor menyatakan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi perbandingan antara jumlah ekspor ikan hias dengan produksi ikan hias di Kabupaten Bogor adalah jumlah eksportir ikan hias, jumlah pembudidaya dan harga ekspor ikan hias. Sementara itu, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi PDRB Kabupaten Bogor adalah nilai ekspor ikan hias Kabupaten Bogor dan jumlah eksportir di Kabupaten Bogor. Pembuktian tersebut menggunakan uji Regresi Berganda.

Selanjutnya dengan metode 3 tahapan penyusunan strategi David, diperoleh beberapa alternatif strategi yaitu pemantapan kelembagaan dalam rangka integrasi pengelolaan pengembangan komoditas ekspor ikan hias air tawar Kabupaten Bogor; pendidikan dan pelatihan ekspor ikan hias air tawar; regional branding

dan promosi; penerapan teknologi produksi dan pakan dengan prioritas utama ikan hias yang menjadi unggulan dan ikon Kabupaten Bogor; pemetaan potensi dan jaringan distribusi pemasaran Ikan Hias Air Tawar Kabupaten Bogor; fasilitasi pengembangan UKM ikan hias; riset inovasi budidaya ikan hias air tawar. Berdasarkan hasil analisis QSPM didapati bahwa pemantapan kelembagaan dalam rangka integrasi pengelolaan pengembangan komoditas ekspor ikan hias air tawar Kabupaten Bogor merupakan strategi yang paling diprioritaskan.

(41)

(Studi Kasus : Industri Kecil Tahu Lamping) Kabupaten Kuningan. Penelitian ini membuktikan bahwa industri kecil tahu lamping memiliki kinerja yang baik dan layak untuk dikembangkan dengan menggunakan analisis kelayakan usaha. Semua kriteria analisis kelayakan pengembangan usaha IK tahu menunjukan pengembangan usaha tahu layak untuk dilaksanakan.

Dalam rangka pengembangan industri kecil tahu lumping, dengan

Analytical Hierarchy Process (AHP) dirumuskan strategi pengembangan usaha tahu meliputi aspek proses pengolahan produk, pengolahan limbah dan pembiayaan usaha. Prioritas strategi untuk peningkatan kualitas produk adalah dengan pelatihan SDM berkaitan dengan teknik penjadwalan terkait penggunaan bahan baku, pemilihan bahan baku, pembagian pekerjaan, teknik penyusunan

Standar Operational Procedure (SOP) sederhana serta pengawasan dan pengendalian mutu produk. Prioritas strategi dalam upaya pengolahan limbah adalah dengan pelatihan SDM dalam pengolahan limbah cair seperti pengolahan limbah tahu menjadi biogas, pembuatan nata de soya dan teknik biofilter. Sedangkan prioritas strategi dalam pembiayaan usaha adalah pinjaman modal usaha dari koperasi, yaitu KOPTI. Strategi pengembangan IK tahu berimplikasi terhadap aspek teknis, manajemen dan lingkungan. Diperlukan komitmen dan kerjasama yang baik antar pihak terkait diantaranya Pemda, KOPTI, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian, lembaga penelitian dan lembaga keuangan.

Setiawan (2010) mengkaji Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Bambu Di Wilayah Kampung Pajeleran Sukahati Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor memberikan 3 (tiga) alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam upaya mengembangkan usaha kerajinan bambu di wilayah Kampung Pajeleran Kelurahan Sukahati adalah sebagai berikut: 1). Penetrasi pasar; 2). Pengembangan/ perluasan pasar; dan 3). Pengembangan produk. Berdasarkan matriks QSPM menetapkan strategi pengembangan produk sebagai strategi yang paling direkomendasikan, dikarenakan memiliki skor TAS tertinggi di antara dua alternatif strategi lainnya.

Sriwidianti (2002) mengkaji tentang Analisis Pengembangan Industri Kecil Dalam Menunjang Pengembangan Ekonomi Wilayah di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan Analisis Location Quotients (LQ), menunjukkan bahwa sub sektor industri kecil merupakan sektor basis di Kota Palembang, sedangkan analisisShift Share (SS) pada tahun 1996 –2000 menunjukkan bahwa sub sektor industri kecil di Kota Palembang termasuk dalam kategori cepat karena setiap tahun mengalami peningkatan jumlah jenis usaha yang diikuti peningkatan penyerapan jumlah tenaga kerja. Sub sektor industri kecil dengan sebaran yang merata disimpulkan mampu menjadi multiplier spasial yang baik bagi pengembangan ekonomi wilayah dan menjadi tulang punggung perekonomian Kota Palembang melalui ujiSpecialization Index (SI), Localization Index (LI)dan

Gambar

Tabel 3 Standar mutu laboratorium untuk makanan
Gambar 1 Pohon produksi kedelai
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Industri Kecil Tahu
Tabel 4 Jenis, teknik pengumpulan dan alat analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hulu Sungai Selatan (Kandangan); Barito Kuala (Marabahan); Kabupaten Tapin (Rantau); Kabupaten Banjar (Martapura); Balangan (Paringin); Tanah Bumbu (Batu Licin) ; Hulu

As your camera is set to &#34;Continuous Shoot&#34; mode, hold on to your shutter while moving your camera along with your main subject, making sure that the main subject is always

The objectives of this study are to identify the types of speech act used in cigarette billboard, to identify the most dominant types of speech act used in cigarette billboard.. The

mempengaruhi aliran khas neto suatu proyek. Peramalan inflasi yang tidak akurat akan.. menyebabkan ketidakakuratkan peramalan aliran kas neto. Tingkat inflasi di

Penggunaan media dalam bentuk Adobe Flash akan sangat membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa. Selain

To investigate the correlation of these proteoglycans with the cellular localization and phenotypic modulation of smooth muscle cells (SMCs), we analyzed the spatial and

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) Kegiatan Pembangunan Jalan, Pekerjaan Pembangunan Jalan Menuju SMP 5 pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan

[r]