• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Keluhan Pada Paramedis Masa Perimenopause Dan Pascamenopause Dengan Menggunakan Menopause Rating Scale Di RSUP Haji Adam Malik Medan Dan RS Jejaring FK USU"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA

PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN

MENGGUNAKAN

MENOPAUSE RATING SCALE

DI RSUP

HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU

TESIS MAGISTER

OLEH:

Hiro Hidaya Danial Nasution

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

Dr.dr.M.Fidel Ganis

Siregar,M.Ked(OG),Sp.OG.K

dr.Edy Ardiansyah,M.Ked(OG),Sp.OG.K

PENYANGGAH :

dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG.K

dr.Yostoto B. Kaban, Sp.OG.K

dr.Johny Marpaung,M.Ked(OG),Sp.OG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT , berkat

rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis magister ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh magister keahlian dalam bidang Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini

banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian

besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam

menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN

MENGGUNAKAN MENOPAUSE RATING SCALE

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H

(CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

(5)

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti

Program Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter

Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr.

Delfi Lutan, MSc, SpOG.K ; Sekretaris Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar,

M.Ked(OG), SpOG.K ; Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri

dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K ;

Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan dr. M. Rhiza Tala, M.Ked(OG),SpOG.K ; dan juga

Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG.K;

Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K; Prof. Dr. dr. M. Thamrin

Tanjung, SpOG.K; Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG.K; Prof. dr.

T. M. Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K; dan

Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K; Prof. dr. M. Fauzie Sahil,

SpOG.K,

3. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG.K selaku

pembimbing tesis saya, yang telah memberikan kesempatan dan

bimbingan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus

sebagai pembimbing utama saya bersama dengan dr. Edy

Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG.K yang telah meluangkan waktu yang yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk

mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan

(6)

sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi

penulisan tesis ini hingga selesai . dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K;

dr. Yostoto B.Kaban, SpOG.K ; dan dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG),

SpOG selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan

kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk

membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga

selesai.

4. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K selaku Bapak Angkat saya yang

telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan

nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi

masa-masa sulit selama pendidikan.

5. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran

untuk membimbing saya dalam penyelesaikan uji statistik tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan

mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang

Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

7. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama

mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri

(7)

8. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan

Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan

kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti

pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan

Ginekologi.

9.

10.

Direktur RUMKIT Tk. II / Kesdam I BB Medan; Kepala SMF. Obstetri

dan Ginekologi RUMKIT Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG

serta dr. M. Yazim Yakub, SpOG, dr. Agnes Dwi H. SpOG, dr. Santa

M.J. Sianipar, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan

sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah

Sakit tersebut.

11.

Direktur RSU. Sundari dr. Zulkarnain Hutasuhut serta Kepala SMF

Obstetri dan Ginekologi RSU. Sundari dr. M. Haidir, SpOG beserta staf

yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk

bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut

12. Kepada teman-teman satu angkatan saya: dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi

Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Kiko Marpaung, dr. Edward Sugito Direktur RSU. Haji Medan; Kepala SMF. Obstetri dan Ginekologi RSU.

Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG serta dr. Anwar Siregar,

SpOG, dr. Syahrizal Daud. SpOG, dr. Ahmad Khuwailid, SpOG, dr. Siti

Syahrini Sylvia, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan

dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di

(8)

Manurung, Erwin Edi Syahputra Harahap, dr. Abdur Rohim Lubis, dr.

Ricca Puspita rahim, M.Ked(OG), dr. M. Rizal sangadji, dr. Julita A.

Lubis, dr. Novrial, dr. M. Wahyu Wibowo, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG),

dr. Ray christy Barus, dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri Adela, dr.

Anindita Novina, M.Ked(OG), saya menyampaikan terima kasih atas

dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan

kita selama pendidikan Magister Kedokteran.

13. Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa

yang telah diberikan selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya

sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang dan terkasih,

Ayahanda Prof. Ismet Danial Nasution, drg, Ph.D, Sp.Pros.(K) dan

Ibunda Prof. Haslinda Z. Tamin, drg, M.Kes, Sp.Pros.(K) , yang telah

membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan

penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang

baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat

kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran ini.

Buat nenek tercinta Hj. Asni Z Tamin yang telah memberi dorongan,

semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan

(9)

Kepada abang kandung saya Rizkihiro Danial Nasution, ST, MBA

dan seluruh keluarga besar terima kasih atas bantuan, dorongan

semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya.

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya

sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun

materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan berkah-Nya

kepada kita semua.

Medan, November 2013

(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesa Penelitian ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Menopause ... 7

2.1.1 Definisi ... 7

2.1.2 Fase Klimakterium ... 7

2.1.3 Patofisiologi ... 10

2.1.4 Perubahan Metabolisme Hormonal ... 10

2.1.5 Diagnosis ... 15

2.1.5.1 Usia ... 15

2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium ... 16

2.1.6 Keluhan Wanita Menopause ... 17

(11)

2.1.6.2 Keluhan Vasomotor ... 21

2.1.6.3 Atrofi Urogenital ... 23

2.1.6.4 Efek Psikologi ... 27

2.1.6.5 Gangguan Fungsi Seksual ... 29

2.1.6.6 Gejala Somatik ... 31

2.1.6.7 Osteoporosis ... 31

2.1.6.8 Kelainan Kardiovaskular ... 31

2.2 Menopause Rating Scale ... 34

2.3 Kerangka Teori ... 38

2.4 Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Rancangan Penelitian ... 40

3.2 Tempat & Waktu Penelitian ... 40

3.3 Subjek Penelitian ... 40

3.4 Kriteria Inklusi ... 40

3.5 Kriteria Eksklusi ... 41

3.6 Besar Sampel ... 41

3.7 Pengumpulan Data ... 42

3.8 Cara Kerja ... 42

3.9 Pengolahan & Analisa Data ... 46

3.10 Definisi Operasional ... 46

3.11 Alur Penelitian ... 48

BAB IV HASIL & PEMBAHASAN ... 49

BAB IV KESIMPULAN & SARAN ... 58

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance

Lampiran 2. Lembar persetujuan Kepada Calon Subjek Penelitian

Lampiran 3. Lembar persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 4. Formulir Isian Penelitian

Lampiran 5. Tabel Induk Penelitian

(15)

DAFTAR SINGKATAN

MRS : Menopause Rating Scale

BMI : Body Mass Index

WHO : World Health Organization FSH : Folicle Stimulating Hormone

LH : Leutinizing Hormone

DHA : Dehydroepiandrosterone

DHAS : Dehydroepiandrosterone sulphat

GNRH : Gonadotropin Releasing Hormone

TSH : Tiroid Stimulating Hormone

HT : Hormone Therapy

SERM : Selective Estrogen Receptor Modulator HERS : Heart and Estrogen Replacement Study

REM : Rapid Eye Movement

(16)

PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA

PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN

MENGGUNAKAN

MENOPAUSE RATING SCALE

DI RSUP

HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU

Nasution HHD,

Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi - Departemen Obstetri dan Ginekologi

Siregar MFG,Ardiansyah E

Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara,

Medan, Indonesia, November 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Mengetahui proporsi serta perbedaan tingkat keparahan keluhan menopause dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan s.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Pengumpulan data berupa pengisian kuesioner oleh subjek penelitian, meliputi paramedis masa perimenopause dan pascamenopause di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU. Disebarkan 100 kuesioner untuk masing-masing kelompok perimenopause dan pascamenopause yang kemudian dilakukan penilaian skala L-MMPI. Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat subjektif. sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden. Didapat 60 orang dengan raw score L-MMPI <5 pada kelompok perimenopause, dan 58 orang pada kelompok pascamenopause, kemudian diambil 50 orang dari masing-masing kelompok sebagai sampel penelitian.

(17)

somatis sedikit dengan 22 orang (44%), dari kelompok pasca menopause sebagian besar dengan keluhan somatis ringan dan keluhan urogenital berat, masing-masing sebanyak 31 orang (62%) p-value<0,1. Berdasarkan total skor keluhan, sebagian besar kelompok perimenopause memiliki tingkat keluhan ringan sebanyak 19 orang (38%), sedangkan kelompok pascamenopause sebagian besar dengan tingkat keluhan sedang sebanyak 35 orang (70%) p-value<0,1

Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi dan tingkat keparahan keluhan pada paramedis masa perimenopause dan pascamenopause

(18)

COMPARISON OF SYMPTOMS IN PERIMENOPAUSAL AND

POSTMENOPAUSAL PARAMEDICS USING MENOPAUSE RATING SCALE

AT HAJI ADAM MALIK MEDAN GENERAL HOSPITAL AND USU MEDICAL

FACULTY SATELLITE HOSPITALS.

Nasution HHD,

Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine - Departemen of Obstetricss dan

Gynecology

Siregar MFG,Ardiansyah E

Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia, October 2013

ABSTRACT

Objective : To determine the proportion and discrepancies of menopausal complaints of perimenopausal and postmenopausal paramedics assesed using the Menopause rating Scale.

Method : This analytical descriptive cross sectional study recruited perimenopausal and postmenopausal aged paramedics at Haji Adam Malik General Hospital and satelite hospitals from which data were collected after filling several questionnaires. A total of 100 questionnaires each were disrtributed to the perimenopausal and postmenopausal group, the reults from which were assesed using the L-MMPI scale. The validity of this study is highly affected by honesty due to the subjective nature of the instruments used. Therefore, the L-MMPI scale is of great significance. Fifty subjects each were extracted from 60 perimenopausal and 58 postmenopausal eligible subjects with L-MMPI scores <5.

(19)

women, 38%) whereas 35 subjects with moderate complaints dominated the post menopausal group (70%), with a p-value of <0.1.

(20)

PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA

PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN

MENGGUNAKAN

MENOPAUSE RATING SCALE

DI RSUP

HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU

Nasution HHD,

Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi - Departemen Obstetri dan Ginekologi

Siregar MFG,Ardiansyah E

Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara,

Medan, Indonesia, November 2013

ABSTRAK

Tujuan penelitian : Mengetahui proporsi serta perbedaan tingkat keparahan keluhan menopause dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan s.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Pengumpulan data berupa pengisian kuesioner oleh subjek penelitian, meliputi paramedis masa perimenopause dan pascamenopause di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU. Disebarkan 100 kuesioner untuk masing-masing kelompok perimenopause dan pascamenopause yang kemudian dilakukan penilaian skala L-MMPI. Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat subjektif. sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden. Didapat 60 orang dengan raw score L-MMPI <5 pada kelompok perimenopause, dan 58 orang pada kelompok pascamenopause, kemudian diambil 50 orang dari masing-masing kelompok sebagai sampel penelitian.

(21)

somatis sedikit dengan 22 orang (44%), dari kelompok pasca menopause sebagian besar dengan keluhan somatis ringan dan keluhan urogenital berat, masing-masing sebanyak 31 orang (62%) p-value<0,1. Berdasarkan total skor keluhan, sebagian besar kelompok perimenopause memiliki tingkat keluhan ringan sebanyak 19 orang (38%), sedangkan kelompok pascamenopause sebagian besar dengan tingkat keluhan sedang sebanyak 35 orang (70%) p-value<0,1

Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi dan tingkat keparahan keluhan pada paramedis masa perimenopause dan pascamenopause

(22)

COMPARISON OF SYMPTOMS IN PERIMENOPAUSAL AND

POSTMENOPAUSAL PARAMEDICS USING MENOPAUSE RATING SCALE

AT HAJI ADAM MALIK MEDAN GENERAL HOSPITAL AND USU MEDICAL

FACULTY SATELLITE HOSPITALS.

Nasution HHD,

Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine - Departemen of Obstetricss dan

Gynecology

Siregar MFG,Ardiansyah E

Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara

Medan, Indonesia, October 2013

ABSTRACT

Objective : To determine the proportion and discrepancies of menopausal complaints of perimenopausal and postmenopausal paramedics assesed using the Menopause rating Scale.

Method : This analytical descriptive cross sectional study recruited perimenopausal and postmenopausal aged paramedics at Haji Adam Malik General Hospital and satelite hospitals from which data were collected after filling several questionnaires. A total of 100 questionnaires each were disrtributed to the perimenopausal and postmenopausal group, the reults from which were assesed using the L-MMPI scale. The validity of this study is highly affected by honesty due to the subjective nature of the instruments used. Therefore, the L-MMPI scale is of great significance. Fifty subjects each were extracted from 60 perimenopausal and 58 postmenopausal eligible subjects with L-MMPI scores <5.

(23)

women, 38%) whereas 35 subjects with moderate complaints dominated the post menopausal group (70%), with a p-value of <0.1.

(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menopause yang didefinisikan sebagai terhentinya siklus

menstruasi secara permanen selama 12 bulan atau lebih merupakan

perubahan fisiologis normal yang dialami oleh wanita paruh baya.

Beberapa gejala menopause yang dialami dapat mempengaruhi aktivitas

sehari-hari. Sayangnya, sebagian besar wanita tidak menyadari

perubahan yang dapat diakibatkan oleh kejadian menopause.

Gejala-gejala ini merupakan akibat langsung dari berkurangnya kadar estrogen

pada wanita ketika mendekati masa menopause dimana sebagian dari

wanita ini mengalami gejala-gejala ini pada tahap perimenopausal

awal.

Setiap tahunnya diperkirakan 25 juta wanita di seluruh dunia akan

memasuki masa menopause. Jumlah wanita yang berusia 50 tahun ke

atas di seluruh dunia akan meningkat dari 500 juta menjadi lebih dari satu

miliar pada tahun 2030 (Hill, 1996). Di Asia, menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2025 jumlah wanita berusia tua

akan meningkat dari 107 juta menjadi 373 juta. Hal ini didukung dengan

Usia Harapan Hidup wanita yang semakin tinggi dan mereka lebih aktif

setelah masa menopause.

1,2,3

(25)

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk pada tahun 2010,

dijumpai sekitar 41.6% keluhan klasik dari masa menopause yang berupa

hot flashes, dan berkeringat malam dimana pada peneltian yang dilakukan

pada wanita eropa dijumpai keluhan menopasue lebih tinggi yaitu sekitar

45-75%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dhillon dkk dan Ismail dkk

menunjukkan angka keluhan menopause sekitar 53% dan 51%

Penelitian yang dilakukan oleh Rahman tahun 2010

memperlihatkan bahwa keluhan yang paling banyak diderita wanita masa

perimenopause dan pascamenopuase adalah berupa keluhan rasa tidak

nyaman pada persendian dan otot sejumlah 80.1% yang diikuti oleh

kelelahan fisik dan mental sejumlah 67.1% dan masalah gangguan tidur

sejumlah 52.2%.

.3

Dari penelitian-penelitian yang dilakukan dijumpai adanya

perbedaan tingkat keluhan wanita pada masa perimenopause dan

pascamenopause. Pada subskala urogenital yang berkaitan dengan

masalah keluhan seksual dan kekeringan vagina, keluhan ini ditemukan

lebih banyak pada wanita masa pascamenopause dibandingkan dengan

masa perimenopause

3

Defisiensi estrogen yang progresif selama masa transisi ke

menopause biasanya akan berakibat pada munculnya sejumlah gejala

dan tanda klinis

.3

.5,6 Pada beberapa populasi wanita di Amerika Latin,

intensitas gejala ini, yang dihubungkan dengan kualitas hidup yang

(26)

juga dihubungkan dengan faktor psikologis dan sosial juga. Walaupun

beberapa kesulitan ekonomis dijumpai, terutama di negara-negara yang

berkembang, penelitian tentang menopause di negara Amerika Latin

sedang berkembang, khususnya di Ekuador.

Gejala klimakterik yang umum dialami oleh pasien ini dapat

dikelompokkan kedalam gejala vasomotor, fisik, psikologis, atau keluhan

seksual. Beberapa wanita pascamenopause juga tercatat dengan

defisiensi estrogen jangka panjang, perubahan terhadap sistem

kardiovaskular atau tulang yang berakibat pada terjadinya osteoporosis.

Gejala menopause juga terbukti mempengaruhi kualitas hidup pasien

yang mengalaminya.

7,8

9,10 Banyak laporan telah menunjukkan gejala

menopause yang bervariasi antara wanita Asia dan Kaukasia, dimana

wanita Asia menderita gejala somatik serta psikologis yang lebih sedikit

dibandingkan wanita di negara barat yang menderita kondisi yang

sama.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa wanita

perimenopause dan pascamenopasue dijumpai dengan keluhan

menopause yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita

premenopause, dimana pada wanita perimenopause ataupun

pascamenopasue dijumpai gejala vasomotor, seksual dan psikologis yang

lebih signifikan dibandingkan wanita premenopause.

3,11

Dari pedoman yang dibuat oleh Departemen Kesehatan, yang

menjadi panduan terhadap perhatian yang komprehensif untuk wanita

(27)

masa menopause, yang mana meliputi: etika dalam hubungan antara

tenaga profesional dan wanita menopause itu sendiri, fase fisiologis dan

psikososial serta masalah seksualitas. Namun, meskipun ada asumsi

pedoman yang harus diikuti dalam praktek ini tidak sepenuhnya dilakukan,

dimana tindakan profesional dikondisikan oleh kondisi objektif kerja

institusional, posisi yang ditempati oleh paramedis menjadi penting.14

Berkenaan dengan kondisi objektif tersebut, kita menekankan

bahwa ini mungkin terkait dengan kurangnya prioritas kebijakan

perawatan, pelayanan kesehatan wanita menopause dan akibatnya terkait

dengan sumber daya keuangan yang cukup untuk diarahkan ke sektor ini.

Dengan kondisi tersebut, kami percaya bahwa perawatan pasien selama

menopause, dibawah Strategi Kesehatan Keluarga, diperlukan perilaku

profesional paramedis sebagai mitra dari dokter ahli serta hubungan yang

baik dengan pasien dalam masa menopause.15

Berkaitan dengan hal ini, dimana pentingnya peran serta paramedis

dalam pengelolan pasien menopause maka perlu dilihat bagaimanakah

keluhan-keluhan menopause yang ditemukan pada paramedis. Dari

penelitian Siregar MFG dkk tahun 2010 ditemukan keluhan-keluhan

psikologis yang lebih tinggi pada paramedis kelompok pascamenopause

dibandingkan dengan kelompok perimenopause dimana keluhan

terbanyak yang dijumpai adalah gelisah 67,5%, mudah marah 54,5% dan

(28)

Sampai saat ini, beberapa alat telah dirancang untuk mengukur dan

menilai gejala yang dialami selama masa transisi menuju menopause.16

Beberapa alat telah dinilai ulang, sementara beberapa alat yang lain baru

ditemukan setelah dilakukan penelitian analitik yang secara terpisah

mengukur gejala psikologis, somatik dan vasomotor yang dialami.17 Dalam

satu penelitian terbaru yang dilakukan di Ekuador, dengan memakai skala

klimakterik Greene pada wanita berusia 40-65 tahun dengan pendapatan

sosial ekonomi rendah, disimpulkan bahwa ternyata gejala yang paling

sering muncul diantara ke 21 gejala yang dinilai meliputi: kesulitan

konsentrasi (87%), rasa tidak bahagia atau distress (82%), sakit kepala

(83,9%), serta rasa panas (82%). Usia yang lebih tua, jumlah paritas yang

lebih banyak, serta tingkat pendidikan yang lebih rendah dihubungkan

dengan resiko skor total Greene yang lebih tinggi.18

Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup

yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, dan

awalnya dikembangkan pada awal tahun 90an untuk mengukur tingkat

keparahan keluhan yang dikaitkan dengan umur menopause, dengan cara

menilai sejumlah gejala tertentu.

18,19

Untuk menentukan skala keluhan

ataupun gejala yang dialami, analisis faktorial dan metode statistik

digunakan untuk mengidentifikasi tiga dimensi gejala/keluhan: faktor

psikologis, somatik-vegetatif, dan urogenital, yang dapat menjelaskan

(29)

yang tinggi dengan hanya 11 bahan dibandingkan skala internasional

lainnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi keluhan

dikalangan paramedis usia perimenopause dan pascamenopause serta

adakah perbedaan tingkat keparahan keluhan pada masa perimenopause

dan pascamenopause.

18,20

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah

Bagaimana perbedaan keluhan somatis, psikologis dan urogenital

dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause

dengan menggunakan Skala Penilaian Menopause (Menopause Rating Scale) di RSUP. H. Adam Malik dan RS Jejaring FK USU Medan?

1.3 Hipotesa Penelitian

Terdapat perbedaan keluhan menopause pada paramedis masa

perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan

Menopause Rating Scale

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui proporsi keluhan menopause dikalangan paramedis usia

perimenopause dan pascamenopause serta adakah perbedaan tingkat

(30)

dikalangan paramedis yang bekerja di RSUP. H. Adam Malik dan RS

Jejaring FK USU Medan

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik wanita menopause (usia menopause,

status pernikahan, pendidikan, paritas, unit kerja dan BMI).

2. Untuk mengetahui proporsi keluhan wanita paramedis usia

perimenopause dan pascamenopause yang bekerja di RSUP H.

Adam Malik dan RS Jejaring Medan.

3. Membandingkan tingkat keparahan keluhan somatis-vegetatif,

psikologis dan urogenital pada masa perimenopause dan

pascamenopause dikalangan paramedis yang bekerja di RSUP H.

Adam Malik dan RS Jejaring Medan.

4. Membandingkan tingkat keparahan keluhan pada masa

perimenopause dan pascamenopause dikalangan paramedis yang

bekerja di RSUP H. Adam Malik dan RS Jejaring Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

tentang keluhan-keluhan pada wanita menopause yang dinilai

(31)

2. Dengan mengetahui perbedaan keluhan menopause pada masa

perimenopause dan pascamenopause, dapat dijadikan

pertimbangan terhadap pemberian terapi sulih hormon.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk

penelitian-penelitian lebih lanjut pada wanita menopause dalam

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENOPAUSE

2.1.1 Definisi Menopause

Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai berarti

berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang

sebelumnya mengalami menstruasi sebagi akibat dari hilangnya aktivitas

folikel ovarium.21 Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya

menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara

progresif telah gagal dalam memproduksi estrogen.22 Jumlah folikel yang

mengalami atresia terus meningkat, hingga pada suatu ketika tidak

tersedia lagi folikel yang cukup.23

Menopause berasal dari bahasa yunani yaitu men (month) dan pausis (cessation).

Masa peralihan antara siklus ovarium yang normal

menuju kemunduran fungsi ovarium disebut sebagai masa

perimenopause.

Produksi estrogen berkurang dan haid tidak terjadi lagi. Setelah

memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35

mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah.

Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH

>35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat

dikatakan telah mengalami menopause.

24

(33)

2.1.2 Fase Klimakterium

Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase:

A. Pramenopause

23

Pramenopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan

dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau

banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita

tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma

prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan

estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat

mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga

kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang

muncul pada fase premenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada

keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi, sedangkan keluhan

yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan oleh kadar hormon

yang masih normal maupun tinggi, hingga kini belum diketahui.

B. Perimenopause

Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse

dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak

teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya <

18 hari. Sebanyak 40% wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik.

Pada sebagian wanita, telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan

(34)

juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada

kadar hormon yang rendah saja

C. Menopause

.

Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH

yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar

estrogen rendah. Pada wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila

seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35

mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat

dikatakan telah mengalami menopause.

D. Pascamenopause

Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai

senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH

sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah

mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin

terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan

kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause

umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan

oleh rendahnya kadar estrogen.

E. Senium

Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca

(35)
[image:35.595.115.546.109.431.2]

Gambar 1. Fase Klimakterium20

2.1.3 Patofisiologi Menopause

Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap

akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan

hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon-hormon steroid. Saat dilahirkan

wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan

meningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada

usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300

buah, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus

juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati

(36)

selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun

fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai

jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan

hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid

anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.

Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai

akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh

darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi

ovarium. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium

menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis

untuk menghasilkan hormon steroid.

20,21

2.1.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause 22,23

Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalah

estradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pula

estron yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer.

Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara

40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara 60-100

pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan pada

fase luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama

siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkankadar estron berkisar

antara 40-400 pg/ml.

Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium

mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti

(37)

memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium

untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH.

Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat

pada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah

menopause. Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan

adalah bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini

mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen

oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Pada

pasca menopause kadar LH dan FSH meningkat, FSH biasanya akan

lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu.

Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari

steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis

menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.

Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah

dibandingkan dengan wanita usai reproduksi pada setiap fase dari siklus

haidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari

konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan

jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan

dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar

estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena

meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah

menopause adalah sekitar 10-20 pg / mL, yang sebagian besar berasal

dari konversi perifer dari estrone, yang pada gilirannya terutama berasal

(38)

dari konversi perifer dari androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada

wanita menopause lebih tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / mL.

Rata-rata tingkat produksi estrogen pascamenopause adalah sekitar 45μg/24

jam, hampir semua, namun tidak semua, karena estrogen berasal dari

konversi perifer dari androgen. Rasio androgen / estrogen berubah drastis

setelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen,

dan terjadinya hirsutisme ringan adalah umum, yang mencerminkan

pergeseran yang bermakna dalam rasio hormon.

Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron.

Setelah menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar

satu-setengah dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besar

androstenedion menopause ini berasal dari kelenjar adrenal, dengan

hanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipun

androstenedion adalah steroid utama yang disekresi oleh ovarium

pascamenopause. Dehydroepiandrosterone ( DHA ) dan sulfat-nya (DHAS), yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam dengan

penuaan, dalam dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHA dimana

kadarnya adalah menurun sampai 70 % dan kadar DHAS menurun

sampai 74 % dibandingkan kadar dalam kehidupan masa reproduksi.

23,24

Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause,

tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebih lebih

banyak testosterone dibandingkan dengan ovarium pada masa

premoenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahun

(39)

pertama periode pascamenopause . Dengan hilangnya folikel dan

estrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yang

tersisa ke level peningkatan sekresi testosteron. Supresi gonadotropin

dengan pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin - releasing hormone (GnRH) pada wannita pascamenopause menghasilkan penurunan yang signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi,

yang menunjukkan ovarium menopause tergantung gonadotropin. Jumlah

testosteron total yang dihasilkan setelah menopause, bagaimanapun,

menurun karena jumlah sumber utama, konversi perifer dari

androstenedion, berkurang. Kadar androstenedion sirkulasi

pascamenopause awal menurun sekitar 62 % dari kehidupan dewasa

muda. Penurunan kadar sirkulasi testosteron menopause tidak besar, dari

tidak ada perubahan pada banyak wanita hingga sebanyak 15 % pada

wanita lainnya. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang sangat baik di

Australia dari 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah

menopause, kadar sirkulasi testosteron tidak berubah. Memang, karena

penurunan hormon seks yang mengikat globulin, penelitian Australia

menghitung suatu peningkatan dalam androgen bebas. Selanjutnya pada

masa pascamenopause, kadar androgen yang beredar hampir semua,

namun tidak semua, berasal dari kelenjar adrenal. Sebuah penelitian yang

cermat bisa mendeteksi tidak adanya androgen sirkulasi pada wanita

(40)

insufisiensi adrenal lengkap, dan tidak ada testosteron atau

androstenedion intraovarium.

Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukur

dalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate ( DHAS ) dan

dehydroepiandrosterone (DHA) sirkulasi, sedangkan kadar androstenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopause

tetap relatif konstan.

24

Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait dengan

penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen

dalam masa klimakterik yaitu:

• Gangguan dalam pola menstruasi, termasuk anovulasi dan penurunan

fertilitas, penurunan aliran atau hipermenorrhea, frekuensi menstruasi

tidak teratur, dan kemudian, akhirnya, amenore.

24

• Ketidakstabilan vasomotor ( hot flushes dan berkeringat ).

• Kondisi atrofik: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkel uretra,

dispareunia dan pruritus karena atrofi vulva, introitus, dan vagina, atrofi

kulit umum, kesulitan berkemih seperti urgensi dan uretritis abakterial

dan sistitis.

• Masalah kesehatan akibat kekurangan estrogen jangka panjang:

(41)
[image:41.595.124.556.142.371.2]

Gambar 2. Perubahan hormonal pada masa menopause Tabel.1 Kadar hormon pada Masa Menopause

22 21

Premenopuse Postmenopause

Estradiol 40-400 pg/ml 10-20 pg/ml

Estrone 30-200 pg/ml 30-70 pg/ml

Testosterone 20-80 ng/ml 15-70 ng/ml

[image:41.595.107.579.419.661.2]
(42)

2.1.5 Diagnosis 2.1.5.1 Usia

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu usia antara

40-65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid pada wanita tersebut

untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia

premenopause, perimenopause menopause, atau pascamenopause.

Kemudian tanyakan keluhan yang muncul. Keluhan yang paling pertama

dirasakan adalah keluhan vasomotorik. Keluhan ini dapat muncul

premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause.

Berat ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan

vasomotorik tampil berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan

mulai dari bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit

didaerah-daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan

panas daerah yang terkena semburan tersebut mengeluarkan banyak

keringat. Pasien mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala dan

perasaan kurang nyaman. Pasien ingin selalu berada ditempat dingin.

Frekuensi kemunculan semburan panas perharinya sangat berbeda.

Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah

menopause dan 5 tahun setelah menopause hanya 25% yang

mengalaminya. Pada wanita dengan menopause prekoks, kejadian

semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-90%.

Semburan panas akan diperberat dengan adanya stress, alkohol,

kopi, makanan dan minuman panas. Semburan panas dapat juga terjadi

(43)

akibat reaksi alergi dan pada keadaan hipotiroid. Selain itu, obat-obat

tertentu seperti insulin, niasin, nifedipine dan antiestrogen dapat juga

menyebabkan semburan panas.

Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut,

gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan

perilaku, depresi dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul

keluhan nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi. Kulit

menjadi kering dan menipis, gatal, keriput. Muncul keluhan oral

discomfort, berupa mulut kering yang persisten dan rasa terbakar atau

panas. Dalam jangka panjang dampak kekurangan estrogen adalah

meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner,

stroke dan kanker usus besar.

23

Perlu ditekankan bahwa banyak wanita yang memasuki usia

menopause tidak mengalami keluhan apapun. Meskipun mereka

mengalami keluhan, dampak jangka panjang dari kekurangan estrogen

adalah timbulnya osteoporosis yang meningkatkan kejadian patah tulang,

penyakit jantung koroner, demensia, stroke dan kanker usus besar.

23

2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium

21

Pemeriksaan hormon FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari

usia dan keluhan yang muncul, diagnosis sudah dapat ditegakkan. Bila

pasien tidak mendapat haid dalam > 6 bulan, maka pada umumnya kadar

FSH dan LH tinggi, sedangkan kadar estrdiol sudah rendah. Nalisis

(44)

kekurangan estrogen. Pada usia pra dan perimenopause, hormon yang

diperiksa adalah FSH, LH dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan

seperti ini ditemukan FSH, LH dan estradiol tinggi, namun pasien telah

ada keluhan. Keluhan vasomotorik sering ditemukan pada keadaan

estrogen tinggi. Meskipun kadar estrogen tinggi, pengobatan tetap

diberikan karena pasien telah memiliki keluhan. Pada keadaan seperti ini

dianjurkan pemeriksaan T3,T4 dan TSH karena baik hipertiroid maupun

hipotiroid dapat menimbulkan keluhan yang menyrupai kelhan klimakterik.

Bila ternyata kadar T3,T4 dan TSH normal, maka kemungkinan besar

terjadi fluktuasi estradiol dalam darah. Pada wanita seperti itu dapat

dicoba pemberian terapi sulih hormon untuk satu bulan dulu dan

kemudian dihentikan. Kemudian tanyakan kepada pasien, apakah keluhan

sudah hilang atau belum. Pada wanita pascamenopause atau menopause

prekoks cukup diperiksa kadar FSH dan Estradiol (E2) darah dan FSH

biasanya > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada <30 pg/ml.

2.1.6 KELUHAN WANITA MENOPAUSE

23

Menopause, terhentinya menstruasi secara permanen terjadi pada

usia rata-rata 51 tahun. Meskipun terjadi peningkatan besar dalam

harapan hidup perempuan, usia saat menopause tetap sangat konstan.

Seorang wanita di Amerika Serikat saat ini akan hidup sekitar 30 tahun,

atau lebih dari sepertiga hidupnya, di luar keadaan menopause. Setelah

menopause, ovarium berhenti untuk memproduksi sejumlah besar

(45)

defisiensi estrogen adalah hal yang penting untuk kesehatan

perempuan.26

Usia saat menopause tampaknya ditentukan secara genetik dan

tidak dipengaruhi oleh ras, status sosial ekonomi, usia saat menarche,

atau jumlah ovulasi sebelumnya. Faktor-faktor yang berbahaya bagi

ovarium sering mengakibatkan usia dini dari menopause, perempuan

yang merokok mengalami menopause lebih awal, seperti halnya juga

pada perempuan yang terpapar kemoterapi atau radiasi panggul. Wanita

yang telah menjalani operasi pada indung telur mereka, atau pernah

menjalani histerektomi, walaupun tanpa pengangkatan indung telur

mereka, mungkin juga mengalami menopause dini. Kegagalan ovarium

prematur, yang didefinisikan sebagai menopause sebelum usia 40 tahun,

terjadi pada sekitar 1% dari wanita. Ini mungkin terjadi secara idiopatik

atau berhubungan dengan paparan racun, kelainan kromosom, atau

gangguan autoimun.26

Meskipun menopause dikaitkan dengan perubahan hormon pada

hipotalamus dan hipofisis yang mengatur siklus menstruasi, menopause

bukanlah peristiwa sentral, tetapi kegagalan ovarium lebih utama. Pada

tingkat ovarium, ada deplesi folikel ovarium, kemungkinan besar sekunder

untuk apoptosis atau kematian sel terprogram. Ovarium tidak lagi mampu

merespon hormon hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH), dan

luteinizing hormone (LH), dan produksi dari estrogen dan progesteron

(46)

Beberapa sistem penilaian telah dikembangkan untuk

menggambarkan banyak perubahan yang mencakup transisi dari

kehidupan reproduksi postmenopause. Tahun-tahun reproduksi akhir

ditandai dengan siklus menstruasi biasa yang terkait dengan peningkatan

FSH. Masa transisi menopause ditandai dengan peningkatan kadar FSH

yang terkait dengan siklus menstruasi yang memanjang, sedangkan

periode pascamenopause ditandai dengan amenore. Masa transisi

menopause dimulai dengan siklus menstruasi yang memanjang diikuti

oleh meningkatnya kadar FSH dan berakhir dengan periode menstruasi

terakhir. Menopause didefinisikan sebagai waktu periode menstruasi

terakhir diikuti dengan 12 bulan amenore. Postmenopause

menggambarkan periode setelah menstruasi terakhir.26

Patofisiologi menopause mungkin paling dipahami dengan

mempertimbangkan bahwa ovarium merupakan satu-satunya sumber

oosit, sumber utama dari estrogen dan progesteron, dan sumber utama

dari androgen. Infertilitas disebabkan oleh terjadinya deplesi dari oosit.

Penghentian produksi progesteron oleh ovarium tampaknya tidak memiliki

dampak klinis kecuali untuk peningkatan resiko terjdinya proliferasi

endometrium, hiperplasia, dan kanker yang terkait dengan produksi.26

Keluhan utama pada wanita menopause terutama terkait dengan

terjadinya defisiensi estrogen. Mempelajari efek defisiensi estrogen dan

penggantian pada wanita muda dengan kegagalan ovarium atau obat

(47)

antagonis) membantu untuk membedakan antara efek penuaan dan

defisiensi estrogen.26

Masalah kesehatan utama wanita menopause termasuk gejala

vasomotor, atrofi urogenital, osteoporosis, penyakit jantung, kanker,

penurunan kognitif, dan masalah seksual. Pilihan untuk penaalaksanaan

wanita menopause telah meningkat pesat sejak terapi hormon (HT)

pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960. Sehubungan dengan

penggunaan hormon, ada banyak pilihan jenis hormon, dosis, dan metode

administrasi. Tidak hanya bentuk-bentuk baru estrogen dan progestin

telah diperkenalkan, tapi cara baru menggabungkan dua hormon yang

tersedia. Selain hormon, selektif modulator reseptor estrogen (SERM) dan

bifosfonat yang tersedia untuk penatalaksanaan.

2.1.6.1 Perubahan Pola Haid

26

Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah

perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan

mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara

2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang

teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus

haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel.

Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25

atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore

(48)

Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya

fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan

pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi

seperti halnya haid yang tidak teratur.26

Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya

perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal

perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi

lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari

segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita

tersebut “selalu berdarah”.

26

Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap

normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau

perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya

perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih

lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama

untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma

endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas.

Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin

berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara

lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola

perdarahan

.26

(49)

Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola

perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya

estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi

ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat

menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian

klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90%

wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya

10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore

mandadak.

Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat

perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan

anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat

unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.

26

2.1.6.2. Keluhan Vasomotor

26

Gejala vasomotor mempengaruhi sampai 75% wanita

perimenopause. Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah

menopause pada sebagian besar wanita, namun dapat terus sampai 10

tahun atau lebih wanita lainnya. Hot flashes adalah alasan utama mengapa perempuan mencari perawatan saat menopause dan

permintaan akan pengobatan terapi hormonal. Hot flashes tidak hanya

mengganggu perempuan di tempat kerja dan mengganggu kegiatan

sehari-hari tetapi juga mengganggu tidur. Banyak wanita yang melaporkan

(50)

masa transisi menopause. Insiden penyakit tiroid meningkat seiring

dengan pertmbahan usia wanita, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus

dilakukan jika dijumpai gejala vasomotor yang khas atau resisten terhadap

terapi yang diberikan.26

Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flashes masih

belum sepenuhnya dipahami. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai

di hipotalamus, mendorong peningkatan suhu inti tubuh, tingkat

metabolisme, dan suhu kulit. Hal ini mengakibatkan reaksi ini dalam

terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat pada beberapa wanita.

Peristiwa sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau

aktivasi dopaminergik. Meskipun lonjakan LH sering terjadi pada saat hot

flashes, itu bukan penyebab, karena gejala vasomotor juga terjadi pada

wanita dengan kelenjar hipofisis yang telah diangkat. Seperti apa peran

dari estrogen dalam terjadinya hal ini masih belum diketahui secara pasti.

Gejala vasomotor adalah konsekuensi dari penurunan kadar hormon

estrogen.26

Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas,

berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka, leher dan

dada. ansietas juga sering menyertai hot flashes. Tanda-tanda obyektif

dari vasodilatasi cutaneous seperti flusing dan berkeringat diamati, yang

diikuti oleh penurunan suhu inti tubuh, yang menyebabkan beberapa

wanita akan merasa dingin setelah setelah terjadinya semburan panas.

26

(51)

Hot flushes terkait dengan vasodilatasi dan peningkatan suhu kulit

yang menghasilkan keringat, penurunan resistensi kulit, dan peningkatan

konduktansi kulit. Data dari studi oleh Mashchak dkk menunjukkan bahwa

hot flushes disebabkan oleh perubahan mendadak dalam regulasi kontrol

suhu di hipotalamus regulasi. Investigasi kemudian menunjukkan bahwa

penarikan estrogen adalah faktor pencetus untuk terjadinya hot flushes

pada wanita menopause.

Gejala secara lainnya meliputi palpitasi, gelisah, mudah marah, dan

keringat malam. Hot flashes dapat terjadi selama beberapa detik, dan

dapat juga terjadi sampai beberapa jam.

27

26

Hot flashes dapat muncul sebelum periode menstruasi terakhir,

dengan hampir 60% wanita melaporkan keadian hot flashes sebelum

terjadinya perubahan siklus menstruasi. Pola dapat berubah dari waktu

ke waktu, dengan beberapa wanita mengalami pengurangan keluhan hot

flashes seiring dengan waktu, sementara yang lain terus mengalami

ketidaknyamanan sampai bertahun-tahun. Hot flashes juga mungkin dapat

dipicu oleh menopause yang terjadi akibat prosedur pembedahan dimana

terjadi satu minggu pasca-operasi, dan biasanya lebih sering dan parah di

malam hari (sering membangkitkan seorang wanita dari tidur) atau selama

masa stres. Salah satu keluhan utama yang terkait dengan hot flashes

adalah insomnia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita.27

Keluhan Vasomotor pada masa Menopause telah dilaporkan terjadi

(52)

Utara, dan 80% wanita Belanda women. Langenberg dkk menemukan

variasi etnis yang signifikan dalam insiden gejala vasomotor setelah

histerektomi. Perempuan kulit hitam secara signifikan lebih cenderung

memiliki gejolak panas dibandingkan perempuan kulit putih

2.1.6.3 Atrofi Urogenital

.28

Produksi estrogen yang sangat rendah pada usia menopause akhir,

atau bertahun-tahun setelah kastrasi, atrofi permukaan mukosa vagina

akan terjadi, yang disertai dengan vaginitis, pruritus, dispareunia, dan

stenosis. Atrofi genitourinari menyebabkan berbagai gejala yang

mempengaruhi kualitas hidup. Uretritis dengan disuria, inkontinensia

urgensi, dan frekuensi urinarius adalah hasil lebih lanjut dari penipisan

mukosa, dalam hal ini, dari uretra dan kandung kemih. Infeksi saluran

kemih berulang secara efektif dapat dicegah dengan terapi estrogen

intravaginal pascamenopause. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel,

dan prolaps uterus, dan distrofi vulva bukan akibat dari kekurangan

estrogen.23,26

Kehilangan estrogen menyebabkan vagina kehilangan kolagen,

jaringan adiposa, dan kemampuan untuk menahan air. Sebagaimana

dinding vagina menyusut, rugae akan merata dan menghilang. Epitel

permukaan akan kehilangan lapisan luar yang berserat dan kemudian

menipis ke beberapa lapisan sel, dan berkurangnya rasio antara sel

superfisial dan sel basal. Akibatnya, permukaan vagina rentan terhadap

(53)

pembuluh darah di dinding vagina sempit dan sekresi dari kelenjar

sebaceous berkurang. Seiring waktu vagina itu sendiri berkontraksi dan

kehilangan fleksibilitasnya, sementara labia minora menjadi lebih pucat

dan lebih kecil. Selain itu, pH menjadi lebih alkali, yang membuat

lingkungan vagina yang kurang ramah terhadap lactobacilli dan lebih rentan terhadap infeksi oleh patogen urogenital dan fekal. Organisme

penyebab infeksi dapat naik ke sistem saluran kemih yang menyebabkan

uretritis, infeksi saluran kemih, dan sistitis.

Dispareunia yang kadang-kadang disertai dengan perdarahan

pascakoitus, adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari atrofi

berat vagina dengan sedikitnya lubrikasi. Bahkan untuk wanita yang tidak

aktif secara seksual, vaginitis atrofi dapat menyebabkan gatal-gatal, iritasi,

dan rasa terbakar. Gejala ini sering tidak disebutkan, dan penting untuk

memeriksa tanda-tanda atrofi vagina bahkan tanpa adanya keluhan.

Mengukur pH adalah cara sederhana untuk menentukan pengaruh

estrogen atau tidak. PH yang lebih besar dari 4,5 hampir selalu diamati

dengan defisiensi estrogen.

24

Meskipun dikatakan bahwa inkontinensia tipe stres tidak terpengaruh

oleh pengobatan dengan estrogen, yang lain berpendapat bahwa

pengobatan estrogen memperbaiki atau mengobati inkontinensia stres

pada lebih dari 50 % pasien karena efek langsung pada mukosa uretra.

Sebuah meta - analisis menyimpulkan bahwa perbaikan dilaporkan hanya

dalam penelitian non-acak. Dua percobaan acak yang didedikasikan untuk

(54)

masalah ini secara klinis gagal menunjukkan efek yang menguntungkan

dari terapi estrogen. Sebagian besar kasus inkontinensia urin pada wanita

lansia merupakan masalah campuran dengan komponen penting

inkontinensia urgensi yang diyakini membaik dengan terapi estrogen.

Namun, uji coba Heart and Estrogen/progestin Replacement Study ( HERS ) secara acak menunjukkan memburuknya inkontinensia dengan

terapi hormon untuk inkontinensia tipe urgensi dan stres, dan Nurses Health Study melaporkan peningkatan kecil dalam inkontinensia pada pengguna hormon. Dampak pengobatan estrogen pada inkontinensia

tetap membingungkan.24

Dispareunia jarang membawa wanita untuk datang ke rumah sakit.

Suatu keengganan dasar untuk membahas perilaku seksual masih

terdapat di masyarakat terutama di kalangan pasien yang lebih tua dari

pada dokter. Pertanyaan lembut dapat mengarah kepada pengobatan

estrogen untuk atrofi dan peningkatan kenikmatan dalam seksual.

Pengukuran objektif telah menunjukkan bahwa faktor-faktor vagina yang

mempengaruhi kenikmatan hubungan seksual dapat dipertahankan

dengan dosis estrogen yang tepat. Pasien dan dokter harus menyadari

bahwa respon yang signifikan dapat diharapkan dalam 1 bulan, namun

butuh waktu yang lama untuk sepenuhnya mengembalikan saluran

genitourinari ( 6-12 bulan ), dan dokter serta pasien tidak boleh berkecil

hati dengan efek pengobatan yang kurang dan respon yang lambat.

(55)

vagina dan meningkatkan efek terapeutik estrogen. Oleh karena itu,

wanita tua yang aktif secara seksual memiliki atrofi vagina yang kurang

bahkan tanpa estrogen.

Penurunan dalam kandungan kolagen kulit, elastisitas, dan ketebalan

kulit yang terjadi dengan penuaan dapat dihindari dengan terapi estrogen

menopause. Pengaruh estrogen pada kolagen jelas terlihat pada tulang

dan kulit; massa tulang dan kolagen menurun secara paralel setelah

menopause dan pengobatan estrogen mengurangi turnover kolagen dan meningkatkan kualitas kolagen. Meskipun tidak pasti apakah pengobatan

estrogen dapat mempengaruhi penampilan fisik, setidaknya satu

penelitian menunjukkan tidak hanya peningkatan ketebalan kulit wajah,

tetapi perbaikan keriput dengan estrogen topikal. Yang lebih

mengesankan, data dari U.S. First National Health and Nutrition Examination Survey menunjukkan bahwa penggunaan estrogen dikaitkan dengan prevalensi yang lebih rendah dari kerutan kulit dan kulit yang

kering. Namun, merokok merupakan faktor risiko utama untuk kerutan kulit

wajah, dan terapi hormon tidak dapat mengurangi dampak merokok

tersebut.

24

Salah satu gambaran dari penuaan pada pria dan wanita adalah

pengurangan yang stabil dalam kekuatan otot. Banyak faktor yang

mempengaruhi penurunan ini, termasuk tinggi badan, berat badan, dan

tingkat aktivitas fisik. Wanita yang saat ini menggunakan estrogen telah

dilaporkan menunjukkan penurunan yang lebih rendah dalam kekuatan

(56)

otot. Ini merupakan isu penting karena konsekuensi potensi proteksi

terhadap fraktur, serta manfaat karena kemampuan untuk

mempertahankan latihan fisik yang kuat.

2.1.6.4 Efek Psikologi

24

Pandangan bahwa menopause memiliki efek yang merusak pada

kesehatan mental tidak didukung dalam literatur psikiatri, atau dalam

survei populasi umum. Konsep gangguan psikiatrik tertentu (melankolis

involusional ) telah ditinggalkan. Memang, depresi kurang umum, dan

tidak lebih umum, di kalangan wanita paruh baya, dan menopause tidak

dapat dihubungkan dengan distress psikologis. Penelitian longitudinal

pada wanita premenopause menunjukkan bahwa histerektomi dengan

atau tanpa ooforektomi tidak terkait dengan dampak psikologis yang

negatif diantara wanita paruh baya. Dan data longitudinal dari dokumen

Massachusetts Women's Health Study bahwa wanita menopause tidak berhubungan dengan peningkatan risiko depresi. Meskipun wanita lebih

mungkin untuk mengalami depresi dibanding pria, perbedaan jenis

kelamin ini dimulai pada awal masa remaja, tidak pada masa menopause.

U.S. National Health Examination Follow-up Study mencakup penilaian longitudinal dan cross-sectional dari sampel perwakilan wanita secara nasional. Penelitian ini tidak menemukan bukti yang mengaitkan baik

menopause alami maupun bedah dengan distress psikologis. Memang,

satu-satunya perubahan longitudinal yaitu sedikit penurunan dalam

(57)

Hasil dalam penelitian ini adalah sama pada pengguna dan non pengguna

estrogen.

Sebuah pandangan negatif dari kesehatan mental pada saat

menopause tidak dibenarkan, banyak masalah yang dilaporkan pada

menopause adalah karena kejadian dalam kehidupan. Jadi, ada masalah

yang dihadapi dalam pascamenopause awal yang sering terlihat, tetapi

hubungan kausal mereka dengan estrogen tidak memungkinkan.

Masalah-masalah ini termasuk kelelahan, gugup, sakit kepala, insomnia,

depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing, dan jantung berdebar.

Memang, pada tahap ini kehidupan laki-laki dan wanita mengungkapkan

banyak keluhan yang tidak menunjukkan perbedaan gender yang dapat

dijelaskan oleh penyebab hormonal. Namun demikian, wanita setengah

baya melaporkan keluhan yang lebih sering daripada laki-laki, yang

mungkin mencerminkan persepsi negatif umumnya dan konotasi budaya

dan masyarakat telah dikaitkan dengan menopause.

24

Kestabilan emosi selama masa perimenopause dapat terganggu

oleh pola tidur yang buruk. Hot flushes tidak memiliki dampak yang merugikan pada kualitas tidur. Terapi estrogen meningkatkan kualitas

tidur, mengurangi waktu onset tidur dan meningkatkan waktu tidur rapid eye movement ( REM ). Mungkin flushing cukup untuk membangunkan wanita, tetapi tidak cukup untuk mempengaruhi kualitas tidur, sehingga

mengurangi kemampuan untuk menangani masalah dan tekanan hari

berikutnya. Peningkatan tidur dengan pengobatan estrogen bahkan dapat

(58)

didokumentasikan pada wanita menopause yang dilaporkan

asimptomatik.

Dengan demikian, secara keseluruhan kualitas hidup yang

dilaporkan oleh wanita dapat meningkatkan tidur yang lebih baik dan

pengentasan hot flushing. Namun, masih belum pasti apakah pengobatan estrogen memiliki efek tambahan antidepresan farmakologis langsung

atau apakah respon mood benar-benar merupakan manfaat tidak

langsung dari redanya gejala fisik dan, akibatnya, peningkatan kualitas

tidur. Dengan memanfaatkan berbagai alat penilaian untuk mengukur

depresi, perbaikan dengan pengobatan estrogen telah dicatat pada wanita

dengan ooforektomi. Dalam penelitian kohort prospektif besar dari

komunitas pensiun Rancho Bernardo, tidak ada manfaat yang dapat

dideteksi dalam ukuran depresi pada pengguna estrogen

pascamenopause saat ini dibandingkan dengan wanita yang tidak diobati.

Memang, wanita yang diterapi memiliki skor gejala depresi yang lebih

tinggi, yang mungkin mencerminkan bias seleksi pengobatan; wanita

simptomatik dan depresi mencari terapi hormon. Namun demikian, terapi

estrogen dilaporkan memiliki dampak yang lebih kuat pada kesejahteraan

wanita yang melampaui hilangnya gejala seperti hot flushes.

24

24,29

Transisi perimenopause, oleh karena itu, bukanlah penyebab depresi

klinis, namun, emosi yang labil tampaknya membaik pada banyak wanita

yang diberikan terapi hormon. Penyebab paling umum dari masalah mood

(59)

kecil wanita dimana mood-nya sensitif terhadap perubahan hormon.

Dalam penelitian SWAN Amerika, prevalensi perubahan mood meningkat

dari premenopause ke perimenopause awal, dari sekitar 10 % menjadi

sekitar 16,5 %, Ada tiga kemungkinan: ( 1 ) penurunan estrogen saat

menopause mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur mood, (2 )

mood dipengaruhi oleh gejala vasomotor (3 ) mood dipengaruhi oleh perubahan hidup yang umumnya lazim disekitar masa menopause.

Beberapa dapat berpendapat bahwa perubahan mood ini dalam

menanggapi fluktuasi hormonal terjadi selama tahun-tahun

perimenopause.24

2.1.6.5 Gangguan Fungsi Seksual

Banyak wanita mengalami disfungsi seksual , meskipun insidensi dan

etiologi yang tepat masih belum diketahui. Disfungsi seksual mungkin

melibatkan penurunan minat atau keinginan untuk memulai aktivitas

seksual, serta penurunan gairah atau kemampuan untuk mencapai

orgasme selama hubungan seksual . Etiologi disfungsi seksual

disebabkan oleh banyak faktor, termasuk masalah psikologis seperti

depresi atau gangguan kecemasan , konflik dalam hubungan , masalah

yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, penggunaan obat, atau

masalah fisik yang membuat aktivitas seksual menjadi tidak nyaman ,

seperti endometriosis atau atrofi vaginitis . Menganalisis data dari Bada

Kesehatan Nasional dan Survei Kehidupan Sosial , sampel probabilitas

(60)

dewasa , prevalensi disfungsi seksual di Amerika Serikat diperkirakan

setinggi 43 % pada wanita dan 31 % di laki-laki . Meskipun beberapa studi

menggambarkan penurunan tingkat keinginan dan aktivitas pada wanita

yang lebih tua, masalah seksual yang umum dan tidak secara khusus

merupakan masalah pada masa menopause.

Disfungsi seksual wanita setelah menopause adalah masalah yang

kompleks dengan berbagai etiologi. Evaluasi seksama dari segi fisiologis,

psikologis, gaya hidup, dan hubungan variabel diperlukan untuk

mengoptimalkan terapi. Pengobatan kecemasan dan depresi,

penyesuaian obat antidepresan, dan konseling hubungan dapat

meningkatkan fungsi seksual. Latihan khusus sering dilakukan di bawah

bimbingan seorang terapi seks, membantu banyak perempuan dan

pasangan dengan disfungsi seksual. Pengobatan khusus atrofi

genitourinari dengan terapi estrogen vagina sistemik atau lokal atau

pelumas vagina efektif mengurangi dispareunia dan dapat meningkatkan

gairah seksual. Sildenafil sitrat (Viagra) tidak efektif dalam double blind

randomized studi besar, dengan kontrol plasebo pada wanita dengan

disfungsi seksual. Sebuah alat terapi klitoris (EROS-CTDTM) disetujui

oleh US Food and Drug Administration dapat meningkatkan aliran darah

dan meningkatkan gairah pada beberapa wanita.

24

26

Terapi androgen mungkin memiliki peran da

Gambar

Gambar 1. Fase Klimakterium
Gambar 2. Perubahan hormonal pada masa menopause22
Gambar 3. Menopause Rating Scale
Tabel diatas menggambarkan keluhan-keluhan yang dialami wanita
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada ibu usia diatas 35 tahun perlu dilakukan konseling tentang kemungkinan mengalami gangguan perkembangan kehamilan yang berhubungan dengan masalah genetik yaitu kelainan

Namun tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel kelompok usia suami diatas 35 tahun dengan istri yang mengalami kelainan kromosom pada abortus

Pada wanita menopause konsentrasi rata-rata estradiol serum mencapai 10-20 pg/ml, dimana dengan penurunan kadar estradiol ini dapat menimbulkan keluhan, salah satunya adalah sindroma

perbedaan kadar estradiol serum pada wanita menopause dengan gejala. vasomotor berdasarkan derajat ringan, sedang,

Pada wanita usia lebih dari 40 tahun kadar estradiol.

Perbedaan Rerata Kadar Estradiol Serum Wanita Menopause Dengan Sindroma Vasomotor Berdasarkan Derajat

Aspek Endokrinologi dan Gejala yang Terjadi Pada Menopause Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UI/RSCM, Jakarta.. In : Drug Therapy in

Fitoestrogen dan Terapi Sulih Hormon (TSH) berdasarkan derajat ringan, sedang, dan berat pada wanita menopause dengan sindroma vasomotor. Partisipasi anda dalam penelitian ini