• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa Di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa Di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PEMBANGUNAN DESA

(Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit, Kabupaten Siak, Riau)

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(4)
(5)

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau). Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas antara perkotaan dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang signifikan antara perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dana desa menjadi langkah dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang harus melibatkan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam setiap tahap kegiatan yang dihasilkan dari kebijakan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa melalui dana desa. Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat penggali informasi yang didukung dengan data kualitatif, didapat melalui reduksi dan verifikasi dari observasi lapang dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor internal (umur,tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan) dan eksternal (intensitas interaksi, tingkat transparansi) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Kata Kunci: dana desa, partisipasi masyarakat, pembangunan.

ABSTRACT

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Level of Community Participation In Rural Development (Case: Rural Fund in Sungai Rawa, Sungai Apit, Siak District, Riau). Supervised by MAHMUDI SIWI

Centralized development has led to the disparity between urban and rural, and makes a significant difference between urban and rural areas from various perspective. Rural Fund to be a step from the government to solve the problems that must involve the participation of all members of society in every phase of the activities resulting from this policy. The purpose of this paper is to identify the factors associated with participation in village development processes through the rulal Fund. The method used to dig up the facts, data, and information in this research is quantitative approach using a questionnaire as a digger information that is supported by qualitative data, obtained through reduction and verification of field observation and in-depth interviews. The results of this study is the relationship between nternal factors (age, education level, occupation, education level) and external factors (the intensity of the interaction, the level of transparency) with the level of community participation in the development process.

(6)
(7)

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PEMBANGUNAN DESA

(Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)

YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)” ini dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat, pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Mahmudi Siwi, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kesedian

waktu dan kesabarannya yang telah memberikan saran dan masukan serta motivasi agar penulis lebih giat lagi selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Kedua orang tua saya, Bapak Khaidir J dan Ibu Masrani yang selalu memberi dukungan dan motivasi dengan mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Saudara saya, Yenita Agustina S.Keb dan Oon Fadillah, S.Km, M.Kes yang membantu dan menemani saya selama penelitian di lapang. Juga Yuli Rosna Yani A.md dan Yanti Ratna Dewi A.md beserta keluarga yang selalu memberi dukungan moril dan materil kepada penulis. 3. Masyarakat Kampung Sungai Rawa yang menerima dan memberikan

informasi bermanfaat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Satya Kesuma Wardani dan teman sebimbingan Caca dan Wulan, alumni beskem foundation Widya dan Yunita yang menemani penulis selama malam-malam di Beskem.

5. Ganteng-ganteng KPM49, The Kons, Pakuan Squad, teman-teman dan SKPM49 atas semangat dan kebersamaannya untuk hari-hari yang melelahkan.

Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi 11

Definisi Desa 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Teknik Penentuan Responden dan Informan 20

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 21

Definisi Operasional 21

Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi 21

Partisipasi Masyarakat 25

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29

Kondisi Kampung Sungai Rawa 29

Sejarah Kampung Sungai Rawa 29

Kondisi Demografi 30

Kondisi Sosial Budaya 31

Kependudukan 31

Pendidikan 32

Sarana dan Prasarana Kampung 34

Keadaan Ekonomi 35

ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL RESPONDEN 45

Tingkat Intensitas Interaksi 45

(14)

TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PEMBANGUNAN DESA 47

Tahap Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan 49

Tahap Implementasi Pembangunan 51

Tahap Pemanfaatan Hasil Pembangunan 54

Tahap Evaluasi Hasil Pembangunan 57

ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN

PARTISIPASI MASYARAKAT 59

Hubungan antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi

Masyarakat 59

Hubungan antara Umur dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat

dalam Proses Pembangunan 59

Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat

Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan 60 Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi

Masyarakat dalam Proses Pembangunan 62

Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat

Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan 64 Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi

Masyarakat 66

Hubungan antara Tingkat Intensitas Interaksi dengan Tingkat

Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan 68 Hubungan antara Tingkat Transparansi dengan Tingkat

Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan 69

PENUTUP 71

Kesimpulan 71

Saran 72

(15)

DAFTAR TABEL

1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein 6 2 Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok

masyarakat 20

3 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data 21

4 Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi 22 5 Defenini Operasional Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Setiap

Tahapan 25

6 Jumlah dan persentase penduduk menurut dusun dan jenis kelamin di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak

tahun 2016 31

7 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut kelompok umur tahun 2016 32 8 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut Agama tahun 2016 32 9 Tingkat pendidikan penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut jenis kelamin tahun 2016 33 10 Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Sungai Rawa,

Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 34 11 Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Sungai Rawa,

Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 35 12 Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok

masyarakat 35

13 Jumlah dan persentase responden menurut umur dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun

2016 37

14 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit menurut jenis kelamin tahun 2016 38

15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 39

16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 40

17 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit menurut pendidikan tahun 2016 40

18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 41

19 Jumlah dan persentasi responden Kampung Sungai Rawa Kecamatan

Sungai Apit menurut jumlah tanggungan tahun 2016 42 20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat intensitas interaksi

dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

(16)

21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat transparansi dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 44

22 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden menurut

kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 48

23 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan dalam perancanaan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun

2016 50

24 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap implementasi menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai

Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 52

25 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pemanfaatan hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di

Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 54 26 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap

evaluasi hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di

Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 56 27 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok

masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit tahun 2016 60

28 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 60

29 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa,

Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 62

30 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari

kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit tahun 2016 62

31 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit tahun 2016 64

32 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 64

33 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa,

Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 65

34 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit tahun 2016 66

35 Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

(17)

36 Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun

2016 68

37 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit tahun 2016 69

38 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai

Apit tahun 2016 70

DAFTAR GAMBAR

1 Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat 7 2 Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui

dana desa 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi penelitian 82

2 Jadwal penelitian 83

3 Dokumentasi Lapang 84

4 Catatan Tematik dari Informan 87

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas ekonomi antara perkotaan dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang signifikan antara perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 memandang kondisi umum pedesaan memprihatinkan, baik dalam bidang sosial, budaya dan kehidupan beragama antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Langkah yang tepat sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bagi daerah pedesaan, untuk mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik daerah masing-masing.

Desa yang merupakan tempat dimana sebagian besar masyarakat miskin Indonesia berada yaitu menurut BPS (2012) sebanyak 18 485 200 jiwa atau menyumbang setidaknya 63.5 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pemahaman tentang pembangunan desa perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari setiap kalangan, mulai dari rakyat biasa hingga segenap aparat di semua lini birokrasi, agar tercapai tujuan pembangunan desa yaitu untuk memajukan, memandirikan dan mensejahterakan masyarakat desa. Hal ini tentu bukanlah merupakan sesuatu yang mudah untuk dilalui tanpa proses yang sudah sangat matang dan tertata rapi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada Pasal 78 dijelaskan mengenai pembangunan desa yaitu meliputi; (1) Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta Pemanfaatan hasil sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; (2) Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; (3) Pembangunan desa mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

(20)

pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa setiap tahunnya, yang di antaranya dapat mencakup: a) peningkatan kualitas proses perencanaan desa; b) mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa maupun oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya; c) pembentukan dan peningkatan kapasitas kader pemberdayaan masyarakat desa; d) pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat desa; e) penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat; f) dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan; g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat. Partisipasi dari setiap bagian desa diperlukan untuk mewujudkan pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan desa itu sendiri, yang paling penting adalah partisipasi dari setiap masyarakat yang merupakan pemegang kedaulatan dari negara ini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Supriyadi

(2010) yang menyebutkan bahwa “Implementasi program dan pembangunan

desa/kelurahan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap partisipasi masyarakat”. Penjelasan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Florensi (2014) bahwa tahapan kebijakan ADD akan mempengaruhi sampai mana tahap pemberdayaan masyarakat itu berlangsung.

Kaemba (2003) menjelaskan bahwa kendala yang dialami dalam pelaksanaan program ialah kurangnya masyarakat yang ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan yang disebabkan oleh kurangnya keterampilan kerja yang dimiliki serta tidak memiliki rasa percaya kepada pemerintah dalam mengelola program. Ada tiga alasan utama pentingnya melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan menurut Lugiarti (2004), yaitu (1) sebagai langkah awal untuk mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan satu cara untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat setempat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan; (2) Sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi, dan sikap masyarakat setempat; dan (3) Masyarakat memperoleh hak untuk ‘urun rembug’ dalam menentukan program-program pembangunan yang dilaksanakan.

(21)

dan tahap evaluasi sehingga akan dapat dilaksanakan pembangunan daerah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu kemauan, kemampuan, kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ariyani (2007), seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen).

Berdasarkan hasil penelitian yang bersangkutan dengan penggunaan dana desa yaitu menurut Rosalinda (2014), faktor yang mendukung pelaksanaan Alokasi Dana Desa di antaranya mencakup: a) potensi penerimaan desa; b) adanya dukungan kebijakan pemerintah. Faktor penghambat: a) manajemen organisasi pemerintah desa; b) sumber daya manusia; c) sarana prasarana; dan d) kurangnya partispasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari program pembangunan maupun pengembangan masyarakat pedesaan. Diperlukan analisis mengenai partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan serta kondisi partisipasi masyarakat dan faktor yang mempengaruhinya agar program pemberdayaan masyarakat dapat berkelanjutan. Berdasarkan kaitan pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan, terutama dalam program pembangunan yang saat ini sedang berlangsung yaitu melalui dana desa maka hal tersebut menjadi pertanyaan utama dalam penelitian yakni bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa?

Rumusan Masalah Penelitian

Partisipasi masyarakat penting dalam pembangunan, dimana partisipasi masyarakat merupakan faktor utama dalam keberhasilan program. Menurut Nasdian (2014), partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Dana Desa merupakan program dari pemerintah dalam upaya membantu agar mengurangi disparitas dan menjadikan desa lebih mandiri dan otonom merupakan program yang membutuhkan keterlibatan aktif dari setiap masyarakat dalam setiap tahapan programnya demi mencapai tujuan program tersebut.

(22)

pembangunan, maka diperlukan penelitian mengenai bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa melalui penggunaan dana desa?

Kaitan tingkat partisipasi Masyarakat dalam program pembangunan desa tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, selanjutnya faktor – faktor tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi keberhasilan penggunaan Dana Desa. Ariyani (2007) menyatakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan menjadi tindakan yang nyata apabila tiga faktor utama yang mendukung ini terpenuhi, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Dibandingkan dengan penelitian Rahmawati dan Sumarti (2011), bahwa faktor kesempatan memberikan dampak yang paling berpengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program DPEM dan PPEM dibandingkan faktor kemauan dan faktor kemampuan. Maka penting juga untuk meneliti faktor – faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui penggunaan Dana Desa?

Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi petani terhadap tingkat keberhasilan penggunaan Dana Desa. Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan khusus yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui penggunaan dana desa.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam hasil pembangunan desa melalui penggunaan dana desa.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, dapat digunakan sebagai data acuan pada penelitian sejenis secara lebih mendalam.

2. Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun pembangunan dan pengembangan masyarakat.

3. Bagi swasta, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program pengembangan masyarakat yang melibatkan partisipasi masyarakat.

(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Partisipasi Masyarakat

Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta, maka dapat dikatakan kalau partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar (Darmawi, 2014). Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar (Adisasmita 2006). Ndraha (1982) yang merujuk pada Cohen (1977) menyatakan bahwa belum ada definisi yang memuaskan mengenai istilah partisipasi, oleh karena itu mereka membatasinya pada development participation atau partisipasi di bidang pembangunan, ini berarti partisipasi (aktif) masyarakat di bidang pembangunan desa. Nasdian (2014) menjelaskan bahwa partisipasi mendukung masyarakat untuk memulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis).

Partisipasi masyarakat yang tinggi akan berpengaruh terhadap suatu program pembangunan. Hal ini dimungkinkan karena pembangunan bukan saja ditentukan segalanya oleh penyelenggara pembangunan, tetapi partisipasi masyarakat juga turut memberikan andil dalam tercapai atau tidaknya suatu program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya. Melalui partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara terarah dan serasi terhadap kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan berjalan secara efektif dan efisien (Ardilah et al. 2014).

Pelaksanaan pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Tjokroamidjodjo (1974) dikutip Supriyadi (2010) disatu pihak partisipasi penting bagi pembangunan dan bahkan menjadi salah satu tujuan pembangunan itu sendiri.

Cohen dan Uphoff (1977) dalam Girsang (2011) membagi partisipasi kedalam beberapa tahapan, sebagai berikut:

(1) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud adalah perencanaan kegiatan.

(24)

partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota program.

(3) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran.

(4) Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.

Pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya dalam pengambilan keputusan dan digolongkan menjadi tingkatan non partisipasi, tokenisme dan citizen power oleh Arnstein (1969). Berikut akan dipaparkan penjelasan dari tangga partisipasi menurut Arnstein (1969).

Tabel 1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein Tangga

(Manipulation) Permainan Oleh Pemerintah Tidak Ada Partisipasi

(25)

8 Kontrol Warga Negara

7 Delegasi Kewenangan Citizen power

6 Kemitraan

5 Menenangkan

4 Konsultasi Tokenisme

3 Menginformasikan

2 Terapi

Non-Partisipasi

1 Manipulasi

Gambar 1. Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat Kedelapan tingkatan yang telah disebut di atas dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Manipulation

Dengan mengatasnamakan partisipasi, partisipan program secara formalitas termasuk dalam bagian partisipan program, tetapi tanpa adanya pelibatan dalam pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa.

2. Therapy

Pihak pembentuk program menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya.

3. Informing

Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitaan yakni brosur dan poster.

4. Consultation

(26)

maka kegiatan tersebut hanyalah merupakan suatu partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga dari seberapa banyak kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat.

5. Placation

Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali. 6. Partnership

Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan dengan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Partnership dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpinnya bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi, sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan.

7. Delegated Power

Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu, masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar.

8. Citizen Control

(27)

Manipulasi dan terapi termasuk kedalam level ‘non-participation’, inisiatif

pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan partisipan program akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi, konsultasi termasuk dalam level ‘tokenisme’, komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Partnership termasuk kedalam level ‘citizen power’, karena membuat komunitas dapat

bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol juga termasuk ke dalam level citizen power, komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan.

Pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan semestinya melewati tahapan-tahapan yang merujuk pada Cohen dan Uphoff (1977) yaitu diawali dengan tahap perencanaan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, kemudian akan memasuki tahap memanfaatakan hasil dari pembangunan, dan yang terakhir akan menimbulkan penilaian dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan atau yang disebut dengan tahapan evaluasi pembangunan. Partisipasi masyarakat yang dilibatkan ke dalam setiap tahapan tersebut akan memjadikan hasil pembangunan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat (local community).

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat

Alasan anggota masyarakat diajak untuk ikut berpartisipasi adalah karena masyarakat dianggap lebih mengetahui tentang permasalahan dan kebutuhan mereka sendiri. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya; 2) Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam masyarakat; 3) Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat; 4) Mereka mampu memanfaatkan sumberdaya pembangunan (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dana, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan masyarakatnya; 5) Anggota masyarakat dengan upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan sumberdaya manusianya sehingga dapat berlandaskan pada kepercayaan diri dan keswadayaan yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan terhadap pihak luar (Adisasmita, 2006).

(28)

1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola

proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk berpartisipasi dalam proyek.

Selain itu ada juga faktor yang menghambat partisipasi masyarakat menurut Watson dalam Soetomo (2008) mengatakan bahwa ada beberapa kendala (hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain kendala yang berasal dari kepribadian individu salah satunya adalah ketergantungan. Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam mewujudkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara aktif, karena rasa ketergantungan ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk melaksanakan pembangunan atau prakarsa mereka sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi ataupun menghambat partisipasi masyarakat tersebut dapat dibedakan dalam faktor internal dan faktor eksternal, dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor internal, menurut Slamet (2003), untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi.

2. Faktor eksternal, menurut Sunarti (2003), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu dalam hal ini stakeholder yang mempunyai kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah, pengurus desa/kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat/adat dan konsultan/fasilitator. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktavia dan Saharudin (2005) bahwa Peran stakeholder akan mempengaruhi bagaimana partisipasi masyarakat berlangsung.

Hal yang dijelaskan di atas sesuai dengan hasil penelitian dari Suroso et al.

(29)

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor eksternal (terdiri dari komunikasi dan kepemimpinan). Diperkuat dengan hasil penelitian Syamsi (2014) bahwa Hambatan dalam partisipasi masyarakat adalah keputusan yang tidak bijaksana, komonikasi yang tidak intraktif, kurangnya kesadaran masyarakat, pendidikan yang rendah tidak ada teransparansi dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran dana desa.

Definisi Desa

Desa merupakan satuan pemerintah terkecil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perlu dibina dan ditingkatkan pelayanan administrasi pemerintahannya kearah yang lebih memadai kepada masyarakat desa. Desa adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan sendiri.

Desa telah memiliki definisi sendiri menurut perkembangan peratutan perundangan di Indonesia. Pada PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, penggunaan istilah desa dapat menggunakan istilah lain sesuai dengan nama lain sesuai karakteristik adat istiadat setempat, begitu juga dengan segala istilah dan institusi di desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan dari Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat. Contohnya adalah istilah desa di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Menurut data yang dikutip dari BPS (2013), di Indonesia terdapat ribuan desa yang letaknya menyebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia, lebih tepatnya 72.944 desa yang berada menyebar di seluruh Indonesia.

(30)

sehingga warga desa banyak bergantung pada peruhahan musim; keluarga desa merupakan unit sosial dan unit kerja; Jumlah penduduk dan luas wilayah desa tidak begitu besar; kegiatan ekonomi mayoritas agraris; masyarakat desa merupakan suatu paguyuban; proses sosial di desa umumnya berjalan lambat; warga desa pada umumnva berpendidikan rendah. Desa mempunyal tiga unsur penting, yaltu: daerah. meliputi lokasi, luas, dan batas wilayah serta penggunaannya penduduk. berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas penduduk, meliputi jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian; tata kehidupan. dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan sesama warga desa, biasanya hubungan antaranggota masyarakat masih sangat erat.

Desa diklasifikasikan menjadi empat jenis menurut Permendagri Nomor 12 Tahun 2007, kelempat jenis desa tersebut yaitu:

1. Desa swadaya adalah desa di mana sebagian besar masyarakat memenuhi keburuhan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.

2. Desa Swakarya adalah keadaannya sudah lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hail produksi ke daerah lain, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi dengan masyarakat luar sudah mulai tampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.

3. Desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai oleh kemampuan masyarakatnya untuk melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdagangan), din kemampuan untuk saling memengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dan hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber dayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik.

Dana Desa

Desa memiliki kewenangan untuk menjalankan sendiri kegiatan pemerintahannya yang tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 dijelaskan bahwa pendapatan sumber keuangan desa terdiri atas: Pendapatan Asli Desa (Hasil Kekayaan Desa, Hasil Swadaya Masyarakat, Pungutan, Gotong Royong); Pembagian Pajak dan Retribusi Kabupaten; Dana Perimbangan Pusat dan Daerah Kabupaten atau Alokasi Dana Desa; Hibah keuangan dari pemerintah provinsi dan kabupaten; Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang mengikat.

(31)

diikuti dengan rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan publik; 4) Banyak program pembangunan masuk ke desa akan tetapi hanya dikelola oleh Dinas. Program semacam itu mendulang kritikan karena program tersebut tidak memberikan akses pembelajaran bagi Desa, dan program itu bersifat top down sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan Desa dan masyarakatnya (Putra et al. 2013). Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memberi dukungan keuangan kepada desa salah satunya adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10 persen diperuntukkan bagi desa yang disebut Dana Desa. Maksud pemberian Dana Desa sebenarnya adalah sebagai bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 menyebutkan bahwa dana desa merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disingkat APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain: a) peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan; b) dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya; c) bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa; d) pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre); e) promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi di Desa; f) dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/Pantai Desa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan; g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup; h) bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

(32)

Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, dihitung dengan bobot sebagai berikut: 25 persen (dua puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk Desa; 35 persen (tiga puluh lima per seratus) untuk angka kemiskinan Desa; 10 persen (sepuluh per seratus) untuk luas wilayah Desa; dan 30 persen (tiga puluh per seratus) untuk tingkat kesulitangeografis Desa setiap kabupaten/kota. Hal ini akan ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin Desa dan IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi) Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 4 ayat 3 Permenkeu No 93/PMK.07/2015, hasil penghitungan rincian dana desa kemudian disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada saat pembahasan tingkat 1 Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapatkan persetujuan, kemudian berdasarkan pagu dana desa dalam UU APBN dan hasil pembahasan dana desa kemudian baru ditetapkan menjadi rincian dana desa setiap kabupaten/kota dan dicantumkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.

Pembangunan Desa

Tujuan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik daerah masing-masing. Desa yang merupakan satuan pemerintah terkecil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibina dan ditingkatkan pelayanan administrasi pemerintahannya kearah yang lebih memadai kepada masyarakat desa. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia mutlak menjadi titik perhatian pemerintah, karena dengan berhasilnya pembangunan desa berarti sebagian besar penduduk Indonesia turut ditingkatkan kesejahteraannya. Irawan (2014) menyebutkan, pembangunan dimaknai sebagai perubahan sosial yang dimaknai sebagai perubahan sosial yang dikenhendaki (interested social change). Hasil akhir yang diinginkan dari perubahan tersebut dimaknai visi pembangunan desa.

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus, pembangunan juga dilaksanakan secara bertahap dan berencana yang berorientasi pada suatu pertumbuhan dan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya serta mencakup seluruh aspek kehidupan, baik lahiriah maupun batiniah. Pembangunan itu sendiri kepada usaha mencapai tujuan Bangsa dan Negara yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini sesuai dengan hakekat Pembangunan Nasional, ialah Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dikutip dari Efendi (2002) dalam Deviyanti (2013).

Terdapat dua cara yang diterapkan dalam pembangunan seperti yang diungkapkan Sumodiningrat (1999) merujuk pada Stohr dan Taylor (1981), yang pertama adalah dari atas ke bawah (top-down strategy) dan yang kedua adalah setrategi dari bawah ke atas (bottom-up strategy). Untuk top-down strategy,

(33)

pembangunan harus terutama didasarkan pada mobilisasi sumber daya manusia, alam dan kelembagaan, dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar penduduk di wilayah yang bersangkutan. Lebih luas lagi, strategi pembangunan dari bawah berorientasi pada kebutuhan dasar, padat tenaga kerja, industri kecil, sumberdaya alam daerah, desa dan cenderung untuk menggunakan teknologi tepat guna.

(34)

Kerangka Pemikiran

Partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan yang berasal dari pemerintah seperti dana desa sangat dibutuhkan untuk keberhasilan implementasi tersebut, karena setelah kebijakan tersebut dibuat, dalam proses pelaksanaannya dikembalikan lagi kepada masyarakat yang menjadi subjek dari kegiatan tersebut. Nasdian (2014) menjelaskan bahwa partisipasi mendukung masyarakat untuk memulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi. Menurut Slamet (2003), untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Faktor ekternal sendiri merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang ikut berpartisipasi. Sunarti (2003), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan berasal dari petaruh (stakeholder), berupa intensitas interaksi dan tingkat transparansi dari kepemimpinan.

Pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan semestinya melewati tahapan-tahapan yang merujuk pada Cohen dan Uphoff (1977) yaitu diawali dengan tahap perencanaan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, kemudian akan memasuki tahap memanfaatakan hasil dari pembangunan, dan yang terakhir akan menimbulkan penilaian dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan atau yang disebut dengan tahapan evaluasi pembangunan. Partisipasi masyarakat yang dilibatkan ke dalam setiap tahapan tersebut akan memjadikan hasil pembangunan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat (local community). Ukuran partisipasi masyarakat yaitu tingkatan partisipasi masyarakat dapat dilihat berdasarkan Tangga Partisipasi Arnstein (1980) yang melihat partisipasi dari kadar pendelegasian kekuasaan yang diberikan oleh pemegang kekuasaan kepada masyarakat. Tingkatan partisipasi masyarakat pada setiap tahapan kegiatan pembangunan diurutkan dari yang paling kecil yaitu tingkat manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘non-participation’. Informasi, konsultasi, dan placation

termasuk ke dalam level ‘tokenisme’. Partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat termasuk kedalam level yang paling tinggi yaitu ‘citizen

power’. Kadar pendelegasian kekuasaan kepada masyarakat tersebut dipengaruhi dengan adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen).

(35)

partisipasi masyarakat terpenuhi dengan tingkat partisipasi yang konsisten atau bahkan meningkat. Oleh karena itu alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 2.

Keterangan : : Hubungan, diuji secara kuantitatif

Gambar 2 Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui dana desa

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi masyarakat 2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal (tingkat intensitas interaksi dan

tingkat transparansi) dengan tingkat partisipasi masyarakat. Faktor Eksternal (X2)

X2.1 Intensitas Interaksi X2.2 Tingkat Transparansi

Faktor Internal (X1)

X1.1 Umur

X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Tingkat Pendapatan X1.4 Mata Pencaharian

Tingkat Partisipasi Masyarakat (Y)

Y1 Tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi,

placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol

masyarakat).

Y2 Tahap pelaksanaan (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi,

placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol

masyarakat).

Y3 Tahap pemanfaatan hasil (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation, partnership,

delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat).

(36)
(37)

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunaan teknik wawancara melalui penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Untuk itu dilakukan pengujian kuesioner terlebih dahulu kepada 10 responden untuk menilai validitas dan reliabilitas dengan Chronbach Alpha dari kuesioner yang digunakan. Penelitian kuantitatif akan menggunakan menggunakan kuesioner ditujukan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai data karakteristik rumah tangga responden, dan tingkat partisipasi masyarakat. Responden yang dipilih untuk survei sebelumnya sudah dipilih dengan menggunakan metode acak.

Menurut Bogdan dan Taylor (1973) yang dikutip Sihite (2007) metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami individu secara personal. Data kualitatif diperoleh dengan wawanacara mendalam dan ditambahkan dengan observasi, dan studi dokumentasi terkait, sekaligus untuk menguji substansi dan susunan pertanyaan dalam rancangan kuesioner. Selain hal-hal tersebut, wawancara mendalam yang dibantu dengan panduan pertanyaan wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari informan. Hasil dari wawancara mendalam untuk pendekatan kualitatif dipaparkan dalam bentuk catatan lapang sesuai format. Metode lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti data monografi desa.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(38)

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu responden dan informan. Unit analisi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang merupakan subjek dari pembangunan desa. Responden adalah seseorang atau individu dalam rumah tangga yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi penelitian ini ialah masyarakat desa yang merupakan subyek dari pembangunan. Selanjutnya, populasi tersebut akan dibentuk lebih sempit menggunakan kerangka sampling. Pengambilan sampel atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik stratified sampling non-proporsional dimana jumlah sampel untuk setiap strata sama banyak tetapi perbandingan jumlah keseluruhan setiap strata tidak sama. Penulis melakukan pengklasifikasian populasi berdasarkan berdasarkan ekonomi masyarakat dengan cara mengumpulkan data dari potensi desa untuk melihat penggolongan masyarakat menurut data emik desa, sehingga didapat pengklasifikasian sosial terbagi menjadi dua golongan masyarakat yaitu masyarakat mampu dan masyarakat kurang mampu. Golongan masyarakat yang termasuk mampu adalah masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan di atas Rp 1 000 000, sedangkan tingkat pendapatan responden yang berada di atas Rp 1 000 000 digolongkan kepada tingkat pendapatan golongan masyarakat mampu. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan

Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok masyarakat

Kelompok Masyarakat Jumlah (KK) Persentase (%)

Mampu 235 79.4

Kurang Mampu 61 20.6

Total 296 100.0

Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016

Data yang telah ditemukan tersebut dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dari dengan total sampel rumah tangga untuk masing-masing golongan masyarakat yang ditentukan. Pada penelitian sampel yang diambil sebanyak 60 orang responden yang terdiri dari 30 responden yang mewakili masyarakat kurang mampu dan 30 responden yang mewakili masyarakat mampu.

(39)

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini berjenis data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk itu akan dilakukan pengujian kuesioner terlebih dahulu kepada 10 responden untuk menilai validitas dan reliable dari kuesioner yang digunakan.

Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah berupa hasil studi pustaka dan juga dokumen resmi dari instansi terkait berupa data potensi desa, hasil laporan pengunaan dana desa, dan juga laporan pembangunan desa yang ada. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait, dalam penelitian ini seperti data dari kantor kepala desa maupun studi literatur penelitian sebelumnya.

Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data

Teknik Pengumpulan Data Data yang Dikumpulkan

Kuesioner

 Faktor internal dan eksternal pengaruh partisipasi

 Tahapan partisipasi masyarakat  Tingkat partisipasi masyarakat Wawancara mendalam

 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam pembangunan

 Kebijakan yang ada tentang dana desa Observasi lapang dan

dokumentasi  Gambaran umum desa melalui data monografi

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2010 dan SPSS Version 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel

2010. Kemudian SPSS Version 21digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Chi Square. Uji korelasi

(40)

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks.

Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responen,

informan, dosen pembimbing. Seluruh hasil penelitian ini akan dituliskan dalam laporan berbentuk skripsi.

Definisi Operasional

Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi

Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang terdiri atas umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor eksternal terdiri atas intensitas komunikasi dan tingkat transparansi.

Tabel 4 Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi Variabel Definisi

2. Sedang, jika pendapatan x – ½ sd < x < x+ ½ sd (skor 2) 3. Tinggi, jika pendapatan ≥ x

+ ½ sd (skor 3)

(41)

Variabel Definisi

(42)

Arnstein (1980) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya dalam kegiatan pembangunan, partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada suatu program pembangunan terdiri atas delapan tingkat yaitu; Manipulasi (Manipulation), Terapi (Theraphy), Pemberitahuan (Informing), Konsultasi (Consultation), Penentraman (Placation), Kemitraan (Partnership), Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power), Kontrol Masyarakat (Citizen Control).

Diberikan pernyataan mengenai partisipasi pada setiap tahap dengan nilai: pendapat SS = 4; pendapat S = 3; pendapat TS = 2; pendapat STS = 1. Setiap pernyataan yang menjadi pengukuran disesuaikan dengan delapan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980), sehingga didapat nilai x=(x max – x min) : 8 , untuk nilai pada setiap tingkatannya.

- Tingkat manipulasi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan ketidakhadiran (partisipan tidak ikut berpartisipasi atau tidak hadir dalam kegiatan).

- Tingkat terapi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran atas kemauan sendiri (partisipan hanya mempunyai kewajiban untuk hadir agar partisipan merasa diakui keberadaannya dalam kegiatan).

- Tingkat pemberitahuan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran tanpa mendapat kesempatan menyampaikan penilaian (partisipan hadir dan memperoleh informasi tentang kegiatan).

- Tingkat konsultasi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan berkesempatan menyampaikan penilaian, namun tidak diperhitungkan (partisipan hadir dan dapat menyuarakan pendapatnya, tetapi pengambilan keputusan tetap berada di pihak pemerintah desa)

- Tingkat penentraman: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran, namun ada pembatasan penilaian yang diperhitungkan (partisipan hadir, aktif dalam menyuarakan pendapat, kritik dan saran tetapi pengambilan keputusan tetap berada di pihak pemerintah desa).

- Tingkat kemitraan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak yang setara dalam melaksanakan penilaian (partisipan hadir, aktif dalam menyuarakan pendapat, saran, kritik dan memiliki kedudukan setara dalam negosiasi pengambilan keputusan kegiatan).

- Tingkat pendelegasian kekuasaan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak tertinggi dalam melaksanakan penilaian (partisipan hadir, aktif dalam berpendapat, saran, kritik dan mendominasi dalam pengambilan keputusan).

- Tingkat kontrol masyarakat: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak penuh dalam membuat keputusan (karena partisipan program hadir, aktif dalam berpendapat, saran, kritik, dan pengambilan alih keseluruhan pengambilan keputusan kegiatan)

Delapan tingkat partisipasi Arnstein (1980) kemudian dipersempit menjadi tiga kategori yaitu:

1. Non partisipasi apabila partisipan program tidak berpartisipasi dalam kegiatan dan partisipan berada pada tingkatan manipulasi sampai terapi.

(43)

partisipan berada pada tingkatan pemberitahuan, konsultasi, sampai penentraman.

3. Citizen power apabila partisipan program berpartisipasi penuh tanpa dibatasi oleh pihak pemerintah kampung selaku pemegang kekuasaan, serta partisipan berada pada tingkatan kemitraan, pendelegasian kekuasaan, sampai kontrol masyarakat.

(44)
(45)

Variabel Definisi

Definisi Operasional

Indikator Skala

Pengukuran berdasarkan keterlibatan

partisipan pada evaluasi, dilihat dari kehadiran atau keaktifan juga kontrol dalam evaluasi tersebut.

- Tingkat terapi: 22 - 28 - Tingkat pemberitahuan:

28 – 34

- Tingkat konsultasi: 34 - 40

- Tingkat penentraman: 40 – 46

- Tingkat kemitraan: 46 - 52

- Tingkat pendelegasian kekuasaan: 52 - 58 - Tingkat kontrol

(46)
(47)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Kampung Sungai Rawa

Sejarah Kampung Sungai Rawa

Pada masa penjajahan Belanda tahun 1940 Kampung Sungai Rawa yang disebut sekarang ini adalah sebelumnya Kampung Penyengat atau Sungai Penyengat yang pada saat itu dihuni oleh 2 (dua) suku yaitu Suku Melayu yang masih ada sampai saat ini dan Suku Asli yang sekarang disebut suku Akid yang pada saat ini lebih menyebar ke Kampung yang lebih pesisir. Setelah pertumbuhan penduduk semakin tahun semakin bertambah banyak, maka oleh kedua suku tadi membuat kata sepakat untuk mencari jalan terbaik guna menyelesaikan masalah supaya tidak terjadi masalah sosial seperti pada Agama atau Kepercayaan, dimana suku Melayu menganut Agama Islam dan Suku Asli (Akid) yang menganut kepercayaan Animisme, dan pada saat itu Suku Melayu dipimpin oleh seorang Penghulu yang bernama Endong, sedangkan Suku Asli (Akid) dipimpin oleh seorang yang bernama Mbon dengan julukan Batin menandai masa kekalahan Jepang ditangan sekutu dan Indonesia memproklamasikannya kampung Penyengat dibawah naungan Siak untuk sementara administrasinya dilimpahkan ke Belitung di Pulau Padang. Setelah terbentuknya Kecamatan Siak maka seluruh administrasi Kampung Penyengat yang terdiri dari dua suku tadi masuk kedalam wilayah kecamatan Siak, Kabupaten Bengkalis.

Kepala Kampung pada saat itu bernama Anuar Abdullah. Pada masa Pemerintahan Kepala Kampung Anuar Abdullah masyarakat Kampung Penyengat melaksanakan kegiatan seperti gotong royong untuk membuat sarana prasarana tata Kampung, pada tahun 1988 Kampung Penyengat terjadi Paceklik banjir air setinggi 1 meter yang tergenang diseluruh Kampung diakibatkan meluapnya air dari Sungai Penyengat. Pemberian nama Kampung menjadi Kampung Sungai Rawa menurut sesepuh terdahulu, dipinggir sungai yang membelahi Kampung tersebut menjadi dua bagian tumbuh sebatang pohon kayu dengan nama Pohon Kayu Rawa.

Gambar

Gambar 2 Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui dana desa
Tabel 4 Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi
Tabel 5 Definisi Operasional Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Tahapan
Tabel 7  Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut kelompok umur tahun 2016
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sikap responden terhadap filariasis berdasarkan jenis kelamin, didapatkan bahwa sikap yang baik dimiliki 45 orang (55,5%) laki-laki, dapat dikarenakan responden

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk meningkatkan pemahaman konsep sains anak sebelum dan sesudah diberikannya kegiatan yang berhubungan dengan sains melalui model

perempuan biasanya dibawa pada hari yang berbeda ke kuil shinto, bayi laki-laki biasanya pada hari ke 31 dibawa ke kuil sinto sedangkan perempuan dibawa ke kuil shinto pada hari

Hasil menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan anorganik dengan kompos blotong berpengaruh sangat nyata terhadap beberapa karakter tanaman tebu yaitu jumlah

 Pemberian kortikosteroid sistemik dengan obat sitotoksik dan plasmaferesis mungkin dapat bermanfaat pada penderita hemoptisis masif akibat perdarahan alveolar

Nije proveravao zavoje samo zbog toga što je to bilo neophodno, već i zato što nije bio u stanju da naĊe reĉi za nešto. Posmatram ga

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa apoteker di apotek milik PSA di Wilayah Surabaya Utara, dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian sudah memenuhi Peraturan

Untuk pemasangan bantalan pada bentangan-bentangan gelagar, dongkrak harus ditempatkan di bawah gelagar badan profil/plat girder sedekat mungkin dengan plin-plin untuk