PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA
PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN
MENGGUNAKAN
MENOPAUSE RATING SCALE
DI RSUP
HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU
TESIS MAGISTER
OLEH:
Hiro Hidaya Danial Nasution
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING:
Dr.dr.M.Fidel Ganis
Siregar,M.Ked(OG),Sp.OG.K
dr.Edy Ardiansyah,M.Ked(OG),Sp.OG.K
PENYANGGAH :
dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG.K
dr.Yostoto B. Kaban, Sp.OG.K
dr.Johny Marpaung,M.Ked(OG),Sp.OG.K
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT , berkat
rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis magister ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh magister keahlian dalam bidang Obstetri dan
Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini
banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian
besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam
menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
“PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN
MENGGUNAKAN MENOPAUSE RATING SCALE
DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
Program Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr.
Delfi Lutan, MSc, SpOG.K ; Sekretaris Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar,
M.Ked(OG), SpOG.K ; Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri
dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K ;
Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan dr. M. Rhiza Tala, M.Ked(OG),SpOG.K ; dan juga
Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Djafar Siddik, SpOG.K;
Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K; Prof. Dr. dr. M. Thamrin
Tanjung, SpOG.K; Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG.K; Prof. dr.
T. M. Hanafiah, SpOG.K; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K; dan
Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K; Prof. dr. M. Fauzie Sahil,
SpOG.K,
3. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), Sp.OG.K selaku
pembimbing tesis saya, yang telah memberikan kesempatan dan
bimbingan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus
sebagai pembimbing utama saya bersama dengan dr. Edy
Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG.K yang telah meluangkan waktu yang yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk
mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan
sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi
penulisan tesis ini hingga selesai . dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K;
dr. Yostoto B.Kaban, SpOG.K ; dan dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG),
SpOG selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan
kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk
membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga
selesai.
4. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K selaku Bapak Angkat saya yang
telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan
nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi
masa-masa sulit selama pendidikan.
5. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaikan uji statistik tesis ini.
6. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan
mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang
Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.
7. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama
mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri
8. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan
Ginekologi.
9.
10.
Direktur RUMKIT Tk. II / Kesdam I BB Medan; Kepala SMF. Obstetri
dan Ginekologi RUMKIT Mayor CKM dr. Gunawan Rusuldi, SpOG
serta dr. M. Yazim Yakub, SpOG, dr. Agnes Dwi H. SpOG, dr. Santa
M.J. Sianipar, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di Rumah
Sakit tersebut.
11.
Direktur RSU. Sundari dr. Zulkarnain Hutasuhut serta Kepala SMF
Obstetri dan Ginekologi RSU. Sundari dr. M. Haidir, SpOG beserta staf
yang telah memberi kesempatan dan sarana kepada saya untuk
bekerja sama selama bertugas di Rumah Sakit tersebut
12. Kepada teman-teman satu angkatan saya: dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi
Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Kiko Marpaung, dr. Edward Sugito Direktur RSU. Haji Medan; Kepala SMF. Obstetri dan Ginekologi RSU.
Haji Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG serta dr. Anwar Siregar,
SpOG, dr. Syahrizal Daud. SpOG, dr. Ahmad Khuwailid, SpOG, dr. Siti
Syahrini Sylvia, SpOG beserta staf yang telah memberi kesempatan
dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama bertugas di
Manurung, Erwin Edi Syahputra Harahap, dr. Abdur Rohim Lubis, dr.
Ricca Puspita rahim, M.Ked(OG), dr. M. Rizal sangadji, dr. Julita A.
Lubis, dr. Novrial, dr. M. Wahyu Wibowo, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG),
dr. Ray christy Barus, dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri Adela, dr.
Anindita Novina, M.Ked(OG), saya menyampaikan terima kasih atas
dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan
kita selama pendidikan Magister Kedokteran.
13. Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa
yang telah diberikan selama ini.
Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya
sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang dan terkasih,
Ayahanda Prof. Ismet Danial Nasution, drg, Ph.D, Sp.Pros.(K) dan
Ibunda Prof. Haslinda Z. Tamin, drg, M.Kes, Sp.Pros.(K) , yang telah
membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan
penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang
baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat
kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran ini.
Buat nenek tercinta Hj. Asni Z Tamin yang telah memberi dorongan,
semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan
Kepada abang kandung saya Rizkihiro Danial Nasution, ST, MBA
dan seluruh keluarga besar terima kasih atas bantuan, dorongan
semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun
materil, saya ucapkan banyak terima kasih.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan berkah-Nya
kepada kita semua.
Medan, November 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Hipotesa Penelitian ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 5
1.4.1 Tujuan Umum ... 5
1.4.2 Tujuan Khusus ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Menopause ... 7
2.1.1 Definisi ... 7
2.1.2 Fase Klimakterium ... 7
2.1.3 Patofisiologi ... 10
2.1.4 Perubahan Metabolisme Hormonal ... 10
2.1.5 Diagnosis ... 15
2.1.5.1 Usia ... 15
2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium ... 16
2.1.6 Keluhan Wanita Menopause ... 17
2.1.6.2 Keluhan Vasomotor ... 21
2.1.6.3 Atrofi Urogenital ... 23
2.1.6.4 Efek Psikologi ... 27
2.1.6.5 Gangguan Fungsi Seksual ... 29
2.1.6.6 Gejala Somatik ... 31
2.1.6.7 Osteoporosis ... 31
2.1.6.8 Kelainan Kardiovaskular ... 31
2.2 Menopause Rating Scale ... 34
2.3 Kerangka Teori ... 38
2.4 Kerangka Konsep ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
3.1 Rancangan Penelitian ... 40
3.2 Tempat & Waktu Penelitian ... 40
3.3 Subjek Penelitian ... 40
3.4 Kriteria Inklusi ... 40
3.5 Kriteria Eksklusi ... 41
3.6 Besar Sampel ... 41
3.7 Pengumpulan Data ... 42
3.8 Cara Kerja ... 42
3.9 Pengolahan & Analisa Data ... 46
3.10 Definisi Operasional ... 46
3.11 Alur Penelitian ... 48
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN ... 49
BAB IV KESIMPULAN & SARAN ... 58
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance
Lampiran 2. Lembar persetujuan Kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 3. Lembar persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 4. Formulir Isian Penelitian
Lampiran 5. Tabel Induk Penelitian
DAFTAR SINGKATAN
MRS : Menopause Rating Scale
BMI : Body Mass Index
WHO : World Health Organization FSH : Folicle Stimulating Hormone
LH : Leutinizing Hormone
DHA : Dehydroepiandrosterone
DHAS : Dehydroepiandrosterone sulphat
GNRH : Gonadotropin Releasing Hormone
TSH : Tiroid Stimulating Hormone
HT : Hormone Therapy
SERM : Selective Estrogen Receptor Modulator HERS : Heart and Estrogen Replacement Study
REM : Rapid Eye Movement
PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA
PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN
MENGGUNAKAN
MENOPAUSE RATING SCALE
DI RSUP
HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU
Nasution HHD,
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi - Departemen Obstetri dan Ginekologi
Siregar MFG,Ardiansyah E
Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia, November 2013
ABSTRAK
Tujuan penelitian : Mengetahui proporsi serta perbedaan tingkat keparahan keluhan menopause dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan s.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Pengumpulan data berupa pengisian kuesioner oleh subjek penelitian, meliputi paramedis masa perimenopause dan pascamenopause di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU. Disebarkan 100 kuesioner untuk masing-masing kelompok perimenopause dan pascamenopause yang kemudian dilakukan penilaian skala L-MMPI. Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat subjektif. sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden. Didapat 60 orang dengan raw score L-MMPI <5 pada kelompok perimenopause, dan 58 orang pada kelompok pascamenopause, kemudian diambil 50 orang dari masing-masing kelompok sebagai sampel penelitian.
somatis sedikit dengan 22 orang (44%), dari kelompok pasca menopause sebagian besar dengan keluhan somatis ringan dan keluhan urogenital berat, masing-masing sebanyak 31 orang (62%) p-value<0,1. Berdasarkan total skor keluhan, sebagian besar kelompok perimenopause memiliki tingkat keluhan ringan sebanyak 19 orang (38%), sedangkan kelompok pascamenopause sebagian besar dengan tingkat keluhan sedang sebanyak 35 orang (70%) p-value<0,1
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi dan tingkat keparahan keluhan pada paramedis masa perimenopause dan pascamenopause
COMPARISON OF SYMPTOMS IN PERIMENOPAUSAL AND
POSTMENOPAUSAL PARAMEDICS USING MENOPAUSE RATING SCALE
AT HAJI ADAM MALIK MEDAN GENERAL HOSPITAL AND USU MEDICAL
FACULTY SATELLITE HOSPITALS.
Nasution HHD,
Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine - Departemen of Obstetricss dan
Gynecology
Siregar MFG,Ardiansyah E
Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, October 2013
ABSTRACT
Objective : To determine the proportion and discrepancies of menopausal complaints of perimenopausal and postmenopausal paramedics assesed using the Menopause rating Scale.
Method : This analytical descriptive cross sectional study recruited perimenopausal and postmenopausal aged paramedics at Haji Adam Malik General Hospital and satelite hospitals from which data were collected after filling several questionnaires. A total of 100 questionnaires each were disrtributed to the perimenopausal and postmenopausal group, the reults from which were assesed using the L-MMPI scale. The validity of this study is highly affected by honesty due to the subjective nature of the instruments used. Therefore, the L-MMPI scale is of great significance. Fifty subjects each were extracted from 60 perimenopausal and 58 postmenopausal eligible subjects with L-MMPI scores <5.
women, 38%) whereas 35 subjects with moderate complaints dominated the post menopausal group (70%), with a p-value of <0.1.
PERBANDINGAN KELUHAN PADA PARAMEDIS MASA
PERIMENOPAUSE DAN PASCAMENOPAUSE DENGAN
MENGGUNAKAN
MENOPAUSE RATING SCALE
DI RSUP
HAJI ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING FK USU
Nasution HHD,
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi - Departemen Obstetri dan Ginekologi
Siregar MFG,Ardiansyah E
Fakultas Kedokteran - Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia, November 2013
ABSTRAK
Tujuan penelitian : Mengetahui proporsi serta perbedaan tingkat keparahan keluhan menopause dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan s.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik dengan rancangan Cross Sectional. Pengumpulan data berupa pengisian kuesioner oleh subjek penelitian, meliputi paramedis masa perimenopause dan pascamenopause di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring FK USU. Disebarkan 100 kuesioner untuk masing-masing kelompok perimenopause dan pascamenopause yang kemudian dilakukan penilaian skala L-MMPI. Penggunaan skala L- MMPI sangat penting karena instrumen pemeriksaan yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat subjektif. sehingga validitas penelitian ini sangat dipengaruhi kejujuran responden. Didapat 60 orang dengan raw score L-MMPI <5 pada kelompok perimenopause, dan 58 orang pada kelompok pascamenopause, kemudian diambil 50 orang dari masing-masing kelompok sebagai sampel penelitian.
somatis sedikit dengan 22 orang (44%), dari kelompok pasca menopause sebagian besar dengan keluhan somatis ringan dan keluhan urogenital berat, masing-masing sebanyak 31 orang (62%) p-value<0,1. Berdasarkan total skor keluhan, sebagian besar kelompok perimenopause memiliki tingkat keluhan ringan sebanyak 19 orang (38%), sedangkan kelompok pascamenopause sebagian besar dengan tingkat keluhan sedang sebanyak 35 orang (70%) p-value<0,1
Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang bermakna antara proporsi dan tingkat keparahan keluhan pada paramedis masa perimenopause dan pascamenopause
COMPARISON OF SYMPTOMS IN PERIMENOPAUSAL AND
POSTMENOPAUSAL PARAMEDICS USING MENOPAUSE RATING SCALE
AT HAJI ADAM MALIK MEDAN GENERAL HOSPITAL AND USU MEDICAL
FACULTY SATELLITE HOSPITALS.
Nasution HHD,
Division of Reproductive Endocrinology and Fertility Medicine - Departemen of Obstetricss dan
Gynecology
Siregar MFG,Ardiansyah E
Faculty of Medicine – University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia, October 2013
ABSTRACT
Objective : To determine the proportion and discrepancies of menopausal complaints of perimenopausal and postmenopausal paramedics assesed using the Menopause rating Scale.
Method : This analytical descriptive cross sectional study recruited perimenopausal and postmenopausal aged paramedics at Haji Adam Malik General Hospital and satelite hospitals from which data were collected after filling several questionnaires. A total of 100 questionnaires each were disrtributed to the perimenopausal and postmenopausal group, the reults from which were assesed using the L-MMPI scale. The validity of this study is highly affected by honesty due to the subjective nature of the instruments used. Therefore, the L-MMPI scale is of great significance. Fifty subjects each were extracted from 60 perimenopausal and 58 postmenopausal eligible subjects with L-MMPI scores <5.
women, 38%) whereas 35 subjects with moderate complaints dominated the post menopausal group (70%), with a p-value of <0.1.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menopause yang didefinisikan sebagai terhentinya siklus
menstruasi secara permanen selama 12 bulan atau lebih merupakan
perubahan fisiologis normal yang dialami oleh wanita paruh baya.
Beberapa gejala menopause yang dialami dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Sayangnya, sebagian besar wanita tidak menyadari
perubahan yang dapat diakibatkan oleh kejadian menopause.
Gejala-gejala ini merupakan akibat langsung dari berkurangnya kadar estrogen
pada wanita ketika mendekati masa menopause dimana sebagian dari
wanita ini mengalami gejala-gejala ini pada tahap perimenopausal
awal.
Setiap tahunnya diperkirakan 25 juta wanita di seluruh dunia akan
memasuki masa menopause. Jumlah wanita yang berusia 50 tahun ke
atas di seluruh dunia akan meningkat dari 500 juta menjadi lebih dari satu
miliar pada tahun 2030 (Hill, 1996). Di Asia, menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2025 jumlah wanita berusia tua
akan meningkat dari 107 juta menjadi 373 juta. Hal ini didukung dengan
Usia Harapan Hidup wanita yang semakin tinggi dan mereka lebih aktif
setelah masa menopause.
1,2,3
Dari penelitian yang dilakukan oleh Rahman dkk pada tahun 2010,
dijumpai sekitar 41.6% keluhan klasik dari masa menopause yang berupa
hot flashes, dan berkeringat malam dimana pada peneltian yang dilakukan
pada wanita eropa dijumpai keluhan menopasue lebih tinggi yaitu sekitar
45-75%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dhillon dkk dan Ismail dkk
menunjukkan angka keluhan menopause sekitar 53% dan 51%
Penelitian yang dilakukan oleh Rahman tahun 2010
memperlihatkan bahwa keluhan yang paling banyak diderita wanita masa
perimenopause dan pascamenopuase adalah berupa keluhan rasa tidak
nyaman pada persendian dan otot sejumlah 80.1% yang diikuti oleh
kelelahan fisik dan mental sejumlah 67.1% dan masalah gangguan tidur
sejumlah 52.2%.
.3
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan dijumpai adanya
perbedaan tingkat keluhan wanita pada masa perimenopause dan
pascamenopause. Pada subskala urogenital yang berkaitan dengan
masalah keluhan seksual dan kekeringan vagina, keluhan ini ditemukan
lebih banyak pada wanita masa pascamenopause dibandingkan dengan
masa perimenopause
3
Defisiensi estrogen yang progresif selama masa transisi ke
menopause biasanya akan berakibat pada munculnya sejumlah gejala
dan tanda klinis
.3
.5,6 Pada beberapa populasi wanita di Amerika Latin,
intensitas gejala ini, yang dihubungkan dengan kualitas hidup yang
juga dihubungkan dengan faktor psikologis dan sosial juga. Walaupun
beberapa kesulitan ekonomis dijumpai, terutama di negara-negara yang
berkembang, penelitian tentang menopause di negara Amerika Latin
sedang berkembang, khususnya di Ekuador.
Gejala klimakterik yang umum dialami oleh pasien ini dapat
dikelompokkan kedalam gejala vasomotor, fisik, psikologis, atau keluhan
seksual. Beberapa wanita pascamenopause juga tercatat dengan
defisiensi estrogen jangka panjang, perubahan terhadap sistem
kardiovaskular atau tulang yang berakibat pada terjadinya osteoporosis.
Gejala menopause juga terbukti mempengaruhi kualitas hidup pasien
yang mengalaminya.
7,8
9,10 Banyak laporan telah menunjukkan gejala
menopause yang bervariasi antara wanita Asia dan Kaukasia, dimana
wanita Asia menderita gejala somatik serta psikologis yang lebih sedikit
dibandingkan wanita di negara barat yang menderita kondisi yang
sama.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa wanita
perimenopause dan pascamenopasue dijumpai dengan keluhan
menopause yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita
premenopause, dimana pada wanita perimenopause ataupun
pascamenopasue dijumpai gejala vasomotor, seksual dan psikologis yang
lebih signifikan dibandingkan wanita premenopause.
3,11
Dari pedoman yang dibuat oleh Departemen Kesehatan, yang
menjadi panduan terhadap perhatian yang komprehensif untuk wanita
masa menopause, yang mana meliputi: etika dalam hubungan antara
tenaga profesional dan wanita menopause itu sendiri, fase fisiologis dan
psikososial serta masalah seksualitas. Namun, meskipun ada asumsi
pedoman yang harus diikuti dalam praktek ini tidak sepenuhnya dilakukan,
dimana tindakan profesional dikondisikan oleh kondisi objektif kerja
institusional, posisi yang ditempati oleh paramedis menjadi penting.14
Berkenaan dengan kondisi objektif tersebut, kita menekankan
bahwa ini mungkin terkait dengan kurangnya prioritas kebijakan
perawatan, pelayanan kesehatan wanita menopause dan akibatnya terkait
dengan sumber daya keuangan yang cukup untuk diarahkan ke sektor ini.
Dengan kondisi tersebut, kami percaya bahwa perawatan pasien selama
menopause, dibawah Strategi Kesehatan Keluarga, diperlukan perilaku
profesional paramedis sebagai mitra dari dokter ahli serta hubungan yang
baik dengan pasien dalam masa menopause.15
Berkaitan dengan hal ini, dimana pentingnya peran serta paramedis
dalam pengelolan pasien menopause maka perlu dilihat bagaimanakah
keluhan-keluhan menopause yang ditemukan pada paramedis. Dari
penelitian Siregar MFG dkk tahun 2010 ditemukan keluhan-keluhan
psikologis yang lebih tinggi pada paramedis kelompok pascamenopause
dibandingkan dengan kelompok perimenopause dimana keluhan
terbanyak yang dijumpai adalah gelisah 67,5%, mudah marah 54,5% dan
Sampai saat ini, beberapa alat telah dirancang untuk mengukur dan
menilai gejala yang dialami selama masa transisi menuju menopause.16
Beberapa alat telah dinilai ulang, sementara beberapa alat yang lain baru
ditemukan setelah dilakukan penelitian analitik yang secara terpisah
mengukur gejala psikologis, somatik dan vasomotor yang dialami.17 Dalam
satu penelitian terbaru yang dilakukan di Ekuador, dengan memakai skala
klimakterik Greene pada wanita berusia 40-65 tahun dengan pendapatan
sosial ekonomi rendah, disimpulkan bahwa ternyata gejala yang paling
sering muncul diantara ke 21 gejala yang dinilai meliputi: kesulitan
konsentrasi (87%), rasa tidak bahagia atau distress (82%), sakit kepala
(83,9%), serta rasa panas (82%). Usia yang lebih tua, jumlah paritas yang
lebih banyak, serta tingkat pendidikan yang lebih rendah dihubungkan
dengan resiko skor total Greene yang lebih tinggi.18
Skala Penilaian Menopause (MRS) merupakan skala kualitas hidup
yang dihubungkan dengan kesehatan selama masa menopause, dan
awalnya dikembangkan pada awal tahun 90an untuk mengukur tingkat
keparahan keluhan yang dikaitkan dengan umur menopause, dengan cara
menilai sejumlah gejala tertentu.
18,19
Untuk menentukan skala keluhan
ataupun gejala yang dialami, analisis faktorial dan metode statistik
digunakan untuk mengidentifikasi tiga dimensi gejala/keluhan: faktor
psikologis, somatik-vegetatif, dan urogenital, yang dapat menjelaskan
yang tinggi dengan hanya 11 bahan dibandingkan skala internasional
lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi keluhan
dikalangan paramedis usia perimenopause dan pascamenopause serta
adakah perbedaan tingkat keparahan keluhan pada masa perimenopause
dan pascamenopause.
18,20
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah
Bagaimana perbedaan keluhan somatis, psikologis dan urogenital
dikalangan paramedis masa perimenopause dan pascamenopause
dengan menggunakan Skala Penilaian Menopause (Menopause Rating Scale) di RSUP. H. Adam Malik dan RS Jejaring FK USU Medan?
1.3 Hipotesa Penelitian
Terdapat perbedaan keluhan menopause pada paramedis masa
perimenopause dan pascamenopause yang dinilai dengan menggunakan
Menopause Rating Scale
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui proporsi keluhan menopause dikalangan paramedis usia
perimenopause dan pascamenopause serta adakah perbedaan tingkat
dikalangan paramedis yang bekerja di RSUP. H. Adam Malik dan RS
Jejaring FK USU Medan
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik wanita menopause (usia menopause,
status pernikahan, pendidikan, paritas, unit kerja dan BMI).
2. Untuk mengetahui proporsi keluhan wanita paramedis usia
perimenopause dan pascamenopause yang bekerja di RSUP H.
Adam Malik dan RS Jejaring Medan.
3. Membandingkan tingkat keparahan keluhan somatis-vegetatif,
psikologis dan urogenital pada masa perimenopause dan
pascamenopause dikalangan paramedis yang bekerja di RSUP H.
Adam Malik dan RS Jejaring Medan.
4. Membandingkan tingkat keparahan keluhan pada masa
perimenopause dan pascamenopause dikalangan paramedis yang
bekerja di RSUP H. Adam Malik dan RS Jejaring Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang keluhan-keluhan pada wanita menopause yang dinilai
2. Dengan mengetahui perbedaan keluhan menopause pada masa
perimenopause dan pascamenopause, dapat dijadikan
pertimbangan terhadap pemberian terapi sulih hormon.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
penelitian-penelitian lebih lanjut pada wanita menopause dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MENOPAUSE
2.1.1 Definisi Menopause
Menopause menurut WHO didefinisikan sebagai berarti
berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang
sebelumnya mengalami menstruasi sebagi akibat dari hilangnya aktivitas
folikel ovarium.21 Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya
menstruasi selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara
progresif telah gagal dalam memproduksi estrogen.22 Jumlah folikel yang
mengalami atresia terus meningkat, hingga pada suatu ketika tidak
tersedia lagi folikel yang cukup.23
Menopause berasal dari bahasa yunani yaitu men (month) dan pausis (cessation).
Masa peralihan antara siklus ovarium yang normal
menuju kemunduran fungsi ovarium disebut sebagai masa
perimenopause.
Produksi estrogen berkurang dan haid tidak terjadi lagi. Setelah
memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35
mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah.
Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH
>35 mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat
dikatakan telah mengalami menopause.
24
2.1.2 Fase Klimakterium
Fase Klimakterium terbagi dalam beberapa fase:
A. Pramenopause
23
Pramenopause adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan
dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit, atau
banyak, yang kadang-kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada wanita
tertentu telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindroma
prahaid. Dari hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan
estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat
mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan sehingga
kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi. Keluhan yang
muncul pada fase premenopause ini ternyata dapat terjadi baik pada
keadaan sistem hormon yang normal maupun tinggi, sedangkan keluhan
yang muncul pasca menopause umumnya disebabkan oleh kadar hormon
yang masih normal maupun tinggi, hingga kini belum diketahui.
B. Perimenopause
Perimenopause merupakan masa perubahan antara pramenopuse
dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak
teratur. Pada kebanyakan wanita siklus haidnya > 38 hari dan sisanya <
18 hari. Sebanyak 40% wanita mengalami siklus haid yang anovulatorik.
Pada sebagian wanita, telah muncul keluhan vasomotorik, atau keluhan
juga terlihat bahwa keluhan klimakterik dapat terjadi tidak hanya pada
kadar hormon yang rendah saja
C. Menopause
.
Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar FSH
yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-kadang kadar
estrogen rendah. Pada wanita gemuk kadar estrogen biasanya tinggi. Bila
seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35
mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat
dikatakan telah mengalami menopause.
D. Pascamenopause
Pasca menopause adalah masa setelah menopause sampai
senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH
sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estrodiol yang rendah
mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid tidak mungkin
terjadi lagi. Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan
kadar estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause
umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang diakibatkan
oleh rendahnya kadar estrogen.
E. Senium
Seorang wanita disebut senium bila telah memasuki usia pasca
Gambar 1. Fase Klimakterium20
2.1.3 Patofisiologi Menopause
Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap
akan menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan
hormon-hormon hipofisis untuk menghasilkan hormon-hormon steroid. Saat dilahirkan
wanita mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan
meningkatnya usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada
usia 40-44 tahun rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300
buah, yang disebabkan oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus
juga karena adanya apoptosis yaitu proses folikel primordial yang mati
selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia sekitar 50 tahun
fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel mencapai
jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan
hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid
anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.
Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai
akibat proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh
darah ovarium diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi
ovarium. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium
menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis
untuk menghasilkan hormon steroid.
20,21
2.1.4. Perubahan Metabolisme Hormonal Pada Menopause 22,23
Pada wanita dengan siklus haid normal, estrogen terbesar adalah
estradiol yang berasal dari ovarium. Disamping estradiol terdapat pula
estron yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer.
Selama siklus haid pada masa reproduksi, kadar estradiol berkisar antara
40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler berkisar antara 60-100
pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar antara 100-400 pg/ml dan pada
fase luteal berkisar antara 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama
siklus haid normal adalah 80 pg/ml sedangkankadar estron berkisar
antara 40-400 pg/ml.
Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium
mulai berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti
memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium
untuk menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH.
Terdapat peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat
pada kadar LH, yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah
menopause. Peningkatan kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan
adalah bukti dari terjadinya kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini
mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi estrogen
oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Pada
pasca menopause kadar LH dan FSH meningkat, FSH biasanya akan
lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH menjadi lebih besar dari satu.
Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari
steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis
menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml.
Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah
dibandingkan dengan wanita usai reproduksi pada setiap fase dari siklus
haidnya. Pada wanita pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari
konversi androgen adrenal di hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan
jaringan adipose. Proses aromatisasi yang terjadi di perifer berhubungan
dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk mempunyai kadar
estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita kurus karena
meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi setelah
menopause adalah sekitar 10-20 pg / mL, yang sebagian besar berasal
dari konversi perifer dari estrone, yang pada gilirannya terutama berasal
dari konversi perifer dari androstenedione. Kadar estrone sirkulasi pada
wanita menopause lebih tinggi dari estradiol, sekitar 30-70 pg / mL.
Rata-rata tingkat produksi estrogen pascamenopause adalah sekitar 45μg/24
jam, hampir semua, namun tidak semua, karena estrogen berasal dari
konversi perifer dari androgen. Rasio androgen / estrogen berubah drastis
setelah menopause karena penurunan yang lebih tajam dalam estrogen,
dan terjadinya hirsutisme ringan adalah umum, yang mencerminkan
pergeseran yang bermakna dalam rasio hormon.
Ovarium mengeluarkan terutama androstenedion dan testosteron.
Setelah menopause, kadar sirkulasi androstenedion adalah sekitar
satu-setengah dari yang terlihat sebelum menopause. Sebagian besar
androstenedion menopause ini berasal dari kelenjar adrenal, dengan
hanya sejumlah kecil yang dikeluarkan dari ovarium, meskipun
androstenedion adalah steroid utama yang disekresi oleh ovarium
pascamenopause. Dehydroepiandrosterone ( DHA ) dan sulfat-nya (DHAS), yang berasal dari kelenjar adrenal, menurun tajam dengan
penuaan, dalam dekade setelah menopause kadar sirkulasi DHA dimana
kadarnya adalah menurun sampai 70 % dan kadar DHAS menurun
sampai 74 % dibandingkan kadar dalam kehidupan masa reproduksi.
23,24
Produksi testosteron menurun sekitar 25 % setelah menopause,
tetapi ovarium pada masa pascamenopause mensekresikan lebih lebih
banyak testosterone dibandingkan dengan ovarium pada masa
premoenopause dimana hal ini setidaknya terjadi pada tahun-tahun
pertama periode pascamenopause . Dengan hilangnya folikel dan
estrogen, gonadotropin yang tinggi mendorong jaringan di ovarium yang
tersisa ke level peningkatan sekresi testosteron. Supresi gonadotropin
dengan pengobatan agonis atau antagonis gonadotropin - releasing hormone (GnRH) pada wannita pascamenopause menghasilkan penurunan yang signifikan dalam kadar testosteron yang bersirkulasi,
yang menunjukkan ovarium menopause tergantung gonadotropin. Jumlah
testosteron total yang dihasilkan setelah menopause, bagaimanapun,
menurun karena jumlah sumber utama, konversi perifer dari
androstenedion, berkurang. Kadar androstenedion sirkulasi
pascamenopause awal menurun sekitar 62 % dari kehidupan dewasa
muda. Penurunan kadar sirkulasi testosteron menopause tidak besar, dari
tidak ada perubahan pada banyak wanita hingga sebanyak 15 % pada
wanita lainnya. Dalam sebuah penelitian longitudinal yang sangat baik di
Australia dari 5 tahun sebelum menopause hingga 7 tahun setelah
menopause, kadar sirkulasi testosteron tidak berubah. Memang, karena
penurunan hormon seks yang mengikat globulin, penelitian Australia
menghitung suatu peningkatan dalam androgen bebas. Selanjutnya pada
masa pascamenopause, kadar androgen yang beredar hampir semua,
namun tidak semua, berasal dari kelenjar adrenal. Sebuah penelitian yang
cermat bisa mendeteksi tidak adanya androgen sirkulasi pada wanita
insufisiensi adrenal lengkap, dan tidak ada testosteron atau
androstenedion intraovarium.
Dengan bertambahnya usia menopause, penurunan dapat diukur
dalam kadar dehydroepiandrosterone sulfate ( DHAS ) dan
dehydroepiandrosterone (DHA) sirkulasi, sedangkan kadar androstenedion, testosteron, dan estrogen sirkulasi pascamenopause
tetap relatif konstan.
24
Singkatnya, gejala yang sering terlihat dan terkait dengan
penurunan kompetensi folikel ovarium dan kemudian hilangnya estrogen
dalam masa klimakterik yaitu:
• Gangguan dalam pola menstruasi, termasuk anovulasi dan penurunan
fertilitas, penurunan aliran atau hipermenorrhea, frekuensi menstruasi
tidak teratur, dan kemudian, akhirnya, amenore.
24
• Ketidakstabilan vasomotor ( hot flushes dan berkeringat ).
• Kondisi atrofik: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkel uretra,
dispareunia dan pruritus karena atrofi vulva, introitus, dan vagina, atrofi
kulit umum, kesulitan berkemih seperti urgensi dan uretritis abakterial
dan sistitis.
• Masalah kesehatan akibat kekurangan estrogen jangka panjang:
Gambar 2. Perubahan hormonal pada masa menopause Tabel.1 Kadar hormon pada Masa Menopause
22 21
Premenopuse Postmenopause
Estradiol 40-400 pg/ml 10-20 pg/ml
Estrone 30-200 pg/ml 30-70 pg/ml
Testosterone 20-80 ng/ml 15-70 ng/ml
[image:41.595.107.579.419.661.2]2.1.5 Diagnosis 2.1.5.1 Usia
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan usia, yaitu usia antara
40-65 tahun. Setelah itu perlu ditanyakan pola haid pada wanita tersebut
untuk mengetahui apakah wanita tersebut berada pada usia
premenopause, perimenopause menopause, atau pascamenopause.
Kemudian tanyakan keluhan yang muncul. Keluhan yang paling pertama
dirasakan adalah keluhan vasomotorik. Keluhan ini dapat muncul
premenopause, perimenopause, menopause, atau pascamenopause.
Berat ringannya keluhan berbeda-beda pada setiap wanita. Keluhan
vasomotorik tampil berupa semburan panas (hot flushes) yang dirasakan
mulai dari bagian dada menjalar ke leher dan kepala. Kulit
didaerah-daerah tersebut terlihat kemerahan. Segera setelah timbul semburan
panas daerah yang terkena semburan tersebut mengeluarkan banyak
keringat. Pasien mengeluh jantung berdebar-debar, sakit kepala dan
perasaan kurang nyaman. Pasien ingin selalu berada ditempat dingin.
Frekuensi kemunculan semburan panas perharinya sangat berbeda.
Sebanyak 70% wanita mengalami semburan panas satu tahun setelah
menopause dan 5 tahun setelah menopause hanya 25% yang
mengalaminya. Pada wanita dengan menopause prekoks, kejadian
semburan panas cukup tinggi, yaitu 70-90%.
Semburan panas akan diperberat dengan adanya stress, alkohol,
kopi, makanan dan minuman panas. Semburan panas dapat juga terjadi
akibat reaksi alergi dan pada keadaan hipotiroid. Selain itu, obat-obat
tertentu seperti insulin, niasin, nifedipine dan antiestrogen dapat juga
menyebabkan semburan panas.
Keluhan lain adalah keluhan psikologik berupa perasaan takut,
gelisah, mudah tersinggung, lekas marah, sulit berkonsentrasi, perubahan
perilaku, depresi dan gangguan libido. Pada sistem urogenital muncul
keluhan nyeri senggama, vagina kering, keputihan dan infeksi. Kulit
menjadi kering dan menipis, gatal, keriput. Muncul keluhan oral
discomfort, berupa mulut kering yang persisten dan rasa terbakar atau
panas. Dalam jangka panjang dampak kekurangan estrogen adalah
meningkatnya kejadian osteoporosis, demensia, penyakit jantung koroner,
stroke dan kanker usus besar.
23
Perlu ditekankan bahwa banyak wanita yang memasuki usia
menopause tidak mengalami keluhan apapun. Meskipun mereka
mengalami keluhan, dampak jangka panjang dari kekurangan estrogen
adalah timbulnya osteoporosis yang meningkatkan kejadian patah tulang,
penyakit jantung koroner, demensia, stroke dan kanker usus besar.
23
2.1.5.2 Pemeriksaan Laboratorium
21
Pemeriksaan hormon FSH, LH dan estradiol tidaklah mutlak. Dari
usia dan keluhan yang muncul, diagnosis sudah dapat ditegakkan. Bila
pasien tidak mendapat haid dalam > 6 bulan, maka pada umumnya kadar
FSH dan LH tinggi, sedangkan kadar estrdiol sudah rendah. Nalisis
kekurangan estrogen. Pada usia pra dan perimenopause, hormon yang
diperiksa adalah FSH, LH dan estradiol. Tidak jarang pada keadaan
seperti ini ditemukan FSH, LH dan estradiol tinggi, namun pasien telah
ada keluhan. Keluhan vasomotorik sering ditemukan pada keadaan
estrogen tinggi. Meskipun kadar estrogen tinggi, pengobatan tetap
diberikan karena pasien telah memiliki keluhan. Pada keadaan seperti ini
dianjurkan pemeriksaan T3,T4 dan TSH karena baik hipertiroid maupun
hipotiroid dapat menimbulkan keluhan yang menyrupai kelhan klimakterik.
Bila ternyata kadar T3,T4 dan TSH normal, maka kemungkinan besar
terjadi fluktuasi estradiol dalam darah. Pada wanita seperti itu dapat
dicoba pemberian terapi sulih hormon untuk satu bulan dulu dan
kemudian dihentikan. Kemudian tanyakan kepada pasien, apakah keluhan
sudah hilang atau belum. Pada wanita pascamenopause atau menopause
prekoks cukup diperiksa kadar FSH dan Estradiol (E2) darah dan FSH
biasanya > 35 mIU/ml dan kadar estradiol sudah berada <30 pg/ml.
2.1.6 KELUHAN WANITA MENOPAUSE
23
Menopause, terhentinya menstruasi secara permanen terjadi pada
usia rata-rata 51 tahun. Meskipun terjadi peningkatan besar dalam
harapan hidup perempuan, usia saat menopause tetap sangat konstan.
Seorang wanita di Amerika Serikat saat ini akan hidup sekitar 30 tahun,
atau lebih dari sepertiga hidupnya, di luar keadaan menopause. Setelah
menopause, ovarium berhenti untuk memproduksi sejumlah besar
defisiensi estrogen adalah hal yang penting untuk kesehatan
perempuan.26
Usia saat menopause tampaknya ditentukan secara genetik dan
tidak dipengaruhi oleh ras, status sosial ekonomi, usia saat menarche,
atau jumlah ovulasi sebelumnya. Faktor-faktor yang berbahaya bagi
ovarium sering mengakibatkan usia dini dari menopause, perempuan
yang merokok mengalami menopause lebih awal, seperti halnya juga
pada perempuan yang terpapar kemoterapi atau radiasi panggul. Wanita
yang telah menjalani operasi pada indung telur mereka, atau pernah
menjalani histerektomi, walaupun tanpa pengangkatan indung telur
mereka, mungkin juga mengalami menopause dini. Kegagalan ovarium
prematur, yang didefinisikan sebagai menopause sebelum usia 40 tahun,
terjadi pada sekitar 1% dari wanita. Ini mungkin terjadi secara idiopatik
atau berhubungan dengan paparan racun, kelainan kromosom, atau
gangguan autoimun.26
Meskipun menopause dikaitkan dengan perubahan hormon pada
hipotalamus dan hipofisis yang mengatur siklus menstruasi, menopause
bukanlah peristiwa sentral, tetapi kegagalan ovarium lebih utama. Pada
tingkat ovarium, ada deplesi folikel ovarium, kemungkinan besar sekunder
untuk apoptosis atau kematian sel terprogram. Ovarium tidak lagi mampu
merespon hormon hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH), dan
luteinizing hormone (LH), dan produksi dari estrogen dan progesteron
Beberapa sistem penilaian telah dikembangkan untuk
menggambarkan banyak perubahan yang mencakup transisi dari
kehidupan reproduksi postmenopause. Tahun-tahun reproduksi akhir
ditandai dengan siklus menstruasi biasa yang terkait dengan peningkatan
FSH. Masa transisi menopause ditandai dengan peningkatan kadar FSH
yang terkait dengan siklus menstruasi yang memanjang, sedangkan
periode pascamenopause ditandai dengan amenore. Masa transisi
menopause dimulai dengan siklus menstruasi yang memanjang diikuti
oleh meningkatnya kadar FSH dan berakhir dengan periode menstruasi
terakhir. Menopause didefinisikan sebagai waktu periode menstruasi
terakhir diikuti dengan 12 bulan amenore. Postmenopause
menggambarkan periode setelah menstruasi terakhir.26
Patofisiologi menopause mungkin paling dipahami dengan
mempertimbangkan bahwa ovarium merupakan satu-satunya sumber
oosit, sumber utama dari estrogen dan progesteron, dan sumber utama
dari androgen. Infertilitas disebabkan oleh terjadinya deplesi dari oosit.
Penghentian produksi progesteron oleh ovarium tampaknya tidak memiliki
dampak klinis kecuali untuk peningkatan resiko terjdinya proliferasi
endometrium, hiperplasia, dan kanker yang terkait dengan produksi.26
Keluhan utama pada wanita menopause terutama terkait dengan
terjadinya defisiensi estrogen. Mempelajari efek defisiensi estrogen dan
penggantian pada wanita muda dengan kegagalan ovarium atau obat
antagonis) membantu untuk membedakan antara efek penuaan dan
defisiensi estrogen.26
Masalah kesehatan utama wanita menopause termasuk gejala
vasomotor, atrofi urogenital, osteoporosis, penyakit jantung, kanker,
penurunan kognitif, dan masalah seksual. Pilihan untuk penaalaksanaan
wanita menopause telah meningkat pesat sejak terapi hormon (HT)
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960. Sehubungan dengan
penggunaan hormon, ada banyak pilihan jenis hormon, dosis, dan metode
administrasi. Tidak hanya bentuk-bentuk baru estrogen dan progestin
telah diperkenalkan, tapi cara baru menggabungkan dua hormon yang
tersedia. Selain hormon, selektif modulator reseptor estrogen (SERM) dan
bifosfonat yang tersedia untuk penatalaksanaan.
2.1.6.1 Perubahan Pola Haid
26
Gejala yang paling umum pada wanita perimenopause adalah
perubahan dari pola haid. Lebih dari 90% wanita perimenopause akan
mengalami perubahan dalam siklus haid. Siklus yang memendek antara
2-7 hari sangatlah khas. Sebagai contoh, wanita dengan siklus haid yang
teratur antara 25-35 hari selama usia 20-30 tahun akan mengalami siklus
haid lebih sering terutama disebabkan oleh memendeknya fase folikel.
Siklus haid yang sebelumnya menetap tiap 28 hari akan menjadi siklus 25
atau 26 hari dan pada waktu terjadi perimenopause kejadian oligomenore
Perdarahan yang tidak teratur dapat terjadi karena tidak adekuatnya
fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Pemanjangan siklus mungkin juga terjadi
seperti halnya haid yang tidak teratur.26
Banyak juga wanita yang mengalami perubahan dalam banyaknya
perdarahan. Perdarahan biasanya lebih banyak pada awal
perimenopause yang disebabkan oleh siklus anovulasi. Kemudian menjadi
lebih sedikit. Beberapa wanita dilaporkan mengalami spotting 1 atau 2 hari
segera sebelum haid. Kombinasi dari spotting, siklus haid yang pendek dan perdarahan yang banyak memberikan kesan secara subjektif wanita
tersebut “selalu berdarah”.
26
Meskipun perdarahan tidak teratur sangat umum dan dianggap
normal selama perimenopause, berat dan lamanya perdarahan atau
perdarahan diantara siklus haid bukanlah hal yang normal. Adanya
perdarahan mengharuskan klinikus untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut, sepeti biopsi endometrium untuk menegakkan diagnosis, terutama
untuk penderita dengan faktor risiko yang lain untuk terjadinya karsinoma
endometrium seperti oligoovulatoar, obesitas atau riwayat infertilitas.
Untuk kasus-kasus yang dicurigai, sebelum melakukan biopsi, mungkin
berharga bila ditanyakan pada penderita riwayat perdarahan secara
lengkap untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai pola
perdarahan
.26
Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola
perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya
estrogen dan progesteron. Didapatkan sekitar 33% dari seluruh konsultasi
ginekologi berhubungan dengan perdarahan abnormal, dan meningkat
menjadi 69% pada wanita perimenopause dan postmenopause. Penelitian
klinik pada wanita perimenopause menunjukkan bahwa lebih kurang 90%
wanita selama perimenopause mengalami ketidakteraturan haid; hanya
10-12% dari wanita premenopause yang mengalami amenore
mandadak.
Insiden kelainan organik pada uterus mencapai puncaknya pada saat
perimenopause. Oleh karena siklus haid pada periode ini kemungkinan
anovulatoar, risiko untuk terjadinya hiperplasi endometrium akibat
unopposed estrogen menjadi lebih tinggi.
26
2.1.6.2. Keluhan Vasomotor
26
Gejala vasomotor mempengaruhi sampai 75% wanita
perimenopause. Gejala dapat terjadi untuk 1 sampai 2 tahun setelah
menopause pada sebagian besar wanita, namun dapat terus sampai 10
tahun atau lebih wanita lainnya. Hot flashes adalah alasan utama mengapa perempuan mencari perawatan saat menopause dan
permintaan akan pengobatan terapi hormonal. Hot flashes tidak hanya
mengganggu perempuan di tempat kerja dan mengganggu kegiatan
sehari-hari tetapi juga mengganggu tidur. Banyak wanita yang melaporkan
masa transisi menopause. Insiden penyakit tiroid meningkat seiring
dengan pertmbahan usia wanita, sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus
dilakukan jika dijumpai gejala vasomotor yang khas atau resisten terhadap
terapi yang diberikan.26
Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flashes masih
belum sepenuhnya dipahami. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai
di hipotalamus, mendorong peningkatan suhu inti tubuh, tingkat
metabolisme, dan suhu kulit. Hal ini mengakibatkan reaksi ini dalam
terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat pada beberapa wanita.
Peristiwa sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau
aktivasi dopaminergik. Meskipun lonjakan LH sering terjadi pada saat hot
flashes, itu bukan penyebab, karena gejala vasomotor juga terjadi pada
wanita dengan kelenjar hipofisis yang telah diangkat. Seperti apa peran
dari estrogen dalam terjadinya hal ini masih belum diketahui secara pasti.
Gejala vasomotor adalah konsekuensi dari penurunan kadar hormon
estrogen.26
Hot flashes merupakan sensasi mendadak terhadap rasa panas,
berkeringat dan kemerahan yang lebih sering terjadi pada muka, leher dan
dada. ansietas juga sering menyertai hot flashes. Tanda-tanda obyektif
dari vasodilatasi cutaneous seperti flusing dan berkeringat diamati, yang
diikuti oleh penurunan suhu inti tubuh, yang menyebabkan beberapa
wanita akan merasa dingin setelah setelah terjadinya semburan panas.
26
Hot flushes terkait dengan vasodilatasi dan peningkatan suhu kulit
yang menghasilkan keringat, penurunan resistensi kulit, dan peningkatan
konduktansi kulit. Data dari studi oleh Mashchak dkk menunjukkan bahwa
hot flushes disebabkan oleh perubahan mendadak dalam regulasi kontrol
suhu di hipotalamus regulasi. Investigasi kemudian menunjukkan bahwa
penarikan estrogen adalah faktor pencetus untuk terjadinya hot flushes
pada wanita menopause.
Gejala secara lainnya meliputi palpitasi, gelisah, mudah marah, dan
keringat malam. Hot flashes dapat terjadi selama beberapa detik, dan
dapat juga terjadi sampai beberapa jam.
27
26
Hot flashes dapat muncul sebelum periode menstruasi terakhir,
dengan hampir 60% wanita melaporkan keadian hot flashes sebelum
terjadinya perubahan siklus menstruasi. Pola dapat berubah dari waktu
ke waktu, dengan beberapa wanita mengalami pengurangan keluhan hot
flashes seiring dengan waktu, sementara yang lain terus mengalami
ketidaknyamanan sampai bertahun-tahun. Hot flashes juga mungkin dapat
dipicu oleh menopause yang terjadi akibat prosedur pembedahan dimana
terjadi satu minggu pasca-operasi, dan biasanya lebih sering dan parah di
malam hari (sering membangkitkan seorang wanita dari tidur) atau selama
masa stres. Salah satu keluhan utama yang terkait dengan hot flashes
adalah insomnia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup wanita.27
Keluhan Vasomotor pada masa Menopause telah dilaporkan terjadi
Utara, dan 80% wanita Belanda women. Langenberg dkk menemukan
variasi etnis yang signifikan dalam insiden gejala vasomotor setelah
histerektomi. Perempuan kulit hitam secara signifikan lebih cenderung
memiliki gejolak panas dibandingkan perempuan kulit putih
2.1.6.3 Atrofi Urogenital
.28
Produksi estrogen yang sangat rendah pada usia menopause akhir,
atau bertahun-tahun setelah kastrasi, atrofi permukaan mukosa vagina
akan terjadi, yang disertai dengan vaginitis, pruritus, dispareunia, dan
stenosis. Atrofi genitourinari menyebabkan berbagai gejala yang
mempengaruhi kualitas hidup. Uretritis dengan disuria, inkontinensia
urgensi, dan frekuensi urinarius adalah hasil lebih lanjut dari penipisan
mukosa, dalam hal ini, dari uretra dan kandung kemih. Infeksi saluran
kemih berulang secara efektif dapat dicegah dengan terapi estrogen
intravaginal pascamenopause. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel,
dan prolaps uterus, dan distrofi vulva bukan akibat dari kekurangan
estrogen.23,26
Kehilangan estrogen menyebabkan vagina kehilangan kolagen,
jaringan adiposa, dan kemampuan untuk menahan air. Sebagaimana
dinding vagina menyusut, rugae akan merata dan menghilang. Epitel
permukaan akan kehilangan lapisan luar yang berserat dan kemudian
menipis ke beberapa lapisan sel, dan berkurangnya rasio antara sel
superfisial dan sel basal. Akibatnya, permukaan vagina rentan terhadap
pembuluh darah di dinding vagina sempit dan sekresi dari kelenjar
sebaceous berkurang. Seiring waktu vagina itu sendiri berkontraksi dan
kehilangan fleksibilitasnya, sementara labia minora menjadi lebih pucat
dan lebih kecil. Selain itu, pH menjadi lebih alkali, yang membuat
lingkungan vagina yang kurang ramah terhadap lactobacilli dan lebih rentan terhadap infeksi oleh patogen urogenital dan fekal. Organisme
penyebab infeksi dapat naik ke sistem saluran kemih yang menyebabkan
uretritis, infeksi saluran kemih, dan sistitis.
Dispareunia yang kadang-kadang disertai dengan perdarahan
pascakoitus, adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari atrofi
berat vagina dengan sedikitnya lubrikasi. Bahkan untuk wanita yang tidak
aktif secara seksual, vaginitis atrofi dapat menyebabkan gatal-gatal, iritasi,
dan rasa terbakar. Gejala ini sering tidak disebutkan, dan penting untuk
memeriksa tanda-tanda atrofi vagina bahkan tanpa adanya keluhan.
Mengukur pH adalah cara sederhana untuk menentukan pengaruh
estrogen atau tidak. PH yang lebih besar dari 4,5 hampir selalu diamati
dengan defisiensi estrogen.
24
Meskipun dikatakan bahwa inkontinensia tipe stres tidak terpengaruh
oleh pengobatan dengan estrogen, yang lain berpendapat bahwa
pengobatan estrogen memperbaiki atau mengobati inkontinensia stres
pada lebih dari 50 % pasien karena efek langsung pada mukosa uretra.
Sebuah meta - analisis menyimpulkan bahwa perbaikan dilaporkan hanya
dalam penelitian non-acak. Dua percobaan acak yang didedikasikan untuk
masalah ini secara klinis gagal menunjukkan efek yang menguntungkan
dari terapi estrogen. Sebagian besar kasus inkontinensia urin pada wanita
lansia merupakan masalah campuran dengan komponen penting
inkontinensia urgensi yang diyakini membaik dengan terapi estrogen.
Namun, uji coba Heart and Estrogen/progestin Replacement Study ( HERS ) secara acak menunjukkan memburuknya inkontinensia dengan
terapi hormon untuk inkontinensia tipe urgensi dan stres, dan Nurses Health Study melaporkan peningkatan kecil dalam inkontinensia pada pengguna hormon. Dampak pengobatan estrogen pada inkontinensia
tetap membingungkan.24
Dispareunia jarang membawa wanita untuk datang ke rumah sakit.
Suatu keengganan dasar untuk membahas perilaku seksual masih
terdapat di masyarakat terutama di kalangan pasien yang lebih tua dari
pada dokter. Pertanyaan lembut dapat mengarah kepada pengobatan
estrogen untuk atrofi dan peningkatan kenikmatan dalam seksual.
Pengukuran objektif telah menunjukkan bahwa faktor-faktor vagina yang
mempengaruhi kenikmatan hubungan seksual dapat dipertahankan
dengan dosis estrogen yang tepat. Pasien dan dokter harus menyadari
bahwa respon yang signifikan dapat diharapkan dalam 1 bulan, namun
butuh waktu yang lama untuk sepenuhnya mengembalikan saluran
genitourinari ( 6-12 bulan ), dan dokter serta pasien tidak boleh berkecil
hati dengan efek pengobatan yang kurang dan respon yang lambat.
vagina dan meningkatkan efek terapeutik estrogen. Oleh karena itu,
wanita tua yang aktif secara seksual memiliki atrofi vagina yang kurang
bahkan tanpa estrogen.
Penurunan dalam kandungan kolagen kulit, elastisitas, dan ketebalan
kulit yang terjadi dengan penuaan dapat dihindari dengan terapi estrogen
menopause. Pengaruh estrogen pada kolagen jelas terlihat pada tulang
dan kulit; massa tulang dan kolagen menurun secara paralel setelah
menopause dan pengobatan estrogen mengurangi turnover kolagen dan meningkatkan kualitas kolagen. Meskipun tidak pasti apakah pengobatan
estrogen dapat mempengaruhi penampilan fisik, setidaknya satu
penelitian menunjukkan tidak hanya peningkatan ketebalan kulit wajah,
tetapi perbaikan keriput dengan estrogen topikal. Yang lebih
mengesankan, data dari U.S. First National Health and Nutrition Examination Survey menunjukkan bahwa penggunaan estrogen dikaitkan dengan prevalensi yang lebih rendah dari kerutan kulit dan kulit yang
kering. Namun, merokok merupakan faktor risiko utama untuk kerutan kulit
wajah, dan terapi hormon tidak dapat mengurangi dampak merokok
tersebut.
24
Salah satu gambaran dari penuaan pada pria dan wanita adalah
pengurangan yang stabil dalam kekuatan otot. Banyak faktor yang
mempengaruhi penurunan ini, termasuk tinggi badan, berat badan, dan
tingkat aktivitas fisik. Wanita yang saat ini menggunakan estrogen telah
dilaporkan menunjukkan penurunan yang lebih rendah dalam kekuatan
otot. Ini merupakan isu penting karena konsekuensi potensi proteksi
terhadap fraktur, serta manfaat karena kemampuan untuk
mempertahankan latihan fisik yang kuat.
2.1.6.4 Efek Psikologi
24
Pandangan bahwa menopause memiliki efek yang merusak pada
kesehatan mental tidak didukung dalam literatur psikiatri, atau dalam
survei populasi umum. Konsep gangguan psikiatrik tertentu (melankolis
involusional ) telah ditinggalkan. Memang, depresi kurang umum, dan
tidak lebih umum, di kalangan wanita paruh baya, dan menopause tidak
dapat dihubungkan dengan distress psikologis. Penelitian longitudinal
pada wanita premenopause menunjukkan bahwa histerektomi dengan
atau tanpa ooforektomi tidak terkait dengan dampak psikologis yang
negatif diantara wanita paruh baya. Dan data longitudinal dari dokumen
Massachusetts Women's Health Study bahwa wanita menopause tidak berhubungan dengan peningkatan risiko depresi. Meskipun wanita lebih
mungkin untuk mengalami depresi dibanding pria, perbedaan jenis
kelamin ini dimulai pada awal masa remaja, tidak pada masa menopause.
U.S. National Health Examination Follow-up Study mencakup penilaian longitudinal dan cross-sectional dari sampel perwakilan wanita secara nasional. Penelitian ini tidak menemukan bukti yang mengaitkan baik
menopause alami maupun bedah dengan distress psikologis. Memang,
satu-satunya perubahan longitudinal yaitu sedikit penurunan dalam
Hasil dalam penelitian ini adalah sama pada pengguna dan non pengguna
estrogen.
Sebuah pandangan negatif dari kesehatan mental pada saat
menopause tidak dibenarkan, banyak masalah yang dilaporkan pada
menopause adalah karena kejadian dalam kehidupan. Jadi, ada masalah
yang dihadapi dalam pascamenopause awal yang sering terlihat, tetapi
hubungan kausal mereka dengan estrogen tidak memungkinkan.
Masalah-masalah ini termasuk kelelahan, gugup, sakit kepala, insomnia,
depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing, dan jantung berdebar.
Memang, pada tahap ini kehidupan laki-laki dan wanita mengungkapkan
banyak keluhan yang tidak menunjukkan perbedaan gender yang dapat
dijelaskan oleh penyebab hormonal. Namun demikian, wanita setengah
baya melaporkan keluhan yang lebih sering daripada laki-laki, yang
mungkin mencerminkan persepsi negatif umumnya dan konotasi budaya
dan masyarakat telah dikaitkan dengan menopause.
24
Kestabilan emosi selama masa perimenopause dapat terganggu
oleh pola tidur yang buruk. Hot flushes tidak memiliki dampak yang merugikan pada kualitas tidur. Terapi estrogen meningkatkan kualitas
tidur, mengurangi waktu onset tidur dan meningkatkan waktu tidur rapid eye movement ( REM ). Mungkin flushing cukup untuk membangunkan wanita, tetapi tidak cukup untuk mempengaruhi kualitas tidur, sehingga
mengurangi kemampuan untuk menangani masalah dan tekanan hari
berikutnya. Peningkatan tidur dengan pengobatan estrogen bahkan dapat
didokumentasikan pada wanita menopause yang dilaporkan
asimptomatik.
Dengan demikian, secara keseluruhan kualitas hidup yang
dilaporkan oleh wanita dapat meningkatkan tidur yang lebih baik dan
pengentasan hot flushing. Namun, masih belum pasti apakah pengobatan estrogen memiliki efek tambahan antidepresan farmakologis langsung
atau apakah respon mood benar-benar merupakan manfaat tidak
langsung dari redanya gejala fisik dan, akibatnya, peningkatan kualitas
tidur. Dengan memanfaatkan berbagai alat penilaian untuk mengukur
depresi, perbaikan dengan pengobatan estrogen telah dicatat pada wanita
dengan ooforektomi. Dalam penelitian kohort prospektif besar dari
komunitas pensiun Rancho Bernardo, tidak ada manfaat yang dapat
dideteksi dalam ukuran depresi pada pengguna estrogen
pascamenopause saat ini dibandingkan dengan wanita yang tidak diobati.
Memang, wanita yang diterapi memiliki skor gejala depresi yang lebih
tinggi, yang mungkin mencerminkan bias seleksi pengobatan; wanita
simptomatik dan depresi mencari terapi hormon. Namun demikian, terapi
estrogen dilaporkan memiliki dampak yang lebih kuat pada kesejahteraan
wanita yang melampaui hilangnya gejala seperti hot flushes.
24
24,29
Transisi perimenopause, oleh karena itu, bukanlah penyebab depresi
klinis, namun, emosi yang labil tampaknya membaik pada banyak wanita
yang diberikan terapi hormon. Penyebab paling umum dari masalah mood
kecil wanita dimana mood-nya sensitif terhadap perubahan hormon.
Dalam penelitian SWAN Amerika, prevalensi perubahan mood meningkat
dari premenopause ke perimenopause awal, dari sekitar 10 % menjadi
sekitar 16,5 %, Ada tiga kemungkinan: ( 1 ) penurunan estrogen saat
menopause mempengaruhi neurotransmitter yang mengatur mood, (2 )
mood dipengaruhi oleh gejala vasomotor (3 ) mood dipengaruhi oleh perubahan hidup yang umumnya lazim disekitar masa menopause.
Beberapa dapat berpendapat bahwa perubahan mood ini dalam
menanggapi fluktuasi hormonal terjadi selama tahun-tahun
perimenopause.24
2.1.6.5 Gangguan Fungsi Seksual
Banyak wanita mengalami disfungsi seksual , meskipun insidensi dan
etiologi yang tepat masih belum diketahui. Disfungsi seksual mungkin
melibatkan penurunan minat atau keinginan untuk memulai aktivitas
seksual, serta penurunan gairah atau kemampuan untuk mencapai
orgasme selama hubungan seksual . Etiologi disfungsi seksual
disebabkan oleh banyak faktor, termasuk masalah psikologis seperti
depresi atau gangguan kecemasan , konflik dalam hubungan , masalah
yang berkaitan dengan penyimpangan seksual, penggunaan obat, atau
masalah fisik yang membuat aktivitas seksual menjadi tidak nyaman ,
seperti endometriosis atau atrofi vaginitis . Menganalisis data dari Bada
Kesehatan Nasional dan Survei Kehidupan Sosial , sampel probabilitas
dewasa , prevalensi disfungsi seksual di Amerika Serikat diperkirakan
setinggi 43 % pada wanita dan 31 % di laki-laki . Meskipun beberapa studi
menggambarkan penurunan tingkat keinginan dan aktivitas pada wanita
yang lebih tua, masalah seksual yang umum dan tidak secara khusus
merupakan masalah pada masa menopause.
Disfungsi seksual wanita setelah menopause adalah masalah yang
kompleks dengan berbagai etiologi. Evaluasi seksama dari segi fisiologis,
psikologis, gaya hidup, dan hubungan variabel diperlukan untuk
mengoptimalkan terapi. Pengobatan kecemasan dan depresi,
penyesuaian obat antidepresan, dan konseling hubungan dapat
meningkatkan fungsi seksual. Latihan khusus sering dilakukan di bawah
bimbingan seorang terapi seks, membantu banyak perempuan dan
pasangan dengan disfungsi seksual. Pengobatan khusus atrofi
genitourinari dengan terapi estrogen vagina sistemik atau lokal atau
pelumas vagina efektif mengurangi dispareunia dan dapat meningkatkan
gairah seksual. Sildenafil sitrat (Viagra) tidak efektif dalam double blind
randomized studi besar, dengan kontrol plasebo pada wanita dengan
disfungsi seksual. Sebuah alat terapi klitoris (EROS-CTDTM) disetujui
oleh US Food and Drug Administration dapat meningkatkan aliran darah
dan meningkatkan gairah pada beberapa wanita.
24
26
Terapi androgen mungkin memiliki peran da